Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Perikardium merupakan kantong pembungkus jantung yang terdiri dari


dua lapisan, yaitu lapisan viseral dan parietal. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh
ruang potensial yang normal mengandung 15-50 mL cairan serosa. Perikardium
berfungsi proteksi mekanis dan proteksi infeksi untuk jantung. Beberapa penyakit
jantung dan sistemik dapat menyebabkan inflamasi perikardium. Penyakit
perikardium dapat mencakup perikarditis (akut, subakut, kronik, relaps), efusi
perikardium, tamponade jantung, dan tumor perikardium. Perikarditis akut adalah
penyakit perikardium yang paling sering ditemukan dalam praktik klinis, biasanya
bersifat jinak dan dapat sembuh dengan sendirinya serta dapat muncul sebagai
manifestasi dari penyakit sistemik.1

Insiden perikarditis akut sulit dihitung, karena kasus ringan dapat


diselesaikan secara spontan tanpa didiagnosis. Di Brazil, tidak ada data
epidemiologi resmi pada gangguan perikardial. Insidens perikarditis akut
dilaporkan sebesar 27,7 kasus per 100.000 populasi per tahun. Perikarditis akut
dapat terjadi pada pria ataupun wanita di semua kelompok usia, namun kejadian
tersering ditemukan pada pria 20-50 tahun tanpa kondisi patologi sebelumnya.
Perikarditis akut ditemukan pada 0,1% kasus pasien rawat di rumah sakit karena
nyeri dada dan 5% kasus nyeri dada non-infark miokard akut di instalasi gawat
darurat. Pada negara berkembang, 80-90% merupakan kasus idiopatik. 2

Perikarditis dapat disebabkan oleh infeksi dan non-infeksi. bervariasi


tergantung epidemiologi dan populasi. Virus merupakan etiologi tersering
perikarditis di negara maju. Tuberkulosis (TB) merupakan etiologi tersering
perikarditis di negara berkembang endemik TB dan berkaitan dengan infeksi
human immunodeficiency virus (HIV) terutama di Afrika. 1

Evolusi menjadi perikarditis konstriktif jarang terjadi pada perikarditis


akut idiopatik atau virus (<0,5%), meskipun tidak dapat diabaikan. Untuk etiologi
spesifik lainnya, seperti 2,8% pada perikarditis yang berhubungan dengan
penyakit jaringan ikat, 4,0% pada tumor, 20% pada tuberculosis, dan 33% pada
perikarditis purulen. 1

Komplikasi utama perikarditis akut adalah efusi perikard yang dapat


memicu tamponade jantung. Pada 70-90% pasien, perikarditis akut idiopatik
umumnya sembuh sendiri, merespons pengobatan dengan baik, dan mencapai
resolusi penuh. Sejumlah kecil pasien, kurang dari 5%, tidak merespon
pengobatan awal dengan memuaskan, dan 10- 30% pasien akan kambuh setelah
respon awal. Sekitar kurang dari 5% dari total populasi dengan perikarditis akut
mengalami kekambuhan berulang.4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perikarditis akut adalah inflamasi akut perikardium yang menyebabkan


sindrom klinis terdiri dari nyeri dada pleuritik/posisional, perubahan EKG, dan
bunyi pericardial friction rub yang dapat disertai ataupun tidak disertai dengan
efusi perikardium.5

Klasifikasi

Etiologi6

Gambaran klinis
Pasien perikarditis akut mengalami nyeri dada akut (pada >85-90% kasus).
Nyeri dada bersifat tajam dan pleuritik di daerah retrosternal. Nyeri dapat
menjalar ke leher, dagu, atau lengan, mirip nyeri dada iskemik, juga ke daerah
otot trapezius karena terdapat hubungan antara saraf frenikus (menginervasi otot
trapezius) dan perikardium. Nyeri memberat saat inspirasi dan berbaring
terlentang, membaik saat duduk dan condong ke depan karena tekanan di
perikardium parietal berkurang, tidak membaik dengan pemberian nitrat. Temuan
klinis lain tergantung etiologi. Pasien dengan etiologi infeksi virus dapat
mengalami gejala seperti flu atau gejala gastrointestinal, sedangkan pasien dengan
etiologi infeksi bakteri dapat mengalami demam, menggigil, dan leukositosis.
Pasien dengan etiologi penyakit imun atau keganasan mengalami tanda/gejala
spesifik. Temuan khas pada auskultasi jantung adalah pericardial friction rub
(pada 85% kasus). Bunyi ini terjadi akibat friksi kedua lapisan perikardium yang
mengalami inflamasi, terdengar seperti suara goresan bernada tinggi. Bunyi ini
dapat terdengar lebih jelas dengan penekanan kuat diafragma stetoskop di daerah
tepi sternum kiri dengan posisi pasien condong ke depan dan menahan napas.
Bunyi ini terdiri dari 3 komponen yang berhubungan dengan 3 fase pergerakan
jantung, yaitu fase sistol atrium (tidak ditemukan pada kasus fibrilasi atrium),
sistol ventrikel, dan pengisian ventrikel cepat saat awal diastol.7

Diagnosis1

1. Elektrokardiografi (rekomendasi kelas I, level bukti klinis C


Direkomendasikan untuk semua kasus kecurigaan perikarditis akut.
Perubahan EKG pada perikarditis akut terjadi akibat keterlibatan inflamasi
miokardium yang berdekatan dengan epikardium. Terkadang ditemukan
perubahan elektrokardiografi seperti elevasi ST cekung ke atas (Gambar 1),
dan perikarditis harus dibedakan dengan infark miokard akut dan repolarisasi
dini. Temuan khas lainnya adalah depresi segmen PR. Umumnya lebih sering
melibatkan derivasi DI, DII, aVF dan V3-V6. Gambaran klasik EKG
perikarditis akut ditemukan pada 60% kasus, meliputi tahap 1-4 (gambar 1).
 Tahap 1 (fase akut dalam beberapa jam – beberapa hari, 80% kasus)
ditandai dengan ST elevasi difus (bentuk konkaf) dan PR depresi;
 Tahap 2 ditemukan pada minggu pertama, ditandai dengan normalisasi
segmen ST dan segmen PR;
 Tahap 3 ditandai dengan T inversi difus setelah segmen ST mencapai
isoelektrik;
 Tahap 4 ditandai dengan EKG yang normal atau T inversi persisten. Rasio
ST elevasi dan amplitudo gelombang T (ST/T) di sadapan V6 dapat
digunakan untuk membedakan perikarditis akut dan repolarisasi dini.

Rasio ST/T pada perikarditis akut >0,25, sedangkan pada repolarisasi dini
<0,25.12

Gambar 1. Gambaran EKG klasik pericarditis akut, ditandai dengan ST elevasi


difus (bentuk konkaf) dan PR depresi, disertai ST depresi resiprokal dan PR
elevasi resiprokal di aVR; (B) Evolusi EKG tipikal perikarditis akut dalam 4 tahap

2. Laboratorium
Leukositosis, peningkatan CRP, dan ESR merupakan temuan paling
sering. Perubahan pada tanda nekrosis miokard (CKMB dan troponin) dapat
saja terjadi pada gangguan epicardium dan dicurigai myopericarditis. Troponin
dapat meningkat apabila inflamasi melibatkan miokardium subepikardial yang
berdekatan dengan perikardium viseral. Pemeriksaan serologi virus dan kultur
virus memiliki sensitivitas diagnosis yang rendah dan dapat menjadi bukti
aktivitas rheumatic seperti ANF dan RF yang secara klinis dicurigai sebagai
penyakit autoimun.
3. Radiografi dada (rekomendasi kelas I, level bukti C)
Rontgen dada direkomendasikan pada semua kasus kecurigaan perikarditis
akut. Rontgen dada dapat menyingkirkan abnormalitas paru, mediastinum, dan
efusi perikardium. Paling sering terlihat normal pada banyak pasien,
pembesaran jantung dapat terjadi dengan adanya efusi pericardial > 200 ml
atau pada kasus myopericarditis dengan gagal jantung akut dan dilatasi dari
ruang jantung. Efusi bervolume rendah namun cepat terakumulasi dapat
menyebabkan tamponade jantung tanpa perubahan siluet jantung, yang
menunjukkan pentingnya ekokardiografi pada pasien dengan perikarditis akut,
bahkan jika siluet jantung normal pada x-ray.
4. Ekokardiogram (rekomendasi kelas I, level bukti B)
Ekokardiogram penting untuk mendeteksi adanya efusi pericardial, tanda
dari tamponade jantung (gambar 2 dan 3) atau perubahan kontraktilitas
segmental. Hal ini direkomendasikan dalam semua kasus yang melibatkan
ketidakpastian diagnostik atau tanda-tanda gangguan hemodinamik.
5. Computed tomography (CT) atau cardiac magnetic resonance (CMR)
(rekomendasi kelas IIA, level bukti B)
Memiliki sensitivitas yang bagus untuk mendeteksi efusi pericardial,
memeriksa ketebalan pericardium dan gangguan miokardial. Metode yang
paling sensitive untuk mendeteksi pericarditis akut dengan komplikasi, kasus
manifestasi klinis kompleks perikarditis dapat berhubungan dengan trauma,
infark miokard, neoplasma, kasus gagal respons obat anti-inflamasi, dan
kecurigaan perikarditis konstriktif.
Gambar 2. Ekokardiografi dua dimensi subcostal dari jantung pasien dengan
tamponade jantung menunjukkan atrium dan ventrikel kanan yang kolaps (garis
panah kecil)

Gambar 3. Ekokardiografi 2 D, gambaran aksis panjang parasternal, menunjukkan


tamponade jantung, efusi sirkumferensial dengan kolaps diastolic dari ventrikel
kanan (garis panah)

6. Perikardiosintesis
Perikardiosintesis untuk tujuan diagnostik diindikasikan pada kasus
efusi perikardium sedang-berat yang tidak merespon dengan obat
antiinflamasi, kasus tamponade jantung, dan pasien dengan kecurigaan
tinggi infeksi bakteri, tuberkulosis, dan neoplasma.
7. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lain seperti antinuclear antibody, HIV assay, faktor
reumatoid, tes tuberkulin, dan quantiferon tuberculosis assay dapat
dipertimbangkan pada pasien imunokompromais.

Kriteria Diagnosis6

Diagnosis Banding Perikarditis Akut7

Tatalaksana

Triase Awal

Pasien perikarditis akut perlu rawat inap dan dicari etiologinya jika
ditemukan minimal satu prediktor prognosis buruk mayor atau minor,
mengindikasikan kasus risiko tinggi. Terapi spesifik sesuai etiologi. Bila tidak
ditemukan prediktor mayor atau minor, dianggap kasus risiko rendah dan dapat
berobat jalan dengan terapi empiris. Terapi Empiris Aspirin atau non-steroidal
anti-inflammatory drugs (NSAID) terutama ibuprofen direkomendasikan sebagai
terapi empiris lini pertama. Kolkisin direkomendasikan sebagai terapi tambahan
untuk meningkatkan respons terapi dan mencegah rekurensi. Obat gastroprotektor
perlu untuk mencegah efek samping gastrointestinal. Penyebab selain infeksi virus
memerlukan terapi spesifik berdasarkan penyebab. Restriksi aktivitas fisik
direkomendasikan sebagai tatalaksana non-farmakologi. Pasien dapat kembali
beraktivitas fisik jika gejala perikarditis akut telah hilang dan hasil pemeriksaan
CRP, EKG, dan ekokardiografi normal.6 Pada pasien atlet, restriksi aktivitas fisik
diterapkan selama minimal 3 bulan (sejak onset gejala), sedangkan pada pasien
non atlet dapat lebih pendek.8 Kortikosteroid dipertimbangkan sebagai terapi lini
kedua jika ada kontraindikasi atau kegagalan aspirin/NSAID dan kolkisin, jika
penyebab infeksi telah disingkirkan, dan jika ada indikasi spesifik seperti penyakit
autoimun. Kortikosteroid dosis rendah-sedang (prednison 0,2-0,5 mg/kg/hari)
dipertahankan selama beberapa minggu hingga resolusi gejala dan normalisasi
nilai penanda inflamasi, kemudian tapering lambat setiap 2-4 minggu.
Gambar 4. Triase awal pericarditis akut6

Gambar 5. Algoritma terapi pericarditis akut6


Gambar 6. Algoritma terapi pericarditis relaps6

Perikarditis Relaps

Terapi perikarditis relaps ditujukan pada etiologi. Aspirin atau NSAID tetap
menjadi lini pertama. Kolkisin tetap untuk terapi tambahan agar meningkatkan
respons terapi dan mencegah kekambuhan berulang. Apabila respons terhadap
aspirin/NSAID dan kolkisin tidak adekuat, kortikosteroid (prednison 0,2-0,5
mg/kg/hari) dapat digunakan sebagai lini kedua. Pada kasus kegagalan terapi
dengan aspirin/ NSAID dan kolkisin serta membutuhkan steroid dosis tinggi
jangka panjang (misalnya prednison 15-25 mg/hari), dapat dipertimbangkan
penggunaan obat alternatif seperti imunoglobulin intravena (IVIG), anakinra, dan
azathioprine.6 Perikardiektomi dapat dipertimbangkan sebagai alternatif terakhir
jika upaya terapi farmakologis telah maksimal namun gagal mencapai respons
terapi.9
Prognosis

Prognosis perikarditis akut idiopatik/virus umumnya baik. Angka


mortalitas perikarditis akut secara umum sebesar 1,1% dan berkaitan dengan
meningkatnya usia dan adanya koinfeksi berat (pneumonia atau septikemia).10
Komplikasi langsung perikarditis akut berupa inflamasi yang meluas hingga
miokardium, yaitu mioperikarditis yang ditandai dengan meningkatnya troponin.
Mioperikarditis terjadi pada 15% pasien perikarditis akut. Mioperikarditis
umumnya memiliki prognosis baik dan tidak berhubungan dengan peningkatan
risiko perikarditis relaps atau tamponade jantung. Terdapat beberapa faktor risiko
terjadinya komplikasi setelah episode perikarditis akut, yaitu penggunaan
kortikosteroid terlalu dini, kurangnya kolkisin, respons NSAID tidak adekuat, dan
peningkatan high sensitivity CRP.20 Sebanyak 1-2% pasien perikarditis akut
dapat mengalami komplikasi tamponade jantung. Setelah episode pertama
perikarditis akut, 15-30% pasien dapat mengalami perikarditis relaps. Pasien yang
pernah mengalami perikarditis relaps memiliki peluang 25- 50% untuk kembali
mengalami relaps. Sebagian kecil pasien perikarditis relaps dapat mengalami
perikarditis konstriktif yang bersifat reversibel ataupun perikarditis konstriktif
kronik yang membutuhkan perikardiektomi.11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama pasien : AA
Tanggal lahir : 14/05/1998 (22 yo)
Perusahaan : WBP/Client X-Ray
Tanggal masuk : 28 Februari 2021

3.2 Anamnesis
Keluhan utama: nyeri dada
Pasien mengeluh nyeri dada dan nyeri perut, nyeri menetap, nyeri seperti ditusuk
jarum. Keluhan ini sudah dirasakan sejak kemarin sore. Riwayat mual (-), muntah
(-). Riwayat sosial: merokok (-). Riwayat penyakit dahulu disangkal. Riwayat
penyakit keluarga disangkal.

