Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan kelainan katup jantung
yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama
mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspidal
dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Setiap tahunnya rata-rata
ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik akut (DRA)dan PJR.
Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15
tahun.
Penyakit jantung reumatik merupakan komplikasi yang paling serius
dari demam reumatik. Sebanyak 39% pasien dengan demam reumatik akut
akan berkembang menjadi pankarditis dengan berbagai derajat disertai
insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. Pada PJR
kronik pasien dapat mengalami stenosis katup dengan berbagai derajat
regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel.
Demam reumatik akut dan penyakit jantung reumatik adalah salah satu
penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi
penyakit jantung reumatik di Indonesia masih cukup tinggi, di kalangan anak
usia 5-14 tahun adalah 0-8 kasus per 1000 anak usia sekolah. Sebagai
perbandingan, prevalensi penyakit jantung reumatik di negara-negara Asia:
Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah, Filipina 1,2 kasus per
1000 anak usiasekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000 anak usia sekolah,
dan di India 51 kasus per 1000 anak usia sekolah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Jantung reumatik ?
2. Apa penyebab dari Jantung reumatik ?
3. Apa tanda dan gejala dari Jantung reumatik ?
4. Bagaimana perjalanan penyakit jantung reumatik ?
5. Bagaimana diagnosis dari Jantung reumatik ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit jantung reumatik ?

1
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Jantung reumatik ?
8. Bagaimana pencegahan dari Jantung reumatik ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa Ilmu Keperawatan mengetahui apa itu Jantung
Reumatik mulai dari pengertian sampai pencegahan jantung reumatik.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa pengertian dari Jantung reumatik
b. Untuk mengetahui apa penyebab dari Jantung reumatik
c. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dari Jantung reumatik
d. Untuk mengetahui bagaimana perjalanan penyakit jantung reumatik
e. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis dari Jantung reumatik
f. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit
jantung reumatik
g. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Jantung reumatik
h. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dari Jantung reumatik

D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriktif dimana
penulis mencari refrensi Jantung Reumatik dari internet.

E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini kelompok mengemukakan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Bab ini menjelaskan semua tentang landasan teori yang berhubungan
langsung dengan materi Jantung Reumatik.
BAB III : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari tinjauan teori serta saran.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan
sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi
Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya
belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis
migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.
Penyakit jantung reumatik adalah lanjutan dari demam reumatik akut.
Kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah
demam reumatik akut dapat menjadi persisten setelah episode akut
telah mereda. Keterlibatan katup jantung tersebut dikenal dengan
penyakit jantung reumatik/ rheumatic heart disease (RHD).
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik.Penyakit jantung reumatik adalah
sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung
yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak
karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan
yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:
Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik.

B. Etiologi
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat
interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini
berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang
berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas,
demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus
dikulit. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta
pada keadaan lingkungan.

3
C. Manifestasi klinis
Kriteria Mayor
1. Nyeri tenggorokan
Hanya 35-60% penderita DRAyang ingat adanya infeksi saluran nafas
atas pada beberapa minggu sebelumnya. Kebanyakan tidak mengobati
keluhannya.
2. Karditis
Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering terjadi
setelah poli artritis. Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
Pankarditis meliputi endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Pada
stadium lanjut, pasien mungkin mengalami dipsnea ringan-sedang, rasa tak
nyaman di dada atau nyeri pada dada pleuritik, edema, batuk dan
ortopnea. Pada pemeriksaan fisik, karditis paling sering ditandai dengan
murmur dan takikardia yang tidak sesuai dengan tingginya demam.
3. Poliartritis Migrans
Merupakan manifestasi yang paling sering dari rheumatic fever, terjadi
pada sekitar 70% pasien rheumatic fever. Gejala ini muncul 30 hari setelah
infeksi Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi
aktif ditandaidengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi.
Nyeri saat istirahat yang semakin hebat pada gerakan aktif dan pasif
merupakan tanda khas. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi-sendi
besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan.
Gejala ini bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis migrans).
Peradangan sendi ini dapat sembuh spontan beberapa jam sesudah
serangan namun muncul pada sendi yang lain. Pada sebagian besar pasien
dapat sembuh dalam satu minggu dan biasanya tidak menetap lebih dari
dua atau tiga minggu.
4. Chorea Sydenham/Vt. Vitus’ Dance
Chorea sydenham terjadi pada 13-14% kasus rheumatic fever dan dua
kalilebih sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni

4
beberapa bulan setelah infeksi Streptococcus (mungkin 6 bulan).
Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan
saraf pusat, ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak. Periode laten
dari chorea ini cukup lama, sekitar tiga minggu sampai tiga bulan dari
terjadinya rheumatic fever. Gejala awal biasanya emosi yang lebih labil
dan iritabilitas. Kemudian diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja,
tidak bertujuan, dan inkoordinasi muskular. Semua bagian otot dapat
terkena, namun otot ekstremitas dan wajah adalah yang paling mencolok.
Gejala ini semakin diperberat dengan adanya stress dan kelelahan,
namun menghilang saat beristirahat.
5. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada rheumatic fever yang
terjadi kurang dari 10% kasus. Ruam berbentuk anular berwarna
kemerahan yang kemudian ditengahnya memudar pucat, dan tepinya
berwarna merah berkelok-kelok seperti ular. Umumnya ditemukan di
tubuh (dada atau punggung) dan ekstremitas.
6. Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus
terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari,
lutut, dan persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian
oksipital dan di atas kolumna vertebralis. Nodul berupa benjolan
berwarna terang keras, tidak nyeri, tidak gatal, mobile, dengan diameter
0,2-2 cm. Nodul subkutan biasanya terjadi beberapa minggu setelah
rheumatic fever muncul dan menghilang dalam waktu sebulan. Nodul
ini selalu menyertai karditis rematik yang berat.
Kriteria Minor
Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam waktu
2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri sendi tanpa disertai
tanda-tanda objektif (misalnya bengkak, merah, hangat) juga sering dijumpai.
Artralgia biasa melibatkan sendi- sendi yang besar. Penanda peradangan
akut pada pemeriksaan darah umumnya tidak spesifik, yaitu LED dan

5
CRP umumnya meningkat pada rheumatic fever. Pemeriksaan dapat
digunakan untuk menilai perkembangan penyakit.

D. Patofisiologi
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik biasanya didahului oleh
radang saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus
beta-hemolitikus golongan A, sehingga bakteri termasuk dianggap sebagai
penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat,
sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1
sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik akut.
Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung
antara infeksi streptokokus dengan gejala demam reumatik akut. Produk
streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel tenggorok dan
merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa antigen
streptokokus, khususnya Streptolisin O dapat mangadakan reaksi-antibodi
antara zat anti terhadap streptokokus dan jaringan tubuh.
Pada demam reumatik dapat terjadi keradangan berupa reaksi eksudatif
maupun proliferatif dengan manifestasi artritis, karditis, nodul subkutan
eritema marginatum dan khorea. Kelainan pada jantung dapat berupa
endokarditis, miokarditis, dan perikarditis.

E. Diagnosis PJR
Diagnosis DRA ditegakkan berdasarkan kriteria jones dan salah satu
kriteria mayor adalah karditis yang menunjukkan adanya keterlibatan katup
jantung dan dapat diperkirakan secara klinis dengan terdapatnya murmur
pada pemeriksaan auskultasi, namun seringkali klinisi yang
berpengalamanpun tidak mendengar adanya murmur padahal sudah
terdapat keterlibatan katup pada pasien tersebut. Keterlibatan katup seperti ini
dinamakan karditis/ valvulitis subklinis.Saat ini, diagnosis DRA ditegakkan
berdasarkan Kriteria Jones.namun dalam praktek sehari- hari tidak mudah
untuk menerapkankan hal tersebut.

6
Untuk Diagnosa diperlukan : 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan
2 kriteria minor dan bukti infeksi oleh sterptokokus grup A. Kecuali bila
ada chorea atau karditis maka bukti infeksi sebelumnya tidak diperlukan

Kriteria Jones telah mengalami beberapa revisi untuk meningkatkan nilai


spesifitas nya.Untuk negara negara resiko tinggi demam rematik.World Health
Organization (WHO) telah membuat kriteria yang lebih menitikberatkan
pada sensitifitas dibandingkan spesifitas.

7
F. Pemeriksaan penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk
mendukung diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart disease adalah
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Reaktan Fase Akut
Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Pada
pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis terutama
pada fase akut/aktif, namun sifatnya tidak spesifik. Marker inflamasi
akut berupa C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah (LED).
Peningkatan laju endap darah merupakan bukti non spesifik untuk
penyakit yang aktif. Pada rheumatic fever terjadi peningkatan LED,
namun normal pada pasien dengan congestive failure atau meningkat
pada anemia. CRP merupakan indikatordalam menentukan adanya
jaringan radang dan tingkat aktivitas penyakit. CRP yang abnormal
digunakan dalam diagnosis rheumatic fever

