Anda di halaman 1dari 12

Kekurangan Energi Protein

I. Definisi

Ketidakseimbangan seluler antara intake nutrien dan kalori dengan kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-sungsi spesifik (Blossner, 2005). Keadaan kurang gizi akibat konsumsi pangan tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan (Depkes RI, 1999). Keadaan dimana kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuh angka kebutuhan gizi (AKG) (Manjoer Arif, 2000). II. Etiologi dan Faktor Risiko 1. KEP terjadi karena tidak adekuatnya intake makanan. 2. Defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala (langsung). 3. Waktu pemberian ASI dan makanan tambahan setelah disapih (tidak langsung). (Khumaedi, 1989). 4. Tidak adekuatnya sanitasi lingkungan juga meningkatkan kehilangan kandungan nutrisi akibat perubahan kebutuhan metabolik. 5. Adanya penyakit kronis khusus yang menyebabkan anak anoreksia, beban peningkatan respon inflamasi dan peningkatan kebutuhan metabolik akan meningkatakan kebutuhan kalori, dan penyakit seperti gangguan pada hati dan gastrointestinal dapat mengganggu fungsi pencernaan. (Arif Mutaqin, 2011). Faktor risiko : 1. Penyakit kronis 2. Kondisi kelahiran 3. Alergi makanan (anoreksia) (Arif Mutaqin, 2011) 4. Langsung : Ada atau tidaknya infeksi. 5. Tidak langsung : a. Zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan. b. Ekonomi keluarga, penghasilan untuk pemenuhan makanan sehat. c. Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan. d. Fenomena sosial dan keadaan lingkungan (kotor, padat penduduk, lembab, kurang sanitasi, dsb sebagai pemicu penyakit tambahan). (Levinson 1979 dalam Lismartina, 2000) III. Klasifikasi a. Berdasarkan persentasi BB ideal terhadap tinggi badan KEP ringan: >80-90% BB ideal terhadap TB (WHO CDC) KEP sedang: >70-80% BB ideal terhadap TB (WHO CDC)

KEP berat: 70% BB ideal terhadap TB (WHO CDC) Klasifikasi KEP menurut Depkes RI : Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983) Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U Normal Gizi Baik 80 % 120 % Median BB/U KEP I Gizi Sedang 70 % 79,9 % Median BB/U KEP II Gizi Kurang 60 % 69,9 % Median BB/U KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U Sumber: Depkes RI(1999:26) b. Berdasarkan etiologinya: Primer: apabila KEP terjadi karena kurang asupan nutrisi akibat madsalah ekonomi social pendidikan yang kurang tentang gizi,. Sekunder: dikarenakan adanya penyakit utama seperti congenital, infeksi kronik, dan kelainan pencernaan dan metabolic yang mengakibatkan penurunan penyerapan nutrisi

c. Berdasarkan manifestasi klinis : a.Kwashiokor Dapat dijumpai pada usia anak bayi yang masih disapih atau pada anak usia prasekolah yang merupakan golongan umur yang relatif memerlukan banyak protein untuk tubuh (Depkes RI, 1999). Gejala : Oudema, umumnya seluruh Perubahan status mental, apatis tubuh, terutama pada pada dan rewel punggung kaki (dorsum pedis ) Pembesaran hati Wajah membulat dan sembab Otot mengecil(hipotrofi), lebih Pandangan mata sayu nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, Kelainan kulit berupa bercak mudah dicabut tanpa rasa merah muda yang meluas dan sakit,rontok

