Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

PENYAKIT JANTUNG REMATIK (PJR)


DI RUANG RAWAT PINANG
RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OLEH :
RAHMAT RASYID SIAGIAN
NIM : 70900122017

PERSEPTOR INSTITUSI PERSEPTOR LAHAN

( ) ( )

KEPERAWATAN DASAR PROFESI


PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XX
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt., atas rahmat dan
hidayah-Nya yang masih tercurah kepada penulis, sehingga laporan
pendahuluan ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula kita kirimkan salam dan
salawat kepada Nabi Muhammad Saw. yang telah mengantarkan kita dari alam
kegelapan menuju ke alam yang terang benderang sampai sekarang ini.
Dalam usaha menyusun Laporan pendahuluan Departemen
Keperawatan Anak, dihadapkan dengan berbagai hambatan dan tantangan,
namun atas bantuan, bimbingan, serta izin Allah Swt akhirnya hambatan dan
tantangan tersebut dapat diatasi serta mencapai tahap penyelesaian.
Dalam penyusunan ini tidak menutup kemungkinan adanya
kekurangan, oleh karena itu, kritikan dan saran penyempurnaan sangat penulis
harapkan. Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
Aamiin.

Makassar, Senin 2 Januari 2023

Penyusun
BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINSI
Penyakit jantung rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya rheumatic
heart disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada
katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup
mitral sebagai akibat adanya gejala sisa dari demam rematik. PJR adalah
penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam
Rematik (DR),yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung (Afif A.,
2008).
B. ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan
akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan.
Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh
BetaStreptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis
yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran
nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi
streptococcus dikulit. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada
timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada
individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel
B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status
reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita
dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar
menunjukkan tidak adaperbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi
tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama
maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang
kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus
dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang
berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada
timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini
paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-
5 tahun dan sangatjarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah
20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anakusia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan
bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-
6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara
polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A
dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya
miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting


sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens
demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun
sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang
buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni
padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera
mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang
rendah sehingga biaya untuk. Perawatan kesehatan kurang dan lain-
lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit
terbanyakdidapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens
yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang
letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan
insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga
insidens demam reumatik juga meningkat.

C. MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung
reumatik dapatdibagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta
StreptococcusHemolyticus Grup A.
Keluhan :
▪ Demam
▪ Batuk
▪ Rasa sakit waktu menelan
▪ Muntah
▪ Diare
▪ Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
streptococcusdengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya
periode ini berlangsung
1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.

Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,
saatini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam
gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik
/penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
▪ Demam yang tinggi
▪ lesu
▪ Anoreksia
▪ Lekas tersinggung
▪ Berat badan menurun
▪ Kelihatan pucat
▪ Epistaksis
▪ Rasa sakit disekitar sendi
▪ Sakit perut

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala
sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit
jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang
timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik
penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-
waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah
• LED tinggi sekali
• Lekositosis
• Nilai hemoglobin dapat rendah
b. Pemeriksaan bakteriologi
• Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya
streptococcus.
• Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti
hyaluronidase.
c. Pemeriksaan radiologi
• Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya
kelainan jantung.
E. PATHWAY
PJR (Penyakit Jantung Rematik)

Streptococcus Hemoliticus grup A

Tubuh mengeluarkan antibody berlebihan tidak


Dapat membedakan antibody dan antigen

Respon Imunologi abnormal

RHD

Jantung Persendian Kulit SSP

Peningkatan sel Peradangan membrane Peradangan kulit Gerakaninvolunter,


Retikuloendotelial, synovial dan jaringan irriguler cepat dan
sel plasma dan kelemahan
limfosit
Poliarthitis Bercak darah Dx. INTOLERANSI
Jaringan parut AKTIVITAS
Dx. NYERI AKUT Dx. KERUSAKAN
Sianosis katub INTEGRITAS
mitral KULIT

Dx. PENURUNAN
CURAH
JANTUNG
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam reumatik aktif atau reaktivasi kembali
diantaranya adalah:
• Tirah baring dan mobilisasi (kembali keaktivitas normal) secara bertahap
• Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian
antibiotic penisilin atau eritromisin. Untuk profilaksis atau pencegahan
dapat diberikanantibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine
• Antiinflamasi (antiperadangan). Anti peradangan seperti salisilat dapat
dipakai pada demam reumatik tanpa karditis (peradangan pada jantung)
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus
beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan
ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :

a) Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A


Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan
dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada
mereka yang alergi terhadap penicillin.
b) Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang
berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut
pada DR
c) Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d) Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk
jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari
pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat
rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan
yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
e) Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan
dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila
ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :
• Fungsi jantung
• Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan
aktivitas
• Status nutrisi
• Tingkat ketidaknyamanan
• Gangguan tidur
• Kemampuan klien mengatasi masalah
• Hal-hal yang dapat membantu klien
• Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang
pemahaman pasien
Pengkajian
• Riwayat penyakit
• Monitor komplikasi jantung
• Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap
diastole
• Tanda-tanda vital
• Kaji adanya nyeri
• Kaji adanya peradangan sendi
• Kaji adanya lesi pada kulit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis
katubTujuan : COP meningkat
Kriteria :
- Klien menunjukan penurunan dyspnea
- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan
peningkatan toleransi
Intervensi :
a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer
b. Pantau irama dan frekuensi jantung
c. Tirah baring posisi semifowler 450
d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress (
lingkungantenang, meditasi )
e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu
f. kolaborasi O2 serta terapi
2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output,
ketidakseimbangansuplai O2 dan kebutuhan
Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap
aktivitas
Kriteria :
- Respon verbal kelelahan berkurang
- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut
nadi aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri
dada )

Intervensi :
a. Hemat energi klien selama masa akut
b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status
klinis membaik
c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau
peningkatanbertahap pada tingkat aktivitas
d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat
e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-
hari
f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang
tidak disadari adalah dihubungkan dengan korea dan
temporer.
g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan
berikan sedasi sesuai program
3. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada
klienKriteria :
- Nyeri klien berkurang
- Klien tampak rileks
- Ekspresi wajah tidak tegang
- Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak
merasa sakit

Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala
b. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering
lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen
stress)
c. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit
d. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit
e. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan
f. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai
program.
g. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil
disertai eksudat.
Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada
klienKriteria :
- Nafsu makan klien bertambah
- Klien tidak merasa mual, muntah
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
a. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan)
b. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet
c. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot
dapat membuat keterbatasan)
d. Memilih makanan dari daftar menu
e. Atur makanan secara menarik diatas nampan
f. Atur jadwal pemberian makanan
g. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan
hidrostatik
Tujuan : volume cairan seimbang
Kriteria :
- Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan
pengeluarn
- Tidak terdapat odema
Intervensi :
a. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna
b. Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam
c. Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering
d. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
e. Kolaborasi pemberian diuretik
6. Pola pernafasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paruTujuan :
pola nafas efektif
Kriteria Hasil :
- Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang
normal
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada,
catatpernafasan/upaya pernafasan

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas


c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
d. Kolaborasi terapi O2
7. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d
pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah
Kriteria :
- Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek
dari penyakit
- Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan
- Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas
pada anak
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya
perubahan irama
b. Pemberian antibiotik sesuai program
c. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam
reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat
d. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat
lelah.
DAFTAR PUSTAKA

Udjianti, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta:


SalembaMedika
Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Afif, A. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik
Permasalahan Indonesia. Medan : FK USU. http://www.usu.ac.id
Chin, T.K., 2008. Rheumatic Heart Disease. Associate Professor of Pediatrics,
Chief of Pediatric Cardiology and Medical Director of the Pediatric Heart
Institute, University of Tennessee College of Medicine; Director of
Cardiology and Endowed Chair for Excellence in Cardiology, St Jude
Children's Research Center. http://www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai