Anda di halaman 1dari 22

1.

Memahami dan menjelaskan penyakit jantung rematik

1.1. Definisi penyakit jantung rematik


Kelainan jantung yang terjadi akibat demam rematik (DR), atau kelainan karditis reumatik
(Taranta A. dan Markowits, 1981).
Penyakit Jantung Rematik adalah kelainan jantung akut atau kronis yang terjadi karena hasil
dari demam rematik. Biasanya menyerang pada bagian katup dan dapat mengarah kepada
kelainan pada katup jantung yaitu penyempitan atau kerusakan pada katup secara permanen.
Khasnya, kerusakan terjadi pada katup mitral, katup aorta, atau keduanya.
Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat
karditis rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya
gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup
jantung.
Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi
yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada
saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000).
Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu sindroma
klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang
terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis
migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009).

1.2. Etiologi dan faktor resiko penyakit jantung rematik


Etiologi
- Demam rematik merupakan penyebab awal dari terjadinya Penyakit Jantung
Rematik.Demam Rematik merupakan hasil dari sepon autoimun inflamasi.
- Demam rematik hanya berkembang pada anak-anak dan remaja yang mengalami
faringitis akibat infeksi Streptokokus beta hemolitik grup A dan hanya infeksi
streptokokus yang menyerang faring yang bisa menyebabkan demam reumatik.
- Penurunan regulasi sel T juga mempengaruhi terjadinya penyakit jantung
reumatik dan berhubungan dengan keparahan penyakit.
Faktor resiko
Faktor-faktor pada individu
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-
laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit jantung
reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur
ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang
berumur 2-6 tahun.
5. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang
buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan
kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografi


Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

1.3. Epidemiologi penyakit jantung rematik


Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan masalah penting bagi negara-
negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, India, negara-negara Afrika, bahkan di
beberapa bagian benua Amerika. Hanya di beberapa negeri saja demam reumatik sudah sangat
sedikit ditemukan, seperti di negara-negara Skandinavia.
Di negara Artritis Karditis Korea Eritma Nodul Moralitas
Marginatum Subkutan
S. Arabia, 1984 80% 60% 7% 0% 0% 0%
(30)
Iraq, 1988 (86) 92% 47% 1% 0% %0 0%
Tunisia, 1982 79% 63% 6% 6,4% NI NI
(324)
Kuwait, 1992 81% 44% 10% 2% 0,4% 0,45%
(445)
USA, 1962 (275) 76% 42% 8% 1% 4% 0,36%
India, 1974 (102) 66% 34% 20% 2% 2% 0,98%
Indonesia:
- Asikin H 38% 57% 35% 1,7% 2.2% -
1984
- Saharma 83% 94,5% 4,4% 1,6% 0 11,5%
n L 1999
Keterangan: NI=rtidak ada laporan
Data ini dikutip dari Majeed AH untuk Negara diluar Indonesia

1.4. Klasifikasi penyakit jantung rematik


Menurut perjalanan penyakit
 Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak
jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik
sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar
getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan
dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran
napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit jantung reumatik, yang biasanya
terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
 Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
 Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan
dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor) demam
reumatik/penyakit jantung reumatik.
 Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung
atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala. Pada
penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang
timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik
maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

Menurut Jenis Penyakit


 Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)
Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anak-anak
dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi pemendekan katup, sehingga
daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna. Penutupan katup mitral yang tidak sempurna
menyebabkan terjadinya regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol.
Pada kelainan ringan tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung
kiri tidak bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitral
merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakan salah satu
gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama tergantung pada keparahannya.
Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat
tanda-tanda gagal jantung kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.
 Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh PJR.
Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi mitral (tidak dapat
menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral (tidak dapat membuka sempurna).
Ini akan menyebabkan beban jantung kanan akan bertambah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel
kanan yang dapat menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan,
stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat
 Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)
PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus ini
terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh
dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat terjadi sejak awal perjalanan
penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses radang rematik pada katup
aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa
dikatakan sebagai klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki
insufisiensi mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai
klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan insufisiensi
aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat menyebabkan gagal
jantung.
 Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana lokasi
obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejala-gejala stenosis aorta
akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut termasuk gagal jantung dan kematian
mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit
dan lonjakan denyut arteri melambat.

