Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN AKTIVITAS : HYDROCEPHALUS

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen pengampu: Ns. Sussanty Cahyaning, M.Kep

Disusun Oleh:

1. Erfina Ferdianty 10521004


2. Elvira Rahma Aliyya 10521027
3. Devi Zianka Raihani 10521034

KELAS 2A

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLTEKES TNI AU CIUMBULEUIT BANDUNG

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala anugerah yang selalu
dilimpahkan kepada umatnya baik lahir maupun batin, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak
dengan Gangguan Kebutuhan Pemenuhan Aktivitas: Hydrocephalus” ini dilakukan
untuk memahami secara jauh tentang asuhan keperawatan pada anak penderita
hidrosefalus, demikian sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, yang tak lepas dari kesalahan dan kekurangan.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu
Sussanty Cahyaning, M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan
Anak, atas segala wawasan, ide, serta dengan sabar memberikan bimbingan, masukan
dan saran dalam proses perkuliahan.

Bandung, 11 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan Pembelajaran......................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Konsep Teori..................................................................................................3
2.1.1 Definisi....................................................................................................3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi.............................................................................4
2.1.3 Etiologi....................................................................................................6
2.1.4 Tanda dan Gejala.....................................................................................8
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................10
2.1.6 Komplikasi.............................................................................................12
2.1.7 Penatalaksanaan.....................................................................................13
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan......................................................................15
2.2.1 Pengkajian.............................................................................................15
2.2.2 Analisa Data..........................................................................................21
2.2.3 Diagnosa Keperawatan..........................................................................23
2.2.4 Intervensi...............................................................................................23
2.2.5 Implementasi.........................................................................................29
2.2.6 Evaluasi.................................................................................................29
BAB III.......................................................................................................................30
STUDI KASUS...........................................................................................................30
3.1 Kasus............................................................................................................30

iii
3.2 Pembahasan..................................................................................................30
BAB IV........................................................................................................................38
PENUTUP..................................................................................................................38
4.1 Kesimpulan...................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................39

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus


dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin
berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada
akhirnya menjadi faktor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan
keadaan yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya,
salah satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat
dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus.
Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan
keperawatan yang khusus.

Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi
yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun
banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi
pada oaran dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga
lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih
terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan
melebarnya tulang-tulang tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang tengkorak
tidak mampu lagi melebar.

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan


serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang
sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab
hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan
postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi
hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan,
peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus
(Apriyanto, 2019).

1
1.2 Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai
cara untuk mengantisipasi masalah serta bahkan melakukan asuhan pada kasus
hidrosefalus.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui defisinis Hidrosefalus
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi Hidrosefalus
c. Mengetahui etiologi Hidrosefalus
d. Mengetahui tanda dan gejala Hidrosefalus
e. Mengetahui patofisiologi dan pathway Hidrosefalus
f. Mengetahui komplikasi Hidrosefalus
g. Mengetahui penatalaksanaan Hidrosefalus
h. Mengetahui asuhan keperawatan Hidrosefalus

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Definisi

Hidrosefalus berasal dari bahasa latin “ hydro” berarti air dan “cepalus”
berarti kepala, secara singkat artinya “ air didalam kepala”. Hidrosefalus pertama kali
dijelaskan oleh ilmuan dari yunani bernama hippocrates. Penderita hidrosefalus
memiliki kelainan cairan serebrospinal (CSS) didalam ventrikel atau selaput otak.
Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada intrakranial dalam tengkorak serta
menyebabkan kepala menjadi membesar dan cacat mental, dalam kasus yang berat
dapat menyebabkan kematian .

Hidrosefalus adalah penambahan volume cairan serebrospinalis (CSS) di


ruang ventrikel dan ruang subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan karena tidak
seimbangnya produksi dan absorpsi cairan serebrospinalis. Hidrosefalus adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang disebakan karena
adanya penumpukan cerebrospinal fluid didalam ventrikel otak .

Hidrosefalus menyumbat aliran cairan serebrospinal didalam ventrikel atau di


subarachnoid. Secara normal cairan tersebut seharusnya mengalir melalui ventrikel
dan keluar dari sisterna (penampungan kecil) yang terletak di dasar otak. Cairan
tersebut berfungsi mengeluarkan makanan dan membuang sisa hasil metabolisme dari
otak melalui pembuluh darah. selain hidrosefalus disebabkan oleh masalah tersebut,
penyakit ini juga di sebabkan oleh adanya produksi berlebihan CSS (cairan otak)
karena kelainan sejak lahir atau juga karena adanya benturan dan infeksi pada kepala.

3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

Afdhalurrahman (2017) menyebutkan anatomi dan fisiologi cairan


serebrospinal, yaitu :

Ruangan cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada minggu kelima


masa embrio. Ruangan ini terdiri dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar
otak dan ruangan subarakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang
dibentuk di dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis, berjalan kembali ke
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh
sususan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subarakhnoid adalah
melalui foramen Magendie di sebelah medial dan foramen Luschka di sebelah lateral
ventrikel IV.

Sebagian besar CSS yang dihasilkan oleh pleksus koroidalis akan mengalir ke
foramen monro dan ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius ke ventrikel
IV. Setelah itu, CSS mengalir melalui foramen magendi dan foramen luschka menuju
sisterna magna dan rongga subarakhnoid di bagian kranial maupun spinal.

Setelah mencapai ruang subarakhnoid, CSS keluar melalui sistem vaskular


karena sistem saraf pusat tak mengandung sistem getah bening. Sebagian besar cairan

4
serebrospinal di reabsorpsi ke dalam darah melalui struktur khusus yang
dinamakan vili araknoidalis atau granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang
subarakhnoid ke sinus sagitalis superior otak.

Bagi anak-anak usia 4-13 tahun rata-rata volume cairan liqour adalah 90
mlRata- rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini
merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi.
Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka
cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.

CSS mempunyai fungsi:

a. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok


pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler,
jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel
dalam sistem saraf

b. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak


dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak
dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak

c. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti


CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya
mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk
seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.

d. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon


dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat
dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral

5
e. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan
mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai
sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang
mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

2.1.3 Etiologi

Marmi (2017) menyebutkan beberapa dari etiologi penyakit hidrosefalus


adalah:

1. faktor keturunan

2. Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida, atau


enchefalokel (hernia jaringan saraf karena cacat tempurung kepala).

3. Komplikasi persalinan prematur (perdarahan intaventrikular, meningitis,


tumor, cidera kepala traumatis, atau perdarahan sub arachnoid)

4. Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi


cairan serebrospinalis.

Hidrosefalus dapat terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan
CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah:

1) Kelainan bawaan atau kongenital

a. Stenosis aquaduktus sylvii


Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi atau anak (60-90%)
aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal
ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrosefalus terlihat

6
sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
lahir.

b. Spina bifida dan kraniom bifida


Biasanya berhubungandengan sindrom arnold-chiari akibat tertariknya
medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen megnum sehingga terjadi penyumbatan
sebagian atau total.

c. Sindrom dandy-walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan
akibat Hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama
ventrikel IV sehingga merupakan kista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista arachnoid dan anomali pembuluh darah.
Dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma sekunder suatu
hematoma. Anomali pembuluh darah akibat aneurisma arterio-vena yang
mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus
tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan diameter dan arachnoid sekitar siterna basalis dan daerah
lain.Penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.

3) Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat


aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel
IV/aquaduktus sylfii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kranio

7
faringioma.

4) Perdarahan

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan


fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan
yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri

2.1.4 Tanda dan Gejala

Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran


tengkorak yang disusul oleh gangguan neorologik akibat tekanan
likuor yang menIngkat yang menyebabkan hipotrofi otak.

Hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada umur kurang dari 1 tahun)
didapatkan gambaran :

a. Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella anterior makin menonjo, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala: “cracked pot sign” atau seperti semangka masak
g. Vena pada kulit kepala dilatasi dan terlihat jelas saat bayi menangis
h. Terdapat cracked pot sign
i. Mudah terstimulasi
j. Rewel
k. Lemah
l. Kemampuan makan kurang
m. Perubahan kesadaran
n. Opisthonus
o. Spastik pada ekstremitas bawah

8
p. Pada masa bayi, dengan malformasi Arnold-Chiari, bayi mengalami
kesulitan menelan, bunyi nafas stridor, kesulitan bernafas, apnea,
aspirasi, dan tidak ada reflek muntah.

Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti :

a. Mual, muntah, oedema papil saraf, gelisah, menangis, dengan suara


tinggi, peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,
peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi –
stupor

b. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar,


CSS dengan atau tanpa kuman dengan biakan dimana protein CSS normal
atau menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun atau tetap

c. Peningkatan tonus otot ekstremitas.

Tanda – tanda fisik lainnya:

a. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah


terlihat jelas

b. Alis mata dan bulu mata keatas, sehingga sklera terlihat seolah – olah di atas
iris

c. Anak/bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. Penyakit ini


biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi generalpada
umumnya seperti demam, mungkin juga didapatinya tanda kernig dan tanda
brudzinski.

Gejala pada anak-anak

a. Sakit kepala

9
b. Kesadaran menurun
c. Gelisah
d. Mual, muntah
e. Hipefleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
f. Gangguan perkembangan fisik dan mental
g. Pupil edema, ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutuhan bila terjadi atrofi papilla
Tekanan intraktranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas
fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang
sering dijumpai seperti: respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian
tidak mampu merencanakan aktivitasnya (Ayu, 2016).

2.1.5 Patofisiologi

Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor, peningkatan
tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme diatas adalah
peningkatan tekanan intracranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan
sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masib belum dipahami
dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi
akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbs. Mekanisme terjadinya
dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda beda tiap saat tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:

a. Kompensasi sistem serebrovaskular

b. Redistribusi dari liquor serebrospinal atau cairan ekstraseluler atau kedunya


dalam susunan sistem saraf pusat.

c. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan


viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)

10
d. Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)

e. Hilangnya jaringan otak

f. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan


abnormal pada sutura cranial.

Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor pleksus
khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan akan
menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam mempertahankan keseimbangan
antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga akhirnya ventrikel akan membesar.
Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya
tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat hipervitaminosis.

Pathway Hidrosefalus

11
2.1.6 Komplikasi

1. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak),
peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan sepanjang
selang. Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko terjdinya infeksi
dan terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang shunt.

12
2. Pendarahan subdural (lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak
durameter)
Pendarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik
(vena). Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt
yang baik.
3. Obstruksi atay penyumbatan selang shunt
Yang terjadi pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus ada
atau timbulnya kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus
Hidrosfalus dengan pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam waktu
1 tahun. Sebagian besar kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.
4. Keadaan tekanan rendah (low pressure)
Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat menjadi keadaan
dengan tekanan rendah. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan muntah
saat duduk atau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan yang
tinggi dan perubahan posisi tubuh secara perlahan.

Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manisfestasi klinis


peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari
infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritus shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikais VP
shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang dosebabkan oleh reduksi
yang cepat pada tekanan intrakarnial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah peritomitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau
trokar (pada saat pemasangan), fistula, dan ilius.

2.1.7 Penatalaksanaan

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live


sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan
kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

13
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan
tempat absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini
merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai
dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi
sekunder dan sepsis.

4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah


diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu
selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah
perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang
di kepala dan perut dihubungkan dengan selang yang ditanam di bawah kulit
hingga tidak terlihat dari luar.

5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:

14
a. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal

b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2. Lumbo Peritoneal Shunt

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum


dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu


frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan
analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter)
maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup
akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium
kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal
setinggi 6/7).

15
Ventriculo-Peritneal Shunt :

a. Selang silastik ditanam dalam lapisan subkutan


b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak


diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang. Komplikasi yang
sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang
rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian

A. Anamnesis

1. Identitas Pasien

Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak-ke,


BB/TB, alamat.

Dapat terjadi pada semua tingkat usia, namun sering pada bayi
( kongenital) dan kebanyakan bayi berjenis kelamin laki-laki, diketahui
setelah usia 4-6 bulan. Sering dijumpai pada bayi dengan usia ibu sangat
muda, ekonomi rendah, dan status gizi.

2. Keluhan Utama : Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari
hidrosefalus pada peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah,
gelisah nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan
pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang : Adanya riwayat infeksi (biasanya
riwayat infeksi pada selaput otak dan meningens) sebelumnya.
Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak mengalami

16
pembesaran kepala, tingkat kesadaran menurun (GCS>15), kejang,
muntah, sakit kepala, wajahnya tampak kecil secara disproposional,
anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi secret pada
saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.

b. Riwayat penyakit dahulu : Pengkajian yang perlu ditanyakan


meliputi adanya riwayat hidrosefalus sebelumnya, riwayat
adanyanya neoplasma otak, kelainan bawaan pada otak dan riwayat
infeksi.

c. Riwayat perkembangan : Kelahiran premature. lahir dengan


pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Riwayat
penyakit keluarga, mengkaji adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita stenosis akuaduktal yang sangat berhubungan
dengan penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.

d. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat ibu infeksi intrauterus: virus


atau bakteri, seperti TORCH. Keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama yaitu hidrosefalus.

e. Pengkajian psikospiritual : Pengkajian mekanisme koping yang


digunakan klien dan keluarga (orang tua) untuk menilai respon
terhadap penyakit yang diderita dan perubahan peran dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengruhnya dalam
kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga maupun masyarakata.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan orang tua, yaitu
timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.Perawat juga
memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.

17
Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah:
keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang
akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam
system dukungan individu.

B. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami


penurunan kesadaran (GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-
tanda vital.

2. B1 (breathing) : Perubahan pada sistem pernafasan berhubungan


dengan inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik
dari system ini akan didapatkan hal-hal sebagai berikut:
Ispeksi umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan
frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada,
mengembangan paru tidak simetris.
Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada
observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot
interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi paraddoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika otot-otot
interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
Palpasi : Taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi : Resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor,
ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
hidrosefalus dengan penurunan tingkat kesadaran.

3. B2(blood) : Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan

18
homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen
perifer. Nadi brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi
jaringan otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan
hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha
perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.

4. B3 (brain) : Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan


tubuh. Hal ini diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala
suboksipito bregmatikus dibanding dengan lingkar dada dan angka
normal pada usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar
kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan
lebih cepat dari normal. Ubun- ubun besar melebar atau tidak
menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak
melebar atau kulit kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat
dengan pelebaran vena kulit kepala.

5. Pengkajian tingkat kesadaran : Gejala khas pada hidrosefalus tahap


lanjut adalah adanya dimensia. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran
klien hidrosefalus biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor,
semikomatosa sampai koma.

6. Pengkajian fungsi serebral : Obresvasi penampilan, tingkah laku,


nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada
klien hidrosefalus tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan. Pada bayi dan anak-anak pemeriksaan status
mental tidak dilakukan.

7. Pengkajian saraf serebral :

a. Saraf I (Olfaktori)
b. Saraf II (Optikus)
c. Saraf III, IV dan VI (Okulomotoris,

19
Troklearis, Abducens)
d. Saraf V (Trigeminius)
e. Saraf VII(facialis)
f. Saraf VIII (Akustikus)
g. Saraf IX dan X( Glosofaringeus dan Vagus)
h. Saraf XI (Aksesorius)
i. Saraf XII (Hipoglosus)

8. Pengkajian sistem motorik :


a. Tonus otot
b. Kekuatan otot
c. Keseimbangan dan koordinasi

9. Pengkajian refleks : Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada


tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada rrespon
normal. Pada tahap lanjut, hidrosefalus yang mengganggu pusat
refleks, maka akan didapatkan perubahan dari derajat refleks.
Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.

10. Pengkajian sistem sensorik : Kehilangan sensori karena hidrosefalus


dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil, dan auditorius.

11. B4 (bledder) : Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan


karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah
urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya
perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin

20
mengalami inkontensia urin karena konfusi, ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan system perkemihan karena kerusakan control motorik
dan postural. Kadang- kadang control sfingter urinarius eksternal
hilang atau steril. Inkontensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.