berubah warna menjadi coklat Kulit penderita kering kehitaman dan terkelupas Garis dalam Sering disertai penyakit infeksi, - Pengobatan : memberikan umumnya akut,anemia dan makan yang mengandung diare. banyak protein yang bernilai Perubahan mental hayati tinggi. Gejala gastrointestinal b.Marasmus Bentuk KEP primer tersering dan disebabkan oleh kehilangan kalori berat. Banyak bentuk KEP marasmik sekunder disebabkan oleh penyakit-penyaki seperti, tuberkulosis, kanker, AIDS, atau penyakit seliak (Behrman, Richard E. 2010). Gejala : Tampak sangat kurus,tinggal Perut cekung tulang terbungkus kulit Iga gambang Wajah seperti orang tua Sering disertai , penyakit Cengeng rewel infeksi ( umumnya kronis berulang), diare kronis atau Kulit keriput,jaringan lemak konstipasi/susah buang air. subkutis sangat sedikit sampai Pertumbuhan kurang atau tidak ada ( pakai celana longgar ) terhenti Komplikasi : * Infeksi * Diare * Gangguan keseimbangan cairan elektrolit Pencegahan : 1. 2. 3. 4. Pendidikan kesehatan Rutin ke posyandu Program makanan tambahan Pemeberian zat besi sirup 5. Pemberian kapsul vit A dosis tinggi 6. Pemberian kpsul minyak beryodium * Defisiensi vitamin A * Anemia

(Depkes RI, 1999). c. Marasmik- kwashiorkor Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U< 60 % baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok (DEPKES RI. 1999). Kekurangan zat gizi makro ( energi dan protein ) dalam waktu besar dapat mengakibatkan menurunya status gizi individu dalam waktu beberapa hari atau 2 minggu saja yang ditandai dengan penurunan berat badan yang cepat. Keadaan yang diakibatkan oleh kekurangan zat gizi sering disebut dengan istilah gizi kurang atau

gizi buruk.Kejadian kekurusan ( kurang berat terhadap tinggi badan) pada tingkat sedang dan berat pada anak kecil maupun kekurusan pada individu yang lebih tua dapat mudah dikenali dengan mata . Demikian pula halnya dengan kasus kekurangan energi berat (marasmus) dan kekurangan protein berat(kwasiokor) serta kasus kombinasi marasmik-kwassiokor dapat dikenali tanda- tandanya dengan mudah (Soekirman, MPS. 1998). IV. Patofisiologi PDF V. Komplikasi 1. Infeksi bronkopneumonia dan tuberkulosis. 2. Diare (Ngastiyah, 2005) 3. Bronchitis 3x lebih sering daripada anak yang normal 4. Penyakit ISPA 5. Gangguan pada saluran cerna, otot, tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal. 6. Anemia gizi (kurangnya Hb yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Fe atau asam folat). 7. Kematian (Sadewa, 2008) VI. Manifestasi Klinis 1. Badan kurus bila ditimbang pada KMS berada di bawah garis merah atau pita kuning bagian bawah. 2. Lemah lesu 3. Selera makan kurang 4. Gangguan pertumbuhan pada anak 5. Gangguan kecerdasan kepada anak mudah terkena penyakit Kategori KEP berdasarkan kriteria KMS : 1. KEP Ringan Bila BB 70% sampai kurang dari 80% baku rujukan BB/U WHO-NCHS. Pada KMS artinya pita warna kuning (antara pita warna hijau dan garis merah). 2. KEP Sedang-Berat Bila BB kurang dari 70% baku rujukan BB/U WHO_NCHS. Pada KMS artinya sama dngan di bawah garis merah. ( Depkes RI, 1999 ). VII. Penatalaksanaan dan pencegahan Pengobatan yang bebentuk makanan yang mengandung banyak protein bernilai, banyak cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-masing masih sudah dicerna dan di serap. Tata Laksana : Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana

yang cocok untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. 1. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama,bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003). 2. Tahap Penyembuhan Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari. 3. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.

c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. (Dirjen Bina Kesmas, 2000). VIII. Asuhan Keperawatan Pengkajian : Identitas Nama Usia Alamat Diagnosis Medis Pekerjaan Pendidikan Jenis Kelamin : An.A : 8 th : (tidak dikaji) : KEP ::: Perempuan

Identitas Penanggung Jawab : Keluhan Utama : Sering buang air besar 5-6 kali per hari Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien mengeluh sering bab 5-6 kali sehari sejak 2 minggu terakhir Riwayat Kesehatan Lalu : Dalam 3 bulan terakhir tidak bersekolah lagi karena kesulitan berjalan akibat Biopsikososial :

kelelahan dan sulit berkonsentrasi. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak dikaji Sosial Ekonomi Lingkungan: Klien tinggal dilingkungan padat penduduk, rumahnya seluas 42m2, ayah klien bekerja tidak menentu tetapi sering jadi buruh di pasar, sedangkan ibunya sesekali menerima cucian orang lain

