Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH &ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HIDROSEFALUS

TUGAS KEPERAWATAN ANAK II

Fasilitator :

Lilis Maghfuroh, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh Kelompok 6 Kelas 5C Keperawatan :

1. Hestina Pramesti (1802012673)


2. Moch Fajar Setyawan (1802012684)
3. Nikmatul Farida (1802012692)
4. Putri A’isatu Mauliddya (1802012680)
5. Sonia Clara Mustika (1802012697)
6. Yasmin Nor Harselina (1802012660)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Hidrosefalus” sesuai waktu yang ditentukan.

Makalah ini di susun sebagai salah satu persyaratan mengikuti proses belajar
mengajar Mata Kuliah Keperawatan Anak II, Prodi S1 Ilmu Keperawatan, Universitas
Muhammadiyah Lamongan.

Selama penyusunan, penulis mendapat banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat
Bapak/Ibu:

1. Drs. H. Budi Utomo, M.Kes selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Lamongan

2. Arifal Aris, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dekan Universitas Muhammadiyah Lamongan

3. Suratmi, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah


Lamongan

4. Lilis Maghfuroh, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen Fasilitator mata kuliah Isu Global

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan.Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat diterima, serta bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Lamongan, 21 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................4
BAB II KONSEP TEORI................................................................................................................5
2.1 Definisi........................................................................................................................................5
2.2 Klasifikasi....................................................................................................................................5
2.3 Epidemiologi...............................................................................................................................8
2.4 Anatomi dan Fisiologi Aliran CSS..............................................................................................8
2.5 Etiologi........................................................................................................................................8
2.6 Manifestasi Klinis......................................................................................................................10
2.7 Patofisiologi...............................................................................................................................11
2.8 Pathway.....................................................................................................................................14
2.9 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................15
2.10 Penatalaksaan...........................................................................................................................16
2.11 Komplikasi..............................................................................................................................18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HIDROSEFALUS.............................................................20
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................31
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................................31
4.2 Saran.........................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................32
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus dikenal
sebagai penyebab penyakit ayan.Di saat ini dengan teknologi yang semakinberkembanga
maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yangpada akhirnya menjadi
factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilanmerupakan keadaan yang sangat rentan
terhadap penyakit yang dapatmempengaruhi janinnya, salah satunya adalah
Hydrocephalus.Saat ini secaraumum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per
seribu kehamilan hidupmenderita hydrocephalus.Dan hydrocephalus merupakan penyakit
yang sangatmemerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.Hydrocephalus itu sendiri
adalahakumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid,
ruangsubdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur
tetapi paling banyak pada anakusia dibawah 6 tahun.Dari data yang didapat dalam kurun
waktu 6 (enem) tahunpada kasus Hydrocephalus di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab SjahranieSamarinda khususnya ruang Angsoka terdapat 101 kasus hydrocephalus dari
6233kasus penyakit saraf yang ada.Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebrospinal
dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadidan Yuliani, 2001).

Hidrosefalus menggambarkan kelompok keadaan yang beragam yang


merupakanakibat dari terganggunya sirkulasi dan absorbsi CSS atau pada keadaan yang
jarang, akibat dari meningkatnya produksi papilloma pleksus koroid.( Nelson, 1996 :2050 )

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Konsep Teori Hidrosefalus?

1.2.2 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Penderita Hidrosefalus?

1.3 Tujuan
Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit hydrocephalus yang semakin banyak ditemui
pada bayi,dan menelusuri bentuk umum hydrocephalus hingga bisamenangani dan merawat
penderita hydrocephalus secara baik dan sukses.
BAB II

KONSEP TEORI
2.1 Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan
cephalus yang berarti kepala.(Rizvi.2005). Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan
sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal
sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga
dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal (Satyanegara.2010)
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat peningkatan jumlah
cairan serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi,
sirkulasi dan absorbsinya.Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik
CSS.Kondisi seperti cerebral atrofi juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSS dalam
susunan saraf pusat (SSP).Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang
kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.Kondisi seperti itu bukan hasil dari gangguan
hidrodinamik dan dengan demikian tidak diklasifikasikan sebagai hidrochefalus (Jason G.
2010).

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitandengannya,
berdasarkan(Menurut Zulkarnain, 2011):
1. Gambaran klinis
Dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan
hidrosefalustersembunyi (occulthydrocephalus).Hidrosefalus yang tampak jelas
dengantanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifest.Sementara
itu,hidrosefalus dengan ukuran kepala yangnormal disebut sebagai hidrosefalus
yangtersembuni.
2. Waktu pembentukan
Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalusyang
terjadi pada neonates atau yang berkembang selama intra uterin disebuthidrosefalus
congenital. Hidroseflaus yang terajdi karena cedera kpala selamaproses kelahiran
disebut hidrosefalus infantile. Hidrosefalus akuisita adalahhidrosefalus yang terjadi
setelah masa neonates atau disebabkan oleh factor-faktorlain setelah masa neonates
(Harsono, 1996).
3. Proses terbentuknya
Dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.Hidrosefalus akutadalah
hidrosefalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi ataugangguan
absorpsi CSS (berlangsung dalam beberapa hari).Disebut hidrosefaluskronik apabila
perkembanganhidrosefalus terjadi setelah aliran CSS mengalamiobstruksi beberapa
minggu (bulan-tahun).Dan diantar waktu tersebut disebuthidrosefalus subakut.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus nonkomunikans.
Obstruktif (non-communicating) - terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS
yang disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling
umum, stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak. Non – obstruktif
(communicating) - dapat disebabkan oleh gangguan keseimbangan CSS, dan juga
oleh komplikasi setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.
5. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel,
hidrosefaluseksternalmenunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaakorteks. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktorfaktor yang
menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus
ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yangdiakibatkan atrofi otak
primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono,2005)
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga :
• Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
• Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya
tekananintrakranial sehinggapertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya
adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak
dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak
sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada
pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal ) hidrosefalus padabayi
dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga
terdapataliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan.Jenis
initidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untukmengabsorbsi
CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya
terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid
dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak
terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoiduntuk mengabsorbsi CSS
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit ataumalfungsional. Umumnya terdapat
pada orang dewasa, biasanya disebabkankarena dipenuhinya villus arachnoid dengan
darah sesudah terjadinyahemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda
dan gejala – gejalapeningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel
sehinggamenghambat aliran bebas dari CSS.Biasanya gangguan yang terjadi
padahidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi
bentukhidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang
mencegahbersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia
yangberhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat
ataudiperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien
dewasadapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular
ataubentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam
systemventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak –
anakdibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai
ekstrim,tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-
anak yanggaris suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura
danpembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan
kompresijaringanserebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial
biasanyanormal, gejala – gejala dan tanda –tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic
gait,incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala,
hemorrhageserebral atau thrombosis, mengitis

2.3 Epidemiologi
Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup ditemukan
lebih banyak di Negara berkembang seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000 kelahiran
(Espay AJ.2013 ). Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50% dari
kunjungan berobat atau tindakan operasi bedah saraf (Ibrhim S.2012). Sedangkan insiden
untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus) tidak diketahui secara pasti karena
penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada umumnya, insiden hidrosefalus adalah sama
untuk kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-Adams, X-linked hydrocephalus
ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar
40% dari total kasus hidrosefalus (Stephen L )

2.4 Anatomi dan Fisiologi Aliran CSS


Ruangan cairan serebrospinal (CSS) terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada
dasar otak dan ruangan subaraknoid.Ruangan ini mulai terbentuk pada minggu kelima masa
embrio. Sistem ventrikel dan ruang subarachnoid dihubungkan melalui foramen Magendi di
median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV (Harold.2003)
Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koroidalis di ventrikel otak.Cairan ini
mengalir ke foramen Monro ke ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke
ventrikel IV.Cairan tersebut kemudian mengalir melalui foramen Magendi dan Luschka ke
sisterna magna dan rongga subarachnoid di bagian cranial maupun spinal (Harold.2003).
Sekitar 70% cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus koroidideus, dan sisanya
dihasilkan oleh pergerakan dari cairan transepidermal dari otakmenuju sistem ventrikel. Bagi
anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90 ml dan 150 ml pada orang
dewasa. Tingkat pembentukan adalah sekitar 0,35 ml /menit atau 500 ml / hari. Sekitar 14%
dari total volume tersebut mengalami absorbsi setiap satu jam (Harold.2003).
2.5 Etiologi
Pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya
terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan,
infeksi, neoplasma dan perdarahan(Thompson D.2005).
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab terbanyak. 60%-90%
kasus hidrosefalus terjadi pada bayi dan anak-anak. Umumnya terlihat sejak
lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan sindroma Arnord-
Chiari akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan
serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga
terjadi penyumbatan sebagian atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker - atresiakongenital foramen Luschka dan Magendi
dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system ventrikel,
terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan
suatu kista yang besar di daerah fossa posterior.
d. Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
e. Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai
arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan
akibat obstruksi akuaduktus.
2. Infeksi - Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang subarachnoid.
Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna
basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan
sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis
serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar
sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta
lokasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma - hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV
dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan
suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan - perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri

2.6 Manifestasi Klinis


Pada bayi terdapat tanda dan gejala yang biasanya ditemukan mencakup (Menurut Mayer,
2003):
1. Pembesaran kepala yang tidak proporsional dengan pertumbuhan bayi (tandakhas
yang paling sering ditemukan ) akibat peningkatan volume cairanserebrospinalis.
2. Distensi vena-vena kulit kepala akibat peningkatan tekanan cairanserebrospinalis.
3. Kulit kepala yang tampak tipis, mengkilat dan rapuh akibat peningkatantekanan
cairan serebrospinalis.
4. Otot-otot leher yang tidak berkembang akibat peningkatan berat badan.
5. Depresi atap orbita (atap orbita tertekan) disertai pergeseran bola mata kebawah dan
sklera yang menonjol sebagai akibat peningkatan tekanan.
6. Tangisan yang melengking dan bernada tinggi, iritabilitas (rewel), serta tonusotot
yang abnormal sebagai akibat kompresi saraf.
7. Muntah proyektil (muntah menyembur) akibat peningkatan tekananintrakranial.
8. Pelebaran tengkorak untuk mengakomodasi peningkatan tekanan.