12. B5 (bowel) : Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu


makan menurun, serta mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah akibat peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya kontensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann neurologis luas.

13. B6 (bone) : Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik


umum, pada bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu
mobilitas fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan
turgon kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruaan
menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas,telingga,
hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan
membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
hemoglobinatau syok. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan
adanya damam atau infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi
dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2.2.2 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


Keperawatan

21
1. Ds: Faktor predisposisi : Peningkatan TIK
a. Keluhan pusing, Produksi liquor berlebih
mual, muntah dan Peningkatan resistensi aliran
sakit kepala. liquor
Do : Penekanan tekanan sinus
b. Kejang venosa
c. Kesadaran
menurun Penumpukan cairan
d. Bingung, serebrospinal dalam ventrikel
delirium, koma. otak secara aktif
e. Perubahan refleks
f. Tanda neurologis Hidrosefalus
g. Peningkatan TIK
h. TD naik Peningkatan TIK
i. Nyeri kepala
hebat

2. Ds : Faktor predisposisi : Ketidakefektifan


Keluhan gelisah Produksi liquor berlebih bersihan jalan
Do : Peningkatan resistensi aliran napas
a. Penumppukan liquor
sputum Penekanan tekanan sinus venosa
b. Batuk yang tidak
Penumpukan cairan
efektif
serebrospinal dalam ventrikel
c. Suara nafas otak secara aktif
tambahan
Hidrosefalus

Peningkatan TIK

Defisit neurologis

Kemampuan batuk menurun

Ketidakefektifan bersihan jalan


napas

22
3. Ds : Faktor predisposisi : Defisiensi
Orangtua mengeluh Produksi liquor berlebih pengetahuan
tidak tahu mengenai Peningkatan resistensi aliran
penyakit liquor
Penekanan tekanan sinus venosa
Do:
a. Gelisah Penumpukan cairan
b. Perilaku tidak serebrospinal dalam ventrikel
tepat otak secara aktif
c. Kurang
pengetahuan Hidrosefalus
d. Gangguan
fungsi kognitif Peningkatan TIK
dan memori
Defisit neurologis

Penurunan kesadaran

Koma

Ketidaktahuan terhadap penyakit


dan manifestasi klinis

Defisiensi pengetahuan
4. Ds : Faktor predisposisi : Nyeri
a. Keluhan sakit Produksi liquor berlebih
kepala dan pegal Peningkatan resistensi aliran
pada kepala serta liquor
leher Penekanan tekanan sinus venosa
b. Rasa gelisah dan
ekspresi Penumpukan cairan
grimace. serebrospinal dalam ventrikel
Do : otak secara aktif
a. TD, RR, nadi
naik Hidrosefalus
b. Dilatasi pupil
Peningkatan TIK
c. diaphoresis
Defisit neurologis

Nyeri

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakaranial b.d peningkatan jumlah


cairan serebrospinal

23
2. Ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan refleks batuk

3. Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial

4. Defisiensi pengetahuan b.d penyakit yang diderita

2.2.4 Intervensi

1. Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakaranial b.d peningkatan jumlah


cairan serebrospinal

Tujuan : Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2x24 jam klien
tidak mengalami peningkatan TIK.

Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS (4,5,6),
tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Kaji faktor penyebab dari keadaan 1. Deteksi dini untuk
individu/penyebab koma/penurunan memprioritaskan intervensi,
perfusi jaringan dan kemungkinan mengkaji status neurologi/tanda-
penyebab peningkatan TIK. tanda kegagalan untuk
2. Monitor TTV tiap 4 jam menentukan perawatan kegawatan
3. Evaluasi pupil atau tindakan pembedahan.
4. Monitor temperatur dan pengaturan 2. Suatu keadaan normal bila
suhu lingkungan sirkulasi serebral terpelihara
5. Pertahankan kepala/leher pada dengan baik atau fluktuasi
posisi yang netral, usahakan dengan ditandai dengan tekanan darah
sedikit bantal. Hindari penggunaan sistemik, penurunan dari
bantal yang tinggi pada kepala autoregulator kebanyakan
6. Berikan periode istirahat antara merupakan tanda penurunan difusi