8
b. Rapid Test Antigen Streptococcus
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri Streptococcus
grup A secara tepat dengan spesifisitas 95 % dan sensitivitas 60-90 %.
c. Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus
Kadar titer antibodi antistreptokokus mencapai puncak ketika
gejala klinis rheumatic fever muncul. Tes antibodi antistreptokokus
yang biasa digunakanadalah antistreptolisin O/ASTO dan
antideoxyribonuklease B/anti DNase B. Pemeriksaan ASTO dilakukan
terlebih dahulu, jika tidak terjadi peningkatan akan dilakukan
pemeriksaan anti DNase B. Titer ASTO biasanya mulai meningkat
pada minggu 1, dan mencapai puncak minggu ke 3-6 setelah infeksi.
Titer ASO naik > 333 unit pada anak-anak, dan > 250 unit pada
dewasa. Sedangkan anti-DNase B mulai meningkat minggu 1-2 dan
mencapai puncak minggu ke 6-8. Nilai normal titer anti-DNase B=
1: 60 unit pada anak prasekolah dan 1 : 480 unit anak usia sekolah.
d. Kultur tenggorok
Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada tidaknya
streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukansebelum pemberian antibiotik. Kultur ini umumnya negatif
bila gejala rheumatic fever atau rheumatic heart disease mulai muncul.
e. Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan radiologi dapat mendeteksi adanya kardiomegali
dan kongesti pulmonal sebagai tanda adanya gagal jantung kronik pada
karditis. Sedangkan pada pemeriksaan EKG ditunjukkan adanya
pemanjangan interval PR yang bersifat tidak spesifik. Nilai normal
batas atas interval PR uuntuk usia 3-12 tahun = 0,16 detik,
12-14 tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20 detik.
f. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pada pasien RHD, pemeriksaan ekokardiografi bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menilai derajat insufisiensi/stenosis katup, efusi
perikardium, dan disfungsi ventrikel. Pada pasien rheumatic fever

9
dengan karditis ringan, regurgitasi mitral akan menghilang beberapa
bulan. Sedangkan pada rheumatic fever dengan karditis sedang dan
berat memiliki regurgitasimitral/aorta yang menetap. Gambaran
ekokardiografi terpenting adalah dilatasi annulus, elongasi chordae
mitral, dan semburan regurgitasi mitral ke postero-lateral.

G. Penatalaksaan
Terapinya terbagi atas 4 bagian :
1. Terapi untuk streptokokus grup A, walaupun tidak meningkatkan
prognosis dalam 1 tahun tetapi bisa untuk mencegah penyebaran strain
rematogenik.
2. Terapi umum untuk episode akut :
a. Obat anti inflamasi digunakan untuk mengontrol artritis, demam dan
gejala akut lainnya. Salisilat adalah obat yang direkomendasikan.
Steroid hanya digunakan apabila tidak berhasil dengan salisilat.
b. Tirah baring terutama pada pasien dengan karditis Chorea diatasi
dengan asam valproat dan bila diperlukan diberi zat sedasi.
3. Gagal jantung disebabkan karditis diterapi sesuai terapi gagal
jantung, dengan pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya aritmia.
4. Profilaksis dengan penisilin, untuk penderita yang alergi penicilin
bisa diberi eritromisin atau sulfadiazin.

H. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Tujuan dari pencegahan primer adalah eradikasi streptokokus grup
A, penderita dengan faringitis bakterial dan hasil test positif untuk
streptokokus grup A harus diterapi sedini mungkin pada fase supuratif.
Obat yang diberikan adalah penicillin oral diberikan selama 10 hari, atau
benzathine penicilin untk intravena

10
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder diberikan segera setelah pencegahan primer.
Metode terbaik untuk mencegah infeksi berulang adalah benzatin
penicilin (iv) yang diberikan terus menerus setiap 4 minggu, dan
pada daerah endemik disarankan setiap 3 minggu. Pemberian
parenteral lebih disukai karena kepatuhan lebih baik dibandingkan
pemberian oral 2x/hari, dan pemberian oral dianjurkan untuk pasien
resiko rendah untuk infeksi berulang.

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik.Penyakit jantung reumatik adalah
sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung
yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak
karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan
yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:
Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik.

B. Saran dan rekomendasi


Makalah ini semoga berguna bagi pembaca,khususnya mahasiswa. Ada pun
saran yang kami lakukan :
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan pihak akademik memberkan bimbingan kepada mahasiswa
terutama dalam teori dan praktik keperawatan tentang penyakit Jantung
Reumatik ini karena penyakit ini sudah meluas di seluruh dunia.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang teori Jantung
Reumatik secara menyeluruh sehingga kedepanya dapat memahami materi
tersebut secara keseluruhan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alan Bisno, E.G.B., NK Ganguly, WHO Expert Consultation on Rheumatic


Fever and Rheumatic Heart Disease, in WHO technical report series.
2001, World Health Organization: Geneva.
Flyer DC. Rheumatic fever. Dalam: Keane JF, Lock JE, Flyer DC. Nadas’
pediatric cardiology. Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier; 2006. h. 387-
400.
Madyono B. Epidemiologi penyakit jantung reumatik di Indonesia. J Kardiol
Indones 1995;200: 25-33
Mishra TK. Acute rheumatic fever and rheumatic heart disease: current
scenario. JIACM.2007;8(4):324-30.
Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of echoacardiography in diagnose of acute
rhematic fever Paediatrica Indonesiana Vol 50 no 2 (supplement)
Turi, B.S.R.Z.G., Rheumatic Fever, in Braunwald’s Heart Disease A Textbook
of Cardiovascular Medicine, M.P.L. Eugene Braunwald, MD
Robert O. Bonow, MD, Editor. 2007, Saunders Elsevier:
Philadelphia

13

Anda mungkin juga menyukai