Pada dewasa dan anak yang sudah besar, tanda- tanda yang menunjukkanhidrosefalus
meliputi (Menurut Mayer, 2003):
1. Penurunan tingkat kesadaran akibat peningkatan tekanan intrakranial.
2. Ataksia akibat kompresi pada daerah-daerah motorik.
3. Inkontinensia (ketidakmampuan spinter untuk menahan urine)
4. Gangguan intelektual.
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala (Menurut
Endang, 2011):
1. Kepala makin membesar
2. Veba-vena kepala prominen
3. Ubun-ubun melebar dan tegang
4. Sutura melebar
5. Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buahsemangka
pada perkusi kepala
6. Perkembangan motorik terlambat
7. Perkembangan mental terlambat
8. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
9. Cerebral cry, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
10. Nistagmus horisontal
11. Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan danpenipisan
tulangtulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga irisseakan-akan
sepertimatahari yang akan terbenam.

Anak(Menurut Endang, 2011):


1. Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekananintrakranial
2. Muntah proyektil
3. Nyeri kepala
4. Kejang
5. Kesadaran menurun
6. Papiledema
7. Pada dewasa gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala.Sementara itu
gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadipada 1/3 kasus
hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik padaumumnya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan/atauadanya paralisis
n.abdusens.

2.7 Patofisiologi
Banyak yang menjadi penyebab hidrosefalus antara lain kelainanbawaan/kongenital,
infeksi, neuplasma, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksipada system ventrikuler atau pada
ruangan subarachnoid, ventrikel serebrimelebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengerut dan menyobek garisependimal. Substansia alba di bawahnya akan mengalami atrofi
dan tereduksimenjadi pita yang tipis. Pada substansia grisea terdapat pemeliharaan
yangbersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran,substansia
grisea tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakanproses yang tiba-
tiba(akut) dan dapat juga selektif bergantung pada kedudukanpenyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus kegawatan. Pada bayi dan anakkecil, sutura kranialnya melipat dan melebar
untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika Fontanelaanterior tidak tertutup, maka
fontanel ini tidak akanberkembang dan terasa tegang pada perabaan. Stenosis aquaduktus
menyebabkantitik pelebaran pada ventrikel lateral dantengah, pelebaran ini
menyebabkankepala berbentuk khas, yaitu dahi tampak menonjol secara dominan
(dominanfrontal blow). Sindrom dandy-Walker terjadi jika karena adanya obstruksi
padaforaminal di luar pada ventrikel IV.Ventrikel IV melebar dan fosa pascaeriormenonjol
memenuhi sebagian besar ruang di bawah tentorium. Klien dengan tipehydrochepalus di atas
akan mengalamai pembesaran cerebrum yang secarasimetris dan wajahnya tampak kecil
secara disproporsional. Pada orang yang lebihtua, sutura cranialtelah menutup sehingga
membatasi ekspansi masa otak,akibatnya gejala peningkatan tekanan intracranial terjadi
sebelum terjadi ventrikserebri menjadi sangat membesar.Kerusakan dalam absorpsi dan
sirkulasi CSSadalah hydrocephalus tidak komplet. CSS melebihi kapasitas normal
systemventrikel setiap 6-8 jam dan tidak adanya absorpsi total akan menyebabkankematian.
Ventrikular yang melebar menyebabkan sobeknya garis ependimalnormal, khusunya pada
dinding rongga sehingga mengakibatkan peningkatanabsorpsi. Jika rute kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventricular lebih lanjutmaka akan terjadi keadaan kompensasi.
Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar 50-200 mm, praktis samadengan 50-
200 mmH20. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elasticmerupakan suatu kotak
tertutup yang berisikan jaringan otak dan medulla spinalissehingga volume otak total (kranio
spinal) ditambah dengan volume darah danlikuor merupakan angka tetap (hukum Monroe
Kellie). Bila terdapat peningkatanvolume likuor akan menyebabkan peningkatan TIK.
Keadaan ini terdapat padaperubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume
pembuluh darahterutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih otak berkurang
padahidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta tekanan likuor berubaholeh
berbagai pengaruh sehingga volume darah selalu akan menyesuaikan diri(Harsono, 1996).
Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari 3 mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Sebagai konsekuesi dari 3 mekanisme di atas adalah peningakatan tekananintrakranial
sebagia upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.Mekanisme terjadinya
dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secaraterperinci, namun hal ini bukannlah hal
yang sederhana sebagaimana akumulasiakibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi.Mekanismeterjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda
setiap saatselama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
a. Kompresi sistem serebro vaskuler
b. Redistribusi dari likuor serebro spinalis atau cairan ekstraseluler atau keduanyadi
dalam sistem susunan saraf pusat.
c. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguanviskoelastisitas
otak, kelainan turgor otak)
d. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)
e. Hilangnya jaringan otak
f. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya
reganganabnormal pada sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karenatumor pleksus
khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yangberlebihan akan menyebabkan
TIK meningkat dalam mempertahankankeseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor,
sehingga akhirnya ventrikel akanmembesar. Ada pula beberapa laporan mengenai produksi
likuor yang berlebihantanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, disamping juga akibat
hipervitaminosisA.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan
kasushidrosefalus.Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran
akanmeningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankanresobrsi
yang seimbang.Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai 2konsikuensi yaitu peningkatan
tekanan vena kortikal sehingga menyebabkanvolume vaskuler intrakranial bertambah dan
peningkatan intrakranial sampai batasyang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor
terhadap tekanan sinus venayang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari kompliens tengkorak. Bila
sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi dengan peningkatan volume
vaskuler, dalam hal ini peningkatan tekanan venaakan diterjamahkan dalam bentuk klinis dari
preudotumor serebri. Sebaliknya bila tengkorak masih dapat beradaptasi, kepala akan
membesar dan volume cairan akan bertambah. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan
likour dan kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan
klinis.
2.8 Pathway

Kelainan Infeksi Neoplasma Perdarahan


kongenital

Radang Proliferasi sel Fibrosisi Obstruksi oleh


1. Obstruksi salah satu jaringan otak
tempat pembentukan secara leptomenigens pendarahan
(selaput abnormal pada daerah
(ventr.III/IV).
2. Obstruksi pada duktus menigen ) basal otak
rongga tengkorak. Tingkatan
3. Gangguan absorpsi Terbentuknya Terbentuknya pembedahan
LCS(Foramen jaringan parut massa didalam
Mondroe,Luscha, dan otak Risiko infeksi
Magendie).

Hipertermi

Penurunan Obstruksi Gangguan Risiko


kapasitas adaptif aliran CSS memori gangguan
intrakrnial perkembangan
Hidrosefalus

B1 B2 B3

Produksi Sputum Bunyi Peningkatan CSS


napas Penurunan Meningkatnya
tambahan aliran darah konsentrasi Peningkatan TIK
Penggunaan otot
elektrolit
bantu
Batuk Hipotensi
Penekanan
Peningkatan Risiko
saraf cranial
frekuensi Brakikardi ketidak
pernapasan seimbanga
n elektolit Disfungsi
Risiko perfusi persepsi visual-
Sesak napas serebral tidak spasial dan
kehilangan
sensorik
Bersihan jalan Gangguan
menenlan
napas tidak efektif
Ganggguan
persepsi
Nyeri akut sensori
B4 B5 B6

Penurunan Kerusakan Pembesaran


fungsi ginjal control relatif kepala
Kehilangan Kerusakan
motorik &
nafsu makan neurologis
Peningkatan postural
jumlah urine Disfuungsi
Control Nafsu makan Penurunan motorik
sfingter menurun peristaltik usus
Peningkatan
urinarius Kesulitan
retensi urine Mual&muntah
eksternal Penurunan bergerak
hilang bising usus
Retensi Penurunan BB
urine Konstipasi Penekanan
Inkontensia total
urine Defisit
berlanjut nutrisi
Gangguan
Gangguan integritas
mobilitas kulit
fisik

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik
dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu (Menurut Zulkarnain, 2011):
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaransutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa
imopressiodigitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka
darifotorontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan
tekananintrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan
inidilakukandalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama
3menit.Alat yangdipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.Pada
hidrosefalus,lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan
lingkarkepalamelampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua
gariskisi 1cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran
kepaladapatnormal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah
penutupansuturansecara fungsional.Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum
penutupan suturankranialis makapenutupan sutura tidak akan terjadi secara
menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnyadenganalat
tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk kedalamventrikel.
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihatkontras mengisiruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karenafontanela telahmenutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan borpada craniumbagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi .
5. Ultrasanografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan
dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemerksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyali nilai
didalam menentukan system ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada
pemeriksaan CT Scan .
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi diatas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada yang yang besar. Ventrikel IV sering ukuranya normal dan
adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transpendimal dai CSS
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan mendula spinalis dengan menggunakan
teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk bayangan stuktur tubuh.
2.10 Penatalaksaan
Satu-satunya penanganan pada hidrosefalus adalah dengan koreksi
melaluipembedahan melalui pemasangan Menurut Mayer, 2003 :
A. Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt)
Untuk mengangkut cairan serebrospinal yang berlebihan dari ventrikellateralis ke dalam
kavum peritoneal.
B. Venriculoatrial shunt (pemasangan alat ini lebih jarang dilakukan )
Untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari dari ventrikulus lateralis otakke dalam
atrium kanan jantung agar cairan tersebut dapat mengalir sendiri kedalam peredaran darah
vena.
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and livesustaining” yang
berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkandengan tindakan
bedahsecepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatandan kematian sehingga
pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalisdengan
tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid(diamox) yang
menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
3. tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
4. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal (Holter, 1992; Scott, 1995;Anthony JR, 1972)
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural (Rasohoff, 1954)
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi (Maston, 1951)
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
C. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melaluikateter
yangberventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkanpengaliran cairan
serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yangdianggap terbaik namun, kateter
harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anakdan harus diwaspadai terjadinya infeksi
sekunder dan sepsis.
D. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelahdiagnosis
lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerahkepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, laluselang pintasan dipasang. Disusul
kemudian dibuat sayatan kecil di daerahperut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang dikepala dan perut dihubungakan dengan selang yang
ditanam di bawah kulithingga tidak terlihat dari luar.
E. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasanjenis silicon
yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978)mengembangkan fiberoptik
yangdilengkapi perawatan bedah mikro dengansinar laser sehingga pembedahan
dapatdipantau melalui televisi.
F. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusihidrosefalusmelalui
upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atauupaya meningkatkan
resorbsinya.
G. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,reseksi radikal lesi
massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatumalformasi. saat ini cara
terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasarventrikel III adalah dengan teknik
bedah endoskopik.
H. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengankavitas
drainase.pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah ronggaperitoneum.baisanya
cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namunkadang ada hidrosefalus
komunikans ada yang didrain rongga subarachnoidlumbar. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitupemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan. Kelancarandan fungsi alat shunt yang dipasang.
infeksi pada shunt meningkatkan resiko akankerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan
bahkan kematian

2.11 Komplikasi
Komplikasi hidrosefalus menurut Mayer, 2003 :
1. Retardasi mental
2. Gangguan fungsi motori
3. Kehilangan penglihatan
4. Herniasi otak
5. Kematian akibat peningkatan tekanan intracranial
6. Infeksi
7. Malnutrisi
8. Infeksi pada shunt (sesudah pembedahan)
9. Septikemia (sesudah pemasangan shunt)
10. Ileus paralitik, adhesi, peritonitis, dan perforasi usus (sesudah pemasanganshunt )
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. Kerusakan otak
4. Retardasi menta
5. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
6. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
7. Kerusakan jaringan saraf
8. Proses aliran darah terganggu
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HIDROSEFALUS

A. Pengkajian
Anamnesis : Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
Keluhan utama :
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatanbergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada peningkatan tekanan
intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
Riwayat penyakit sekarang :
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan meningens)
sebelumnya.Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak mengalami pembesaran
kepala, tingkat kesadaran menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya
tanpak kecil secara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum,
akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung.Adanya penurunan
atau perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya perubahan di dalam
intracranial.Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi.
Riwayat penyakit dahulu:
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumnya,
riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
1. Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
2. Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
3. Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
Riwayat perkembangan :
Kelahiran premature.lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis
keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi
terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat berhubungan dengan
penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.
Riwayat pertumbuhan :
 Tinggi badan : pertambahan TB anak dari usia 0-12 bulan (25 cm), usia 1-2 tahun
(13 cm), usia 2-3 tahub (9 cm), usia 4 tahun-puberts (5 cm).
 Berat badan : pertambahan BB anak dari usia 0-6 bulan (1400-200 gr/minggu),
usia 6-12 bulan (85-140 gr/minggu), usia 1-2 tahun (2,5 kg/tahun), usia 2-5 tahun
(2 kg/tahun), usia 5 tahun-pubertas (2-3 kg/tahun)
 Lingkar kepala : pertambahan dari usia 0-3 bulan (2 cm / bulan), usia 2-4 bulan (1
cm / bulan), usia 6-12 bulan (1/2 cm / bulan), usi 1-2 tahun (2 cm / tahun)
 Gigi : usia 12 bulan anak memiliki 6 buah gigi, kemudian mengalami pertambahan
jumlah gigi dengan 20 gigi susu pada usia 2,5 tahun
Riwayat imunisasi :
Berikut imunisasi lengkap sesuai program pemerintah yaitu meliputi:

1. Bayi berusia kurang dari 24 jam: imunisasi Hepatitis B (HB-0)


2. Bayi usia 1 bulan: BCG dan Polio 1
3. Bayi usia 2 bulan: DPT-HB-Hib 1, Polio 2, dan Rotavirus
4. Bayi usia 3 bulan: DPT-HB-Hib 2 dan Polio 3
5. Bayi usia 4 bulan: DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV atauPolio suntik, dan Rotavirus
6. Bayi usia 9 bulan: Campak atau MR
7. Usia kurang dari 1 tahun: BCG, hepatitis B, polio, DPT, campak, HiB,
pneumokokus,rotavirus.
8. Usia 1-4 tahun: DPT, polio, MMR, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza, HiB,
pneumokokus.
9. Usia 5-12 tahun: DPT, polio, campak, MMR, tifoid, Hepatitis A, varisela,
influenza, pneumokokus.
10. Usia 12-18 tahun: Td, hepatitis B, MMR, tifoid, hepatitis A, varisela, influenza,
pneumokokus, HPV.
11. Usia lanjut usia: influenza, pneumokokus.
Selain itu, terdapat pula imunisasi yang dianjurkan untuk diberikan pada
daerah endemis, seperti imunisasi japanese encephalitis, umumnya diberikan
mulai usia 1 tahun, dan diulang pada usia 3 tahun. Vaksinasi Dengue untuk
mencegah demam berdarah juga direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) mulai usia 9 tahun, dalam 3 kali pemberiandengan jarak 6 bulan.