Psikologi : saat dilakukan pengkajian klien slalu melihat ke arah ibunya dengan mimik muka mau menangis.Tidak mempunyai keinginan apapun, cengeng - Sosial : Tidak mau bergaul dengan teman sebaya dan tampak pendiam - Spiritual : tidak dikaji - Biologi : rambut kusam dan kering, kulit kering dan ada garis yang mendalam. Mata sayu dan sembab. Perut buncit, kaki bengkak Pemeriksaan Fisik : - Inspeksi : rambut kusam dan kering, kulit kering dan ada garis yang mendalam. Mata sayu dan sembab. Perut buncit, kaki bengkak - Palpasi : hepar membesar 1-2cm, suhu rabaan dingin - Perkusi : tidak dikaji - Auskultasi : tidak dikaji - TTV : BB= 20 kg TB: 135cm Pemeriksaan Diagnostik Hb : 8,7 Mg : 1 mEq/l Gula darah : 52% K : 3mEq/l Pemeriksaan Penunjang Mg : 1 mEq/L K : 3 mEq/L

1. Gula darah: Hipoglikemia (> 2 mmol/L) 2. Pemeriksaan hapus darah tepi secara mikroskopi tampak parasit bila disertai
dengan infeksi

3. Hemoglobin: pada tingkal < 40 g/L diindikasikan adanya anemia. 4. Pemeriksaan urine dan kultur, terdapat leukosit lebih dari 10 per highpower field bila ada infeksi.

5. Pada pemeriksaan feses secara mikroskopis dijumpai adanya parasit dan


darah mengindikasikan adanya disentri.

6. Albumin: Meskipun tidak selalu dijadikan sebagai dasar untuk mendiagnosis,


jika albumin < 35 g/L, dapat diartikan sintesis protein mengalami gangguan yang masiv.

7. Electrolit: Pengukuran elektrolit dapat membantu dan dapat membantu terapi


yang tepat, terutama sehubungan dengan hiponatremia.

8. Pada pemeriksaan rontgen dada dijumpai adanya infeksi pada paru seperti
lesi tuberculosis, kardiomegali atau tanda rakhitis

9. Tes kulit (tuberculin) menunjukkan adanya tuberculosis.


Diagnosa, Intervensi, dan Rasional.

1. Kekurangan volume cairan b.d output cairan yang berlebihan d.o klien mengeluh BAB sering 5-6 kali sehari, kulit kering, kusam, edema. Tujuan : frekuensi BAB normal kembali (1 kali/ hari) dengan konsentrasi lunak, nilai elektrolit kembali normal dan dalam 1x24 jam frekuensi BAB menurun (2-3 kali/ hari). Intervensi : Mandiri : - pantau ttv klien - pantau asupan oral sesuai kebutuhan - pantau haluaran urine, pastikan produksi urine normal - pantau haluaran cairan saat buang air besar dan frekuensi BAB - timbang bb setiap hari pada waktu yang sama dan pakaian sama - menjelaskan bahwa minuman dan makanan tertentu, mis kopi, the, anggur dapat menyebabkan kehilangan cairan (diuretik) - berikan asupan makanan dan minuman dalam wadah yang menarik perhatian anak Kolaborasi - pantau hasil pemeriksaan elektrolit - berikan tambahan cairan sesuai indikasi Rasional : - haluaran dapat melebihi asupan yang mungkin sudah tidak memadai unruk mengompensasi kehilangan cairan yang tidak disadari dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus, akibatnya pengeluaran urine jadi tidak memadai untuk membersihkan produk buangan sehingga terjadi peningkatan kadar urea,nitrogen, dan elektrolit darah - pengukuran berat badan setiap hari dapat mendeteksi adanya kehilangan cairan - agar dapat memantau bb secara efektif maka dilakukan pada waktu yang sama dan pakaian yang sama - gula, alcohol, dan kafein yang banyak bertindak sebagai anti diuretik yang akan menyebabkan peningkatan haluaran urine dan menyibabkan dehidrasi - asupan protein yang tinggi (adekuat) diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotic yang normal - makanan yang diletakan di wadah yang tidak biasa dapat meningkatkan nafdu makan anak Kolaborasi - pemantau nilai elektrolit diperlukan untuk mengetahui keseimbangan elektrolit dalam tubuh klien

