Dosen Pengampu
Disusun Oleh :
Kelompok 6 (5B – Keperawatan)
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat Menyusun makalah “Asuhan Keperawatan pada Anak
Hidrosefalus ”. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak II.
Dalam penyusunan penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak /
Ibu
Semoga Allah SWT memberi balasan pahala atas semua amal kebaikan yang di berikan.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu segala kritik dan saran
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Penyusun
COVER ................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ................................................................................................................ 3
2.3Manifestasi klinis.................................................................................................. 4
2.4 Patofisiologi ......................................................................................................... 4
2.5 Pathway ............................................................................................................... 6
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................... 7
2.7 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 8
2.8 Pencegahan .......................................................................................................... 9
2.9 Komplikasi .......................................................................................................... 10
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 11
3.1 Pengkajian ........................................................................................................... 11
3.2 Diagnosa .............................................................................................................. 14
3.3 Intervensi ............................................................................................................. 14
3.4 Implementasi ....................................................................................................... 16
3.5 Evaluasi ............................................................................................................... 16
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................................ 17
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17
4.2 Saran .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 18
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang
sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab
hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal.
Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi
karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang
berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.
Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial.
Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa
prenatal maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi
pada kasus ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien
memerlukan tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif
non-shunting seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh
berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat
keparahan, serta respon pasien terhadap terapi.
Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi
karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi.5,6
Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil akhir dari proses
patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari kondisi yang didapat.
Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari hidrosefalus akan bervariasi
tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang menyertai serta yang
menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal yang
mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat
direncanakan dan dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa Definisi Hidrosefalus pada anak?
1.2.2 Apa Etiologi Hidrosefalus pada anak?
1.2.3 Bagaimana Manifestasi klinis Hidrosefalus pada anak?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi Hidrosefalus pada anak?
1.2.5 Bagaimana Pathway Hidrosefalus pada anak?
1
1.2.6 Bagaimana Penatalaksanaan Hidrosefalus pada anak?
1.2.7 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik Hidrosefalus pada anak?
1.2.8 Bagaimana Pencegahan Hidrosefalus pada anak?
1.2.9 Bagaimana Komplikasi Hidrosefalus pada anak?
1.2.10 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus Pada Anak?
I.3 Tujuan
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan Tujuan Penulisan sebagai
berikut :
1.3.1 Tujuan Khusus
Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak II semester ganjil (V)
Universetas Muhammadiyah Lamongan
1.3.2 Tujuan Umum
Dari latar belakang diatas penulis membuat makalah ini bertujuan untuk :
1.3.2.1 Mengetahui Definisi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.2 Mengetahui Etiologi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.3 Mengetahui Manifestasi klinis Hidrosefalus pada anak
1.3.2.4 Mengetahui Patofisiologi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.5 Mengetahui Pathway Hidrosefalus pada anak
1.3.2.6 Mengetahui Penatalaksanaan Hidrosefalus pada anak
1.3.2.7 Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Hidrosefalus pada anak
1.3.2.8 Mengetahui Pencegahan Hidrosefalus pada anak
1.3.2.9 Mengetahui Komplikasi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.10 Mengetahui Konsep asuhan keperawatan Hidrosefalus pada anak
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan
cephalus yang berarti kepala. Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu
gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga
terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat
diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.
2.2 Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro-spinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak (Allan
H. Ropper, 2005:360)
2.2.1 Kelainan bawaan (kongenital)
• Stenosis akuaduktus sylvi
• Spina bifida dan kranium bifida
• Sindrom Dandy-Walker
• Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2.2.2 Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
2.2.3 Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glikoma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
3
2.2.4 Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
2.4 Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel.
Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu
kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan
serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan
cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang
dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3,
selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska
dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis. Secara teoritis,
terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
2.4.1 Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang
dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor
pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
4
2.4.2 Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus.
Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan
serebrospinalis gayang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara
umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a. Malformasi
yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus
sylvii dan malformasi Arnold Chiari. b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi
intrnsik maupun ekstrinsik saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor
para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom. c. Proses inflamasi dan gangguan
lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal, fibrosis
leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
2.4.3 Gangguan penyerapan cairan serebrospinal Suatu kondisi seperti sindrom vena
cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal.
Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
5
2.5 Pathway
Resiko
infeksi
Gangguan rasa
nyaman
Resiko gangguan
perfusi serebal
6
2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi sementara
2. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum,
atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi
sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak
intelektual bahkan menyebabkan kematian.
7
2.7 Pemeriksaan penunjang
Hidrofelus dapat dideteksi mengunakan USG pada periode prenatal dan dapat pula
digunakan untuk mengukur dan memonitor ukuran ventrikel,terutama digunakan pada anak
prematur.CT scan juga dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan
menentukan obstruksi
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu:
• Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
• Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.
Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
• Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi
1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat
normal hal in disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan
secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan
kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
• Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam
ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup
untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal
8
atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di
rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
• Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai
nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG
tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada
pemeriksaan CT Scan.
• CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
• MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.
2.8 Pencegahan
Hidrofelus merupakan kondisi yang sulit dicegah. Namun,resiko hidrofelus dapat
dihindari dengan melakukan beberapa upaya yaitu:
1. lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin saat hamil.
2. kenakan sabuk pengaman saat berkendara menggunakan mobil
3. gunakan helm saat bersepeda atau mengendarai motor.
9
2.9 Komplikasi
1. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak),
peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan sepanjang
selang Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko terjadinya infeksi dan
terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang shunt.
2. Perdarahan subdural (lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak
duramater) Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik
(vena). Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt yang baik.
3. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt yang terjadi pada
selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus ada atau timbulnya kembali
gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus hidrosefalus dengan
pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam waktu 1 tahun. Sebagian besar
kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.
4. Keadaan tekanan rendah Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat
menjadi keadaan dengan tekanan rendah. Gejaala yang timbul berupa sakit kepala
dan muntah saat duduk atau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan
yang tinggi dan perubahan posisi tubuh secara perlahan
10
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Klien L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang bedah anak lantai
III RS Grand Medistra sejak tanggal 20 februari 2020. Klien dibawa ke rumah sakit
dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien mengatakan,
klien lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien terlihat agak
besar, namun bidan mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS, berat
badan klien 6,7 kg. Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien telah
dilakukan operasi pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien
compos mentis dan keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan luka
operasi. Selain itu di abdomen juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital klien cukup
stabil yaitu N: 110 x/menit, pernafasan 28 x/menit, dan suhu 36,8OC. Klien terlihat
berbaring di tempat tidur. Klien terlihat sering menangis, terutama pada saat dilakukan
prosedur invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel darah. Hasil dari
pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil Tes Nonne (+) dan Tes
Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl, dan klorida 667 mg/dl. Sedangkan
hasil pemeriksaan hematologi semuanya dalam batas normal.
3.2 Pengkajian
1. Identitas Data
Nama : An.L
Tempat/tgl lahir : Galang, 20 desember 2019
Usia : 2 bln
Nama Ayah/Ibu : Ibu S
Alamat : Jln. Galang ,Desa pulau tagor, Kec serbajadi
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
11
2. Keluhan Utama
4. Riwayat Sosial
5. Kebutuhan Dasar
12
6. Riwayat Kesehatan saat ini
7. Pemeriksaan Fisik
3.3 Diagnosa
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan
intrakranial).
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3.5 Intervensi
14
Gangguan rasa Status kenyamanan (L. Manajemen nyeri (I. 08238)
nyaman: nyeri b.d luka 08064) Observasi
post operasi. (D. 0074) Setelah dilakukan
1. Mengkaji tingkat nyeri menurut
Tindakan keperawatan
skala pengkajian neonatus (0-7)
2x24 jam diharapkan status
kenyamanan meningkat teraputik
Dengan kriteria hasil:
1. Memberikan posisi nyaman pada
klien
1. Skala nyeri berkurang
menjadi 3 2. Memfasilitasi istirahat dan tidur
2. Klien tampak tenang 3. Mengontrol lingkungan yang
dan ekspresi wajah
memperberat rasa nyeri
tidak menyeringai
3. Klien mampu (kebisingan)
berpartisipasi dalam Edukasi
aktifitas dan istirahat
1. Menjelaskan strategi meredakan
nyeri
2. Menganjurkan memonitor nyeri se
ara mandiri
3. Menganjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
Risiko infeksi b.d luka Tingkat infeksi (L. 14137) Pencegahan infeksi (I. 14539)
post operasi. (D. 0142) Setelah dilakukan Observasi
Tindakan keperawatan 1. Memonitor tanda dan gejala
2x24 jam diharapkan infeksi
tingkat infeksi menurun Terapeutik
Dengan kriteria hasil: 1. Membatasi jumlah pengunjung
2. Mempertahankan teknik aseptik
1. Suhu dan tanda-tanda
pada pasien berisiko tinggi
vital dalam batas
normal (nadi: 60- Edukasi
120x/menit , suhu:
15
36,5-37,5oC, RR: 20- 1. Menjelaskan tanda dan gejala
40x/menit) infeksi
2. Luka insisi operasi
bersih, tidak ada pus 2. Menjelaskan cara memeriksa
3. Tidak ada tanda-tanda kondisi luka atau luka operasi
infeksi pada luka post 3. Menganjurkan meningkatkan
operasi (kemerahan,
asupan nutrisi
panas, dan bengkak)
4. Hasil lab: leukosit 4. Menganjurkan meningkatkan
dalam batas normal asupan cairan
(9.000-12.000/uL )
3.7 Evaluasi
1. Diagnosa: Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
(tekanan intrakranial)
Subjektif:
Objektif:
• Suhu: 36,5 oC
• Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti kejang dan muntah
• Lingkar kepala 49 cm
Analisa:
Planning:
16
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berbagai macam masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan
hidrosefalus. Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa nyaman yang
diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan membesarnya kepala
anak. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus pun
beragam, salah satunya dengan pemasangan VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat
muncul pada anak post operasi pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi
dapat dicegah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti perawatan luka
dengan prinsip steril.
4.2 Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang
mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang
proses pembelajaran.
17
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
PPNI. (2018). Standar diagnosa keperawatan Indonesia : Definisi dan indikator diagnostik.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia : Definisi dan kriteria hasil keperawatan.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia : Definisi dan tindakan keperawatan.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
18