Pengkajian psikososiospritual :
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga (orang
tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengruhnya dalam kehidupan
sehari-hari. Baik dalam keluarga maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien dan orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa
ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif perawatan
dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit
neurologis dalam hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan individu.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan head to toe
a) Kepala : tampak membesar, asimetris, fontanel menonjol, dilatasi vena perifer
(+). Pada benjolan teraba fluktasi , pada kepala bagian samping dan belakang
terdapat borok
b) Mata : mata mengarah kearah bawah (sunset phenomenon), konjungtiva pucat
-/-, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya
+/+
c) Leher : tidak ada kelainan
d) Thoraks
- Inspeksi : bentik dan gerakan pernapasan simetris kanan dan kiri
- Palpasi : -
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : suara napas vesikuler pada seluruh lapang paru, ronkhi +/
+, wheezing -/-
e) Jantung
- Inspeksi : ictus cordi tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordi tidak teraba
- Perkusi : dalam batas nirmal
- Auskultasi : BJ 1,2 reguler, murmur (-), gallop (-)
f) Abdomen :
- Inspeksi : supel, distensi (-), venektasi (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi :bising usus (- )
g) Anus & genetalia : dalam batas normal
h) Ekstermitas : terbatas
2. Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan kesadaran (GCS <15)
dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan inaktivitas. Pada beberapa
keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatka hal- hal sebagai
berikut:
1. Ispeksi umum:
Apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi§ sputum, sesak
nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan.Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru tidak
simetris. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot
interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi
paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika otot-
otot interkostal tidak mampu menggerakkandinding dada.
2. Palpasi:
Taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
3. Perkusi:
Resonan pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi:
bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien
dengan adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan
penurunan tingkat kessadaran.
B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.Nadi bradikardia merupakan tanda dari
perubahan perfusi jaringan otak.Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan
hemoglobin dalam darah.Hipotensi menunjukanadanya perubaha perfusi jaringan dan
tanda-tanda awal dari suatu syok. Pada keadaan lain akibat dari trauma kepala akan
merangsang pelepasan antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi tubuh
untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini
akan meningkatkan konsentrasi elektroloit sehingga menimbulkan resiko gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibanding
pengkajian pada system yang lain. Hidrosefalus menyebabkan berbagai deficit
neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat
adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel.Kepala terlihat lebih besar jika
dibandingka dengan tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala
suboksipito bregmatikus disbanding dengan lingkar dada dan angka normal pada usia
yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari normal.Ubun-ubun besar
melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi
tampak melebar atau kulit kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan
pelebaran vena kulit kepala.Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar.
Didapatkan pula cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak pada
perkusi kepala.Bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang
subraorbita. Sclera tanpak diatas iris sehingga iris seakan-akan matahari yang akan
terbenam atau sunset sign.
1. Pengkajian tingkat kesadaran
Tingkat keterrjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan.Gejala khas pada hidrosefalus tahap
lanjut adalah adanya dimensia.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien
hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai
koma.
2. Pengkajian fungi serebral, meliputi:
a) Status mental: Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.Pada
bayi dan anak-anak pemeriksaan statuss mental tidak dilakukan.
b) Fungsi intelektual: Pada beberapa kedaan klien hidrosefalus
didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Pada pengkajian anak, yaitu sering didapatkan
penurunan dalamperkembangan intelektual anak dibandingkan dengan
perkembangan anak normal sesuai tingkat usia.
c) Lobus fronta: Kerusakkan fungsi kognitif dan efek psikologik
didapatkan jika jumlah CSS yang tinggi mengakibatkan adanya
kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau kerusakan fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi. Disfungsi ini dapat ditunjukka
pada lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi yang menyebabka klien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka.pada klien bayi dan anak-
anak penilaian disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.
3. Pengkajin saraf cranial, meliputi:
a. Saraf I (Olfaktori). Pada beberapa keaaan hidrosefalus menekan anatomi
danfisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi
penciuman/anosmia lateral atau bilateral.
b. Saraf II (Optikus): pada anak yang agak besar mungkin terdapat edema
pupilsaraf otak II pada pemeriksaan funduskopi.
c. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris, Troklearis, Abducens): tanda
diniherniasi tertonium addalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran .paralisisotot-otot ocular akan menyusul pada tahap
berikutnya. Konvergensisedangkan alis mata atau bulu mata keatas, tidak
bisa melihat keatas,. Strabismus, nistagmus, atrofi optic sering di
dapatkan pada nanak dengan hidrosefalus.
d. Saraf V (Trigeminius):karena terjadinya paralisis saraf trigeminus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah atau
menetek.
e. Saraf VII(facialis): persepsi pengecapan mengalami perubahan
f. Saraf VIII (Akustikus): biasanya tidak didapatkan gangguan fungsi
pendengaran.
g. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus): kemampuan menelan kurang
baik, kesulitan membuka mulut
h. Saraf XI (Aksesorius): mobilitas kurang baik karena besarnya kepala
menghambat mobilitas leher klien
i. Saraf XII (Hipoglosus): Indra pengecapan mengalaami perubahan.
Pengkajian system motorik.Pada infeksi umum, didapatkan kelemahan
umum karena kerusakan pusat pengatur motorik.Tonus otot.Didapatkan
menurun sampai hilang Kekuatan otot.Pada penilaian dengan
menggunakan tingkat kekuatan ototdidapatkan penurunan kekuatan otot-
otot ekstermitas.Keseimbangan dan koordinasi.Didapatkan mengalami
gangguan karena kelemahan fisik umum dan kesulitan dalam berjalan.
4. Pengkajian reflex:
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat reflex pada respon normal. Pada tahap lanjut,
hidrosefalusyang mengganggu pusat refleks, maka akan didapatkan
perubahan dari derajat refleks. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase
akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
5. Pengkajian system sensorik:
Kehilangan sensori karena hidrosefalus dapat berupa kerusakan
sentuhanringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat
jenis urine.Peningkatan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunya perfungsi pada ginjal.Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin
mengalami inkontensia urin karena konfusi, ketidak mampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karenakerusakan control
motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius eksternal hilang atau
steril. Inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, serta mual dan
muntah pada fase akut.Mual sampai muntah akibat peningkatanproduksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.Adanya kontensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.Pemeriksaan rongga mulut dengan
melakukan peniaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi.Pemeriksaan bising usus untuk untuk menilai
keberadaan dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi
abdomen. Bising usus menurun atau
hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus
selama ± 2 menit.Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelanya udara yang
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nastrakeal.
B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada bayi disebabkan
pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas fisik secara umum.Kaji warna
kulit, suhu, kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna
kebiruaan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas,telingga, hidung,
bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat
berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobinatau syok. Warna kemerahan pada
kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi.Integritas kulit untuk menilai
adanya lesi dan dekubitus.Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
Pemeriksaan diagnostic
CT scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak. MRI: digunakan sama denga CT
scan dengan atau tanpa kontras radioaktif Rongen kepala: mendeteksi perubahan struktur
garis sutura. Pemeriksaan CSS dan Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachoid. CSS dengan atau tanpa kuman dengan kultur yaitu protein LCS
normal atau menurun, leukosit meningkat/ tetap, dan glukosa menurun atau tetap.
Pengkajian Penatalaksanaan medis
1. Tirah baring total, bertujuan untuk mencegah resiko/gejala peningkatan TIK, untuk
mencegah resiko cedera dan mencegah gangguan neurologis
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3. Pemberian obat-obatan
1) Deksametason sebagai pengobatan antiedema serebral, dosis sesuai beratringannya
truma.
2) Pengobatan anti edema, larutan hipetonis, yaitu manitol 20% atau glukosa 40%
atau gliserol 10%. 3) Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin)
atau untuk infeksianaerob diberikan metronidazole.
4) Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse dekstrosa 5% 2-3
hari kemudian diberikan makanan lunak. 5) Beberapa teknik pengobatan yang telah
dikembangkan meliputi penurunan produksi LCS dengan merusak sebagian fleksus
(koroidalis).

B. Diagnosis
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d penurunan alirandarah ke otak (D. 007)
 Faktor Risiko
1) Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial
2) Penurunan kinerja ventrikel kiri
3) Aterosklerosis aorta
4) Diseksi arteri
5) Fibrilasi atrium
6) Tumor otak
7) Stenosis karotis
8) Miksoma atrium
9) Aneurisma serebri
10) Koagulopati (mis. Anemia sel sabit)
11) Dilatasi kardiomiopati
12) Koagulasi intravaskuler diseminata
13) Embolisme
14) Cedera kepala
15) Hiperkolesteronemia
16) Hipertensi
17) Endocarditis infektif
18) Katup prostetik mekanis
19) Stenosis mitral
20) Neoplasma otak
21) Infark miokard akut
22) Sindrom sick sinus
23) Penyalahgunaan zat
24) Terapi tombolitik
25) Efek samping tindakan (mis. Tindakan operasi bypass)
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intracranial (D.0077)
 Gejala dan Tanda Mayor
 Subyektif :
1) Mengeluh nyeri
 Obyektif :
1) Tampak menangis
2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
 Gejala dan Tanda Minor
 Subyektif :
(tidak tersedia)
 Obyektif :
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
3. Hipertermia b.dadanya respon inflamasi karena masuknya bakteri (D.0130)
 Gejala dan Tanda Mayor
 Subyektif :
(tidak tersedia)
 Obyektif ;
1) Suhu tubuh diatas nilai normal
 Gejala dan Tanda Minor
 Subyektif :
(tidak tersedia)
 Obyektif :
1) Kulit memerah
2) Kejang
3) Takikardi
4) Takipnea
5) Kulit terasa hangat

C. Rencana Keperawatan
No Diagnosis (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Risiko perfusi Perfusi Serebral (L.05044) Mananjemen Peningkatan
serebral tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Tekanan
b.d penurunan aliran keperawatan selama 1x24 jam Intracranial(1.06194)
intracranial (D.007) diharapkan perfusi serebral Observasi:
• Faktor Risiko meningkat dengan kriteria - Identifikasi penyebab
1) Keabnormalan masa hasil : peningkatan TIK
protrombin dan/atau 1. Tingkat kesadaran - Monitor tanda/gejala
masa tromboplastin meningkat peningkatan TIK
parsial 2. Kognitif meningkat - Monitor MAP (Mean
2) Penurunan kinerja 3. Tekanan intracranial Arterial Pressure)
ventrikel kiri menurun - Monitor CPP (Cerebral
3) Aterosklerosis aorta 4. Sakit kepala menurun Perfusion Pressure)
4) Diseksi arteri 5. Gelisah menurun - Monitor gelombang ICP
5) Fibrilasi atrium 6. Kesadaran membaik - Monitor status pernapasan
6) Tumor otak - Monitor cairan cerebro-
7) Stenosis karotis spinalis (mis. Warna,
8) Miksoma atrium konsistensi)
9) Aneurisma serebri Terapeutik:
10) Koagulopati (mis. - Minimalkan stimulus
Anemia sel sabit) dengan menyediakan
11) Dilatasi lingkungan yang nyaman
kardiomiopati - Berikan posisi semi
12) Koagulasi fowler
intravaskuler - Hindari maneuver valsave
diseminata - Cegah terjadinya kejang
13) Embolisme Kolaborasi:
14) Cedera kepala - Kolaborasi pemberian
15)Hiperkolesteronemi sadasi dan anti konvulsan,
a jika perlu
16) Hipertensi - Kolaborasi pemberian
17) Endocarditis diuretic, jika perlu
infektif
18) Katup prostetik
mekanis
19) Stenosis mitral
20) Neoplasma otak
21) Infark miokard
akut
22) Sindrom sick sinus
23) Penyalahgunaan
zat
24) Terapi tombolitik
25) Efek samping
tindakan (mis.
Tindakan operasi
bypass)

2 Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri


peningkatan tekanan Setelah dilakukan tindakan (1.08238)
intracranial (D.0077) keperawatan selama 1x24 jam Observasi:
• Gejala dan Tanda diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi lokasi,
Mayor menurun dengan kriteria karakteristik, durasi,
• Subyektif : hasil : frekuensi, kualitas,
1) Mengeluh nyeri 1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
• Obyektif : 2. Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
1) Tampak menangis 3. Sikap protektif menurun - Identifikasi respons nyeri
2) Bersikap protektif 4. Gelisah menurun non verbal
(mis. Waspada, 5. Kesulitan tidur menurun - Identifikasi factor yang
posisi menghindari 6. Frekuensi nadi membaik memperberat dan
nyeri) memperingan nyeri
3) Gelisah - Monitor efek samping
4) Frekuensi nadi penggunaan analgetik
meningkat Terapeutik:
5) Sulit tidur - Berikan teknik non
• Gejala dan Tanda farmakologis untuk
Minor mengurangi rasa nyeri
• Subyektif : - Control lingkungan yang
(tidak tersedia) memperberat rasa nyeri
• Obyektif : - Fasilitasi istirahat tidur
1) Tekanan darah - Pertimbangkan jenis dan
meningkat sumber nyeri dalam
2) Pola napas berubah pemilihan strategi
3) Nafsu makan meredakan nyeri
berubah Edukasi:
4) Proses berikir - Jelaskan strategi
terganggu meredakan nyeri
5) Menarik diri - Anjurkan teknik non
6) Berfokus pada diri farmakologis untuk
sendiri mengurangi rasa nyeri
7) Diaforesis Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 Hipertermia b.d Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia
adanya respon Setelah dilakukan tindakan (1.15506)
inflamasi karena keperawatan selama 1x24 jam Observasi:
masuknya bakteri diharapkan termoregulasi - Identifikasi penyebab
(D.0130) membaik dengan kriteria hipertermia
• Gejala dan Tanda hasil : - Monitor suhu tubuh
Mayor 1. Menggigil menurun - Monitor kadar elektrolit
• Subyektif : 2. Kejang menurun - Monitor komplikasi
(tidak tersedia) 3. Pucat menurun akibat hipertermia
• Obyektif ; 4. Suhu tubuh membaik Terapeutik:
1) Suhu tubuh diatas 5. Suhu kulit membaik - Sediakan lingkungan
nilai normal yang dingin
• Gejala dan Tanda - Longgarkan lalu lepaskan
Minor pakaian
• Subyektif : - Basahi dan kipasi
(tidak tersedia) permukaan tubuh
• Obyektif : - Berikan cairan oral
1) Kulit memerah Edukasi:
2) Kejang - Anjurkan tirah bari ng
3) Takikardi Kolaborasi:
4) Takipnea - Kolaborasi pemberian
5) Kulit terasa hangat cairan elektrolit intravena,
jika perlu
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat peningkatan
jumlah cairan serebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
produksi, sirkulasi dan absorbsinya.Kondisi ini juga bisa disebut sebagai gangguan
hidrodinamik CSS.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literature dalam pembuatan
maklaah agar dapat menyusun makalh yang lebih baik lagi untuk kedepannya.
Dan kita harus mengerti dan memahami apa itu Hidrosefalus dan bagaimana
asuhan keperawatannya agar tindakan serta penanganan terhadap masalah ini
dapat tercapai sesuai dengan keinginan.
4.2.2 Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada
mahasiswa dalam proses penyusunan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adam Achmad.Hidrosefalus pada anak anak dan dewasaBahan ajar hidrosefalus


Apriyanto,dkk. Hidrosefalus pada anak.JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal: 61 – 67,
Jambi
Mayer, Brena. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC
Zulkarnain. 2011. Asuhan keperawatan hidrosefalus.
Rizki.2012. Asuhan keperawatan
hidrosefalus.http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/09/asuhankeperawat
anhidrosefalus.html
PPNI.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI.(2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai