Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan kelainan katup jantung
yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama
mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspi
daldan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Setiap tahunnya rata-rata
ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik akut (DRA) dan PJR.
Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15
tahun (Julias, 2016).
Penyakit jantung reumatik merupakan komplikasi yang paling serius
dari demam reumatik. Sebanyak 39% pasien dengan demam reumatik akut
akan berkembang menjadi pankarditis dengan berbagai derajat disertai
insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. Pada PJR
kronik pasien dapat mengalami stenosis katup dengan berbagai derajat
regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi ventrikel (Chin, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi Rheumatic Heart Disease?
1.2.2 Apa epidemiologi pada Rheumatic Heart Disease?
1.2.3 Apa etiologi pada Rheumatic Heart Disease?
1.2.4 Bagaimana patofisiologis pada Rheumatic Heart Disease?
1.2.5 Bagaimana pemeriksaan penunjang pada Rheumatic Heart Disease?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan pada Rheumatic Heart Disease?
1.2.7 Apa komplikasi pada Rheumatic Heart Disease?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan pada Rheumatic Heart Disease?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mengetahui definisi Rheumatic Heart Disease
1.3.2 Mengetahui epidemiologi pada Rheumatic Heart Disease
1.3.3 Mengetahui etiologi pada Rheumatic Heart Disease
1.3.4 Mengetahui patofisiologis pada Rheumatic Heart Disease
1.3.5 Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Rheumatic Heart Disease
1.3.6 Mengetahui penatalaksanaan pada Rheumatic Heart Disease
1.3.7 Mengetahui komplikasi pada Rheumatic Heart Disease
1.3.8 Mengetahui asuhan keperawatan pada Rheumatic Heart Disease

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rheumatic Heart Disease

Penyakit Jantung Reumatik (PJR) merupakan kelainan katup jantung


yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini terutama
mengenai katup mitral (75%), aorta (24%), jarang mengenai katup trikuspidal
(1%) dan tidak pernah menyerang katup pulmonal (Jayaprasad, 2016).
Menurut Afif.A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya
gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan
terjadinya cacat katup jantung (Sucipto, 2011). Definisi lain juga mengatakan
bahwa PJR adalah hasil dari demam reumatik, yang merupakan suatu kondisi
yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus betahemolyticus
grup nafas bagianatas (Leman, 2014).

2.2 Epidemiologi Pada Rheumatic Heart Disease

DR dapat ditemukan di seluruh dunia dan mengenai semua umur,


tetapi 90% dari serangan pertama terjadi pada umur 5-15 tahun, sedangkan
yang terjadi di bawah umur 5 tahun jarang sekali. Sebuah penelitian
melaporkan bahwa DR adalah penyebab utama penyakit jantung untuk anak
usia 5-30 tahun, DR dan PJR adalah penyebab utama kematian akibat penyakit
jantung untuk usia di bawah 45 tahun, selain itu dilaporkan bahwa 25-40%
penyakit jantung disebabkan oleh PJR untuk semua umur (Jayaprasad, 2016).

Ditemukan perempuan lebih sering mengalami PJR disbandingkan


laki-laki dengan perbandingan 7:1. PJR kronis diperkirakan terjadi pada 5-30
juta anak-anak dan orang dewasa muda ; 90.000 orang meninggal karena
penyakit ini setiap tahun. Angka kematian dari penyakit ini masih1-10%
(Julius, 2016). Adapun menurut WHO, PJR menyumbangkan 12-65% kasus
penyakit jantung pada anak-anak yang memerlukan perawatan intensif di

3
rumah sakit di seluruh dunia dengan 2-9,9% kasus tersebut berada di wilayah
asia (Sucipto, 2011).

2.3 Etiologi Pada Rheumatic Heart Disease

Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah demam


reumatik. Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem
yang terjadi setelah infeksi Streptococcus grup A pada individu yang
mempunyai faktor 2 predisposisi. Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit
ini ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses
’autoimunne’ yang menyebabkan kerusakan jaringan. Inflamasi yang berat
dapat melibatkan perikardium. Valvulitis merupakan tanda utama reumatik
karditis yang paling banyak mengenai katup mitral (76%), katup aorta (13%)
dan katup mitral dan katup aorta (97%). Insidens tertinggi ditemukan pada
anak berumur 5-15 tahun (Leman, 2014).

2.4 Patofisiologis Pada Rheumatic Heart Disease

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik biasanya didahului


oleh radang saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi
streptokokus beta-hemolitikus golongan A, sehingga bakteri termasuk
dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorokan yang
terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti fase laten
(asimtomatik) selama 1 sampai 2 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala
demam reumatik akut. Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti
hubungan langsung antara infeksi streptokokus dengan gejala demam
reumatik akut. Produk streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari
sel-sel tenggorok dan merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti.
Beberapa antigen streptokokus, khususnya Streptolisin E dapat mangadakan
reaksi-antibodi antara zat anti terhadap streptokokus dan jaringan tubuh. Pada
demam reumatik dapat terjadi keradangan berupa reaksi eksudatif maupun
proliferatif dengan manifestasi artritis, karditis, nodul subkutan eritema

4
marginatum dan khorea. Kelainan pada jantung dapat berupa endocarditis,
miokarditis, dan perikarditis.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Pada Rheumatic Heart Disease

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk


mendukung diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart disease adalah:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Reaktan Fase Akut


Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan.
Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis
terutama pada fase akut/aktif, namun sifatnya tidak spesifik. Marker
inflamasi akut berupa C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah
(LED). Peningkatan laju endap darah merupakan bukti non spesifik
untuk penyakit yang aktif. Pada rheumatic fever terjadi peningkatan
LED, namun normal pada pasien dengan congestive failure atau
meningkat pada anemia. CRP merupakan indicator dalam menentukan
adanya jaringan radang dan tingkat aktivitas penyakit. CRP yang
abnormal digunakan dalam diagnosis rheumatic fever aktif
(Alsagaf;Mukty, 2008).
b. Rapid Test Antigen Streptococcus
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri Streptococcus
grup A secara tepat dengan spesifisitas 95 % dan sensitivitas 60-90 %
(Alsagaf;Mukty, 2008).
c. Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus
Kadar titer antibodi antistreptokokus mencapai puncak ketika
gejala klinis rheumatic fever muncul. Tes antibodi antistreptokokus yang
biasa digunakan adalah antistreptolisin O/ASTO dan antideoxyri
bonuklease B/anti DNase B. Pemeriksaan ASTO dilakukan terlebih
dahulu, jika tidak terjadi peningkatan akan dilakukan pemeriksaan anti
DNase B. Titer ASTO biasanya mulai meningkat pada minggu 1, dan

5
mencapai puncak minggu ke 3-6 setelah infeksi. Titer ASO naik > 333
unit pada anak-anak, dan > 250 unit pada dewasa. Sedangkan anti-
DNase B mulai meningkat minggu 1-2 dan mencapai puncak minggu ke
6-8. Nilai normal titer anti-DNase B= 1: 60 unit pada anak prasekolah
dan 1 : 480 unit anak usia sekolah (Alsagaf;Mukty, 2008).
d. Kultur tenggorok
Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada tidaknya
streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Kultur ini umumnya negatif
bila gejala rheumatic fever atau rheumatic heart disease mulai muncul
(Alsagaf;Mukty, 2008).
e. Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan radiologi dapat mendeteksi adanya
kardiomegali dan kongesti pulmonal sebagai tanda adanya gagal jantung
kronik pada karditis. Sedangkan pada pemeriksaan EKG ditunjukkan
adanya pemanjangan interval PR yang bersifat tidak spesifik. Nilai
normal batas atas interval PR uuntuk usia 3-12 tahun = 0,16 detik, 12-14
tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20 detik (Alsagaf;Mukty, 2008).
f. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pada pasien RHD, pemeriksaan ekokardiografi bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menilai derajat insufisiensi/stenosis katup, efusi
perikardium, dan disfungsi ventrikel. Pada pasien rheumatic fever
dengan karditis ringan, regurgitasi mitral akan menghilang beberapa
bulan. Sedangkan pada rheumatic fever dengan karditis sedang dan berat
memiliki regurgitasimitral/aorta yang menetap. Gambaran
ekokardiografi terpenting adalah dilatasi annulus, elongasi chordae
mitral, dan semburan regurgitasi mitral ke postero-lateral
(Alsagaf;Mukty, 2008).

6
2.6 Penatalaksanaan Pada Rheumatic Heart Disease

1. Medikamentosa

Pengobatan terhadap Demam Rematik ditunjukkan pada 3 hal


yaitu : 1. Pencegahan primer pada saat serangan Demam Rematik, 2.
Penegahan sekunder Demam Rematik, 3. Menghilangkan gejala yang
menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan antiinflamasi, dan
penatalaksanaan gagal jantung (Ninditasari, 2015).

Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus


pada saat serangan DR dan diberikan pada fase awal serangan. Jenis
antibiotika, dosisdan frekuensi pemberiannya dapat dilihat pada table
03.Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulang
DR, karena serangan ulang dapat memperberat kerusakan katup-katup
jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung.
Jenis antibiotika yang digunakan dapat dilihat pada tabel 01 dan durasi
pencegahan sekunder dapat dilihat pada tabel 02 (Ninditasari, 2015).

Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti


gagal jantung. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti
inflamasi perlu diberikan pada penderita DR dengan manifestasi
mayorkarditis dan artritis. Petunjuk mengenai tirah baring dan danambulasi
dapat dilihat pada table 02 dan penggunaan anti inflamasi dapat dilihat pada
lampiran 03. Pada penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan
diuretika, restriksi cairan dan garam. Penggunaan digoksinpadapen derita
DR masih kontroversi Karena resiko intok sikasi dan aritmia.

Penderita Penyakit Jantung Rematik tanpa gejala tidak memerlukan


terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan
terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis
memerlukan terapi surgical atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgical
dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang

7
relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang (Ninditasari,
2015).

Tabel 1. Pencegahan Primer dan Sekunder Demam Rematik

Cara Pemberian Jenis Antibiotik Dosis Frekuensi


Pencegahan Primer : Pengobatan terhadap faringitis streptokokus untuk mencegah
serangan primer demam rematik
Intramuskular Benzatin 1,2 juta unit 1 kali
Penisilin G (600.000 unit untuk 4 kali sehari selama
BB < 27kg) 10 hari
Oral Penisilin V 250 mg/400.000 unit 3-4 kali sehari
(jangan lebih dari 1 selama 10 hari
gr/hari)
Tetrasiklin dan sulfa tidak boleh diberikan
Pencegahan Sekunder : Pencegahan berulangnya demam rematik
Intramuskular Benzatin 1.2 juta unit Setiap 3-4 minggu
Pinisilin G
Oral Pinisilin V 250 mg 2 kali sehari
Sulfadiazin 500 mg 3 1 kali sehari
Eritromisin 250 mg 4 2 kali sehari
Tetrasiklin jangan digunakan
Tabel 2. Durasi Pencegahan Sekunder demam Rematik

Kategori Durasi
Demam rematik dengan karditis dan Sekurang-kurangnya 10 tahun sejak
kelainan menetap episode yang teakhir dan sampai usia
40 tahun dan kadang-kadang seumur
hidup
Demam rematik dengan karditis tanpa 10 tahun ataun sampai dewasa, bisa
kelainan katup yang menetap lebih lama
Demam rematik tanpa kardis 5 tahun atau sampai usia 21 tahun
*Klinis atau ekokardiografi

Tabel 3. Petunjuk Tirah Baring dan Ambulansi

Hanya Artritis Karditis Karditis Karditis Berat

8
Minimal Sedang
Tirah Baring 2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan
Ambulansi 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
dalam rumah
Ambulasi luar 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
Aktifitas Setelah 4-6 Setelah 6-10 Setelah 3-6 Bervariasi
Penuh minggu minggu bulan

Hanya Artitis Karditis Karditis Karditis Berat


Minimal Sedang
Prednison 0 0 2-4 minggu 2-6 minggu
Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu + 6-8 minggu 2-4 bulan

Dosis: Prednison 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

Aspirin100 mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis

* Dosis prednison ditapperingdanaspirin dimulai selama mingguakhir.


+ Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kgBB/hari setelah 2 minggu
pengobatan.
2. Diet
Diet pasien rheumatic heart disease harus bernutrisi dan tanpa
restriksi kecuali pada pasien gagal jantung. Pada pasien tersebut, cairan dan
natrium harus dikurangi. Suplemen kalium diperlukan apabila pasien
diberikan kortikosteroid atau diuretic.

3. Pembedahan
Pembedahan mungkin diperlukan jika telah terjadi gagal jantung
yang menetap atau semakin memburuk meskipun telah mendapat terapi
medis yang agresif untuk penanganan rheumatic heart disease, operasi
untuk mengurangi defisiensi katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Pasien yang simptomatik, dengan disfungsi
ventrikel atau mengalami gangguan katup yang berat, juga memerlukan
tindakan intervensi (Ninditasari, 2015).

9
a. Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang ideal, dapat
dilakukan ballon mitral valvuloplasty (BMV). Bila BMV tak
memungkinkan, perlu dilakukan operasi (Ninditasari, 2015).
b. Regurgitasi Mitral: Rheumatic fever dengan regurgitasi mitral akut
(mungkin akibat ruptur khordae)/kronik yang berat dengan rheumatic
heart disease yang tak teratasi dengan obat, perlu segera dioperasi untuk
reparasi atau penggantian katup (Ninditasari, 2015).
c. Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat langka.
Intervensi dengan balon biasanya kurang berhasil, sehingga operasi
lebih banyak dikerjakan (Ninditasari, 2015).
d. Regurgitasi Aortik: regurgitasi katup aorta yang berdiri sendiri atau
kombinasi dengan lesi lain, biasanya ditangani dengan penggantian
katup (Ninditasari, 2015).
2.7 Komplikasi Pada Rheumatic Heart Disease

Komplikasi potensial yaitu gagal jantung akibat insufisiensi atau


stenosis katup jantung. Komplikasi lainnya seperti aritmia, edema paru,
emboli paru, infektif endokarditis, pembentukan trombus intrakranial dan
emboli sistemik (Eroglu, 2016).

2.8 Asuhan Keperawatan Pada Rheumatic Heart Disease

I. PENGKAJIAN
1. Status Kesehatan Klien Saat Ini
Keluhan utama : Demam dan nyeri sendi ± 3 hari
Faktor Pencetus : Radang tenggorokan ± 1 minggu yang lalu
Faktor yang memperberat keluhan : Mudah lelah saat bermain
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan : Kompres

10
Diagnosak medic : Rheumatic Heart Desease/Penyakit Jantung
Reumatik
2. Riwayat Kesehatan Klien Yang Lalu
Riwayat penyakit yang pernah dialami klien : Faringitis
Riwayat pengobatan :-
Riwayat operasi :-
Riwayat kecelakaan :-
Riwayat Hospitalisasi :-
Riwayat alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan atau obat
Riwayat imunisasi : Imunisasi lengkap
3. Pola Kebiasaan Sehari-hari
Pola Nutrisi : Klien mengatakan tidak selera makan
Pola Eliminasi : Tidak ada perubahan eliminasi BAK dan BAB
Pola Aktifitas : Kelelahan, malaise
Pola Istirahat : Klien sulit tidur
Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri : Klien ingin cepat sembuh
dan pulang kerumah
Pola Keyakinan Nilai : Orang tua klien mengajarkan anaknya untuk
berdoa
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Klien tampak lemah
BB : 30 kg
TB : 120 cm
b. Tanda-tanda vital
Kes : Composmentis
TD : 90/60 mmHg
HR : 110x/menit
RR : 26x/menit
Suhu : 37,8°C
c. Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam, kepala bersih
d. Mata : Pupil isokor, konjungtiva (-) anemis

11
e. Hidung : Simetris, (-) pembesaran polip ataupun sinus
f. Mulut : Mukosa bibir kering
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h. Pernafasan : Pernafasan vesikuler
i. Sirkulasi : Takikardi 110x/menit
j. Abdomen : (-) nyeri tekan
k. Anogenetal : Tidak dikaji
l. Neurologis : Composmentis
m. Integumen : Tugor kulit baik

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 20gr/dL
HMT : 45%
Leukosit : 12 ribu gr/dL
Trombosit : 120.000
Eritrosit : 4,6 juta
ASTO : 400
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran
pada jantung.
c. Hapusan Tenggorokan
Ditemukan Steptococcus hemolitikus b grup A.
6. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Toxin beredar Nyeri
-Klien mengatakan sakit melalui aliran darah
pada sendi ↓

12
DO : Poliartritis
- Klien tampak meringis ↓
kesakitan Nyeri
2. DS : Orang tua klien Aktivitas Peningkatan
mengatakan anaknya antigen/antibody suhu tubuh
demam ↓
DO : Inflamasi
- Klien tampak gelisah ↓
- Suhu tubuh klien di Impuls disampaikan
atas batas normal ke hipotalamus
TTV ↓
TD : 90/60 mmHg Peningkatan suhu
HR : 110x/menit tubuh
RR : 26x/menit
S : 37,8°C
3. DS : Katup jantung Intoleransi
-Klien mengatakan cepat mengalami gangguan Aktifitas
lelah ↓
DO : Peningkatan tekanan
-Klien tampak lemah vena dan arteri
-Klien tampak berbaring pulmonalis
ditempat tidur ↓
Klemahan Fisik

Intoleransi aktifitas

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri b/d poliartritis d/d klien mengatakan nyeri pada sendi, klien
tampak meringis.
2. Peningkatan suhu tubuh b/d proses inflamasi d/d klien mengtakan
anaknya demam, suhu tubuh diatas batas normal.

13
3. Imtoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik d/d klien mengatakan cepat
lelah, klien tampak lemah dan berbaring ditempat tidur.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1. Nyeri b/d Tujuan : Mandiri : 1. Pengkajian
poliartritis d/d Setelah 1. Monitor dilakukan
klien mengatakan dilakukan tanda vital untuk
nyeri pada sendi, intervensi 2. Kaji skala mengetahui
klien tampak keperawatan nyeri abnormalitas
meringis selama 3x24 3. Ajarkan tanda vital
jam diharapkan teknik 2. Menurunkan
nyeri dapat relaksasi stimulasi
teratasi Kolaborasi : nyeri
Kriteris Hasil : 1. Berikan 3. Analgesik
-Klien tampak analgesic akan
tenang sesuai mengurangi
-Skala nyeri : advise rasa nyeri
2-4 dokter
2. Peningkatan suhu Tujuan : Mandiri : 1. Untuk
tubuh b/d proses Setelah -Monitor menormalkan
inflamasi d/d dilakukan tanda vital suhu tubuh
klien mengtakan intervensi -Beri klien
anaknya demam, keperawatan kompres
suhu tubuh diatas selama 3x24 -Anjurkan
batas normal jam diharapkan klien minum
peningkatan banyak
suhu tubuh Kolaborasi :
dapat teratasi -Beri anti
Kriteria Hasil : piretik
1. Klien sesuai

14
tampak advise
tenang dokter
2. Suhu dalam
batas normal
: 36,5-
37,2°C
3. Imtoleransi Tujuan : -Monitor -Menghemat
aktivitas b/d Setelah tanda vital energy klien
kelemahan fisik dilakukan -Anjurkan
d/d klien intervensi ibu klien
mengatakan cepat keperawatan bantu klien
lelah, klien selama 3x2 beraktifitas
tampak lemah dan jam diharapkan -Berikan
berbaring masalah bantuan
ditempat tidur intoleransi sesuai
aktiftas dapat kebutuhan
teratasi
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat
beraktifitas
secara
mandiri

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Diagnosa Hari/Tanggal Jam Implementasi


1. Nyeri b/d Rabu, 02-11- 11.00 Mandiri :
poliartritis d/d 2019 1. Memonitor tanda
klien mengatakan vital
nyeri pada sendi, TD : 90/60 mmHg
klien tampak 11.00 HR : 110x/menit
meringis RR : 26x/menit

15
S : 37,8°C
2. Mengkaji skala
13.00 nyeri : 6
3. Mengajarkan teknik
relaksasi : nafas
dalam
2. Peningkatan suhu Kamis, 03- 09.00 Mandiri :
tubuh b/d proses 11-2019 1. Memonitor tanda
inflamasi d/d klien vital
mengtakan TD : 90/60 mmHg
anaknya demam, 10.00 HR : 110x/menit
suhu tubuh diatas RR : 26x/menit
batas normal S : 37,8°C
2. Mengompres Klien
12.00 3. Memberi minuman
air hangat
Kolaborasi :
-Memberi anti piretik :
Novalgin 1 amp/12 j
3. Imtoleransi Kamis, 03- 20.00 Mandiri :
aktivitas b/d 11-2019 1. Memonitor tanda
kelemahan fisik vital
d/d klien TD : 90/60 mmHg
mengatakan cepat 20.00 HR : 110x/menit
lelah, klien tampak RR : 26x/menit
lemah dan S : 37,8°C
berbaring ditempat 2. Menganjurkan ibu
tidur 07.00 klien bantu klien
beraktifitas
3. Memberikan
bantuan sesuai

16
kebutuhan klien

V. EVALUASI KEPERAWATAN

No Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi Paraf


1. Nyeri b/d Kamis, 03- S: Klien mengatakan
poliartritis d/d 11-2019 nyeri sendi mulai
klien mengatakan berkurang
nyeri pada sendi, O: Klien tampak
klien tampak tenang
meringis TD : 90/60 mmHg
HR : 110x/menit
RR : 26x/menit
S : 37,2°C
Skala nyeri : 3
A: Masalah nyeri
teratasi
P: Intervensi
dihentikan
2. Peningkatan suhu Jumat, 04- S: Ibu klien
tubuh b/d proses 11-2019 mengatakn demam
inflamasi d/d klien anaknya mulai turun
mengtakan O: Klien tampak
anaknya demam, tenang
suhu tubuh diatas TD : 90/60 mmHg
batas normal HR : 110x/menit
RR : 26x/menit
S : 37,2°C
Skala nyeri : 3
A: Masalah
peningkatan suhu

17
tubuh teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
3. Imtoleransi Jumat, 04- S: Klien mengatakan
aktivitas b/d 11-2019 masih belum bisa
kelemahan fisik beraktifitas secara
d/d klien mandiri
mengatakan cepat O: Klien tampak
lelah, klien tampak dibantu keluarga
lemah dan dalam beraktifitas
berbaring ditempat A: Masalah intoleransi
tidur aktifitas belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan kelainan katup jantung


yang menetap akibat demam reumatik akut sebelumnya. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan Kriteria Jones (Revisi 1992). Pengobatan terhadap Demam
Rematik ditunjukkan pada 3 hal yaitu:

1) Pencegahan primer pada saat serangan Demam Rematik.


2) Pencegahan sekunder Demam Rematik.
3) Menghilangkan gejala yang menyertainya, seperti tirah baring,
penggunaan anti inflamasi, dan penatalaksanaan gagal jantung.

18
Pasien dengan riwayat rheumatic fever berisiko tinggi mengalami
kekambuhan. Resiko kekambuhan tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun sejak
episode awal.

3.2 Saran

Seseorang yang terinfeksi kuman streptococcus hemoliticus


mengalami demam reumatik, harus diberikan terapi yang maksimal dengan
antibiotika, hal ini untuk menghindari kemungkinan serangan keduakalinya
bahkan menyebabkan penyakit jantung reumatik.

19

Anda mungkin juga menyukai