Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK II

RHD ( REMATOID HARD DISEASE )

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:

ANGGOTA :

Yiyin Saputri

Ihma quari Susanti

Ahmad Fauzi

Azizahtul wahda afrianti

Sindi arianti wijaya


Definisi RHD (Reumatik Heart Disease)

- Penyakit radang berulang akut yang terutama terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun
yang biasanya terjadi 1-5 minggu setelah infeksi streptococus (biasanya terjadi radang tenggorokan).
- Penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis
rematik akut yang berulang kali
- Kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik atau kelainan karditis reumatik
(Taranta A dan Markowits, 1981)

ETIOLOGI / PENYEBAB RHD ( REUMATIK HEART DISEASE )

Penyakit jantung reumatik berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh
Streptococcus Beta Hemolyticus Grup A.

PENYEBAB PADA INDIVIDU :

a. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak lakilaki. Tetapi data
yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,meskipun manifestasi tertentu
mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

 b. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit
jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan
insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

c. Keadaan gizi dan lain-lain


Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor
predisposisi untuk timbulnya penyakit jantung reumatik
d. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta
hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katup jantung. Kemungkinan ini mendukung terjadinya
miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

e. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan
hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status
reumatikus.

PENYEBAB PADA LINGKUNGAN :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk


Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam
reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era
antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-
rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati
anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk  perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya
demam reumatik.

2. Iklim dan geografi


Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens
yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens
demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.

3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas  bagian atas
meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

MANIFESTASI KLINIS RHD ( REUMATIK HEART DISEASE )

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium.
a. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup

 A. Keluhannya :
Demam
Batuk
Rasa sakit waktu menelan
Muntah
Diare
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat

 b. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala
demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6
minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

c. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai
manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifestasi spesifik demam reumatik /penyakit
jantung reumatik.

Gejala peradangan umum :

 Demam yang tinggi


 Lesu
 Anoreksia
 Lekas tersinggung
 Berat badan menurun
 Kelihatan pucat
 Epistaksis
 Athralgia
 Rasa sakit disekitar sendi
 Sakit perut
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung /
penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup dan menunjukkan gejala apa-apa. Pada
penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul
sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun
penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

MANIFESTASI KLINIS MENURUT KRITERIA JONES (1982) YAITU :

A. Kriteria mayor :

1) Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi
 besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (poliarthritis migrans).

2) Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).

3) Eritema marginatum

Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak terasa nyeri dan tidak terasa
gatal.

4) Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki, nyeri tekan dan dapat
bebas digerakkan.

5) Chorea
Gerakan yang tidak disengaja pada sistem syaraf pusat

 B. Kriteria Minor :

1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik / Penyakit jantung reumatik

2. Athralgia / nyeri sendi tanpa adanya tanda objek pada sendi dan pasien kadang - kadang sulit
menggerakkan tungkainya
3. Demam tidak lebih dari 39°©

4. Leukositosis
5) Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
6) C-Reaktif Protein (CRF) positif

7) P-R interval memanjang


8) Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
9) Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

PATOFISIOLOGI RHD ( REUMATIK HEART DISEASE )

Penyakit ini disebabkan karena infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus Grup A. Bakteri ini akan
menginfeksi saluran epitel pernapasan atas yaitu tenggorokan yang nantinya akan menyebabkan
peradangan dan infeksi pada tenggorokan sehingga menyebabkan terjadinya faringitis dan tonsilitis.
Akibat peradangan atau infeksi ini, merangsang terbentuknya antibodi sehingga bereaksi dengan
antigen streptokokus yang mengakibatkan terjadinya reaksi antigen-antibodi. Akibat terjadinya reaksi
imunologis ini menyebabkan terjadinya demam reumatik. Demam reumatik bisa bersifat menetap dan
reversible. Demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele), sehingga dalam serum
penderita terdapat antibodi anti otot jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya peradangan pada katup
jantung dan dapat pula disertai dengan gejala  – gejala seperti karditis (kriteria mayor dan kriteria
minor). Bila terdapat 2 kriteria mayor /1 kriteria mayor disertai dengan 2 kriteria minor akan
mengakibatkan terjadinya pnyakit  jantung reumatik (RHD).

PATHWAY
PENATALAKSANAAN RHD (Reumatik Heart Disease)
Penatalaksanaan penyakit jantung reumatik terdiri dari 2 tahap menurut LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak,
1994;88 adalah:

1. Pengobatan/ pencegahan medical


2. Pembedahan

Pengobatan medikal penderita penyakit jantung reumatik ditujukan pada penyulit yang timbul.

a. Tanda keluhan/komplikasi:tidak perlu pengobatan

 b. Gagal jantung

 Tirah baring
 Diit rendah garam,tinggi kalori
 Digitalisasi
 Deuretika
 Vasodilator

c. Endokarditis bacterial subakut:


- Antibiotika yang disesuaikan dengan kuman penyebabnya
d. Fibrilasi atrium:
- Obat antiaritma
- Defibrilasi DC
Bila pengobatan katup medical telah optimal, perlu dipertimbangkan tindakan invasive/pembedahan
untuk mengoreksi kelainan anatomic katup:

1. Valvuloplasti balon untuk stenosis mitral murni


2. pembedahan secara terbuak untuk mengoreksi atau mengganti katup mitral dan/atau katup aorta bila
katup sudah sangat rusak atau mengalami perkapuran.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola nafas tidak berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen menuju paru-paru

2. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses
inflamasi,dekstruksi sendi.

3. Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi  penyakit.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan metabolisme basal terganggu


PENGKAJIAN SECARA TEORI :

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

Dx1: Setelah diberikan askep 1 Evaluasi frekuensi Respon pasien bervariasi.


selama 2x24 jam pernapasan dan Kecepatan dan upaya
diharapkan pola nafas kedalaman. Catat upaya mungkin meningkat
Ketidakefektifan  pola efektif dengan kriteria pernapasan, contoh karena nyeri,takut,demam
nafas tidak berhubungan hasil : adanya penurunan volume
dengan - Pasien tidak sesak nafas dispnea,penggunaan otot sirkulasi ( kehilangan
ketidakadekuatan oksigen bantu pernapasan, darah atau cairan ).
menuju paru-paru - Frekuensi pernapasan pelebaran nasal. Akumulasi secret, hipoksia
normal (16-24 kali atau distensi gaster
permenit)
2. Kolaborasi dalam
pemasangan kembali
selang dada atau 2. Reekspansi paru dengan
torakosentesis bila pelepasan Akumulasi
diindikasikan darah atau udara dari
tekanan negatif pleural

Dx2: Tujuan : nyeri dapat 1. Kaji keluhan nyeri, catat Membantu dalam
berkurang/hilang lokasi dan intensitas menentukan kebutuhan
( skala 0-10).Catat faktor dan manajemen nyeri dan
 Nyeri akut/kronis yang memcepat dan tanda keefektifan program
Kriteria hasil: sakit non verbal.
 berhubungan dengan
distensi  jaringan oleh
akumulasi cairan/proses 1. Menunjukkan nyeri 2 . Biarkan pasien 2. Pada penyakit yang
inflamasi, destruksi sendi. berkurang/hilang mengambil posisi yang berat tiraj baring sangat
2. Terlihat rileks, dapat nyaman diperlukan untuk
tidur/istirahat membatasi nyeri/ cidera
3. Berpartisipasi dalam berkelanjutan
aktifitas sesuai
kemampuan. 3. Beri obat sebelum
aktifitas/ latihan yang
direncanakan 3. Meningkatkan relaksasi,
mengurangi ketegangan
4.observasi gejala kardinal otot/spasme

4. Gejala kardinal
menunjukkan keadaan
fisik dari organ-organ vital
tubuh juga dapat
memberikan gambaran
kondisi pasien

Dx 3: Hypertermi Setelah diberikan askep 1. Kaji TTV Pantau Demam kembali normal
 berhubungan dengan selama 1x24 jam suhu pasien (derajat dalam 24 jam
kerusakan kontrol suhu diharapkan suhu tubuh dan pola)  perhatikan
sekunder akibat infeksi kembali normal dengan menggigil atau diaforesis.
penyakit.
2. Dapat membantu
out come : 2. Berikan kompres mandi mengurangi demam
- Suhu tubuh pasien hangat
normal (36,8 -37,2 ) °C
- Pasien tidak menggigil Catatan : penggunaan air
3. Kolaborasi Berikan
es mungkin menyebabkan,
antipiretik, misalnya : ASA
kedinginan, peningkatan
(aspirin), asetaminofen
suhu secara actual
(Tylenol).
3. Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus,
meskipun demam
mungkin dapat berguna
dalam membatasi
pertumbuhan organisme
dan meningkatkan out
odestruksi dari sel-sel
yang terinfeksi

: intoleransi aktivitas Setelah diberikan askep 1.periksa TTV sebelum 1. Hipertensi ortostatik
berhubungan selama 2x24jam dan setelah dapat terjadi dengan
dengan metabolisme basal diharapkan pasien dapat aktivitas karena efek
terganggu melakukan aktivitas aktivitas, khususnya obat(vasolidasi)
dengan mandiri perpindahan cairan atau
bila pasien menggunakan
pengaruh fungsi jantung
vasolidator, diuretik,
dengan kriteria hasil : penyekat  beta.
Catat respon
kardiopulmonal 2. Pasien dapat kembali
1. Pasien tidak mudah terhadap aktifitas, beraktivitas meskipun
lelah catat takikardi, hanya ditempat tidur
2. Pasien tidak nyeri disritmia, dispnea,
3. Pasien tidak menangis  berkeringat, pusat.
4. Pasien tidak lemas
3. Peningkatan bertahap
5. Pasien tidak pucat
2. Evaluasi  peningkatan pada aktifitas menghindari
intoleran aktivitas. kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan.
3. Kolaborasi
Implementasikan
 program rehabilitasi
 jantung/aktifitas.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.
Jumiarni Ilyas,dkk (1993), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Kontek
 Keluarga,PusatPendidikan Tenaga Kesahatan Dep. Kes RI, Jakarta
LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak (1994),  Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Rumah Sakit
Umum Daerah Dokter Soetomo, Surabaya Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit , Edisi III EGC ,Jakarta.
Poestika S, Sarodja RM (1996).  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler . Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai