Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIDROSEFALUS

Dosen Pengampu

Lilis Maghfuroh, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 6 (5B – Keperawatan)

1. Fatma Ardiansari (2002013033)


2. Dean Al Kharraz (2002013048)
3. Ilham Putra Wijaya (2002013044)
4. Miftaqul Bilka Subiantoro (2002013024)
5. M.Sulaiman Adi Yanto (2002013034)
6. Neha Valvolina (2002013010)
7. Shahibul Maqom A (2002013058)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2022

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat Menyusun makalah “Asuhan Keperawatan pada Anak
Hidrosefalus ”. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak II.

Dalam penyusunan penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak /
Ibu

1. Dr. Abdul Aziz Alimul Hidayat, S.Kep.Ns,M.Kes selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Lamongan.
2. Arifal Aris, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
3. Suratmi, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Lamongan.
4. Lilis Maghfuroh, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku dosen pengajar mata kuliah
keperawatan Anak yang telah banyak memberikan petunjuk, saran, dorongan moril
selama penyusunan makalah ini.
5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil dalam penulisan
makalah ini.

Semoga Allah SWT memberi balasan pahala atas semua amal kebaikan yang di berikan.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu segala kritik dan saran
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Wasaalamu’alaikum Warohmatuloahi Wabarkatuh

Lamongan, 26 Desember 2022

Penyusun

Kelompok 6 (5B Keperawatan)


ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ................................................................................................................ 3
2.3Manifestasi klinis.................................................................................................. 4
2.4 Patofisiologi ......................................................................................................... 4
2.5 Pathway ............................................................................................................... 6
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................... 7
2.7 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 8
2.8 Pencegahan .......................................................................................................... 9
2.9 Komplikasi .......................................................................................................... 10
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 11
3.1 Pengkajian ........................................................................................................... 11
3.2 Diagnosa .............................................................................................................. 14
3.3 Intervensi ............................................................................................................. 14
3.4 Implementasi ....................................................................................................... 16
3.5 Evaluasi ............................................................................................................... 16
BAB 4 PENUTUP ................................................................................................................ 17
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17
4.2 Saran .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 18

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang
sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab
hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal.
Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi
karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang
berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.
Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial.
Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa
prenatal maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi
pada kasus ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien
memerlukan tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif
non-shunting seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh
berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat
keparahan, serta respon pasien terhadap terapi.
Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi
karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi.5,6
Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil akhir dari proses
patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari kondisi yang didapat.
Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari hidrosefalus akan bervariasi
tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang menyertai serta yang
menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal yang
mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat
direncanakan dan dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa Definisi Hidrosefalus pada anak?
1.2.2 Apa Etiologi Hidrosefalus pada anak?
1.2.3 Bagaimana Manifestasi klinis Hidrosefalus pada anak?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi Hidrosefalus pada anak?
1.2.5 Bagaimana Pathway Hidrosefalus pada anak?
1
1.2.6 Bagaimana Penatalaksanaan Hidrosefalus pada anak?
1.2.7 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik Hidrosefalus pada anak?
1.2.8 Bagaimana Pencegahan Hidrosefalus pada anak?
1.2.9 Bagaimana Komplikasi Hidrosefalus pada anak?
1.2.10 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Hidrosefalus Pada Anak?

I.3 Tujuan
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan Tujuan Penulisan sebagai
berikut :
1.3.1 Tujuan Khusus
Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak II semester ganjil (V)
Universetas Muhammadiyah Lamongan
1.3.2 Tujuan Umum
Dari latar belakang diatas penulis membuat makalah ini bertujuan untuk :
1.3.2.1 Mengetahui Definisi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.2 Mengetahui Etiologi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.3 Mengetahui Manifestasi klinis Hidrosefalus pada anak
1.3.2.4 Mengetahui Patofisiologi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.5 Mengetahui Pathway Hidrosefalus pada anak
1.3.2.6 Mengetahui Penatalaksanaan Hidrosefalus pada anak
1.3.2.7 Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Hidrosefalus pada anak
1.3.2.8 Mengetahui Pencegahan Hidrosefalus pada anak
1.3.2.9 Mengetahui Komplikasi Hidrosefalus pada anak
1.3.2.10 Mengetahui Konsep asuhan keperawatan Hidrosefalus pada anak

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan
cephalus yang berarti kepala. Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu
gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga
terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat
diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.

