Oleh
Kelompok E & F
( ) (` )
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan seminar kasus tentang Hidrosefalus ini dengan baik. Tak
lupa pula kami kirimkan sholawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam kejahiliaan menuju alam yang penuh dengan
peradaban dan ilmu.
Didalam penulisan laporan seminar kasus ini tentunya masih ada
kekurangan di dalamnya, sehingga penulis memerlukan masukan dan saran yang
membangun dari pembaca agar segala kesalahan dapat diperbaiki.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………… 1
B. Tujuan…………………………………………………………. 3
C. Manfaat ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hidrosefalus ................................................................. 5
B. Asuhan Keperawatan ................................................................. 16
BAB III TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
A. Pengkajian ................................................................................. 31
B. Diagnosis Keperawatan ............................................................. 47
C. Intervensi ................................................................................... 49
D. Implementasi ............................................................................. 54
E. Evaluasi ..................................................................................... 62
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................. 66
B. Diagnosis Keperawatan .............................................................. 66
C. Intervensi Keperawatan .............................................................. 67
D. Integrasi Keislaman .................................................................... 69
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN ................................................................................. 71
B. SARAN ............................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 74
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrosefalus merupakan kelainan sistem saraf pusat yang paling
umum terjadi baik pada bayi, anak maupun remaja. Prevalensi hidrosefalus di
Indonesia mencapai insiden sekitar antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. (Ariyati,
Gunawan, & Sustini, 2021). Hidrosefalus adalah keadaan manusia yang
mengalami penambahan volume cairan serebrospinalis (CSS) di ruang
ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan oleh tidak
seimbangnya produksi dan absorpsi cairan serebrospinalis. Hidrosefalus
umumnya bersifat kongenital/dibawa sejak lahir, biasanya tampak pada masa
bayi, sedangkan yang muncul sejak usia 6 bulan dikatakan tidak kongenital
(Kadafi, 2021).
Jumlah kejadian hidrosefalus di dunia cukup bervariasi. Dinegara
amerika serikat keaidan hidrosefalss dijumpai sekitar 0,5-4 per 1000 kelahiran
hidup. Dijepang kejadian hidrosefalus 0,2 per 1000 kelahiran.(Marsodinata &
Atifah, 2022). Prevalensi hidrosefalus di Indonesia mencapai insiden sekitar
antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Kasus hidrosefalus merupakan suatu
kondisi yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang tepat, karena dapat
menyebabkan konsekuensi serius berupa defisit motorik maupun sensorik,
terganggunya fungsi kognitif, disfungsi endokrin, epilepsi, depresi, hingga
dapat menimbulkan mortalitas(Ariyati et al., 2021).
Kasus hidrosefalus merupakan salah satu masalah konginetal dalam
bedah saraf yang paling sering ditemui, data menyebutkan bahwa hidrosefalus
konginetal terjadi pada 3 dari 1000 kelahiran di amerika serikat dan ditemukan
lebih banyak dinegara berkembang seperti brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000
kelahiran. Di Indonesia sendiri ditemukan sebanyak 40 % hingga 50 % dari
kunjungan berobat atau tindakan operasi bedah saraf. (Marsodinata & Atifah,
2022).
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000
1
kelahiran dan 11-43% disebabkan oleh stenosis aquaductus cerebri. Jumlah
tersebut tidak terlalu berpengaruh pada jenis kelamin, ras dan suku bangsa.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua usia. Hidrosefalus infantil, 46% terjadi
akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% akibat perdarahan subarachnoid
dan meningitis, sedangkan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.
Banyak nya angka kejadian hidrosefalus pada anak akan
berdampak pada keberlangsungan hidup mereka, Pada bayi gejala kilnis
hidrosefalus lebih terlihat dikarenakan ubun-ubun bayi yang masih terbuka
sehingga terlihat pembesaran pada lingkar kepala bayi yang masih dalam
masa pertumbuhan. Penumpukan CSS pada rongga kepala dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam tengkorak serta menyebabkan
kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus yang berat dapat
menyebabkan kematian.
Penatalaksanaan bagi anak yang mengalami hidrosefalus dapat
dilakukan dengan terapi sementara yaitu berguna untuk mengurangi cairan
pleksus khoroid dan hanya bisa diberikan sementara saja karena
menyebabkan gangguan metabolik. Operasi shunting, tindakan ini untuk
membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase.
Belleza (2017) mengatakan peran perawat dalam kasus ini,
memberikan asuhan keperawatan dengan penanganan yang cepat pada
anak yang mengalami hidrosefalus, dan berkolaborasi dengan semua
tim layanan kesehatan, memberikan informasi yang akurat dalam
melakukan penilaian terhadap penyakit anak, melakukan pemeriksaan fisik
seperti lingkar kepala, neurologi, tanda vital yang akurat, dan memantau
peningkatan tekanan intrakranial. Selanjutnya memberikan informasi yang
jelas dan sesuai dengan yang ditemukan, menjelaskan jenis, etiologi penyakit,
dan penanganan yang akan dilakukan kepada anak, sehingga keluarga dapat
menerima dan siap dengan asuhan yang diberikan seperti pemasangan shunt .
Peran perawat setelah dilakukan prosedur pemasangan shuntdalah untuk
menjaga kepala bayi agar tidak mudah bertukar posisi, memeriksa
pembalut atau perban yang membalut kepalabayi, mencegah infeksi
2
dengan perawatan luka secara menyeluruh. Perawat juga berperan memberikan
pelayanan dalam meningkatkan dan merangsang stimulasi anak dengan
melakukan permainan, menyediakan permainan yang sesuai dengan anak
(Ramadhani, 2019).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas
mengenai “asuhan keperawatan pada An.M dengan diagnosa Hidrosefalus di
ruang perawatan pinang RSUP Wahidin Sudirohusodo”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa
Hidrosefalus di ruang perawatan Pinang RSUP Wahidin Sudirohusodo
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa
Hidrosefalus di ruang perawatan Pinang RSUP Wahidin
Sudirohusodo
b. Menegakkan diagnosis Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa
Hidrosefalus di ruang perawatan Pinang RSUP Wahidin
Sudirohusodo
c. Merancang perencanaan Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa
Hidrosefalus di ruang perawatan Pinang RSUP Wahidin
Sudirohusodo
d. Melakukan tindakan Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa
Hidrosefalus di ruang perawatan Pinang RSUP Wahidin
Sudirohusodo
e. Melakukan evaluasi Keperawatan pada An.M dengan Diagnosa
Hidrosefalus di ruang perawatan Pinang RSUP Wahidin
Sudirohusodo
C. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
3
Menambah wawasan dan dapat meningkatkan kesehatan tentang fisiologi
ibu hamil.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik
pelayanan keperawatan khususnya keperawatan maternitas yaitu pada ibu
hamil.
3. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dalam aplikasi yang lebih nyata dilapangan
dibidang maternitas dengan pasien ibu hamil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
A. Konsep Hidrosefalus
1. Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa
Yunani: “hydro” yang berarti air dan “cephalus” yang berarti kepala;
sehingga kondisi ini sering dikenal dengan “kepala air”) adalah penyakit
yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro
spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah
banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,
khususnya pusat-pusat saraf yang vital (Suanarti, 2020).
Hidrosefalus merupakan suatu maslah patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, yang disebabkan
baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan
atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi (Suanarti, 2020).
Serangan yang terjadi pada bagian otak yang secara tiba-tiba dengan
adanya sumbatan otak yang ditandai dengan gejala kelumpuhan bagian
tubuh sebagian, pingsan tiba- tiba dan penurunan kesadaran merupakan
gejala yang disebabkan oleh hidrocefalus (Pujiastuti & Azaria, 2018).
Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit
atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun
(Dermawaty & Oktaria,2017). Hidrocefalus adalah dimana kondisi cairan
di otak tidak dapat mengalir secara normal sehingga dapat menyebabkan
menumpuknya cairan di dalam otak sehingga perlu dilakukan tindakan
yang diebut VP shunt (Kemenkes RI, 2019).
VP shunt merupakan tindakan pemasangan selang dari otak
yang dihubungkan dengan camber kedalam ronga abdomen atau perut
(Kemenkes RI,2019). VP shunt bertujuan untuk mengurangi penumpukan
cairan didalam otak yang dapat mengakibatkan keluhan pusing serta
mengurangi gejala pingsan pada pasien (Pujiastuti & Azaria, 2018).
2. Etiologi Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
5
serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan
CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid.
Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Teoritis
pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus (Dermawaty &
Oktaria, 2017). Namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi, anak serta orang
dewasa yaitu:
a. Kelainan Bawaan (Kongenital)
Hidrosefalus kongenital lebih sering tidak diketahui
penyebabnya. Hidrosefalus congenital ada yang bersifat terkait
kromosom X (X-linked hydrocephalus) sehingga hanya terjadi pada
bayi laki-laki, dengan kelainan anatomi yaitu stenosis aquaduktus. Ini
adalah kelainan yang sangat jarang terjadi, kurang dari 2% dari semua
kasus hidrosefalus congenital. Kelainan kromoson lain yang salah
satu manifestasi klinisnya hidrosefalus adalah trisomi 21 dengan
insidens sekitar 4%.
b. Stenosis akuaduktus Sylvii
Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbanyak
pada hidrosefalus bayi dananak (60-90%). Aqueduktus dapat
merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih
sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit
atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
kelahiran.
c. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan
dengan sindrom Arnould- Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis
dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian
atau total.
d. Sindrom Dandy-Walker
6
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system
ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya
sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
e. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
f. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan
fibrosisleptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri
(Suanarti, 2020)
4. Patofisiologi Hidrosefalus
Cairan cerebro spinal yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh
pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler
dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat
(SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni
sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah
CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun
dalam ventrikel 500-1500 ml. Aliran CSS normal ialah dari ventrikel
lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui
saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui
sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan
kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler (Suanarti, 2020).
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga
mekanisme yaitu:
a. Produksi likuor yang berlebihan
b. Peningkatan resistensi aliran likuor
7
c. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
a. Kompresi sistem serebrovaskuler.
b. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
c. Perubahan mekanis dari otak.
d. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
e. Hilangnya jaringan otak.
f. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura
kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus
khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran
akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya
mempertahankan resorbsi yang seimbang (Suanarti, 2020).
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi,
yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume
vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial
sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor
terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi (IDAI, 2014).
5. Manifestasi Klinis Hidrosefalus
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan
derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Subagio,
Pramusinto, &Basuki (2019). Gejala-gejala yang menonjol merupakan
refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus
pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
8
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap
hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala
neonates biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar
kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal.
Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang- tulang kepala menjadi
sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan
berkelok.
1) Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2) Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial antara lain:
muntah, gelisah, menangis dengan suara ringgi, peningkatan
sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi-stupor.
4) Peningkatan tonus otot ekstrimitas.
5) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh
darah terlihat jelas.
6) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-
olah di atas Iris
7) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
8) Strabismus, nystagmus, atropi optic
9) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
b. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak Pembesaran kepala
tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi
intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.
Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien
hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal
yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan
9
sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari
dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya
disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1) Fontanel anterior yang sangat tegang.
2) Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3) Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
4) Fenomena „matahari tenggelam‟ (sunset phenomenon).
10
a. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan
obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal.
b. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal
dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan
subarachnoid
c. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial,
yakni:
1) Drainase ventrikule-peritoneal
2) Drainase Lombo-Peritoneal
3) Drainase ventrikulo-Pleural
4) Drainase ventrikule-Uretrostomi
5) Drainase ke dalam anterium mastoid
6) Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase
dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius
total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil
didaerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubungkan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat
dari luar.
7) Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt
atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “shunting“:
a) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat
hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-
ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
b) Internal
11
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
(a) Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna
(Thor-Kjeldsen)
(b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis
superior
(c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
(d) Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
(e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum.
c) Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum
Touhy secara perkutan.
7. Pemeriksaan Penunjang Hidrosefalus
Menurut Dermawaty & Oktaria, (2017) Diagnosis hidrosefalus
dapat dilakukan dengan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
a. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1) Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala,
adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi
prosessus klionidalis posterior.
2) Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup
maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran
kenaikan tekanan intrakranial.
b. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah
pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu
senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
12
c. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika
penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi
pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4
minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini
disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan
secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum
penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi
secara menyeluruh.
d. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau
kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela
anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk
langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel
yang melebar.
e. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka.
Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang
melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita
hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan system ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak
dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti
halnya pada pemeriksaan CT Scan.
f. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan
adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat
terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang
besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan
densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan darisemua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di
13
proksimal dari daerah sumbatan.
g. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula
spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan
magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh (Dermawaty &
Oktaria, 2017).
8. Pathway Hidrosefalus
14
Resiko perfusi
cerebral tidak
efektif
Gangguan
Mobilitas Fisik Nyeri Akut
Defisit Nutrisi
B. Asuhan Keperawatan
15
1. Pengkajian
Pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses
perawatan yang dimulai dari pengkajian yang diambil adalah merupakan
respon pasien, baik respon biopsikososial maupun spiritual, kemudian
ditetapkan suatu rencana tindakan perawatan untuk menuntun tindakan
perawatan. Dan untuk menilai keadaan pasien, diperlukan suatu evaluasi
yang merujuk pada tujuan rencana perawatan (Cornelis & Sengkey, 2020).
Adapun pengkajian menurut Tarwoto (2018) meliputi:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
f. Riwayat Psikososial
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
2) Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Pernapasan
d) Suhu
3) Rambut
4) Wajah
5) Mata
6) Hidung
7) Mulut dan gigi
8) Telinga
9) Leher
16
10) Thoraks
a) Paru-paru
b) Jantung
11) Abdomen
12) Ekstremitas
h. Test Diagnostik : Hasil radiologi dan Laboratorium
i. Pola Kebiasaan Sehari-Hari
1) Pola Kebiasaan
2) Pola Makan
3) Pola Tidur dan Istirahat
4) Pola Aktivitas dan Latihan
5) Pola Eliminasi
6) Pola Hubungan dan Peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada pasien menurut
Ningrum (2020) yang bersumber dari buku Tim Pokja SDKI DPP PPNI
(2016) adalah:
1. Diagnosis 1: Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
a. Definisi : Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke
otak.
b. Faktor Risiko
1) Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa
tromboplastin parsial
2) Penurunan kinerja ventrikel kiri
3) Aterosklerosis aorta
17
4) Diseksi arteri
5) Fibrilasi atrium
6) Tumor otak
7) Stenosis karotis
8) Miksoma atrium
9) Aneurisma serebri
10) Koagulopati (mis. Anemia sel sabit)
11) Dilatasi kardiomiopati
12) Koagulasi intravaskuler diseminata
13) Embolisme
14) Cedera kepala
15) Hiperkolesteronemia
16) Hipertensi
17) Endocarditis infektif
18) Katup prostetik mekanis
19) Stenosis mitral
20) Neoplasma otak
21) Infark miokard akut
22) Sindrom sick sinus
23) Penyalahgunaan zat
24) Terapi tombolitik
25) Efek samping tindakan (mis. Tindakan operasi bypass)
c. Kondisi Klinis Terkait
1) Stroke
2) Cedera kepala
3) Aterosklerotik aortik
4) Infark miokard akut
5) Diseksi arteri
6) Embolisme
7) Endocarditis infektif
8) Fibrilasi atrium
18
9) Hiperkoleterolemia
10) Hipertensi
11) Dilatasi kardiomiopati
12) Koagulasi intravaskuler diseminata
13) Miksoma atrium
14) Neoplasma otak
15) Segmen ventrikel kiri akinetik
16) Sindrom sick sinus
17) Stenosis karotid
18) Stenosis mitral
19) Hidrosefalus
20) Infeksi otak (mis. Meningitis, ensefalitis, abses serebri)
2. Diagnosis 2 : Nyeri Akut
a. Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan keruskan jaringan aktual tau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b. Penyebab :
1. Kondisi muskuloskeletal kronis
2. Kerusakn sistem saraf
3. Penekanan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan
reseptor
6. Gangguan imuntas (mis. Neuropati terkait HIV, virus
varicella-zoster)
7. Gangguan fungsi metabolic
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan indeks massa tubuh
10. kondisi pasca trauma
11. Tekanan emosional
19
12. Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis, seksual)
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
c. Batasan Karakterisitik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh nyeri Tampak meringis
Merasa depresi (tertekan) Gelisah
Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Merasa takut mengalami cedera Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari
berulang nyeri)
Waspada
Pola tidur berubah
Anoreksia
Fokus menyempit
Berfokus pada disi sendiri
d. Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi kronis (mis arthritis reumatoid)
2. Infeks
3. Cedera modula spinalis
4. Kondisi pasca trauma
5. Tumor
3. Diagnosis 3 : Defisit Nutrisi
a. Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
20
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) Berat badan menurun minimal
10% dibawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Cepat kenyang setelah makan Bising usus hiperaktif
Kram/nyeri abdomen Otot pengunyah lemah
Nafsu makan menurun Otot menelan lemah
Membrane mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin turun
Rambut rontok berlebihan
Diare
21
- Infeksi
- AIDS
- Penyakit crohns
- Enterokilitis
- Fibrosisi kistik
4. Diagnosis 4 : Gangguan Mobilitas Fisik
a. Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ektremitas secara mandiri.
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh sulit Kekuatan otot menurun
menggerakkan ekstremitas Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Nyeri saat bergerak Sendi kaku
Enggan melakukan pergerakan Gerakan tidak terkoordinasi
Merasa cemas saat bergerak Gerakan terbatas
Fisik lemah
c. Faktor yang Berhubungan
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolisme
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) Penurunana massa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
8) Kekakuan sendi
9) Kontraktur
10) Malnurisi
11) Gangguan moskuloskeletal
22
12) Gangguan neuromoskular
13) Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
14) Efek agen farmakologis
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18) Kecemasan
19) Gangguan kognitif
20) Keengganan melakukan pergerakan
21) Gangguan sensori persepsi
d. Kondisi Klinis Terkait
1) Stroke
2) Cedera medula spinalis
3) Trauma
4) Osteoarthritis
5) Fraktur
6) Ostemalasia
7) Keganasan
5. Diagnosis 5 : Ansietas
a. Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
b. Penyebab
1. Krisis situasional.
2. Kebutuhan tidak terpenuhi.
3. Krisis maturasional.
4. Ancaman terhadap konsep diri.
5. Ancaman terhadap kematian.
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan.
7. Disfungsi sistem keluarga.
23
8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan.
9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak
lahir)
10. Penyalahgunaan zat.
11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan
lain-lain).
12. Kurang terpapar informasi.
c. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Merasa bingung. Tampak gelisah.
Merasa khawatir dengan Tampak tegang.
akibat. Sulit tidur
Sulit berkonsenstrasi.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Mengeluh pusing. Frekuensi napas meningkat.
Anoreksia. Frekuensi nadi meningkat.
Palpitasi. Tekanan darah meningkat.
Merasa tidak berdaya. Diaforesis.
Tremos.
Muka tampak pucat.
Suara bergetar.
Kontak mata buruk.
Sering berkemih.
Berorientasi pada masa lalu.
24
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana opersai
5. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh kembang
3. Intervensi
1. Diagnosis 1 : Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan perfusi serebral meningkat dengan Kriteria
Hasil:
Tingkat kesadaran meningkat
Kognitif meningkat
Sakit kepala menurun
Gelisah menurun
Kecemasan menurun
Agitasi menurun
Demam menurun
Tekanan arteri rata-rata membaik
Tekanan intra kranial membaik
Tekanan darah sistolik membaik
Tekanan darah diastolik membaik
Refleks saraf membaik
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Pemantauan Tekanan
Intrakranial
• Observasi - Agar mengetahui penyebab
- Identifikasi penyebab meningkatnya tekanan
peningkatan TIK intracranial
- Monitor peningkatan tekanan - Mengetahui peningkatan tekanan
darah darah
25
- Monitor penurunan frekuensi - Mengetahui penurunan frekuensi
jantung jantung
- Monitor ireguleritas irama - Mengetahui irama napas
napas - Mengetahui penurunan
- Monitor penurunan tingkat kesadaran pasien
kesadaran - Klien dengan cedera kepala akan
- Monitor perlambatan atau memengaruhi reaktivitas pupil
ketidaksimetrisan respon karena pupil diatur oleh saraf
pupil kranialis
• Terapeutik
- Atur interval pemantauan - Agar tidak mengganggu waktu
sesuai kondisi pasien istirahat pasien
- Dokumentasikan hasil - Memonitor kondisi hemodinamik
pemantauan pasien
• Edukasi - Agar pasien mengetahui tujuan
- Jelaskan tujuan dan prosedur dan prosedur pemantauan
pemantauan - Pendidikan kesehatan dapat
- Informasikan hasil meningkatkan pemahaman klien
pemantauan, jika perlu sehingga klien mengetahui
strategi yang diberikan
26
Diaforesis menurun
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Nyeri
• Observasi
- Identifikasi lokasi, - Agar mengetahui lokasi, derajat dan
karakteristik, durasi, tingkat nyeri yang dialami dan dapat
frekuensi, kualitas, melakukan intervensi selanjutnya
intensitas nyeri - Untuk mengidentifikasi skala nyeri
- Identifikasi skala nyeri - Untuk mengetahui reaksi analgetik
- Monitor efek samping yang diberikan
pemberian analgetik
• Terapeutik
- Berikan teknik - Untuk menurunkan atau
nonfarmakologis untuk mengalihkan perhatian klien dari
mengurangi rasa nyeri nyerinya
- Berikan posisi nyaman - Untuk menunjang penurunan nyeri
• Edukasi
- Jelaskan penyebab, - Agar pasien dapat mengontrol
periode, dan pemicu nyeri nyerinya
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri - Pendidikan kesehatan dapat
- Ajarkan teknik non meningkatkan pemahaman klien
farmakologis untuk sehingga klien mengetahui strategi
mengurangi rasa nyeri yang diberikan
Kriteria Hasil:
- Porsi makan yang dihabiskan meningkat
- Diare menurun
27
- Sariawan menurun
- Nafsu makan membaik
- Bising usung membaik
- Perasaan cepat kenyang menurun
- Frekuensi makan membaik
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Nutrisi
• Observasi - Untuk mengetahui penyebab
• Identifikasi status nutrisi pemasukan yang kurang sehingga
• Identifikasi alergi dan dapat menentukan intervensi yang
intoleransi makanan sesuai dan efektif
• Identifikasi kebutuhan - Untuk mengetahui jenis makan yang
kalori dan jenis nutrient bisa membuat klien alergi
• Monitor asupan makanan - Untuk mengetahui kebutuhan kalori
• Monitor berat badan dan jenis nutrisi yang akan diberikan
kepada klien
- Untuk mengetahui asupaan kalori
klien
- Untuk mengetahui status nutrisis
klien membaik atau menurun
• Teraupetik
• Lakukan oral hygiene - Agar nafsu makan klien membaiki
sebelum makan karena kurangnya kebersihan mulut
• Atur diet tinggi kalori tinggi menyebabkan bau tidak sedap dan
protein saat klien merasa menurunkan nafsu makan
lapar - Untuk memungkinkan klien
mengkonsumsi kalori dan protein
yang adekuat
• Edukasi
• Anjurkan klien untuk - Agar klien lebih nyaman saat makan
istirahat sebelum makan dan tidak merasa lelah
• Ajarkan diet yang
- Karena nutrisi berperan dalam
diprogramkan ( pentingnya
penyediaan sumber energi,
konsumsi karbohidrat,
pengaturan metabolisme tubuh,
protein, lemak, vitamin, dan membangun jaringan
mineral serta cairan yang
adekuat)
28
4. Diagnosis 4 : Gangguan Mobilitas Fisik
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan Kriteria
Hasil:
Pergerakan ekstremitas meningkat
Kekuatan otot meningkat
Rentang gerak (ROM) meningkat
Nyeri menurun
Kecemasan menurun
Kaku sendi menurun
Gerakan tidak terkoordinasi menurun
Gerakan terbatas menurun
Kelemahan fisik menurun
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Dukungan Mobilisasi
• Observasi
- Identifikasi adanya nyeri - Untuk mengurangi cedera pada
atau keluhan fisik lainnya bagian tubuh lain
- Identifikasi toleransi fisik - Untuk meminimalkan gerakan pada
melalui pergerakan bagian tersebut
- Monitor frekuensi jantung - Untuk mengidentifikasi faktor risiko
dan tekanan darah terkena penyakit lain
sebelum memulai
mobilisasi - Untuk menghindari terjadinya
komplikasi
- Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
• Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi - Untuk memudahkan proses mobilisasi
dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan - Agar memudahkan melakukan
pergerakan, jika perlu pergerakan
- Libatkan keluarga untuk - Untuk mengedukasi dan membantu
membantu pasien proses mobilisasi tersebut
meningkatkan pergerakan
29
• Edukasi
- Jelaskan tujuan dan - Agar pasien paham mengenai prosedur
prosedur mobilisasi tindakan yang diberikan
- Anjurkan melakukan - Agar pasien dan keluarga dapat
mobilisasi dini melakukannya dengan mandiri
- Ajarkan mobilisasi - Untuk meminimalisir pergerakan
sederhana yang harus mobilisasi yang bahaya
dilakukan
5. Diagnosis 5 : Ansietas
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam, diharapkan proses penyembuhan pasien meningkat
dengan Kriteria Hasil:
Kenyamanan meningkat
Waktu penyembuhan menurun
Area luka operasi membaik
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Edukasi Manajemen Nyeri
• Observasi
- Identifikasi penurunan - Untuk menggetahui penyebab
tingkat energy, turunnya kognitif
krtidakmampuan
konsentrasi, atau gejala lain
yang mengganggu kognitif
• Terapeutik
- Berikan informasi tertulis - Untuk pasien lebih paham terkait
tentang persiapan dan intervemsi yang diberikan
prosedur teknik relaksasi
- Gunakan nada suara lembut - Agar pasien lebih rileks terhadap
dengan lambat terapi yang diberikan
• Edukasi
- Jelaskan intervensi - Untuk pasien mengetahui terkait
relaksasi yang dipilih teknik relaksasi yang diberikan
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
30
I. BIODATA
A. Identitas Klien
1. Nama : An. M
2. Tempat tgl lahir/usia : Makassar, 30-10-2021
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Belum Sekolah
6. Alamat :Jl. Lembo 97
7. Tanggal masuk : 28-12-2022
8. Tanggal pengkajian : 02-01-2023
9. Diagnosa medik : Hidrosefalus
31
Anak masuk rumah sakit dengan keluhan kejang >5 kali, frekuensi <3 menit,
kejang didahului oleh demam setelah kejang amak sadar, ada demam, ada batuk
berdahak, anak juga sesak, BAB biasa kuning, BAK kuning lancar
x x x x
? ? ? ?
41 40
12 11 9 7 5 3 An.M
1 th
32
Keterangan :
33
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : ibu klien mengatakan anak tidak mau lagi diberi ASI
2. Cara pemberian : Dengan dot
C. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
USIA JENIS NUTRISI LAMA PEMBERIAN
1. 0-4 bulan ASI 8 bulan
2. 4-12 bulan ASI+MPASI Usia 9 bulan sampai sekarang
3. saat ini Susu formula Sampai sekarang
X. Aktivitas Sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1 Selera makan Baik Ibu klien mengatakan
memberi susu setiap 3
jam sekali
2. Menu makan Susu formula + ASI -
34
3. frekuensi makan Tidak menentu Diberi susu 3 jam sekali
4. Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
5. Pembatasan pola makan Tidak ada Tidak ada
6. Cara makan Dibantu orangtua Dibantu orangtua
7. Ritual saat makan Berdoa Berdoa
B. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jenis Minuman ASI+ susu formula Susu formula
2. Frekuensi minum 1 ½ liter/hari <1 ½ liter/hari
3. Kebutuhan Cairan Terpenuhi Terapi cairan
4. Cara Pemenuhan Oral Oral+ intravena+ NGT
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Jam tidur
a. Siang Jarang tidur 14.00
b. Malam 21.00 23.00
2. Pola Tidur Teratur Tidak menentu
3. Kebiasaan sebelum tidur Tidak ada Tidak ada
35
4. Kesulitan Tidur Tidak ada Tidak ada
E. Olahraga
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Program olahraga Tidak ada Tidak ada
2. Jenis dan frekuensi Tidak ada Tidak ada
3. Kondisi setelah olahraga Tidak ada Tidak ada
F. Personal hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Mandi
a. Cara Dimandikan orangtua Diwashlap/kain
b. frekuensi 2x sehari 2x sehari
c. Alat mandi sabun Sabun
2. Cuci rambut
a. Frekuensi 2x seminggu 2x seminggu
b. Cara Dibantu orangtua Dibantu orangtua
3. Gunting kuku
a. Frekuensi 1x seminggu 1x seminggu
b. Cara Dibantu orangtua Dibantu orangtua
4. Gosok Gogi
a. Frekuensi 3x sehari 1x sehari
b. Cara Dibantu orangtua Dibantu orangtua
G. Aktivitas/mobilitas fisik
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Kegiatan sehari-hari Tidak ada Hanya terbaring
ditempat tidur
2. Pengaturan jadwal Diatur oleh orangtua Diatur oleh petugas
harian kesehatan
3. Penggunaan alat bantu Tidak ada Aktivitas anak dibantu
aktifitas oleh orangtuanya
4. Kesulitan pergerakan Tidak ada Susah beraktivitas,
tubuh badan lemah, dan
sesekali kaku
36
H. Rekreasi
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
1. Perasaan saat sekolah Belum bersekolah Belum bersekolah
2. Waktu luang Setiap hari Setiap hari
3. Perasaan setelah Tidak ada Tidak ada
rekreasi
4. Waktu senggang Tidak ada Tidak ada
keluarga
5. Kegiatan hari libur Tidak ada Tidak ada
37
2. Leher
Pembesaran kelenjar : Tidak ada pembesaran
Tumor : Tidak ada tumor
3. Dada
Bentuk dada normal : Normal chest
Perbandingan ukuran AP dengan transversal : -
Gerakan dada : Simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi
Suara napas : Vesikuler
Apakah ada Clubbing finger : Tidak ada clubbing finger
F. Sistem Pencernaan
1. Sklera : Tidak Ikterik
Bibir : kering
Labio skizis : Tidak ada
2. Mulut : Bersih
Stomatitis : Tidak ada
Palato skizis: Tidak ada
Kemampuan menelan : baik
3. Gaster : Tidak ada nyeri tekan
4. Abdomen : p e r i s t a l t i k k e s a n n o r m a l
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : Tidak ada pembesaran
Gerakan peristaltic : normal
38
5. Anus : baik Haemoroid : Tidak ada
G. Sistem penglihatan
Bentuk mata : si m t eri s ki ri dan kanan
Kongjungtiva : a n e m i s
Skelera : normal
H. Sistem pendengaran
Bentuk Telinga : normal. Tidak nampak adanya lesi maupun
pembesaran
Keadaan daun telinga : normal. Tidak ada lesi
Kanal auditoris : normal
Serumen : tidak ada serumen
I. Sistem saraf
1. Fungsi cerebral
a. Status mental : klien hanya dapat terdiam, tidak berekspresi
b. Kesadaran : E4 M6 V5, GCS 15
c. Bicara : Klien tidak berbicara
2. Fungsi cranial
a. N. I : penciuman sulit dinilai
b. N. II : pupil bulat isokor 2,5 mm/, reflek cahaya positif
c. N. III, IV, VI: pergerakan bola mata normal
d. N. V : reflek kornea positif
e. N. VII : parese facialis negatif
f. N. VIII : pendengaran sulit dinilai, keseimbangan sulit dinilai
g. N. IX, X, XI : reflek menelan ada
h. N. XII : deviasi lidah tidak ada
3. Fungsi motorik : massa otot normal, tonus otot normal, kekuatan
sulit dinilai
4. Fungsi sensorik : Suhu 38, nyeri tidak ada, getaran tidak ada
5. Refleks : reflex fisiologis normal, reflex patologis normal,
babinsky 39egative
6. Iritasi meningen : kaku kuduk 39egative
J. Sistem Muskuloskeletal
1. Kepala : bentuk kepala tidak simteris, lingkar kepala 44 cm
2. Vertebrae : n o r m a l
39
3. Pelvis : g e r a k a n l e m a h
4. Lutut : normal tidak ada benjolan, tidak ada nyeri
5. Ballotement test:-
K. Sistem integument
1. Rambut : warna hitam
2. Kulit : teraba hangat suhu 38, kelembapan kering, tidak ada ruam, kulit
normal
3. Kuku : merah muda, permukaan kuku baik, bentuk kuku normal, kuku
tampak bersih
L. Sistem endokrin
1. Kelenjar thyroid : tidak Nampak pembesaran kelenjar
2. Ekskresi urine berlebihan : Tidak ada masalah
3. Suhu tubuh yang tidak seimbang : 38
4. Riwayat bekas air seni dikelilingi semut : Tidak ada
M. Sistem perkemihan
1. Oedema palpebra : Tidak ada
2. Keadaan kandung kemih: normal
3. Nocturia : Tidak ada
N. Sistem reproduksi
1. Wanita
Payudara : -
Aerola mammae:-
Labia mayora & minora : -
2. Laki-laki
Keadaan glans penis : normal
Uretra : normal
Kebersihan : bersih
O. Sistem imun
40
1. Alergi : Tidak ada
2. Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca : Tidak ada
41
KIMIA DARAH
GDS 98 150 Mg/dl
FUNGSI GINJAL
UREUM 16 10-50 Mg/dl
KREATININ 0.18 L(<1,3):P(<1,1) Mg/dl
FUNGSI HATI
SGOT 63 <38 U/L
SGPT 38 <41 U/L
ALBUMIN 4.1 3.5-5.0 Gr/dl
NATRIUM 122 136-145 mmol/l
KALIUM 5.5 3.5-5.1 mmol/l
KLORIDA 89 97-111 mmol/l
DATA FOKUS
42
DATA OBJEKTIF DATA SUBJEKTIF
43
DS : Hidrosefalus Hipertermia
- Ibu klien mengatakan klien
demamnya naik turun Peningkatan TIK
- Ibu klien mengatakan klien
ada riwayat kejang dan Penumpukan CSS diotak
demam
DO : Menganggu aliran CSS
- Keadaan umum lemah
Terbentuknya jaringan parut
- TTV :
S : 38 meningia
N : 108 x/m
R : 28 x/m peradangan pada selaput meninges
SPO2 : 99%
- Klien nampak lemas proses infeksi
- Akral teraba hangat
peningkatan metabolisme tubuh
- Bibir nampak pucat dan
kering
peningkatan suhu tubuh
Hipertermia
DS : Hidrosefalus Defisit Nutrisi
- Ibu klien mengatakan nafsu
makan klien berkurang CSS berlebih
- Ibu klien mengatakan berat
badan klien menurun Peningkatan TIK
DO :
- Keadaan umum lemah Gangguan aliran darah keotak
- TTV :
Penekanan saraf lokal
S : 38
N : 108 x/m Saraf tertekan (vagus,
R : 28 x/m glosofaringeal, fasialis)
SPO2 : 99%
- Klien nampak lemas anoreksia
- Klien nampak kurus
mual/muntah
- Berat badan sebelum sakit
7,3 kg
Defisit Nutrisi
- Berat badan saat ini 5 kg
- Status gizi :
IMT= 11,9
BB/PB = Dibawah garis -
3 SD (Gizi buruk)
BB/U = Dibawah garis -3
SD (BB Sangat kurang)
44
DS : kelainan kongenital Gangguan
- Ibu klien mengatakan klien Tumbuh
tidak berbicara sama sekali hidrosefalus Kembang
dan hanya diam sesekali
hanya merengek jika klien gangguan perkembangan
merasa tidak nyaman
kegagalan bertumbuh dan
DO : berkembang (underweight)
- Keadaan umum lemah
kegagalan merespon dan berbicara
- Klien nampak hanya
sesuai usianya
terdiam dan tidak merespon
- Klien nampak tidak resiko pertumbuhan tidak
berbicara proporsional
- Berat badan sebelum sakit
7,3 kg Gangguan Tumbuh
- Berat badan saat ini 5 kg Kembang
- Status gizi :
IMT= 11,9
BB/PB = Dibawah garis -
3 SD (Gizi buruk)
BB/U = Dibawah garis -3
SD (BB Sangat kurang)
DS : kelainan kongenital Resiko Perfusi
- Ibu klien mengatakan klien serebral tidak
ada riwayat kejang dan hidrosefalus efektif
demam
- Ibu klien mengatakan kepala CSS berlebih
klien awalnya teraba lembek
dan mulai membesar Kepala membesar
- Ibu klien mengatakan klien
pernah menjalani operasi Peningkatan TIK
pemasangan VP shunt
DO : Gangguan aliran darah keotak
- Keadaan umum lemah
Resiko Perfusi serebral tidak
- TTV :
efektif
S : 38
N : 108 x/m
R : 28 x/m
SPO2 : 99%
- Lingkar kepala 44 cm
- Bentuk kepala tidak simetris
- Klien nampak lemas
- Terpasang VP shunt dari
45
arah cranial dengan tip
bergelung pada cavum
abdomen
DS : kelainan kongenital Resiko Infeksi
- Ibu klien mengatakan klien
pernah menjalani operasi hidrosefalus
pemasangan VP shunt
DO : CSS berlebih
- Keadaan umum lemah
Kepala membesar
- Terpasang VP shunt dari
arah cranial dengan tip
Peningkatan TIK
bergelung pada cavum
abdomen
Gangguan aliran darah keotak
- Klien terpasang NGT
- Klien terpasang infus Resiko Perfusi serebral tidak
- WBC: 17,9 efektif
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
No Diagnosis Keperawatan
46
1 Hipertermia b/d proses penyakit d/d :
DS :
- Ibu klien mengatakan klien demamnya naik turun
- Ibu klien mengatakan klien ada riwayat kejang dan demam
DO :
- Keadaan umum lemah
- TTV :
S : 38
N : 108 x/m
R : 28 x/m
SPO2 : 99%
- Klien nampak lemas
- Akral teraba hangat
- Bibir nampak pucat dan kering
2 Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan d/d :
DS :
- Ibu klien mengatakan nafsu makan klien berkurang
- Ibu klien mengatakan berat badan klien menurun
DO :
- Keadaan umum lemah
- TTV :
S : 38
N : 108 x/m
R : 28 x/m
SPO2 : 99%
- Klien nampak lemas
- Klien nampak kurus
- Berat badan sebelum sakit 7,3 kg
- Berat badan saat ini 5 kg
- Status gizi :
IMT= 11,9
BB/PB = Dibawah garis -3 SD (Gizi buruk)
BB/U = Dibawah garis -3 SD (BB Sangat kurang)
3 Gangguan tumbuh kembang b/d inkonsistensi respon d/d :
DS :
- Ibu klien mengatakan klien tidak berbicara sama sekali dan hanya diam sesekali hanya
merengek jika klien merasa tidak nyaman
DO :
- Keadaan umum lemah
- Klien nampak hanya terdiam dan tidak merespon
- Klien nampak tidak berbicara
47
- Berat badan sebelum sakit 7,3 kg
- Berat badan saat ini 5 kg
- Status gizi :
IMT= 11,9
BB/PB = Dibawah garis -3 SD (Gizi buruk)
BB/U = Dibawah garis -3 SD (BB Sangat kurang)
4 Resiko perfusi serebral tidak efektif d/d peningkatan tekanan intrakranial :
DS :
- Ibu klien mengatakan klien ada riwayat kejang dan demam
- Ibu klien mengatakan kepala klien awalnya teraba lembek dan mulai membesar
- Ibu klien mengatakan klien pernah menjalani operasi pemasangan VP shunt
DO :
- Keadaan umum lemah
- TTV :
S : 38
N : 108 x/m
R : 28 x/m
SPO2 : 99%
- Lingkar kepala 44 cm
- Bentuk kepala tidak simetris
- Klien nampak lemas
- Terpasang VP shunt dari arah cranial dengan tip bergelung pada cavum abdomen
5 Resiko Infeksi d/d tindakan invasif :
DS :
- Ibu klien mengatakan klien pernah menjalani operasi pemasangan VP shunt
DO :
- Keadaan umum lemah
- Terpasang VP shunt dari arah cranial dengan tip bergelung pada cavum abdomen
- Klien terpasang NGT
- Klien terpasang infus
- WBC: 17,9
48
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
dengan proses penyakit tindakan keperawatan Observasi
dibuktikan dengan: selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui
DS : diharapkan hipertermia perkembangan kesehatan pasien
- Ibu klien termoregulasi membaik 2. Monitor suhu tubuh dan memudahkan terapi
mengatakan klien dengan kriteria hasil : 3. Monitor haluaran urine 2. Mengetahui adanya perubahan
demam 1. Suhu tubuh 4. Monitor komplikasi akibat suhu tubuh
DO : membaik (36- hipertermia 3. Mengetahui adanya masukan
- KU lemah 37,5℃) Terapeutik dan haluaran urine
- Suhu 38℃ 2. Suhu kulit membaik 1. Sediakan lingkungan yang 4. Untuk penanganan segera akibat
- Akral teraba hangat dingin komplikasi
- RR : 28x/m 2. Longgarkan atau lepaskan 5. Untuk meminimalisir terjadinya
- Bibir Nampak pakaian ketidakseimbangan cairan
pucat dan kering 3. Berikan cairan oral 6. Menurunkan suhu tubuh pasien
- Klien Nampak 4. Lakukan kompres hangat 7. Untuk mencegah terjadinya
lemas Edukasi dehidrasi
1. Anjurkan tirah baring 8. Sebagai pengobatan
Kolaborasi nonfarmakologi untuk
1. Kolaborasi pemberian menurunkan suhu tubuh
cairan dan elektrolit 9. Untuk mengembalikan energy
intavena 10. Untuk mempertahankan intake
cairam melalui intravena
49
2. Kolaborasi pemberian 11. Untuk mengurangi nyeri
obat
2. Defisit nutrisi berhubunganSetelah dilakukanManajemen nutrisi
dengan ketidakmampuan intervensi selama 3x24Observasi :
mencerna makanan jam, maka diharapkan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui penyebab
dibuktikan dengan: status nutrisi membaik 2. Identifikasi kebutuhan pemasukan yang kurang
DS : dengan kriteria hasil : kalori dan jenis nutrient sehingga dapat menentukan
- Ibu klien - Berat badan 3. Monitor asupan makanan intervensi yang sesuai
mengatakan klien meningkat 4. Monitor berat badan 2. Untuk mengetahui kebutuhan
berkurang nafsu - Pola makanTerapeutik : kalori dan jenis nutrient yang
makannya. Kadang membaik 1. Atur diet tinggi kalori, akan diberikan
diberi susu lewat - Panjang badan tinggi protein jika perlu 3. Untuk mengetahui asupan
mulut dan meningkat Edukasi : makanan klien
dimuntahkan 1. Anjurkan memberi makan 4. Untuk mengetahui status nutrisi
kembali klien klien
DO : 2. Ajarkan diet yang 5. Untuk memungkinkan klien
- KU lemah diprogramkan jika mengkonsumsi kalori dan
- BB lahir : 7,3 kg diperlukan protein yang adekuat
- BB sekarang : 5 kg Kolaborasi : 6. Agar nutrisi klien terpenuhi
- Klien tampak kurus 1. Kolaborasi dengan ahli 7. Karena nutrisi berperan dalam
- Tampak bibir pucat gizi untuk menentukan penyediaan sumber energi
dan kering jumlah kalori dan nitrien 8. Dengan berkolaborasi bersama
- Status gizi : yang dibutuhkan ahli gizi kita dapat menentukan
IMT : metode diet yang memenuhi
11,9 asupan dan nutrisi yang optimal
3. Gangguan tumbuh kembangSetelah dilakukanPerawatan perkembangan
berhubungan dengan intervensi selama 3x24Observasi :
inkonsistensi respon jam, maka diharapkan
50
dibuktikan dengan: status perkembangan 1. Identifikasi pencapaian 1. Mengetahui perkembangan anak
DS : membaik dengan tugas perkembangan anak telah sejauh apa
- Ibu klien kriteria hasil : 2. Identfikasi isyarat perilaku 2. Mengetahui isyarat perilaku dan
mengatakan klien - Keterampilan/ dan fisiologis yang fisiologis yang ditunjukan anak
tidak berbicara perilaku sesuai usia ditunjukkan (mis : lapar, 3. Agar dapat memberi
sama sekali dan meningkat tidak nyaman) kenyamanan pada anak untuk
hanya diam - Kemampuan Terapeutik : mendukung perkembangan yang
DO : melakukan 1. Pertahankan lingkungan optimal
- Klien nampak perawatan diri yang mendukung 4. Agar anak nyaman dan tenang
hanya diam dan meningkat perkembangan optimal 5. Memudahkan anak beristirahat
tidak merespon 2. Pertahankan kenyamanan 6. Menimbulkan rasa saling
- Klien Nampak anak percaya
tidak berbicara 3. Minimalkan kebisingan 7. Membantu memberikan respon
- BB sekarang : 5 kg ruangan positif dan umpan balik yang
- Status gizi : 4. Berikan sentuhan yang baik pada anak
IMT : bersifat gentle dan tidak 8. Agar anak terstimulasi untuk
11,9 ragu-ragu dapat berinteraksi
- BB/PB : dibawah 5. Dukung anak 9. Meningkatkan perkembangan
garis -350 (gizi mengekspresikan diri anak dengan interaksi
buruk) melalui penghargaan
- BB/U : dibawah positif/ umpan balik atas
garis -350 (BB usahanya
sangat kurang)
Edukasi :
1. Anjurkan orang tua
berinteraksi dengan
anaknya
51
2. Ajarkan anak keterampilan
berinteraksi
4. Risiko perfusi serebralSetelah dilakukanPemantauan tekanan
tidak efektif dibuktikan intervensi selama 3x24 intracranial
dengan peningkatan jam, maka diharapkanObservasi :
tekanan intracranial perfusi serebral 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui penyebab
meningkat dengan peningkatan TIK meningkatnya TIK
kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Untuk mengetahui tanda-tanda
- Kognitif 3. Monitor penurunan tingkat vital klien
meningkat kesadaran 3. Untuk mengetahui apakah ada
- Sakit kepala 4. Monitor perlambatan atau penurunan kesadaran pada
menurun ketidaksimetrisan respon pasien
- Demam pupil 4. Untuk mengetahui adanya
menurun Terapeutik : perlambatan atau
- Tekanan 1. Atur interval pemantauan ketidakseimetrisan respon
intracranial sesuai kondisi klien pupil klien
membaik 2. Dokumentasi hasil 5. Agar tidak mengganggu waktu
- Refleks saraf pemantauan istirahat klien
membaik Edukasi : 6. Agar hemodinamik klien
1. Jelaskan tujuan dan terpantau
prosedur pemantauan 7. Agar klien dan keluarga
Kolaborasi : mengetahui tujuan dan
1. Berikan anti kejang sesuai prosedur pemantauan
kebutuhan 8. Apabila klien kejang segera
berikan obat anti kejang
52
5. Risiko infeksi dibuktikanSetelah dilakukanPencegahan infeksi
dengan faktor risiko yaitu intervensi selama 3x24Observasi:
tindakan invasive. jam maka diharapkan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda dan
WBC : 17.9 tingkat infeksi menurun infeksi local dan sistemik gejala terjadinya infeksi
Klien pernah menjalani dengan kriteria hasil : Terapeutik : 2. Meringankan gejala
operasi pemasangan vp - Kemerahan 1. Berikan perawatan kulit edema/kemerahan pada kulit
shunt menurun pada edema/area 3. Untuk mengurangi
- Bengkak kemerahan kontaminasi silang
menurun 2. Cuci tangan sebelum dan 4. Mengurangi risiko infeksi
- Lecet berkurang sesudah kontak dengan pasca prosedur tindakan
- Kultur area luka klien invasive dan untuk
membaik 3. Pertahankan teknik aseptic meminimalkan paparan dari
pada klien beresiko tinggi penyedia layanan kesehatan
Edukasi : untuk mikroorganisme yang
1. Anjurkan cara mencuci berpotensi menular
tangan dengan benar pada 5. Agar keluarga klien dapat
keluarga klien melakukan cuci tangan yang
baik dan benar sehingga
terhindar dari infeksi silang
(SDKI, 2016)(SLKI, 2018)(SIKI, 2018)
53
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
54
sekali
- memonitor berat badan
Hail : berta badan klien 5 kg
- menganjurkan memberi makan klien sedikit namun sering
Hasil : ibu klien meberi makan sesuai anjuran
- berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien
yang dibutuhkan
Hasil : perawat sudah berkolaborasi dengan ahli gizi
55
serebral tidak 2022 16:00 wita Hasil : tampak kepala pasien membesar, klien terpasang VP
efektif b/d shunt
peningkatan - memonitor tanda-tanda vital
tekanan intekranial Hasil : N : 108x/menit R: 28x/menit
S : 38 oC Spo2 : 99 %
- monitor penurunan tingkat kesadaran
Hasil : Ku lemah kesadaran umum composmentis
- monitor perlambatan atau ketidaksemetrisan respon pupil
Hasil : pupil bulat isokor, reflek cahaya positif
- mengobservasi penambahan lingkar kepala
Hasil : 44 cm
- menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Hasil : keluarga klien paham dan mengerti
- meberikan anti kejang sesuai kebutuhan
Hasil : klien tidak mengalami kejang
Hipertermia Senin 2 januari - mengidentifikasi penyebab hipetrmia
2022 16:00 wita Hasil : disebebkan oleh proses penyakit (bakteri) yang
menyerang tubu pasien
- monitor suhu tubuh
Hasil : suhu tubuh 38 oC
- monitor komplikasi akibat hipertermia
Hasil : tidak terjadi komplikasi dan demam yang dialami
5 Resiko infeksi b/d Senin 2 januari - monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
tindakan invasif 2022 16:00 wita Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi
- mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien :
Hasil : telah melakukan cuci tangan 6 langkah setelah dan
56
sesudah tindakan
- mempertahankan tindakan aseptik pada pasien beresiko tinggi
Hasil : selama pemberian tindakan selalu mencuci tangan dan
menggunakan handscon, membantu selang yang terpasang
pada pasien
- berkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian tindakan dengan
tekhnik aseptik
Hasil : telah berkolaborasi dengan tim medis lain
1 Hipetermia Selasa, 3 januari - memonitor suhu tubuh
2022 Hasil: 37’5 Oc
22 : 00 Wita - mengelongarkan atau melepaskan pakaian
Hasil : pasien nampak menggunakan pakaian tipis
- memberikan cairan
Hasil: klien terpasang infus dengan cairan destroksen 50%
- mengajurkan tirah baring
Hasil: pasien terlihat rileks
- berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolot iv
Hail : terpasang cairan destroses 50%
- memberikan obat parcatamon
Hasil: di berikan parcetamon 50 mg / 8 jam IV
2 Defisit nutrisi Selasa, 3 januari - Mengenditifikasi status nutrisi
2022 Hasil: ibu klien mengatakan anaknya diberi makan / minym
22 : 00 Wita sesekali
- memonitor asupan makanan
Hail : enteral : 80 m/kgBB, via sonde = 400 m
Parenteral : infus dextrose 5 % 20 cc/jam
57
- memonitor berat badan
Hail : berta badan klien 5 kg
- menganjurkan memberi makan klien sedikit namun sering
Hasil : ibu klien memberi makan klien sedikit namun sering
- berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrien
yang dibutuhkan
Hasil : perawat sudah berkolaborasi dengan ahli gizi
58
- monitor perlambatan atau ketidaksemetrisan respon pupil
Hasil : pipil bulat isokor
- mengobservasi penambahan lingkar kepala
Hasil : 44 cm
- memberikan anti kejang sesuai kebutuhan
Hasil : klien tidak kejang, bila kejang : ferobarlita loading dose
10 mg/kgBB/ IV
5 Resiko infeksi b/d Selasa, 3 januari - memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
tindakan invasif 2022 Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi
22 : 00 Wita - mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien :
Hasil : telah melakukan cuci tangan 6 langkah
- mempertahankan tindakan aseptik pada pasien beresiko tinggi
Hasil : selama pemberian tindakan selalu mencuci tangan dan
memakai sarung tangan
- berkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian tindakan dengan
tekhnik aseptik
Hasil : telah berkolaborasi dengan tim medis lain
1 Hipetermia Rabu, 4 januari - memonitor suhu tubuh
2022 Hasil: 36’8 Oc
07 : 00 Wita - memberikan cairan oral
Hasil: klien terpasang infus dengan cairan dextrose 5%
- mengajurkan tirah baring
Hasil: pasien terlihat rileks dan nyaman
- berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit IV
Hail : terpasang cairan destroses 5%
- memberikan obat
59
Hasil: di berikan parcetamol
2 Defisit nutrisi Rabu, 4 januari - Mengenditifikasi status nutrisi
2022 Hasil: status nutrisi klien mulai membaik
07 : 00 Wita - memonitor asupan makanan
Hail : enteral : 80 m/kgBB, via sonde = 400 m
Parenteral : infus dextrose 5 % 20 cc/jam/IV
60
tekanan intekranial Hasil : pipil bulat isokor
- mengobservasi penambahan lingkar kepala
Hasil : 44 cm
- memberikan anti kejang sesuai kebutuhan
Hasil : bila kejang berikan fenoarbital 10 mg/kgBB/ IV
5 Resiko infeksi b/d Rabu, 4 januari - memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik
tindakan invasif 2022 Hasil : tidak terdapat tanda-tanda infeksi
07 : 00 Wita - mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien :
Hasil : telah melakukan cuci tangan 6 langkah
- mempertahankan tindakan aseptik pada pasien beresiko tinggi
Hasil : selama pemberian tindakan selalu mencuci tangan dan
memakai sarung tangan
- berkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian tindakan dengan
tekhnik aseptik
Hasil : sudah melakukan berkolaborasi
61
EVALUASI KEPERAWATAN
62
19.00 - Pasien terpasang NGT
WITA A : Risiko Infeksi belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan
63
03/01/2023 menjalani operasi pemasangan VP Shut
Jam O : - Pasien terpasnag VP shut
23:15 - Pasien terpasang NGT
WITA A : Risiko Infeksi belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan
64
03/01/2023 menjalani operasi pemasangan VP Shut
Jam O : - Pasien terpasnag VP shut
23:15 - Pasien terpasang NGT
WITA - Pasien terpasang infus
A : Risiko Infeksi belum teratasi
P : Intervensi di lanjutkan
65
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan di RSUP Wahidin Sudirohusodo pada ruang
Pinang atas belakang tepatnya pada hari senin tanggal 2 januari 2023.
Pengkajian dilakukan pada An. M, pasien dengan hidrosefalus. Keluhan utama
pasien yaitu keluhan kejang sebanyak >5 kali, dengan frekuensi <3 menit,
kejang didahului oleh demam, ada batuk berdahak, anak juga sesak.
Berdasarkan hasil pengkajian anak mengalami hipertermia, deficit nutrisi,
gangguan tumbuh kembang, resiko perfusi cerebral tidak efektif, resiko
infeksi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ilhamsyah (2021) didapatkan
gambaran riwayat keluhan pada anak penderita hidrosefalus paling banyak
dalam kelompok keluhan seperti kejang yang diraskan 17 anak (29.8%) dan
sakit kepala yang dirasakan 14 anak (29.8%). Lee Haeng Jing et al (2017) serta
Usha K et al (2018) menemukan bahwa keluhan yang ditemukan ini
merupakan hasil manifestasi akibat meningkatnya kadar cairan serebrospinal
terutama pada anak degan umur diatas 1 tahun yang mana telah terjadi rigiditas
tulang kepala (fontanelles) akibatnya terjadi peningkatan tekanan CSS yang
mengganggu fungsi dan mengiritasi otak oleh alterasi transient metabolic yang
dapat mengakibatkan kejang, rewel, sakit kepala, dan adanya perembesnya
cairan ke bagian orbital akan mengakibatkan papilaedema yang bermanifestasi
menjadi gangguan pengelihatan dan gangguan keseimbangan
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan pada An.M dalam laporan kasus ini
didapatkan diagnosis keperwatan diantaranya hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit, defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna makanan, gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
inkonsistensi respon, resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan
peningkatan tekanan intracranial dan resiko deficit nutrisi dibuktikan dengan
66
tindakan infasig
C. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan beberapa diagnosis keperawatan yang telah ditegakkan,
maka dibuatlalh perencanaan keperawatan sebagai berikut:
1. Untuk diagnosis Hipertermia diberikan intervensi manajemen hipertermi
Keluhan pasien pada saat dikaji yaitu ibu pasien mengatakan
klien demamnya naik turun, ada riwayat kejang dan demam. Hipertermia
adalah peningkatan suhu inti tubuh manusia yang biasanya terjadi karena
infeksi ataupun dari faktor eksternal, kondisi dimana otak mematok suhu
di atas setting normal yaitu di atas 37.5°C. Manusia akan mengeluarkan
keringat untuk menurunkan suhu tubuh. Namun, pada keadaan tertentu,
suhu dapat meningkat dengan cepat hingga pengeluaran keringat tidak
memberikan pengaruh yang cukup.
Intervensi yang diberikan yaitu kompres hangat Kompres adalah
salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak yang
mengalami demam. Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh
darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik
hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa
oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area preoptik
mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan
menyebabkan terjadinya pengeluarn panas tubuh yang lebih banyak
melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan
berkeringat Potter & Perry (2005) dalam penelitian jurnal (Anisa, 2019).
2. Untuk defisit nutrisi diberikan intervensi manajemen nutrisi
67
yang kadang-kadang bisa menutupi penurunan berat badan (White V dkk,
2012)
Pada diagnosis defisit nutrisi dilakukan intervensi manajemen
nutrisi dengan Identifikasi status nutrisi, identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient, monitor asupan makanan, monitor berat badan, atur diet
tinggi kalori, tinggi protein jika perlu, anjurkan memberi makan klien,
ajarkan diet yang diprogramkan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nitrien yang dibutuhkan. Status
gizi yang baik akan menunjang pembentukan sistem imun untuk mejadi
mature dan berfungsi dengan baik sebagaimana yang dijelaskan juga oleh
Simon et al (2015) dalam tulisan penelitiannya.
3. Untuk diagnosis gangguan tumbuh kembang diberikan intervensi
perawatan perkembangan
Pada diagnosis gangguan tumbuh kembang diberikan intervensi
perawatan perkembangan identifikasi pencapaian tugas perkembangan
anak, identfikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang ditunjukkan (mis :
lapar, tidak nyaman), pertahankan lingkungan yang mendukung
perkembangan optimal, pertahankan kenyamanan anak, minimalkan
kebisingan ruangan, berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu-
ragu, dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif/
umpan balik atas usahanya.
4. Untuk resiko perfusi serebral tidak efektif diberikan intervensi
pemantauan tekanan intracranial
Menurut (tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) resiko perfusi
serebral tidak efektif merupakan kondisi beresiko mengalami penurunan
sirkulasi darah ke otak. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
adalah rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat
mengganggu kesehatan. (NANDA, 2018).
Pada diagnosis resiko perfusi serebral tidak efektif dilakukan
intervensi pemantauan tekanan intrakranial dengan identifikasi penyebab
peningkatan TIK, monitor tanda-tanda vital, monitor penurunan tingkat
68
kesadaran, monitor perlambatan atau tidak simetrisan respon pupil, atur
pemantauan sesuai kondisi pasien, dokumentasikan hasil pemantauan,
berikan ant kejang sesuai kebutuhan.
5. Untuk diagnosis resiko infeksi diberikan intervensi pencegahan infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang
mampu menyebabkan sakit. Resiko infeksi merupakan keadaan dimana
seorang individu beresio terserang agen patogenik dan oportunistik (virus,
jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain)(Potter & Perry 2005).
Menurut standar diagnosa keperawatan indonesia (2017), faktor
resiko terjadinya infeksi adalah sebagai berikut, efek prosedur invasif,
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan, ketidak adekuatan
pertahanan tubuh seperti kerusakan integritas kulit, ketidak adekuatan
pertahanan sekunder seperti penurunan hemoglobin, imunosupresi.
Pada diagnosis resiko infeksi dilakukan intervensi pencegahan
infeksi dengan monitor tanda dan gejala infeksi lokas dan sistemik,
berikan perawatan kulit pada edema taua area kemerahan, cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi, anjurkan cara mencuci tangan dengan benar,
kolaborasi denan tim medis lain dalam pemberian tindakan teknik aseptic.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan pada An M diberikan pada tanggal 2 Januari
2023 dengan melaksanakan intervensi yang telah disusun sesuai dengan
kebutuhan pasien. Pada tanggal 2 Januari 2023 tindakan dilakukan mulai
jam 16.00 WITA hingga jam 22.00 WITA. Sedangkan pada tanggal 3
Januari 2023 tindakan dilakukan mulai jam 22.00 WITA sampai tanggal 4
Januarai 2023 jam 07.00 WITA. Implementasi dilakukan selama 3 hari
perawatan tindakan utama yang di implementasikan oleh kelompok adalah
pemberian kompres air hangat, serta edukasi nutrisi yang sehat bagi
kebutuhan pasien. Kurangnya waktu implementasi sehingga tidak
memungkinkan kelompok untuk dapat melanjutkan implementasi hingga
masalah pasien dapat benar-benar teratasi. Serta akibat kurangnya waktu
69
implementasi sehingga tidak memungkinkan bagi kelompok untuk dapat
mengimplementasikan seluruh intervensi berdasarkan standar yang telah
ditetapkan dalam buku standar intervensi keperawatan Indonesia.
D. Evaluasi
a. Setelah dilakukan intervensi manajemen hipertermia pada pasien, masalah
hipertermia teratasi sehingga intervensi dipertahankan.
b. Setelah dilakukan intervensi manajemen nutrisi pada pasien, masalah defisit
nutrisi belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan.
c. Untuk intervensi perawatan perkembangan pada pasien, masalah gangguan
tumbuh kembang belum teratasi sehingga pemberian intervensi dilanjutkan.
d. Untuk intervensi pemantauan tekanan intracranial pada pasien,masalah
risiko perfusi serebral belum teratasi sehingga pemberian intervensi
dilanjutkan.
e. Adapun setelah pemberian intervensi pencegahan infeksi dihari berikutnya,
masalah resiko infeksi pada pasien belum teratasi sehingga intervensi tetap
dilanjutkan
E. Integrasi Keislaman
ض
َ األر َ ص َب ْبنَا ْال َما َء
َ ) ث ُ َّم٢٥( صبًّا
ْ شقَ ْقنَا َ ) أ َ َّنا٢٤( ام ِه
ِ َطع َ ان إِلَى ُ س ُ فَ ْل َي ْن
َ ظ ِر اإل ْن
)٢٩( )وزَ ْيتُو ًنا َون َْخالَ ٢٨( ضبًا ْ َ)و ِع َنبًا َوق َ ٢٧( ) فَأ َ ْن َب ْتنَا فِي َها َحبًّا٢٦( شقًّا َ
٣٢( ام ُك ْم ً ) َمتَا٣١( ) َوفَا ِك َهةً َوأَبًّا٣٠( غ ْلبًا
ِ َعا لَ ُك ْم َوأل ْنع ُ ََو َحدَا ِئق
Terjemahnya:
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya
kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian kami belah
bumi itu, anggur, dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun
yang lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan
untuk binatang-binatang ternakmu. (QS Abasa: 24-32)
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
70
diagnosis Hidrosefalus di Ruang Perawatan Pinang Atas RSUP Wahidin
Sudirohusodo, maka dapat diambil kesimpulan :
1. Pengkajian pada An. M dengan diagnosis medis Hidrosefalus dilakukan
secara komprehensif dengna cara wawancara (interview), pengamatan
(observasi), pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi dengan
mempelajari status-status pasien dan data lain seperti rekam medik. Dari
hasil pengkajian pada An. M dengan diagnosis Hidrosefalus didaatkan
data keluhan kejang >5 kali, frekuensi <3 menit, kejang didahului oleh
demam setelah kejang amak sadar, ada demam, ada batuk berdahak, anak
juga sesak, BAB biasa kuning, BAK kuning lancar.
71
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ariyati, N. F., Gunawan, P. I., & Sustini, F. (2021). Profil Klinis dan Faktor Risiko
Mortalitas pada Anak dengan Hidrosefalus di RSUD dr. Soetomo Surabaya.
Sari Pediatri, 22(6), 364.
Dermawaty, D. E., & Oktaria, D. (2017). Hematom Intraventrikular Disertai
72
Hidrosefalus Obstruktif. Jurnal Medula Unila, 7, 13–18.
IDAI. (2014). Rekomendasi IDAI Pemantauan Ukuran Lingkar Kepala dan Ubun-
Ubun Besar. 1–2.
Kadafi, tito tri. (2021). Gangguan Berbahasa pada Anak Penderita Hidrosefalus.
Jurnal Bahasa Dan Sastra, 12(2), 199–226.
Kemenkes RI. (2019). Informasi Seputar Stroke.
Marsodinata, L., & Atifah, Y. (2022). Artikel review – Analisis Penderita
Hidrosefalus Pada Anak Review articles - Analysis of Patients with
Hydrocephalus in Children. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 1(2), 1415–
1419. Retrieved from
Ramadhani, P. (2019). Asuhan Keperawatan Pada a Anak dengan Hidrosefalus di
ruangan akut anak irna kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Djamil Padang (Vol.
8). Poltekkes Kemenkes Padang.
Suanarti, N. W. (2020). Hidrosefalus Dalam Biologi Molekuler. Jurnal Ilmiah
Kebidanan, 8(2), 95–115.
Subagio, Y., Pramusinto, H., & Basuki, E. (2019). Faktor – Faktor Risiko Kejadian
Malfungsi Pirau Ventrikuloperitoneal Pada Pasien Hidrosefalus Bayi Dan
Anak Di Rumah Saikit Umum Pendidikan dr. Sardjito Yogyakarta. Saintika
Medika, 15(1), 69.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.
73