3.3. Pemeriksaan fisik


Tanda-tanda vital
• Tekanan darah : 158/102 mmHg
• Nadi : 120 kali/menit
• Suhu : 36,4*C
• RR : 20x/menit
Dilakukan EKG, didapatkan hasil sinus takikardi, ST elevasi di V1 dan V2
Pasien diberikan terapi cedocard 3x1, plavix 2x1, concor 2x1

Pukul 21.48
Pasien mengatakan masih nyeri dada dan nyeri perut bagian bawah
Dilakukan EKG, gambaran sinus rythm
Pasien diberikan painkiller (ponstan 3x1)
Pukul 05.51
Dilakukan EKG, gambaran STEMI anteroseptal

Tanggal 28/02/21 Pukul 07.00

Pasien mengeluh nyeri dada kiri sejak 2 hari timbul saat istirahat, pasien
mengatakan nyeri paling berat dirasakan saat subuh tadi, keringat dingin (+), mual
muntah (-). Nyeri dada muncul pertama kali saat menyetir.

Tanda-tanda vital
• Tekanan darah : 110/70 mmHg
• Nadi : 78 kali/menit
• Suhu : 36,1*C
• RR : 20x/menit
Thorax:
Pulmo : vesicular +/+, wheezing -/-, rhonchi _/-
Cor : S1S2 tunggal regular murmur -
Dilakukan EKG, gambaran ST elevasi di V2, V3
Pasien diberikan aspirin 1x320mg, clopidogrel 1x300, ISDN 5 mg sublingual,
IVFD NS 1500 cc/24 jam, pumpitor 2x1, rujuk ke RSUD Ternate.
Pada tanggal 9 Februari 2021 pasien kembali ke klinik membawa hasil rujukan

dari RSUD Chasan Bosorie.


Tanda-tanda vital

• Tekanan darah : 142/90 mmHg

• Nadi : 101 kali/menit

• Suhu : 36,5*C
• RR : 20x/menit

Jawaban konsul dari dr. Dian Pratiwi SpJP


Pemfis jantung : S1S2 tunggal regular murmur (-)
EKG : sinus rhytm, slight ST elevasi semua lead
Diagnosis : Perikarditis
Pengobatan :
 Lansoprasole 1x30 mg
 Ibuprofen 3x400 mg
 Kolkisin 1x0,5 mg
 Cefixime 2 x 200 mg
Perencanaan:
 Istirahat 7 hari
 Ibuprofen dilanjutkan minimal 4 minggu
 Selanjutnya pasien dapat beraktivitas seperti biasa

BAB IV
DISKUSI
4.1 Anamnesis
Pada kasus, pasien mengeluh nyeri dada kiri sejak 2 hari timbul saat
istirahat, pasien mengatakan nyeri paling berat dirasakan saat subuh tadi (pukul
05.50), keringat dingin (+), mual muntah (-). Nyeri dada muncul pertama kali saat
menyetir. Berdasarkan teori nyeri dada bersifat tajam dan pleuritik di daerah
retrosternal. Nyeri dapat menjalar ke leher, dagu, atau lengan, mirip nyeri dada
iskemik, juga ke daerah otot trapezius karena terdapat hubungan antara saraf
frenikus (menginervasi otot trapezius) dan perikardium. Nyeri memberat saat
inspirasi dan berbaring terlentang, membaik saat duduk dan condong ke depan
karena tekanan di perikardium parietal berkurang, tidak membaik dengan
pemberian nitrat.

Anamnesis pasien sesuai dengan teori, dimana pada pericarditis nyeri


memberat saat pasien berbaring dan tidak membaik dengan pemberian nitrat.
Pasien sempat dating pada tanggal 27 Februari 2021 pukul 19.57 dan diberikan
cedocard 3x1 dan nyeri kembali memberat tanggal 28 Februari 2021 saat subuh
pukul 05.50.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada kasus, pemeriksaan fisik cenderung normal. Tekanan darah pasien
sempat tinggi saat awal datang (158/102). Pemeriksaan fisik jantung dalam batas
normal. Berdasarkan teori, temuan khas pada auskultasi jantung adalah
pericardial friction rub (pada 85% kasus). Bunyi ini terjadi akibat friksi kedua
lapisan perikardium yang mengalami inflamasi, terdengar seperti suara goresan
bernada tinggi. Bunyi ini dapat terdengar lebih jelas dengan penekanan kuat
diafragma stetoskop di daerah tepi sternum kiri dengan posisi pasien condong ke
depan dan menahan napas. Bunyi ini terdiri dari 3 komponen yang berhubungan
dengan 3 fase pergerakan jantung, yaitu fase sistol atrium (tidak ditemukan pada
kasus fibrilasi atrium), sistol ventrikel, dan pengisian ventrikel cepat saat awal
diastol.

4.3 Pemeriksaan EKG


Pada kasus hasil gambaran EKG pasien saat pukul 05.50 (saat pasien
mengalami nyeri paling hebat) adalah STEMI anteroseptal. Perubahan EKG
pada perikarditis akut terjadi akibat keterlibatan inflamasi miokardium yang
berdekatan dengan epikardium. Terkadang ditemukan perubahan
elektrokardiografi seperti elevasi ST cekung ke atas (Gambar 1), dan
perikarditis harus dibedakan dengan infark miokard akut dan repolarisasi dini.
Temuan khas lainnya adalah depresi segmen PR. Umumnya lebih sering
melibatkan derivasi DI, DII, aVF dan V3-V6. Gambaran klasik EKG
perikarditis akut ditemukan pada 60% kasus, meliputi tahap 1-4 (gambar 1).
 Tahap 1 (fase akut dalam beberapa jam – beberapa hari, 80% kasus)
ditandai dengan ST elevasi difus (bentuk konkaf) dan PR depresi;
 Tahap 2 ditemukan pada minggu pertama, ditandai dengan normalisasi
segmen ST dan segmen PR;
 Tahap 3 ditandai dengan T inversi difus setelah segmen ST mencapai
isoelektrik;
 Tahap 4 ditandai dengan EKG yang normal atau T inversi persisten. Rasio
ST elevasi dan amplitudo gelombang T (ST/T) di sadapan V6 dapat
digunakan untuk membedakan perikarditis akut dan repolarisasi dini.
Rasio ST/T pada perikarditis akut >0,25, sedangkan pada repolarisasi dini
<0,25.
Gambar 1. Gambaran EKG klasik pericarditis akut, ditandai dengan ST elevasi
difus (bentuk konkaf) dan PR depresi, disertai ST depresi resiprokal dan PR
elevasi resiprokal di aVR; (B) Evolusi EKG tipikal perikarditis akut dalam 4 tahap

4.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pada kasus, pasien tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan teori, temuan paling sering pada kasus pericarditis adalah
leukositosis, peningkatan CRP, dan ESR merupakan. Perubahan pada tanda
nekrosis miokard (CKMB dan troponin) dapat saja terjadi pada gangguan
epicardium dan dicurigai myopericarditis. Troponin dapat meningkat apabila
inflamasi melibatkan miokardium subepikardial yang berdekatan dengan
perikardium viseral.

4.5 Tatalaksana

Pada kasus, aspirin 1x320mg, clopidogrel 1x300, ISDN 5 mg sublingual,


IVFD NS 1500 cc/24 jam, pumpitor 2x1, rujuk ke RSUD Ternate. Setelah dirujuk
pasien mendapatkan pengobatan lansoprasole 1x30 mg, ibuprofen 3x400 mg
dilanjutkan minimal 4 minggu, kolkisin 1x0,5 mg, cefixime 2 x 200 mg, istirahat
7 hari, selanjutnya pasien dapat beraktivitas seperti biasa. Hal ini sesuai dengan
teori bahawa tatalaksana lini pertama yaitu aspirin atau non-steroidal anti-
inflammatory drugs (NSAID) terutama ibuprofen direkomendasikan sebagai
terapi empiris lini pertama. Kolkisin direkomendasikan sebagai terapi tambahan
untuk meningkatkan respons terapi dan mencegah rekurensi. Obat gastroprotektor
perlu untuk mencegah efek samping gastrointestinal.
BAB V

PENUTUP DAN SARAN

5.1 Penutup

Perikarditis akut adalah inflamasi akut perikardium yang menyebabkan


sindrom klinis terdiri dari nyeri dada pleuritik/posisional, perubahan EKG, dan
bunyi pericardial friction rub yang dapat disertai ataupun tidak disertai dengan
efusi perikardium. Walaupun 70-90% pasien perikarditis akut idiopatik umumnya
sembuh sendiri namun pericarditis dapat menyebabkan komplikasi utama
perikarditis akut adalah efusi perikard yang dapat memicu tamponade jantung.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis adalah:

1. Pasien usia muda dengan riwayat nyeri dada sebaiknya dilakukan


pemeriksaan EKG untuk mengetahui etiologi dari nyeri dada.

Semoga laporan kasus ini dapat berguna untuk meningkatkan pengetahuan


staf klinik serta dapat menjadi acuan untuk pembuatan sistim dan kebijakan
klinik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Márcio Tonini1, Dirceu Thiago Pessoa de Melo, Fábio Fernandes. Acute


pericarditis. Rev Assoc Med Bras 2015; 61(2):184-190

2. Maisch B, Seferović PM, Ristić AD, et al. Guidelines on the diagnosis and
management of pericardial diseases executive summary: the Task Force on
the Diagnosis and Management of Pericardial Diseases of the European
Society of Cardiology. Eur Heart J 2004;25:587-610.

3. Montera MW, Mesquita ET, Colafranceschi AS, Oliveira Junior AM,


Rabischoffsky A, Ianni BM, et al. Sociedade Brasileira de Cardiologia. I
Diretriz Brasileira de Miocardites e Pericardites. Arq Bras Cardiol 2013;
100(4 supl. 1): 1-36.

4. LeWinter MM. Acute Pericarditis. N Engl Med 2014; 371:2410-6.

5. Yusuf SW, Hassan SA, Mouhayar E, Negi SI, Banchs J, O’Gara PT.
Pericardial disease: A clinical review. Expert Rev Cardiovasc Ther.
2016;4(4):525-39

6. Adler Y, Charron P, Imazio M, Badano L, Baron-Esquivias B, Bogaert J,


et al. 2015 ESC Guidelines for the diagnosis and management of
pericardial diseases. Eur Heart J. 2015;36:2921-64.

7. Snyder MJ, Bepko J, White M. Acute pericarditis: Diagnosis and


management. Am Fam Physician. 2014;89(7):553-60.

8. Pelliccia A, Corrado D, Bjørnstad HH, Panhuyzen-Goedkoop N, Urhausen


A, Carre F, et al. Recommendations for participation in competitive sport
and leisure-time physical activity in individuals with cardiomyopathies,
myocarditis and pericarditis. Eur J Cardiovasc Prev Rehabil. 2006;13:876–
88.
9. Khandaker MH, Schaff HV, Greason KL, Anavekar NS, Espinosa RE,
Hayes SN, et al. Pericardiectomy vs medical management in patients with
relapsing pericarditis. Mayo Clin Proc. 2012;87:1062–70

10. Kyto V, Sipila J, Rautava P. Clinical profile and influences on outcomes in


patients hospitalized for acute pericarditis. Circulation 2014;130:1601–6.
20.

11. Cremer PC, Kumar A, Kontzias A, Tan CD, Rodriguez ER, Imazio M, et
al. Complicated pericarditis: Understanding risk factors and
pathophysiology to inform imaging and treatment. J Am Coll Cardiol.
2016;68(21):2311-28

Anda mungkin juga menyukai