Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT

JANTUNG REMATIK

Kelompok 4

Meili Hayatunnupus (2114201109)


Patmawati (2114201110)
Ricky Fauzi Ginanjar (2114201113)
Yogi Wibowo (2114201118)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS MOHAMMADYAH TANGERAN
DEFINISI
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart
Disease) merupakan penyakit jantung didapat
yang sering ditemukan pada anak. Penyakit
jantung reumatik merupakan kelainan katup
jantung yang menetap akibat demam reumatik
akut sebelumnya, terutama mengenai katup
mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai
katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang
katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik
dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi
atau keduanya.
EPIDIMIOLOGI

Penyakit jantung rematik menyebabkan setidaknya 200.000-250.000


kematian bayi premature setiap tahun dan penyebab umum kematian
akibat penyakit jantung pada anak-anak dan remaja di negara
berkembang.2 Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29
Oktober–1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka
mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara maju hingga
8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di daerah Asia
Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan
sekitar 2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia
akibat penyakit tersebut.3 Prevalensi demam rematik di Indonesia
belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang
pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung
rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah
ETIOLOGI

Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah


demam reumatik. Demam reumatik merupakan penyakit
vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi
Streptococcus grup A pada individu yang mempunyai faktor
2 predisposisi. Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini
ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium
melalui suatu proses ’autoimunne’ yang menyebabkan
kerusakan jaringan. Inflamasi yang berat dapat melibatkan
perikardium. Valvulitis merupakan tanda utama reumatik
karditis yang paling banyak mengenai katup mitral (76%),
katup aorta (13%) dan katup mitral dan katup aorta (97%).
Insidens tertinggi ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun.
PATOGENESIS

Streptococcus beta hemolyticus grup A dapat menyebabkan


penyakit supuratif misalnya faringitis, impetigo, selulitis,
miositis, pneumonia, sepsis nifas dan penyakit non supuratif
misalnya demam rematik, glomerulonefritis akut. Setelah
inkubasi 2-4 hari, invasi Streptococcus beta hemolyticus grup A
pada faring menghasilkan respon inflamasi akut yang
berlangsung 3-5 hari ditandai dengan demam, nyeri tenggorok,
malaise, pusing dan leukositosis.4 Pasien masih tetap terinfeksi
selama bermingguminggu setelah gejala faringitis menghilang,
sehingga menjadi reservoir infeksi bagi orang lain. Kontak
langsung per oral atau melalui sekret pernafasan dapat
menjadi media trasnmisi penyakit. Hanya faringitis
Streptococcus beta hemolyticus grup A saja yang dapat
mengakibatkan atau mengaktifkan kembali demam rematik.
DIAGNOSIS
Rheumatic fever merupakan penyakit sistemik, pasien rheumatic fever
menunjukan keluhan yang bervariasi. Gambaran klinis pada rheumatic fever
bergantung pada sistem organ yang terlibat dan manifestasi yang muncul dapat
tunggal atau merupakan gabungan beberapa sistem organ yang terlibat.
1. Anamnesis Sebanyak 70% remaja dan dewasa muda pernah mengalami sakit
tenggorok 1-5 minggu sebelum muncul rheumatic fever dan sekitar 20% anak-
anak menyatakan pernah mengalami sakit tenggorokan. Keluhan mungkin tidak
spesifik, seperti demam, tidak enak badan, sakit kepala, penurunan berat
badan, epistaksis, kelelahan, malaise, diaforesis dan pucat. Terkadang pasien
juga mengeluhkan nyeri dada, ortopnea atau sakit perut dan muntah.
2. Manifestasi Klinis
Untuk diagnosis rheumatic fever digunakan kriteria Jones yang pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian dimodifikasi beberapa
kali. Kriteria ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestasi
mayor dan minor.
lanjutan
Manifestasi mayor Manifestasi minor

Karditis Klinis:
 

Poliaritis migrans - Atralgia: nyeri sendi tanpa merah dan bengkak


- demam tinggi ( >39 C)

Chrea sydenham Laboratorium :


-Penigkatan penanda peradangan yaitu erythrocyte sedimentation raye ( ESR) atau
Eritema marginatum C Reactive Protein ( CRP)
-pemanjangan interval PR pada EKG
Nodul subkutan

Ditambah
Bukti infeksi streptococcus beta hemolictycus group A sebelumnya ( 45 hari terakhir )
- Kultur hapusan tenggorok atau rapid test antigen streptococus betahemolycticus grup A hasilnya positif
- Peningkatan titer serologi antibodi streptococus betahemolycticus grup A
KARDITIS

Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan


paling sering terjadi setelah poli artritis. Pankarditis
meliputi endokarditis, miokarditis dan perikarditis.
Pada stadium lanjut, pasien mungkin mengalami
dipsnea ringan-sedang, rasa tak nyaman di dada atau
nyeri pada dada pleuritik, edema, batuk dan
ortopnea. Pada pemeriksaan fisik, karditis paling
sering ditandai dengan murmur dan takikardia yang
tidak sesuai dengan tingginya demam. Gambaran
klinis yang dapat ditemukan dari gangguan katup
jantung dapat dilihat pada tabel.
TABEL
Gangguan Manifestasi
Regurgitasi Mitral - Aktivitas ventrikel kiri meningkat
- Bising pansistolik di apeks, menyebar ke
aksila bahkan ke punggung
- Murmur diastolik di apeks
 

Regurgitasi Aorta - Aktivitas ventrikel kiri meningkat


- Bising diastolik di ICS II kanan / kiri,
menyebar ke apeks
- Tekanan nadi sangat lebar ( sistolik
tinggi, sedangkan diastolik sangat
rendah bahkan hingga 0 mmhg)

Stenosis Mitral - Aktivitas ventrikel kiri negatif


- Bising diastolik di daerah apeks ,
dengan S1 mengeras
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
- Reaktan Fase Akut
Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung ringan. Pada pemeriksaan
darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis terutama pada fase akut/aktif,
namun sifatnya tidak spesifik. Marker inflamasi akut berupa Creactive protein
(CRP) dan laju endap darah (LED). Peningkatan laju endap darah merupakan
bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif
- Rapid Test Antigen
Streptococcus Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen bakteri Streptococcus
grup A secara tepat dengan spesifisitas 95 % dan sensitivitas 60-90 %.4 -
Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus Kadar titer antibodi antistreptokokus
mencapai puncak ketika gejala klinis rheumatic fever muncul.
- Kultur tenggorok
Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada tidaknya
streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pada pemeriksaan radiologi dapat


mendeteksi adanya kardiomegali dan
kongesti pulmonal sebagai tanda adanya
gagal jantung kronik pada karditis.
Sedangkan pada pemeriksaan EKG
ditunjukkan adanya pemanjangan interval
PR yang bersifat tidak spesifik. Nilai normal
batas atas interval PR uuntuk usia 3-12
tahun = 0,16 detik, 12-14 tahun = 0,18
detik , dan > 17 tahun = 0,20 detik.
PEMERIKSAAN EKOKARDOGRAFI

Pada pasien RHD, pemeriksaan ekokardiografi bertujuan


untuk mengidentifikasi dan menilai derajat
insufisiensi/stenosis katup, efusi perikardium, dan
disfungsi ventrikel. Pada pasien rheumatic fever dengan
karditis ringan, regurgitasi mitral akan menghilang
beberapa bulan. Sedangkan pada rheumatic fever
dengan karditis sedang dan berat memiliki regurgitasi
mitral/aorta yang menetap. Gambaran ekokardiografi
terpenting adalah dilatasi annulus, elongasi chordae
mitral, dan semburan regurgitasi mitral ke
posterolateral.
PENATALAKSANAAN

a. Terapi Antibiotik Profilaksis


b. Terapi Anti Inflamasi
c. Diet dan Aktivitas
d. Terapi Operatif
DIAGNOSA KEPERAWATAN

*Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (SDKI,


2016)
* Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraksi otot jantung. Ditandai dengan wajah pasien pucat,
dada terasa berdebar debar, suara jantung abnormal yaitu
murmur, takikardi, hipotensi.
* Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri dada.
* Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh yaitu 38 derajat celcius.
* Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan
pasien mengeluh tidak ada nafsu makan.
* Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
ditandai dengan pasien cepat lelah saat melakukan aktivitas
berlebihan.
RENCANA KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan Pada Anak Dengan Penyakit Jantung Rematik
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI

Penurunan curah jantung Tujuan: Perawatan jantung Observasi:


berhubungan dengan perubahan Setelah dilakukan
kontraksi otot jantung. Ditandai dengan
1. Identifikasi tanda/gejala primer
intervensi, maka kontraksi
wajah pasien pucat, dada terasa otot jantung membaik
penurunan curah jantung (meliputi
berdebar debar, suara dispnea, kelehan , edema, ortopnea)
Kriteria hasil:
1. Kekuatan nadi perifer

jantung abnormal yaitu meningkat 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah


jantung(meliputi, hepatomegali, distensi vena jugularis,
murmur, takikardi, 2. Takikardia menurun ronkhi basah,batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
hipotensi. 3. Bradikardi menurun 4. Monitor intake output cairan
4. Edema mnurun 5.
6.
Monitor saturasi oksigen
Monitor keluhan nyeri dada
5. Dispnea menurun 7. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
6. Oliguria menurun Terapeutik:
8. Posisikan pasien semi- fowler atau fowler dengan kaki
7. Ortopnea menurun kebawah atau posisi nyaman
8. Lelah menurun 9. Berikan diet jantung yang sesuai
10. Fasilitasi pesien dan keluarga untuk modifkasi gaya
9. Murmur jantung hidup sehat
11. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika
menurun perlu
12. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
10. Tekanan darah > 94%
Edukasi:
membaik 13. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
11. CRT membaik 14. Anjurkan
15. Anjurkan
beraktifitas fisik secara bertahap
berhenti merokok
16. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan
harian
LANJUTAN
Nyeri akut Tujuan:   Manajemen nyeri :  
Berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,

agen cedera biologis. intervensi karakteristik, durasi,


Ditandai dengan pasien , maka nyeri diharapkan frek, kualitas, intensitas
mengeluh nyeri dada, menurun, dengan kriteria nyeri
nyeri sendi dan nyeri hasil 2. Identifikasi lokasi nyeri
abdomen. Kriteria hasil: 3. Identifikasi factor yg
Keluhan nyeri menurun
Meringis menurun memperberat dan
Gelisah menurun meringankan nyeri
Kesulitan tidur menurun 4. Fasilitasi istirahat dan
Frekuensi nadi membaik tidur
Pola tidur membaik
5. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
6. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
LANJUTAN
Tujuan: Manajemen hipertermia
Hipertermia Setelah dilakukan intervensi Observasi :
berhubungan dengan , maka termogulasi membaik, 1. Identifikasi penyebab
dengan kriteria hasil
proses penyakit di Kriteria hasil:
hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
tandai dengan suhu 1. Suhu tubuh membaik 3. Monitor kadar elektrolit
tubuh di atas nilai 2. Suhu kulit membaik 4. Monitor haluaran urine
3. Pengisian kapiler 5. Monitor komplikasi akibat
normal, kulit merah, membaik hipertermia
kejang, takikardi, 4. Ventilasi membaik Terapeutik
5. Tekanan darah 6. Sediakan lingkungan yang
takipnea dan kulit membaik dingin
terasa hangat 7. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
8. Basahi dan kipas
permukaan tubuh
9. Berikan cairan oral
10. Ganti linen setiap hari jika
mengalami hiperhidrosis
11. Lakukan pendinginan eksternal
12. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
13. Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
IMPLEMENTASI

Implementasi disesuaikande
ngan intervensi yang telah
ditetapkan berdasarkan
diagnosa keperawatan yang
sudah ditegakkan.
(Suhadi, 2018)
EVALUASI

Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah


tindakan yang telah dilakukan berhasil untuk
mengatasi masalah pasien dan dilihat juga
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan.
(Suhadi, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

1. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW, O’Rourke et al. Hurst The Heart;
vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill : New York, 2001; p. 1657 – 65.
2. Marijon E, Mirabel M, ,et al. Rheumatic fever. Paris: Lancet 2012; 379: 953–64 3. World Health Organization.
Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO Technical report series 923. Report of a WHO Expert
Consultation Geneva, 29 October–1 November 2001.
4. Rilantono, LI. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013;331-
335.
5. Majid Abdul. Anatomi Jantung dan pembuluh darah, Sistem Kardiovaskuler secara Umum, Denyut Jantung dan
Aktifitas Listrik Jantung, dan Jantung sebagai Pompa. Fisiologi Kardiovaskular. Medan: Bagian Fisiologi Fakultas
Kedokteran USU. 2005; 7 -16.
6. WHO. Rhematic fever and Rheumatic Heart Disease. Report of a WHO expert Consultation. 2004. [Online].
Melalui: http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/en/cvd_trs923.pdf [diunduh 1 Mei 2016].
7. Luiza Guilherm, dkk. Molecular Mimicry in The Autoimmune Pathogenesis of Rheumatic Heart Disease.
Autoimmunity 2006; 39(1): 31 –39.
8. Kumar, Vinay dkk. Valvular Heart. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Philadelpia: Elsevier Inc.
2010.
9. Kliegman, Robert M, dkk. Rheumatic Heart Disease. Nelson Textbook of Pediatrics, Edisi 18. Elsevier. 2007:
438.
10. Mishra T.K., Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease: current scenario. JIACM. 2007;8(4):324-
30.
 
HARI SENIN BERSIH- BERSIH , PASANG BENDERA BIAR
BERKIBAR, CUKUP SEKIAN DAN TRIMAKASI ,MAAF JIKA
PERSENTASINYA PANJANG LEBAR

Anda mungkin juga menyukai