1.5. Patofisiologi penyakit jantung rematik


Demam rematik adalah akhir inflamasi, komplikasi non supuratif faringitis yang
disebabkan oleh kelompok A- beta hemolitik streptokokus. hasil Demam rematik dari respon
imun humoral dan seluler dimediasi terjadi 1-3 minggu setelah timbulnya faringitis streptokokus.
Protein streptokokus menampilkan mimikri molekuler diakui oleh sistem kekebalan tubuh,
terutama bakteri M-protein dan antigen jantung manusia seperti myosin dan katup endothelium.
Antibodi Antimyosin mengakui laminin, sebuah protein melingkar ekstraseluler matriks alpha-
helix, yang merupakan bagian dari struktur membran katup basement.

Katup yang paling terpengaruh oleh demam rematik, dalam rangka, adalah mitral, aorta,
trikuspid, dan katup paru. Dalam kebanyakan kasus, katup mitral terlibat dengan 1 atau lebih dari
yang lain 3. Pada penyakit akut, bentuk trombus kecil sepanjang garis penutupan katup. Pada
penyakit kronis, ada penebalan dan fibrosis katup mengakibatkan stenosis, atau kurang umum,
regurgitasi.

T-sel yang responsif terhadap streptokokus M-protein menyusup katup melalui


endotelium katup, diaktifkan oleh mengikat karbohidrat antistreptococcal dengan rilis atau tumor
necrosis factor (TNF) dan interleukin. Keterlibatan akut jantung di rematik demam menimbulkan
pancarditis, dengan peradangan miokardium, perikardium, dan endocardium. Karditis terjadi
pada sekitar 40-50% dari pasien serangan pertama; . Namun, tingkat keparahan karditis akut
telah dipertanyakan. Perikarditis terjadi pada 5-10% pasien dengan demam rematik; miokarditis
terisolasi jarang.
1.6. Manifestasi klinis penyakit jantung rematik
DR/PJR yang kita kenal merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian menjadi suatu
penyakit DR/PJR. Adapun gejala-gejala itu adalah:
 Artritis
Artritis adalah gejala major yang sering ditemukan pada demam rematik akut. Sendi yang
dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan
kaki, paha, lengan, panggul, siku, dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang
meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan menghilang secara
perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh
sempurna. Proses migrasi arthritis ini membutuhkan 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari tangan
dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis terpetik. Bila
artritis tidak membaik dalam 24-72 jam maka diagnosis akan diragukan.
 Karditis
Insiden karditis 40-50% atau berlanjut ke gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang-
kadang karditis asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Endokarditis terdeteksi saat
adanya bising jantung. Katup mitrallah yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan
katup aorta. Katop aorta sendiri jarang dikenai. Adanya regrugitasi mitral ditemukan dengan
bising sistolik yang menjalar ke axilla, dan kadang-kang juga disertai bising diastolic. Dengan
EKG dua dimensi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung sedangkan dengan Dopper dapat
menentukan fungsi jantung. Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat
kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tidak berdiri sendiri, biasanya pankarditis.
 Chorea
Didapatkan 10% dari kasus demam rematik. Dapat berupa manifestasi klinis sendiri atau
bersama dengan kardits. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau
lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4
bulan. Dapat juga ditemukan pada anak ini suatu emosi yang labil dimana anak ini suka
menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkunganya sendiri. Gerakan-gerakan tanpa disadari
akan ditemukan pada kasus ini dan anggota gerak tubuh ini biasanya unilateral dan menghilang
saat tidur.
 Eritema marginatum
Ditemukan 5% dari pasien demam rematik. Dan berlangsung berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan. Tidak nyeri dan tidak gatal
 Nodul subkutanius
Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan. Demam pada demam
rematik tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama pada pasien.

1.7. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi
umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti
insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan mungkin juga
terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke
aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik
dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda
penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar
penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. inspeksi
- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping
hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan
kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala
dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah
satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit
jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin
terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi
-Meraba denyut jantung
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul
subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi
yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar
apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit
jantung rematik.
4. Perkusi
- Mengetahui batas-batas jantung
Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita
kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. auskultasi
-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada
penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari
insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh
insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara
jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katup-
katup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan
oleh insufisiensi dari katup mitral
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus β hemolitic grup A biasanya negatif
dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upaya
harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik
untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.
b. Rapid antigen detection test
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus β hemolitic grup A dan
memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik. Karena
tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi sensitivitas hanya
60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam hubungannya dengan tes ini.
c. Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi antistreptococcal
berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi antistreptococcal berguna
untuk mengkonfirmasikan Streptococcus β hemolitic grup A. Tingkat tinggi dari
antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada pasien yang hadir dengan chorea
sebagai satu-satunya kriteria diagnostik. Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat
ditingkatkan dengan menguji beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada
interval 2 minggu untuk mendeteksi titer meningkat.
Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi
antistreptolysin titer O (ASTO), antideoxyribonuclease (DNAse) B,
antihyaluronidase, antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA. Tes
antibodi untuk komponen seluler Streptococcus β hemolitic grup A termasuk
polisakarida antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi anti-
M.
Ketika puncak titer antistreptolysin O (2-3 minggu setelah timbulnya demam
rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas
yang sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau
glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien demam
rematik dengan tingkat titer O antistreptolysin normal dan akan naik lebih awal dan
bertahan lebih lama dari peningkatan titer O antistreptolysin selama demam rematik.
d. Fase akut reaktan
Protein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat
inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas
rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk memantau resolusi
peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi aspirin, atau
mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
e. Antibodi reaktif jantung
Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.
f. Uji deteksi cepat untuk D8/17
Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17 positif
pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.

2. Pemeriksaan radiologi
a. Roentgenografi dada
Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung dapat
terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan gangguan
pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung akibat pneumonia
rematik.

b. Doppler–echocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan,
regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam
beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga parah
memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis
rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan
regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), disfungsi
miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung pada demam
rematik akut.
Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu untuk
intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal, dengan fusi
komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral dapat
menandakan kalsifikasi.

Gambar 3. Sistolik Insufisiensi Mitral http://emedicine.medscape.com/article/891897-


workup#a0720

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan insufisiensi sistolik mitral dengan


pancaran khas dengan penyakit jantung rematik (pancaran biru membentang dari
ventrikel kiri ke atrium kiri). Pancaran ini biasanya diarahkan ke dinding lateral dan
posterior. (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao : aorta, RV : ventrikel kanan).

Gambar 4. Diastolik Insufisiensi


Aortahttp://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan diastolik insufisiensi aorta memiliki


pancaran khas diamati dengan penyakit jantung rematik (pancaran merah
membentang dari aorta ke ventrikel kiri). (LV: ventrikel kiri, LA: atrium kiri, Ao:
aorta, RV: ventrikel kanan).
The World Heart Federation telah menerbitkan pedoman untuk mengidentifikasi
individu dengan penyakit rematik tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut.
Berdasarkan gambaran 2 dimensi (2D) dan pulsasi dan warna Doppler, pasien dibagi
menjadi 3 kategori: penyakit jantung rematik yang pasti, penyakit jantung rematik,
dan normal. Untuk pasien anak-anak (didefinisikan pada usia<20 tahun).

c. Jantung kateterisasi
Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada penyakit
kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi penyakit katup mitral
dan aorta.
Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan, nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi
arteri atau vena dari trombosis atau spasme. Komplikasi mungkin termasuk
insufisiensi mitral setelah dilatasi balon katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan
oklusi pembuluh darah.
d. EKG
Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik akut.
Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati pada
beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin terkait
dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis yang
melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang spesifik
dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit jantung rematik.
Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan penyakit jantung rematik
kronis.
Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan perkembangan
ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan demam rematik,
bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat
hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.

3. Pemeriksaan histology
Badan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh limfosit,
sel plasma, dan makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah perivaskular
miokardium, dan endokardium. Badan Aschoff memiliki gambaran granulomatous
dengan titik fibrinoid dan akhirnya digantikan oleh nodul jaringan parut. Sel-sel
makrofag Anitschkow yang padan dalam badan Aschoff.
Dalam perikardium, eksudat fibrin dan serofibrinous dapat menghasilkan penampilan
"roti dan mentega" perikarditis.
Gambar 5. Badan Aschoff http://emedicine.medscape.com/article/1962779-
overview#aw2aab6b6
Badan aschoff menandai fase akut dari penyakit jantung rematik, atau karditis
rematik, yang merupakan agregat interstitial makrofag dan limfosit, dengan kolagen
nekrotik, di daerah fibrosis interstitial

Gambar 6. Sel Anitschkow http://emedicine.medscape.com/article/1962779-


overview#aw2aab6b6
Anitschkow atau sel ulat berada di tengah badan Aschoff. Sel-sel ini tidak spesifik
untuk demam rematik tetapi terlihat dalam berbagai kondisi. Dalam Aschoff nodul, sel-
sel Anitschkow adalah makrofag, meskipun perubahan nuklear yang sama dapat terjadi
pada miosit dan sel-sel jaringan ikat lainnya.

1.8. Diagnosis dan diangnosis banding penyakit jantung rematik


Diagnosis banding penyakit jantung rematik
 Appendisitis
Usus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis merupakan
hasil dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti yang
dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik terjadi peradangan
mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis peradangan pada appendix.
 Dilatasi kardiomiopati
Penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang ventrikel
dan disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV). Ventrikel kanan
juga dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy adalah penyebab paling
umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering untuk transplantasi jantung.
Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat aktivitas, sesak napas, Ortopnea
hampir sama dengan penyakit jantung rematik.
 Coccidioidomycosis
Disebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley of
California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk, nyeri dada,
sesak napas, eritema.
 Kawasaki disease
Penyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia dini,
meskipun memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan
kematian karena adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien yang
sangat kecil. Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan penyakit
jantung rematik. Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia dini seperti
kawasaki disease.
 Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis
reumatoid, biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris,tidak bermigrasi,
kurang berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila
sakit bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+)
diagnosis ke arah artritis reumatoid.
 Sickel cell Anemia/ leukemia
Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang signifikan (< 7
g/dL). Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan
metakarpal. Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis - kardiomegali. Diperlukan
pemeriksaan pada sumsum tulang.
 Artritis et causa infeksi
Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.
 Karditis et causa virus
Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapatmenyebabkan miokarditis
dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali - bising
sistolik (MI). Tidak terdapat murmur.Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan
DR karena pada virusdisertai dengan valvulitis.
 Keadaan mirip chorea :
o Multiple tics: merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
o Cerbral palsy: gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa:kelumpuhan
motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal bulan.Keterlambatan
perkembangan.
o Post ensefalitis: perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yangbermacam-
macam. Gejala klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala,muntah-muntah,
photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.
 Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikelseptum defect)
dan ASD (atrium septum defect).
Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bisingpansistolik murmur
dengan punctum maksimum disela iga III-IVparasternal kiri.

1.9. tatalaksana
Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
- Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan endokarditis pada
pasien dengan kelainan katup. jantung.
- Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi pasien
dengan alergi penisilin.
- Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.
- Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
- Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai 2 minggu,
kemudian diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.
- Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4-6
dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada perbaikan, dosis
diturunkan bertahap selama 4-6 minggu berikutnya.
- Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari
diberikan selama 2-6 minggu.
1.10.
- Antibiotik
a. Penicillin VK
Farmakodinamik : menghambat biosintesis dinding sel mucopeptida.
Bactericidal melawan organisme sensitif apabila konsentrasinya terpenuhi dan
sangat efektif selama fase multiplikasi aktif. Konsentrasi inadekuat hanya
mengakibatkan efek bakteriostatik.
Farmakokinetik : dikonsumsi pada saat perut kosong. Mengalami
metabolime hepatic. Dieksresi di urin.
Kontraindikasi : Alergi penisilin, cephalosporin atau imipenem.
Efek samping : diare, nausea, oral candidiasis, muntah, anemia.