- penggantian cairan secara parenteral dapat membantu mengganti kehilanga cairan

2. Ketidakseimbangan nutrisi b.d asupan nutrisi yang tidak adekuat d.o BB: 20 kg TB : 135 cm Kelemahan , kurang konsentrasi , rambut kusam, kerin, kulit kering dan garis mendalam. Tujuan : Asupan nutrisi adekuat ditunjukan oleh BB anak yang sesuai dengan BMI dan dalam perawatan selama 1x 24 jam klien merasa lebih bertenaga, kebutuhan nutrisi terpenuhi. Intervensi : Mandiri : -kaji perbandingan TB dan BB - menjelaskan pent ngnya konsumsi karbohidrat , protein, lemak, vitamin, mineral, cairan , yang adekuat (orang tua) - tawarkan makanan dalam jumlah sedikit, tetapi sering, bukan banyak tetapi jarang, tawarkan makanan dalam keadaan dingin - atur agar porsi makanan tinggi kalori dan protein di sajikan saat klien biasanya merasa paling lapar - tentukan makanan kesukaan klien agar makan tersebut dapat disajikan Kolaborasi - konsultasi dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi klien - berikan vitamin tambahan sesuai indikasi Rasional : Mandiri : -nutrisi menyediakan sumber energy, membentuk jaringan dan mengatur proses metabolik tubuh - factor-faktor seperti nyeri , keletihan, penggunaan analgesic dan imobilitas dapat menyebabkan anoreksia - kondisi yang lemah , lambat laun menurunkan keinginan dan kemampuan klien anoreksia untuk makan - pembatasan asupan cairan saat makan membantu mencegah distensi lambung - meningkat kemungkinan klien untuk mengkonsumsi kalori dan protein yang adekuat - perencanaan diet berfokus pada upaya mencegah kelebihan nutrisi Kolaborasi

- konsultasi dapat membantu menetapkan diet, yang memenuhi asupan kalori dan nutrisi yang optimal - pemberian vitamin tambahan dapat membantu meningkatkan tenaga klien

3. Gg. konsep diri b.d perubahan bentuk fisik d,o perut membuncit, saat di palpasi hepar membesar, anak pendiam, tidak mau bergaul dengan teman sebaya, dan cengeng. Tujuan : Klien dapat mengekspresikan pikiran dan pendapatnya, tidak cengeng dan mau bergaul dengan teman dan dalam 1x24 jam klien dapat mengutarakan pendapatnya pada orang di sekitarnya terutama pada orang tua dan perawat. Intervensi : Mandiri : -lakukan kontak yang sering dengan klien serta perlakukan ia dengan perhatian yang hangat dan positif dorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya mengenai,

kondisi,keajuan, pengobatan, dll - berikan informasi yang terpercaya dan klarifikasi konsep yang salah - diskusikan dengan system pendukung klien (ortu) tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti klien bagi mereka - lakukan penyuluhan kesehatan , sesuai indikasi Rasional : Mandiri : -kontak sering yang dilakukan oleh pemberi asuhan menunjukan penerimaan dan dapat meningkatkan rasa percaya diri klien - mendorong klien untuk menyampaikan perasaanya dapat menjadi langkah penyaluran yang aman untuk rasa takut dan frustasi kliendan dapat meningkatkan kewaspadaan dirinya - partisipasi klien dalam perawatan diri dan perencanaan dapat mendukung koping yang positif - kunjungan yang sering dari orang yang mendukung klien dapat merasakan bahwa dia masih berharga dan diterima - perawat harus menempuh pendidikan yang adekuat dan terus memperbaharui pengetahuan mereka. Perawat harus menjalani pengawasan klinis yang teratur dan dukungan untuk memastikan bahwa mereka dapat memberikan perawatan yang terbaik membantu klien

10. Lo 1. Mengapa perut buncit, namun BAB tidak berlebih? Salah satu gejala dari penderita KEP ialah hepatomegali, yaitu pembesaran hepar yang terlihat sebagai pembuncitan perut. Anak yang menderita tersebut sering pula terkena infeksi cacing. Kedua gejala pembuncitan perut dan infeksi cacing ini diasosiasikan dalam pendapat oleh para ibu-ibu di Indonesia bahwa anak yang perutnya buncit menderita penyakit cacingan dan bukan karena kurang energi protein. (http://www.psychologymania.com/2013/08/kurang-energi-protein.html) 2. Bagaimana perkembangan anak usia 8 tahun ? Anak usia 8-9 tahun: kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat menggunakan alat-alat seperti palu peralatan rumah tangga ketrampilan lebih individual ingin terlibat dalam segala sesuatu menyukai kelompok dan mode mencari teman secara aktif Middle childhood (masa sekolah) Membangun perilaku yang sehat Belajar ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang luar biasa Belajar bergaul dengan teman sebaya Belajar peran sosial terkait dengan maskulinitas dan feminitas Mengembangkan ketrampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung Mengembangkan konsep-konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari Membangun moralitas, hati nurani dan nilai-nilai Pencapaian kemandirian Membangun perilaku dalam kelompok sosial maupun institusi (sekolah) Tahap latensi (6-12 tahun / masa sekolah) Karakteristik : energi digunakan untuk aktivitas fisik dan intelektual Ini adalah periode tenang, dimana kegiatan sexual tidak muncul (tidur). Anak mungkin terikat dalam aktivitas erogenus (perasaan erotik) dengan teman sebaya yang sama jenis kelaminnya. Penggunaan koping dan mekanisme pertahanan diri muncul pada waktu ini Konflik yang tidak diatasi pada masa ini dapat menyebabkan obsesif dan kurang motivasi diri. Implikasi : anjurkan anak mencari aktivitas fisik dan intelektual Industri vs inferior (industry vs inferiority) -- usia sekolah (6-12 tahun) : Indikator positif : mulai kreatif, berkembang, manipulasi. Membangun rasa bersaing dan ketekunan. Indikator negatif : hilang harapan, merasa cukup, menarik diri dari sekolah dan teman sebaya. Anak mendapatkan pengenalan melalui demonstrasi ketrampilan dan produksi benda-benda serta mengembangkan harga diri melalui pencapaian. Anak dipengaruhi oleh guru dan sekolah.

Perasaan inferior --- terjadi pada saat orang dewasa memandang usaha anak untuk belajar bagaimana sesuatu bekerja melalui menipulasi adalah sesuatu yang bodoh atau merupakan masalah. Perasaaan inferior --- ketidaksuksesan di sekolah, ketidaksuksesan dalam perkembangan ketrampilan fisik dan mencari teman. Fase konkret operasional (7-11 tahun) : memecahkan masalah konkret mulai mengerti tentang suatu hubungan misalnya ukuran, mengerti kanan dan kiri Anak dapat membuat alasan mengenai apa itu, tapi tidak dapat membuat hipotesa mengenai apa kemungkinannya dan dengan demikian tidak dapat berpikir mengenai masalah ke depan 3. Bagaimana prognosis dari penyakit ini? Bagaimana dampak penyakit di masa depan anak? Bila klien ditangani dengan cepat sebelum terjadi komplikasi yang lebih parah maka klien masih dapat disembuhkan, namun jika sudah terjadi komplikasi kronis maka kemungkinan sembuh sangat sedikit, jika sembuh kemungkinan pasien akan mengalami kecacatan mental dan fisik, bahkan dapat menyebabkan kematian. Dampak terburuk adalah kematian akibat tidak berfungsinya saluran pernafasan akibat gangguan ISPA. Perkembangan psikomotorik anak pun dapat terganggu, hingga anak mengalami gangguan mental.

Anda mungkin juga menyukai