Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kendati jarang terjadi di Amerika Serikat demam reumatik akut merupakan salah satu
penyebab kelainan jantung yang dapat dicegah. Kelainan ini paling sering ditemukan
pada anak usia 5-15 tahun. Kelainan ini disebabkan oleh reaksi imunologis akibat sekuele
lambat faringitis oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. Riwayat keluarga dengan
demam reumatik dan status sosioekonomi rendah merupakan faktor resiko tambahan lain.
Penyakit jantung reumatik digolongkan sebagai suatu penyakit inflamasi sistemik pada
masa kana-kanak, merujuk pada manifestasi jantung dari demam reumatik dan meliputi
perikarditis pada fase awal dan penyakit katup kronis pada fase akhir. Dapat mengenai
jantung, sendi, susunan saraf pusat, kulit, dan jaringan subkutan.

1.2 Tujuan
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak penyakit terminal dengan
Reumatoid Heart Disease
b. Merencanakan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga pada penyakit terminal

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Demam reumatik merupakan suatu penyakit radang yang terjadi setelah adanya
infeksi streptokokus golongan beta hemolitik A, yang dapat menyebabkan lesi patologis
di daerah jantung, pembuluh darah, sendi, dan jaringan subkutan. Demam reumatik
merupakan penyakit inflamasi multisistem yang dapat terjadi pasca-infeksi faring oleh
streptokokus beta hemolyticus Group A. Biasanya penyakit ini mengenai anak-anak yang
berusia 5-10 tahun. Dipostulasikan bahwa antigen streptokokus telah memicu produksi
antibodi yang bereaksi silang dengan antigen jantung.

2.2 Patogenesis

Demam reumatik dinyatakan sebagai penyakit autoimun. Streptococcus diketahui


dapat menghasilkan kurang lebih 20 produk ekstra sel, diantaranya yang penting ialah
streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin, dan masih ada
beberapa lagi. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik
diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk in.
Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap
streptokok dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirirp antigen
streptokok, inilah penyebab reaksi autoimun.

2.3 Manifestasi Klinis

Demam reumatik akut didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan radiologis


menurut kriteria WHO 2003 meurpakan kriteria jones yang telah direvisi. Terapatnya
dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dua kriteria minor disertai bukti
infeksi streptokokus sebelumnya memastikan diagnosis demam reumatik akut. Infeksi
faring sering kali mendahului presentasi klinis demam reumatik 2-6 minggu sebelumnya.
Pemeriksaan antibodi streptokokus seperti liter treptolisin O merupakan bukti
laboratorium untuk infeksi streptokokus seblumnya yang paling diandalkan.
Artritis merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan. Biasanya artritis sendi
besar dan berpindah. Artalgia tidak dapat dianggap sebagai manifestasi minor jika di
dapatkan adanya artritis. Karditis terjadi pada sekitar 50% pasien. Takikardia,murmur

2
yang baru terdengar (regurgitas mitral atau aortik), perikarditis, kardiomegali,dan tanda-
tanda gagal jantung merupakan bukti adanya karditis. Eritema marginatum, yaitu ruam
serpiginosa yang cepat menghilang non-pruritik, dan jarang ditemukan, biasanya terlihat
di batang tubuh serta di picu oleh udara panas.
Nodul subkutan biasanya terlihat pada penyakit kronik atau rekuren. Nodul teraba gaka
keras, tidak nyeri, non-pruritik dapat digerakkan ekstensor sendi besar dan kecil, kulit
kepala serta tulang belakang korea (sydenham chorea atau st vitus dance) terdiri dari
gejala neurologis serta psikiaterik. Korea juga jarang ditemukan dan sering timbul lama
setelah infeksi faring.

2.4 Etiologi

Kendati jarang terjadi di Amerika Serikat, demam reumatik akut merupakan salah
satu penyebab kelainan jantung yang dapat dicegah. Kelainan ini paling sering
ditemukan pada anak usia 6-15 tahun. Kelainan ini disebabkan oleh reaksi imunologi
akibat sekuele lambat faringitis oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Riwayat
keluarga dengan demam reumatik dan status sosioekonomi rendah merupakan faktor
resiko tambahan lain.

3
2.5 Patofisiologi

2.6 Stadium

Stadium I

Stadium ini berupa adanya infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman Streptooccus
beta-hemolyticus golongan A, dengan keluhan demam, batuk, sakit menelan, kadang
disertai muntah atau diare. Pada pemeriksaan tonsil terdapat eksudat dan tanda-tanda
peradangan lainnya. Infeksi ini biasanya berlangsung selama 2-4 hari dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Terjadinya infeksi ini 10-14 hari sebelum serangan demam
reumatik.

4
Stadium II

Disebut periode laten ialah masa antara infeksi streptokok dengan permulaan gejala
demam reumatik. Biasanya dalam waktu 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul
dalam 6 minggu atau beberapa bulan kemudian.