b. Penicillin G benzathine/pencilline G procaine


Farmakodinamik : mengganggu sintesis dinding sel mucopeptide pada fase
multiplikasi aktif, bersifat bactericidal.
Farmakokinetik : Metabolisme 30% di hati.
Efek Samping : Urtikaria, serum sickness like, skin rashes.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
c. Erythromysin
Farmakodinamik : menghambat pertumbuhan bakteri dengan memblok
disosiasi peptidyl tRNA dari ribosom.
Farmakokinetik : ekskresi di feses, urin. Melewati plasenta dan air susu.
Efek Samping : Pusing, nausea, diare, rash, muntah, pruritus.
Kontraindikasi : Hepatitis, hipersensitivitas, gangguan hati.
- Agen Anti-inflamasi
a. Aspirin
Farmakodinamik : menghambat sintesis prostaglandin dengan
siklooksigenase, menghambat agregasi platelet, memiliki antipiretik dan
aktivitas analgesik.
Farmakokinetik : Metabolisme di hati, ekskresi di urin, keringat, saliva dan
feces.
Efek Samping :angioedema, bronkospasme, GI pain,ulserasi, pendarahan,
hepatotoksik.
Kontraindikasi : hipersensitivitas aspirin atau NSAIDs.
b. Prednisone
Farmakodinamik : mengontrol atau mencegahinflamsi dengan mengontrol
tigkat sintesis protein, menekan migrasi PMNs dan fibroblas.
Farmakokinetik : metabolisme di hati, ekskresi di urin.
Efek Samping : Alergi, anafilaksis, angioedema. Bradikardi, cardiacarrest,
pembesaran jantung.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, varicella, infeksi serius yang belum
terobati.

- Anngiotensin converting enzyme inhibtors (ACEi)


a. Enalapril
Efek samping : hipotensi, pusing, batuk, rash.
Kontraindikasi : hipersensitivitas.
b. Captopril
Efek samping : hiperkalemia, skin rash, hipotensi, palpitasi, takikardi.
Kontraindikasi : hipersesitivitas ACEi, anuria.

Pedoman istirahat dan mobilisasi penderita demam rematik/penyakti jantung rematik


akut (Markowitz dan Gordis, 1972)
Artritis Karditis Karditis tanpa Karditis +
minimal kardiomegali kardiomegali
Tirah baring 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3-6 bulan
Mobilisasi 2 minggu 3 minggu 6 minggu 3 bulan
bertahap di
ruangan
Mobilisasi 3 minggu 4 minggu 3 bulan 3 bulan atau
bertahap di luar lebih
ruangan
Semua kegiatan Sesudah 6-8 Sesudah 10 Sesudah 6 Bervariasi
minggu minggu bulan
1.10. Komplikasi penyakit jantung rematik
PJR merupakan kerusakan permanen pada jantung akibat dari inflamasi pada demam. Paling
sering menyerang pada katup mitral jantung, namun katup lain juga dapat terkena.
Kerusakan pada jantung dapat menyebabkan:
Stenosis Katup. Menyempitkan rongga jantung, menyebabkan berkurangnya aliran darah.
Regurgitasi Jantung. Kondisi ini terjadi kebocoran pada katup, yang menyebabkan aliran darah
yang abnormal tidak sesuai dengan yang semestinya.
Kerusakan pada otot jantung (miokardium) Inflamasi yang berhubungan dengan demam
rematik dapat memperlemah otot jantung, menyebabkan fungsi pompa menjadi berkurang.
Kerusakan pada katup atau jaringan jantung lainnya dapat menyebabkan keadaan seperti :
Atrial fibrillation, denyut irregular dan kacau pada atrium
Gagal Jantung, ketidak mampuan jantung untuk memompakan darah yang cukup ke seluruh
tubuh
Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dari penggantian katup termasuk :
- Struktural valve kerusakan (ini hanya menjadi perhatian bagi biologis
dan katup bioprosthetic dan kerusakan adalah waktu tergantung);
- Trombosis katup (0,01-0,5% per tahun);
- Tromboemboli (2-5% per tahun);
- Endokarditis prostetik (0,2-1,2% per tahun);
- Pendarahan besar (konvensional dikaitkan dengan antikoagulan),
1-4% per tahun;
- Paravalvular kebocoran (0,1-1,5% per tahun).
Banyak dari komplikasi ini, terutama katup trombosis, tromboemboli, endokarditis dan
perdarahan, terkait lebih kepada pasien dan faktor manajemen daripada prostesis sendiri.
Kebutuhan untuk mengganti katup prostetik cenderung lebih tinggi di negara-negara berkembang
karena kesulitan dalam pengelolaan pasca-operasi, dan karena katup prostetik perlu diganti
dalam pertumbuhan anak-anak.

Manajemen pasca operasi jangka panjang


Semua pasien yang telah menjalani pengobatan intervensi untuk rematik. Penyakit katup akan
memerlukan jangka panjang tindak lanjut reguler. Idealnya, ini harus dilakukan di sebuah pusat
dilengkapi dengan echocardiography. Pasien yang memiliki prosedur katup konservatif, seperti
valvotomi atau perbaikan katup, memerlukan observasi ketat untuk mendeteksi ulang stenosis
atau kambuhnya katup regurgitasi, dan untuk memastikan profilaksis sekunder.
Hal ini juga penting untuk memantau fungsi LV dan palsu Fungsi.
Jika echocardiography tidak tersedia, pasien harus dirujuk kembali ke pusat bedah jika mereka
mengembangkan salah satu dari berikut:
- Gejala berulang
- Bukti gagal jantung
- Teredam suara jantung prostetik
- Murmur regurgitasi baru
- Setiap episode tromboemboli
- Gejala dan tanda sugestif endokarditis.
Salah satu kondisi di atas dapat menunjukkan komplikasi yang berhubungan dengan prosthesis,
dan semua memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Jika hanya satu katup telah diperbaiki atau
diganti, perkembangan penyakit katup pada situs lain juga mungkin menjadi penyebab kerusakan
pasien.
Pada pasien dengan katup mekanik, kontrol antikoagulan adalah yang paling penting, penentu
independen kelangsungan hidup jangka panjang dan mungkin merupakan aspek yang paling
penting dari pasca-operasi Manajemen.

1.11. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah
a. Pencegahan primer : upaya pencegahan infeksi Streptokokus beta hemolitik grup A
sehingga tercegah dari penyakit demam reumatik.
b. Pencegahan sekunder : upaya mencegah menetapnya infesi Streptokokkus beta hemolitik
grup A pada pasien bekas reumatik.
Cara pengobatan pencegahan sekunder (Penicillin long acting), (Majeed H.A. dkk,
1998) :
- Bila DR dengan karditis atau PJR dilaksanakan pencegahan sekunder tersebut
selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan kadang-kadang
diperlukan selama hidup.
- DR dengan karditis tanpa PJR dilakukan pengobatan pencegahan sekunder selama
10 tahun.
- DR saja tanpa karditis dilakukan pengobatan pencegahan selama 5 tahun sampai
umur 21 tahun.

Profilaksis primer (kursus awal antibiotik diberikan untuk membasmi infeksi


streptokokus) juga berfungsi sebagai kursus pertama profilaksis sekunder (pencegahan demam
rematik berulang dan penyakit jantung rematik).
Suntikan, 6-1200000 unit penisilin benzatin G intramuskuler setiap 4 minggu adalah
rejimen direkomendasikan untuk profilaksis sekunder untuk sebagian besar pasien AS.
Mengelola dosis yang sama setiap 3 minggu di daerah di mana demam rematik endemik, pada
pasien dengan sisa karditis, dan pada pasien berisiko tinggi.
Pasien dengan penyakit jantung rematik dan kerusakan katup memerlukan dosis tunggal
antibiotik 1 jam sebelum prosedur bedah dan gigi untuk membantu mencegah endokarditis
bakteri. Pasien yang memiliki demam rematik tanpa kerusakan katup tidak perlu profilaksis
endokarditis. Jangan gunakan penisilin, ampisilin, atau amoksisilin untuk profilaksis endokarditis
pada pasien yang sudah menerima penisilin untuk profilaksis demam rematik sekunder
(resistensi relatif PO streptokokus terhadap penisilin dan aminopenicillins).

1.12. Prognosis penyakit jantung rematik


Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila
karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun perjalanan
penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic katup tidak menghilang. Prognosis akan
memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dan payah jantung akan
sembuh 30% pada tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Penyembuhan akan bertambah bila
pencegahan sekunder dilakuka secara baik. Stenosis mitral tergantung pada beratnya karditis,
sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama mempengaruhi angka kematian.

Anda mungkin juga menyukai