2.2 Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro-spinal (CSS) pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS
diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang
abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak (Allan
H. Ropper, 2005:360)
2.2.1 Kelainan bawaan (kongenital)
• Stenosis akuaduktus sylvi
• Spina bifida dan kranium bifida
• Sindrom Dandy-Walker
• Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

2.2.2 Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
2.2.3 Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glikoma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

3
2.2.4 Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.

2.3 Manifestasi Klinis


Tanda klinis hydrocephalus bervariasi dan tergantung pada banyak faktor, termasuk usia
munculnya, sifat lesi yang menyebabkan obstruksi, dan lama serta kecepatan munculnya
tekanan intrakranium. Iritabilitas, lesu, nafsu makan buruk, dan muntah adalah lazim pada
bayi dan anak yang menderita hidrosefalus.
Pada bayi, angka percepatan pembesaran kepala merupakan tanda yang paling
menonjol. Fontanela anterior terbuka lebar dan menonjol, dan vena kulit kepala dilatasi.
Dahi lebar dan mata dapat berdeviasi ke bawah karena pergeseran pelebaran ceruk
suprapineal pada tektum menimbulkan tanda mata “sunset phenomenom” atau matahari
terbenam.
Pada anak, sutura cranialis sebagian tertutup sehingga tanda hidrosefalus menjadi lebih
tidak kentara. Nyeri kepala merupakan gejala yang menonjol. Perubahan secara bertahap
dalam kepribadian dan kemunduran dalam produktivitas akademik menunjukkan adanya
bentuk hidrosefalus progresif lambat. Perkusi tengkorak dapat menimbulkan tanda
“cracked-pot sign” atau tanda Macewen, yang menunjukkan adanya pelebaran sutura.

2.4 Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel.
Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu
kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan
serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan
cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang
dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3,
selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska
dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis. Secara teoritis,
terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
2.4.1 Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang
dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor
pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
4
2.4.2 Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus.
Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan
serebrospinalis gayang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara
umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a. Malformasi
yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus
sylvii dan malformasi Arnold Chiari. b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi
intrnsik maupun ekstrinsik saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor
para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom. c. Proses inflamasi dan gangguan
lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal, fibrosis
leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
2.4.3 Gangguan penyerapan cairan serebrospinal Suatu kondisi seperti sindrom vena
cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal.
Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.

Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa


sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, sedangkan
hidrosefalus eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara
sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus non-
komunikans yaitu suatu keadaan dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau
salurannya ke rongga subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling
banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat pula beberapa
klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa hari), subakut
(meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian hidrosefalus berdasarkan
gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus asimtomatik.

5
2.5 Pathway

Pembentukan cairan serebropinal

Produksi likuor Gangguan aliran Gangguan penyerapan


berlebihan likuor cairan serebrospinal

Hidrosefalus intera Hidrosefalus Hidrosefalus obstruktif


komunikan obstruktif

Kelainan infeksi neoplasma perdarahan


bawaan

Resiko
infeksi

Gangguan rasa
nyaman

Resiko gangguan
perfusi serebal

6
2.6 Penatalaksanaan

1. Terapi sementara

Terapi konservatif medikamentosa dapat berguna untuk mengurangi cairan dari


pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan
hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena
berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien
hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular
posthemoragik pada anak. Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus
transisi dapat dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal
dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukan pasca drainase
ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi. Cara lain yang
mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang dapat dilakukan
berulang kali.

2. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum,
atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi
sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak
intelektual bahkan menyebabkan kematian.

3. Endoscopic third ventriculostomy


Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di
masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta
diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior,
infark serebral, malformasi Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa
malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel,
ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada
kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada kondisi
hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik,
pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan perawatan
pasca operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini.

7
2.7 Pemeriksaan penunjang
Hidrofelus dapat dideteksi mengunakan USG pada periode prenatal dan dapat pula
digunakan untuk mengukur dan memonitor ukuran ventrikel,terutama digunakan pada anak
prematur.CT scan juga dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan
menentukan obstruksi
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu:
• Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran
sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
• Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.
Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
• Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi
1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat
normal hal in disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan
secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan
kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
• Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam
ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup
untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal

8
atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di
rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
• Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai
nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG
tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada
pemeriksaan CT Scan.
• CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
• MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.
2.8 Pencegahan
Hidrofelus merupakan kondisi yang sulit dicegah. Namun,resiko hidrofelus dapat
dihindari dengan melakukan beberapa upaya yaitu:
1. lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin saat hamil.
2. kenakan sabuk pengaman saat berkendara menggunakan mobil
3. gunakan helm saat bersepeda atau mengendarai motor.

9
2.9 Komplikasi
1. Infeksi Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak),
peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan sepanjang
selang Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko terjadinya infeksi dan
terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang shunt.
2. Perdarahan subdural (lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak
duramater) Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik
(vena). Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt yang baik.
3. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt yang terjadi pada
selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus ada atau timbulnya kembali
gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus hidrosefalus dengan
pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam waktu 1 tahun. Sebagian besar
kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.
4. Keadaan tekanan rendah Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat
menjadi keadaan dengan tekanan rendah. Gejaala yang timbul berupa sakit kepala
dan muntah saat duduk atau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan
yang tinggi dan perubahan posisi tubuh secara perlahan

10
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Klien L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang bedah anak lantai
III RS Grand Medistra sejak tanggal 20 februari 2020. Klien dibawa ke rumah sakit
dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien mengatakan,
klien lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien terlihat agak
besar, namun bidan mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS, berat
badan klien 6,7 kg. Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien telah
dilakukan operasi pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien
compos mentis dan keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan luka
operasi. Selain itu di abdomen juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital klien cukup
stabil yaitu N: 110 x/menit, pernafasan 28 x/menit, dan suhu 36,8OC. Klien terlihat
berbaring di tempat tidur. Klien terlihat sering menangis, terutama pada saat dilakukan
prosedur invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel darah. Hasil dari
pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil Tes Nonne (+) dan Tes
Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl, dan klorida 667 mg/dl. Sedangkan
hasil pemeriksaan hematologi semuanya dalam batas normal.

3.2 Pengkajian

1. Identitas Data

Nama : An.L
Tempat/tgl lahir : Galang, 20 desember 2019
Usia : 2 bln
Nama Ayah/Ibu : Ibu S
Alamat : Jln. Galang ,Desa pulau tagor, Kec serbajadi
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa

11
2. Keluhan Utama

An. L (2 bulan), perempuan, dengan hidrosefalus. Klien masuk pada tanggal 20


februari 2020 dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Klien
direncanakan untuk operasi pemasangan VP shunt. Orangtua anak mengatakan anak
lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir kepala klien terlihat agak besar, namun
bidan mengatakan anak normal. Saat masuk RS, lingkar kepala anak 49,8 cm.
3. Riwayat Penyakit masa lalu

a) Penyakit waktu kecil : batuk pilek dan demam


b) Pernah dirawat di RS : belum pernah
c) Obat-obatan yang digunakan : tidak ada
d) Tindakan (operasi) : belum pernah
e) Alergi : tidak ada alergi
f) Kecelakaan : tidak pernah
g) Imunisasi : BCG dan polio

4. Riwayat Sosial

a) Yang mengasuh : orang tua


b) Hubungan dengan anggota keluarga : baik
c) Hubungan dengan teman sebaya : baik
d) Pembawaan secara umum : sedikit rewel
e) Lingkungan rumah : pemukiman padat penduduk

5. Kebutuhan Dasar

a) Makanan yang disukai/tidak disukai : ASI


b) Selera : baik
c) Alat makan yang dipakai : botol susu
d) Pola makan/jam : minum ASI 3 jam sekali
e) Pola tidur : tidur malam hari 9-10 jam
f) Kebiasaan sebelum tidur : benda yang dibawa saat tidur yaitu boneka,
diberi dot
g) Tidur siang : 2 jam
h) Mandi : 2 X sehari, pagi dan sore
i) Aktifitas bermain : terbatas karena kepala membesar
j) Eliminasi :

• BAB 1X sehari konsistensi lunak


• BAK 5-6 kali sehari kuning jernih

12
6. Riwayat Kesehatan saat ini

a) Diagnosa medis : hidrosefalus


b) Tindakan operasi : Pemasangan VP shunt
c) Status : BB 6,7 kg, PB 58 cm
d) 1000mlStatus cairan : rumus 0-10 kg
e) Obat-obatan : ketorolac 2×7,5 mg , ceftriaxone 2×200 mg
f) Aktifitas : terbatas karena kepala membesar
g) Tindakan keperawatan : manajemen nyeri nonfarmakologis
h) Hasil laboratorium : hasil lab hematologi dalam batas normal, hasil
pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil tes Nonne (+) dan tes
Pandy (+)
i) Hasil CT scan : tampak dilatasi ventrikel

7. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum : baik, compos mentis


b) TB/BB : PB= 58cm, BB= 6,7 kg
c) Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, “sunset eyes”
d) Hidung : jalan nafas tidak ada sumbatan, tidak terdapat sekresi sputum
e) Mulut : mukosa lembab berwarna merah muda
f) Telinga : tidak ada sekresi dan tidak ada gangguan pendengaran
g) Tengkuk : tidak ada sakit tengkuk
h) Dada : simetris
i) Jantung : BJ 1 dan BJ2 (+),
j) Paru-paru : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-)
k) Perut : datar, bising usus (+), tidak ada distensi dan tidak ada nyeri
l) Punggung : normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
m) Genitalia : tidak ada kelainan
n) Ekstremitas : akral hangat CRT<3
o) Kulit : turgor baik
p) Tanda vital : HR 110 x/mnt , RR 28 x/mnt, S= 36,8 OC

8. Pemeriksaan tingkat perkembangan

a) Kemandirian dan bergaul :


Anak bermain dengan ibunya di tempat tidur. Anak jarang digendong.
b) Kognitif (piaget) dan bahasa:
Anak belum bisa berbicara, hanya menangis.
c) Perkembangan Psikososial (erikson)
Anak hanya bersosialisasi dengan orangtua.
d) Perkembangan Spiritual
13
Belum dapat dikaji

3.3 Diagnosa

1. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan
intrakranial).
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

3.5 Intervensi

NO SDKI SLKI SIKI


1 Resiko perfusi serebral Perfusi serebral (L. 02014) Manajemen peningkatan tekanan
tidak efektif b.d intrakranial (I. 06194)
Setelah dilakukan
peningkatan TIK
Tindakan keperawatan Observasi
(tekanan intrakranial)
(D. 0017) 2x24 jam diharapkan
1. Memonitor status pernafasan
perfusi serebral meningkat 2. Mengidentifikasi penyebab
peningkatan Tik ( edema serebral)
Dengan kriteria hasil:
3. Memonitor tanda dan gejala
peningkatan TIk
1. Tidak terjadi 4. Memonitor cairan serebro-spinalis
peningkatan TIK
(ditandai dengan nyeri terapeutik
kepala hebat, kejang,
1. Memberikan posisi semi fowler
muntah, dan
2. Mencegah terjadinya kejang
penurunan kesadaran) 3. Meminimalkan stimulus dengan
2. Tanda-tanda vital menyediakan lingkungan yang
dalam batas normal tenang
(nadi: 60-120x/menit , 4. Mempertahankan suhu tubuh
suhu: 36,5- 37,5 oC, normal
RR: 20-40x/menit)
kolaborasi
3. Klien akan
mempertahankan atau 1. Kolaborasi pemberian diuretik
meningkatkan osmosis
kesadaran.

14
Gangguan rasa Status kenyamanan (L. Manajemen nyeri (I. 08238)
nyaman: nyeri b.d luka 08064) Observasi
post operasi. (D. 0074) Setelah dilakukan
1. Mengkaji tingkat nyeri menurut
Tindakan keperawatan
skala pengkajian neonatus (0-7)
2x24 jam diharapkan status
kenyamanan meningkat teraputik
Dengan kriteria hasil:
1. Memberikan posisi nyaman pada
klien
1. Skala nyeri berkurang
menjadi 3 2. Memfasilitasi istirahat dan tidur
2. Klien tampak tenang 3. Mengontrol lingkungan yang
dan ekspresi wajah
memperberat rasa nyeri
tidak menyeringai
3. Klien mampu (kebisingan)
berpartisipasi dalam Edukasi
aktifitas dan istirahat
1. Menjelaskan strategi meredakan
nyeri
2. Menganjurkan memonitor nyeri se
ara mandiri
3. Menganjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu

Risiko infeksi b.d luka Tingkat infeksi (L. 14137) Pencegahan infeksi (I. 14539)
post operasi. (D. 0142) Setelah dilakukan Observasi
Tindakan keperawatan 1. Memonitor tanda dan gejala
2x24 jam diharapkan infeksi
tingkat infeksi menurun Terapeutik
Dengan kriteria hasil: 1. Membatasi jumlah pengunjung
2. Mempertahankan teknik aseptik
1. Suhu dan tanda-tanda
pada pasien berisiko tinggi
vital dalam batas
normal (nadi: 60- Edukasi
120x/menit , suhu:

15
36,5-37,5oC, RR: 20- 1. Menjelaskan tanda dan gejala
40x/menit) infeksi
2. Luka insisi operasi
bersih, tidak ada pus 2. Menjelaskan cara memeriksa
3. Tidak ada tanda-tanda kondisi luka atau luka operasi
infeksi pada luka post 3. Menganjurkan meningkatkan
operasi (kemerahan,
asupan nutrisi
panas, dan bengkak)
4. Hasil lab: leukosit 4. Menganjurkan meningkatkan
dalam batas normal asupan cairan
(9.000-12.000/uL )

3.7 Evaluasi
1. Diagnosa: Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
(tekanan intrakranial)

Subjektif:

• Ibu mengatakan tidak ada demam dan muntah pada anak

Objektif:

• Suhu: 36,5 oC
• Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti kejang dan muntah
• Lingkar kepala 49 cm

Analisa:

• Gangguan perfusi serebral tidak terjadi

Planning:

• Pantau tanda-tanda vital


• Pantau adanya kejang
• Pertahankan posisi kepala 30

16
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hidrosefalus adalah salah satu kelainan kongenital, kebanyakan kasus hidrosefalus


dialami oleh neonatus. Anak dengan hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan
benar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus mengalami kerusakan saraf yang
menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan
pusat vital dan resiko terjadi dekubitus.

Berbagai macam masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan
hidrosefalus. Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa nyaman yang
diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan membesarnya kepala
anak. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus pun
beragam, salah satunya dengan pemasangan VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat
muncul pada anak post operasi pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi
dapat dicegah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti perawatan luka
dengan prinsip steril.

Perawatan kepada anak terutama neonatus diberikan secara komprehensif di rumah


sakit. Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada anak mencakup tindakan
pemasangan infus, perawatan luka dan prosedur invasif lain. Bayi baru lahir cukup bulan
yang dirawat di rumah sakit secara kontinu akan dilakukan pemberian terapi, oleh karena
itu diperlukan pemasangan infus. Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang
menyakitkan bagi neonatus. Pemberian Non-nutritive sucking (NNS) dapat membantu
untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh neonatus.

4.2 Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang
mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan
kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang
proses pembelajaran.
17
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.

Sri Ramadhani, “Makalah Asuhan Keperawatan Hidrosefalus” Institut Kesehatan Medistra


Lubuk Pakam

PPNI. (2018). Standar diagnosa keperawatan Indonesia : Definisi dan indikator diagnostik.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia : Definisi dan kriteria hasil keperawatan.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia : Definisi dan tindakan keperawatan.
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

18

Anda mungkin juga menyukai