Stadium III

merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik. Gejala tersebut ialah gejala mayor dan minor. Gejala minor berupa
gejala peradangan umum dengan didapatkannya demam tidak begitu tinggi, lesu, lekas
tersinggung, berat badan menurun, anoreksia. Anemia dijumpai sebagai akibat
tertekannya sistem eritropoietik, bertambahnya volume plasma, memendeknya umur
eritrosit dan adanya perdarahan dari hidung (epistaksis). Sakit sendi dan sekitarnya
(artralgia) terutama setelah latihan dan menghebat bila dikompres panas. Terdapat juga
keluhan sakit perut yang menjadi berkurang jika diberi salisilat. Laju enda darah (LED)
meninggi, protein C-reaktif dan ASTO juga meninggi.

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Baik pasien demam reumatik tanpa kelainan jantung
maupun kelainan jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala
kelainan. Tetapi pasien yang dengan gejala sisa kelainan pada katup jantung, gejala
timbul sesuai dengan kelainannya. Pada fase ini pasien demam reumatik dapat
mengalami reaktifitas penyakitnya. Penyakit demam reumatik mempunyai beberapa
gejala yang secara garis besar dibagi menjadi gejala mayor dan minor, yang berasal dari
kriteria yang disusun oleh demam reumatik. T.Ducket Jones pada tahun 1944 dan
dimodifikasi oleh The American Heart Association pada tahun 1955 dan direvisi pada
tahun 1965.

2.7 Prognosis

Prognosis RHD bergantung pada lama penyakit, umur, beratnya kerusakan katup,
respons pengobatan serta ada tidaknya komplikasi.

5
2.8 Tata Laksana Medis dan Keperawatan

Tatalaksana Medis

1. Istirahat, bergantung pada ada tidaknya dan berat serta ringannya karditis.
2. Eradikasi kuman streptococcus, untuk negara berkembang WHO menganjurkan
penggunaan benzatin penisilin 1,2 juta IM. Bila alergi terhadap penisilin digunakan
eritromisin20 mg/kg BB 2 kali sehari selama 10 hari.
3. Penggunaan obat antiradang bergantung terdapatnya dan beratnya karditis. Prednison
hanya digunakan pada karditis dengan kardiomegali atau gagal jantung.
4. Pengobatan suportif, berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin (terutama
vit.C) dan pengobatan terhadap komplikasi. Bila dengan pengobatan dengan
medikamentosa saja gagal perlu dipertimbangkan tindakan operasi pembetulan katup
jantung.

Demam reumatik mempunyai kecenderungan untuk terjadi serangan ulangan, maka perlu
diberikan pengobatan pencegahan (profilaksis sekunder). Keberhasilan pengobatan
tersebut sangat tergantung dari pasien dan orang tuanya. Oleh karena itu, penyuluhan
terhadap pasien dan orangtua merupakan bagian yang penting terutama penjelasan
keadaan pasien dan ketaatan melaksanakan profilaksis sekunder.

Penatalaksanaan Keperawatan

Masalah pasien demam reumatik yang perlu diperhatikan yaitu bahaya terjadi gagal
jantung, kurangnya masukkan nutrisi, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman
dan nyaman, perubahan emosi ( gangguan psikososial ), persiapan pasien untuk tindakan
diagnostik, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

- Bahaya terjadi gagal jantung. Pada patogenesis demam reumatik diterangkan bahwa
akibat infeksi streptococcus beta-hemolyticus yang mengenai tenggorokan,
menyebabkan timbulnya reaksi imunologik tubuh pasien berupa mengenai selaput
jantung yang disebut “pankarditis” dan kelainan lebih lanjut mengenai katup jantung
yaitu penyempitan dan kebocoran katup. Jika tidak segera mendapatkan pengobatan
yang tepat akan berakibat gagal jantung.

6
- Kurangnya masukkan nutrisi. Pasien demam reumatik pada umumnya nafsu
makannya sangat menurun. Keadaan tersebut akan menambah lemah dan menyebakan
dehidrasi, pasien perlu diberikan makanan tinggi kalori dan protein.
- Resiko terjadi komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi ialah gagal jantung karna
terjadinya kelainan pada katup jantung berupa penebalan daun katup dan
menyebabkan penyempitan katup merupakan hal yang potensial. Selain itu biasanya
pasien karena terlambat berobat sehingga terkadang sudah terjadi gagal jantung baru
ditemukan, dan juga akibat perawatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan gagal
jantung
- Gangguan rasa aman dan nyaman. Yang perlu diperhatikan pada pasien baru, bila
akan mengukur tekanan darah dan dilakukannya EKG pada pasien lain dahulu dan
minta pasien tersebut melihatnya sambil dijelaskan bahwa hal itu tidak menyakitkan.
Karena jika pasien takut hasil pemeriksaan kurang memuaskan.
- Perubahan emosi. Pada pasien demam reumatik selain terlihat lemah juga roman
mukanya tidak terlihat adanya gairah. Anak menjadi pendiam, malas bicara dan
mudah tersinggung serta malas melakukan kegiatan. Untuk mengembalikan gangguan
tersebut harus sejalan dengan pengobatannya disamping adanya hubungan psikologik
antara pasien dan orang tuanya maupun dengan perawat.
- Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. Orang tua umumnya tidak
mengira bahwa anaknya mengira penyakit jantung karena yang diketahui anak hanya
pernah demam saja. Mereka kurang mengerti hubungan penyakit demam reumatik
dengan penyakit jantung ini. Hal-hal yang perlu dijelaaskan kepada orang tua ialah
kebersihan lingkungan, anak perlu dibawa berobat ke puskesmas/dokter jika demam
dan mengeluh sakit menelan, adanya perubahan psikososial pada anak, dan
pengobatan yang memakan waktu lama.

2.9 Gambaran Klinis

Lima gejala mayor adalah sebagai berikut.

- Poliartritis migrans, berupa peradangan sendi lebih dari satu, berasama-sama atau
bergantian dan berpindah-pindah. Terutama menyerang sendi besar dengan tanda-
tanda radang ( bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan
fungsi ). Rasa nyeri begitu hebat sampai jika tersentuh selimut saja pasien tidak tahan.

7
- Karditis. Berupa peradanagn aktif endokardium, miokardium, dan perikardium. Bila
mengenai ketiganya disebut pankarditis. Gejala dini karditis ialah pucat, lesu, dam
cepat lelah. Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena karditis akan
meninggalkan gejala sisa berupa kerusakan katup jantung.
- Korea sydenham. Korea sydenham atau korea minor iaah gerakan cepat, bilateral,
tidak terkendali dan tanpa tujuan. Sering disertai kelemahan otot. Hal ini sering
dijumpai pada anak wanita sebelum masa pubertas.
- Eritema marginatum. Merupakan tanda patognomonik untuk demam reumatik pada
kulit beerupa bercak-bercak merah muda, berbentuk cincin pucat ditengahnya,
pinggirnya berbatas tegas, tidak gatal tanpa indurasi, berpindah-pindah, terutama
terdapat di dada dan ekstremitas.
- Nodul subkutan. Berupa benjolan kecil yang terletak dibawah ulit, tidak keras dan
tidak terasa sakit, mudah digerakkan,berukuran 3-110 mm. Umumnya terdapat pada
daeerah ekstensor persendian siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah
oksipital dan diatas prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. Nodul ini
timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam reumatik, denngan streroid
nodul subkutan cepat menghilang. Nodul subkutan sering dianggap sebagai tabda
prognosis yang buruk karena sering disertai karditis berat.

Gejala minor:
- Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda objektif pada sendi, klien kadang-
kadang sulit menggerakkan tungkainya.
- Demam namun tidak lebih dari 39ºc dan pola tidak tentu.
- Leukositosis.
- Peningkatan laju endap darah (LED).
- C-reaktif Protein (CRP) positif.
- P-R interval memanjang.
- Peningkatan denyut jantung saat tidur (sleeping pulse).
- Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO).

8
2.10 Faktor-faktor predisposisi.

Beberapa faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD:

1. Faktor pada individu.


a. Faktor genetik.
Pada umumnya ada pengaruh faktor keturunan pada prose terjadinya RHD, walaupun
cara penurunannya belum dapat dipastikan.
b. Jenis kelamin.
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada
anak laki-laki.
c. Golongan Etnik dan Ras.
Data di Amerika menunjukkan bahwa serangan awal maupun serangan ulang lebih
sering terjadi pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih.
d. Umur.
RHD paling sering terjadi pada anak-anak usia antara 6-15 tahun (usia sekolah)
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum
berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.

2. Faktor lingkungan.
a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk.
Sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan penghuni yang padat, rendahnya
pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak yang
menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah
sehingga biaya perawatan kesehatan kurang.
b. Iklim dan geografis.
RHD adalah penyakit kosmpolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun
mempunyai insiden yang tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih
tinggi daripada dataran rendah.
c. Cuaca.
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas
atas meningkat, sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat.

9
2.11 Komplikasi.

Komplikasi demam rematik yang paling serius. Penyakit ini dapat dibagi menjadi:

a. Perikarditis fibrinosa
b. Miokarditis, inflamasi interstasial miokardium fokal dimana kolagen dan material
fibrinoid membentuk nodul dan di kelilingi oleh sel-sel makrofag limfosit , sel-sel
plasma serta sel-sel raksasa berinti banyak
c. Endokarditis, daun katup berwarna merah dan bengkak dan veruka kecil-kecil
(vegetasi fibrin seperti karet) terbentuk di sepanjang garis penutup katup. Akhirnya
katup menjadi fibrotik, menebal dan mengalami kalsifikasi. Penyakit valvular dapat
menyebabkan insufisiensi atau stenosis. Katup jantung yang paling sering terkena
adalah katup mitral dan katup aorta karena keduanya menghadapi gardien tekanan
yang paling besar.

2.12 Pemeriksaan Diagnostik.


a. Pemeriksaan laboratorium.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan
laju endap darah (LED), terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan Hb.
b. Radiologi.
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukkan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram.
Menunjukkan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi.
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram.
Menunjukkan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan.
Ditemukan adanya streptococcus hemolyticus beta grup A.

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian anak dengan demam reumatik tergantung berat ringannya perjalanan


penyakit pada awalnya dan yang sering dijumpai adalah nyeri pada daerah sendi, hangat,
merah, dan bengkak (paling banyak terjadi di daerah lutut dan siku, pergelangan tangan
dan kaki). Kemudian diikuti demam yang ringn pada siang hari, nyeri dada, napas
pendek, adanya takikardia selama istirahat dan tidur, kadang-kadang bradikardia, dan
juga batuk, keletihan, pucat, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
Pemeriksaan laboratorium diagnostik menunjukkan titer antistreptolisin O yang
meningkat, peningkatan laju endap darah, protein c reaktif juga meningkat, leukosit
meningkat, adanya gambaran streptokokus pada kultur tenggorok. Pemeriksaan foto
thoraks hanya digunakan untuk mendeteksi adanya kardiomegali, ekokardiografi untuk
mendeteksi adanya perikarditis. EKG mendeteksi ada tidaknya blok atrioventrikular dan
pemanjangan segme PR pada karditis.

3.2 Diagnosa

Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan demam reumatik
dapat ditemukan diagnosis/masalah sebagai berikut:

1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup
mitral (stenosis katup).
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d penurunan metabolisme terutama
perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
3. Nyeri akut b/d peradangan pada membran sinovial.
4. Hipertermia b/d Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung.
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.

11
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan

a. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral
(stenosis katup).
Tujuan: setelah diberikan tindakan keperawatan penurunan curah jantung dapat
diminimalkan.
Intervensi:
1. Monitor tanda dan gejala penurunan curah jantung
2. Monitor EKG pertahankan tirah baring atau alternatifnya penurunan aktivitas
3. Kolaborasi dalam pemberian kortikosteroid dan catat efek samping seperti adanya
retensi natrium, kehilangan kalium, dan lain-lain.
4. Monitoring kardiovaskuler seperti nadi, pengisian kapiler, bunyi napas, warna
kulit, dan memberikan obat.
5. Monitor tanda hipokalemia seperti kelemahan otot, hipotensi, distrimia,
takikardia, iritabilitas, mengantuk, dan tanda hiperkalemia seperti kelemahan otot,
kedutan , bradikardia, oligouri, apne.
6. Monitor kadar kalium karena dapat menyebabkan taksiritas digoxin.

b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d penurunan metabolisme terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan perifer efektif.
Intervensi:
1. Pantau perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu, contoh: cemas,
bingung, letargi, pingsan.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin atau lembab. Catat kekuatan nadi
perifer.
3. Kaji tanda edema.
4. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan.
5. Pantau data laboratorium: GDA, BUN, creatinin, dan elektrolit.

c. Nyeri akut b/d peradangan pada membran sinovial.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Intervensi:
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan intensitas nyeri (skala 1-10).

12
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR, suhu).
3. Pertahankan posisi daerah sendi yang nyeri dan beri posisi yang nyaman.
4. Kompres dengan air hangat jika diindikasikan.
5. Ajarkan teknik relaksasi progresif (napas dalam, Guide imageri, visualisasi).
6. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.

d. Hipertermia b/d Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup jantung.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hipertermia teratasi.
Intervensi:
1. Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-tanda vital lain seperti nadi, TD dan RR.
2. Berikan klien kompres hangat pada lipatan tubuh dan terdapat banyak pembuluh
darah besar seperti aksilla).
3. Anjurkan klien untuk minum 2 liter/hari jika memungkinkan.
4. Anjurkan klien untuk tirah baring (bed rest).
5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik dan antiradang seperti salisilat/prednison
serta pemberian Benzatin penicillin.

e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas teratasi.
Intevensi:
1. Pertahankan tirah baring sampai dengan nilai laboratorium membaik
2. Monitor peningkatan aktivitas secara bertahap
3. Sedikit mungkin dipindahkan
4. Pertahankan kesejajaran tubuh
5. Lakukan perubahan posisi anak setiap 2 jam

13

Anda mungkin juga menyukai