24
tindakan perawatan dan batasi lokal vaskularisasi darah serebral.
lamanya prosedur Adanya peningkatan tekanan
7. Kurangi ransangan ekstra dan darah, bradikardi, disritmia,
berikan rasa nyaman seperti dipsnia merupakan tanda
massase punggung, lingkungan terjadinya peningkatan TIK.
yang tenang, sentuhan yang ramah 3. Reaksi pupil dan pergerakan
dan suasana atau pembicaraan yang kembali dari bola mata merupakan
tidak gaduh tanda dari gangguan nervus/saraf
8. Cegah atau hindari terjadinya jika batang otk terkoyak.
valsava maneuver 4. Panas merupakan refleks dari
9. Bantu pasien jika batuk, dan hipotalamus. Peningkatan
muntah kebutuhan metabolisme dan
10. Kaji peningkatan istirahat dan oksigen akan emnunjang
tingkah laku pada pagi hari peningkatan TIK.
11. Palpasi pada pembesaran atau 5. Perubahan kepala pada satu sisi
pelebaran bleder, pertahankan dapat menimbulkan penekanan
drainase urine secara paten jika pada vena jugularis dan
digunakan dan juga monitor menghambat aliran darah otak
terdapatnya kontipasi (menghambat drainase pada vena
12. Berikan penjelasan pada klien (jika serebral), untuk itu dapat
sadar) dan orangtua tentang sebab meningkatkan TIK.
akbat TIK meningkat 6. tindakan yang terus menerus dapat
meningkatkan TIK oleh efek
rangsangan komulatif.
7. memberikan suasana yang tenang
(colming effect) dapat mengurangi
respons psikologis dan
memberikan istirahat untuk
mempertahan TIK yang rendah.
8. mengurangi tekanan intra torakal

25
dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK.
9. aktivitas ini dapat meningkatkan
intra thorak atau tekanan dalam
thorak dan tekanan dalam
abdomen dimana aktivitas ini
dapat meningkatkan tekanan TIK.
10. tingkat non verbal ini
meningkatkan indikasi
peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana
pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara
verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatkan TIK.
11. dapat meningkatkan respon
automatic yang potensial
menaikan TIK.
12. meningkatkan kerja sama dalam
meningkatkan perawatan klien
dan mengurangi kecemasan

2. Ketidakefektifan jalan napas b.d penurunan refleks batuk

Tujuan : Jalan nafas tetap efektif

Kriteria hasil : Anak tidak sesak nafas, tidak terdapat ronchi, tidak retraksi otot
bantu pernapasan, pernapasan taratus, RR dalam batas normal.

26
Intervensi Rasional
1. Posisikan klien posisi semi fowler 1. Posisi semi fowler membantu
2. Pemberian oksigen memaksimalkan ekspansi paru dan
3. Observasi pola dan frekuensi menurunkan upaya pernapasan
napas 2. Suplai oksigen klien dapat
4. Auskultasi suara napas tercukupi sehingga klien tidka
mengalami hipoksia
3. Penurunan bunyi napas indikasi
akumulasi sekret atau
ketidakmampuan membersihkan
jalan napas sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja pernapasan
meningkat.
4. Ronchi dan wheezing menyertai
obstruksi jalan napas tambahan

3. Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial

Data indikasi : Adanya keluhan nyeri kepala, meringis atau menangis, gelisah,
kepala membesar.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri kepala
klien hilang.

Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri
0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.

Intervensi Rasional
1. Kaji pengalaman nyeri pada anak, 1. Membantu dalam mengevaluasi
minta anak menunjukan area yang nyeri

27
sakit dan menentukan peringkat 2. Pujian yang diberikan anak
nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = meningkatkan keprcayaan diri anak
tidak nyeri, 5 = nyeri sekali) untuk mengatasi nyeri dan
2. Bantu anak mengatasi nyeri seperti kontinuitas anak untuk terus
dengan memberikan pujian kepada berusaha menangani nyerinya
anak untuk ketahanan dan dengan baik
memperlihatkan bahwa nyeri telah 3. Perubahan TTV dapat menunjukan
ditanganani dengan baik trauma batang otak
3. Pantau dan catat TTV 4. Pemahaman orangtua mengenai
4. Jelaskan kepada orangtua bahwa pentingnya kehadiran, kapan anak
anak dapat menangis lebih keras harus didampingi atau tidak,
bila mereka ada, tetapi kehadiran berperan penting dalam
mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan anak
meningkatkan kepercayaan 5. Teknik ini akan mebantu
5. Gunakan teknik distraksi seperti mengalihkan perhatian anak dari
dengan bercerita tentang dongeng rasa nyeri yang dirasakan.
menggunakan boneka, napas dalam,
dll.

4. Defisiensi pengetahuan b.d penyakit yang diderita

Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orangtua mengenai penyakit yang di derita


oleh anaknya.

Kriteria hasil : Kecemasan orangtua pada kondisi kesehatan anaknya dapat


berkurang, orangtua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan
dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan.

28
Intervensi Rasional
1. Beri kesempatan orangtua untuk 1. Keluarga dapat mengemukakan
mengekspresikan kesedihannya perasaannya sehingga perasaan
2. Beri kesempatan orangtua untuk orangtua dapat lebih lega
bertanya mengenai kondidi anaknya 2. Pengetahuan orangtua bertambah
3. Jelaskan tentang kondisi penderita, mengenai penyakit yang di derita
prosedur, terapi dan prognosa nya oleh anaknya sehingga kecemasan
4. Ulangi penjelasan tersebut bila orang tua dapat berkuang
perlu dengan contoh bila keluarga 3. Pengetahuan keluarga bertambah
belum mengerti dan dapat mempersiapkan keluarga
dalam merawat klien post operasi
4. Keluarga dapat menerima seluruh
informasi agar tidak menimbulkan
salah persepsi

2.2.5 Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan


pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :

Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adekuat:

a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi


b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

2.2.6 Evaluasi

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu


pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa
keperawatan sehingga:

29
• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian
ulang & intervensi diubah).

BAB III

STUDI KASUS

3.1 Kasus

Klien L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang bedah anak
lantai III RS Grand Medistra sejak tanggal 20 februari 2020. Klien dibawa ke rumah
sakit dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien
mengatakan, klien lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien
terlihat agak besar, namun bidan mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat
masuk RS, berat badan klien 6,7 kg. Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8
cm. Klien telah dilakukan operasi pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal,
kesadaran klien compos mentis dan keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak
balutan luka operasi. Selain itu di abdomen juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda
vital klien cukup stabil yaitu N: 110 x/menit, RR 28 x/menit, dan suhu 36,8°C. Klien
terlihat berbaring di tempat tidur. Klien terlihat sering menangis, terutama pada saat
dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel darah.
Hasil dari pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil Tes Nonne

30
(+) dan Tes Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl, dan klorida 667
mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi semuanya dalam batas normal.

3.2 Pembahasan
A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
Nama : An.L
Tempat/tgl lahir : Galang, 20 desember 2019
Usia                    : 2 bln
Nama Ayah/Ibu : Ibu S
Alamat               : Jln. Galang ,Desa pulau tagor, Kec serbajadi
Agama                : Islam
2. Keluhan Utama
An. L (2 bulan), perempuan, dengan hidrosefalus. Klien masuk pada tanggal
20 februari 2020 dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir.
Klien direncanakan untuk operasi pemasangan VP shunt. Orangtua anak
mengatakan anak lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir kepala klien
terlihat agak besar, namun bidan mengatakan anak normal. Saat masuk RS,
lingkar kepala anak 49,8 cm.

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Diagnosa medis : hidrosefalus
2) Tindakan operasi : Pemasangan VP shunt
3) Status nutrisi                : BB 6,7 kg, PB 58 cm
4) 1000mlàStatus cairan : rumus 0-10 kg
5) Obat-obatan                  : ketorolac 2×7,5 mg , ceftriaxone 2×200 mg
6) Aktifitas                        : terbatas karena kepala membesar
7) Tindakan keperawatan : manajemen nyeri nonfarmakologis

31
8) Hasil laboratorium : hasil lab hematologi dalam batas normal,
hasil pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil tes
Nonne (+) dan tes Pandy (+)
9) Hasil CT scan                : tampak dilatasi ventrikel

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


1) Penyakit waktu kecil                  : batuk pilek dan demam
2) Pernah dirawat di RS                 : belum pernah
3) Obat-obatan yang digunakan     : tidak ada
4) Tindakan (operasi)                     : belum pernah
5) Alergi                                       : tidak ada alergi
6) Kecelakaan                                : tidak pernah
7) Imunisasi                                   : BCG dan polio

c. Riwayat Sosial
1) Yang mengasuh : orang tua
2) Hubungan dengan anggota keluarga : baik
3) Hubungan dengan teman sebaya : baik
4) Pembawaan secara umum : sedikit rewel
5) Lingkungan rumah : pemukiman padat penduduk

d. Kebutuhan dasar
1) Makanan yang disukai/tidak disukai : ASI
2) Selera                             : baik
3) Alat makan yang dipakai : botol susu
4) Pola makan/jam               : minum ASI 3 jam sekali
5) Pola tidur                        : tidur malam hari 9-10 jam
6) Kebiasaan sebelum tidur : benda yang dibawa saat tidur yaitu boneka,
diberi dot
7) Tidur siang                      : 2 jam
8) Mandi                           : 2 X sehari, pagi dan sore

32
9) Aktifitas bermain             : terbatas karena kepala membesar
10) Eliminasi                        : BAB 1X sehari konsistensi lunak, BAK 5-6
kali sehari kuning jernih

4. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : baik, compos mentis
2) TB/BB                : PB= 58cm, BB= 6,7 kg
3) Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, “sunset
eyes”
4) Hidung                : jalan nafas tidak ada sumbatan, tidak terdapat sekresi
sputum
5) Mulut                : mukosa lembab berwarna merah muda
6) Telinga                : tidak ada sekresi dan tidak ada gangguan pendengaran
7) Tengkuk             : tidak ada sakit tengkuk
8) Dada                 : simetris
9) Jantung               : BJ 1 dan BJ2 (+),
10) Paru-paru            : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-)
11) Perut : datar, bising usus (+), tidak ada distensi dan tidak ada
nyeri
12) Punggung           : normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
13) Genitalia       : tidak ada kelainan
14) Ekstremitas        : akral hangat CRT<3
15) Kulit                  : turgor baik
16) Tanda vital          : HR 110 x/mnt , RR 28 x/mnt, S= 36,8 OC

5. Pengkajian tingkat perkembangan


1) Kemandirian dan bergaul : Anak bermain dengan ibunya di tempat tidur.
Anak jarang digendong.
2) Kognitif (piaget) dan bahasa: Anak belum bisa berbicara, hanya
menangis.

33
3) Perkembangan Psikososial (erikson): Anak hanya bersosialisasi dengan
orangtua.
4) Perkembangan Spiritual: Belum dapat dikaji

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Keperawatan
Data Subjektif: Prosedur Gangguan rasa
Ibu klien mengatakan, klien pembedahan nyaman; Nyeri
rewel dan menangis.
Terdapat luka post
 Data Objektif: operasi

Merangsang
Anak tampak meringis dan
mediator nyeri
sering menangis
nyeri
 Pengkajian nyeri
neonatus 6 dari 7
 Terpasang balutan luka
op di kepala dan
abdomen

Data Subjektif: Luka post operasi Resiko infeksi


Terpasang balutan luka op di
kepala dan abdomen Terpusnya
konstivitas
Data Objektif: jaringan kulit

Jaringan kontak
 Leukosit 10.000 uL
dengan dunia luar
 Suhu 36,8 oC
Tempat masuknya
organisme

Tidak adekuat
pertahanan sistem
imun

Resiko infeksi

34
Data Subjektif: Gangguan aliran Resiko gangguan
Ibu klien mengatakan, kepala darah ke perfusi serebral
klien membesar sejak lahir otakakibat
Data Objektif: peningkatan TIK

 Kepala tampak
membesar, lingkar kepala
49,8 cm terlihat “sunset
eyes” pada anak
 Hasil CT Scan tampak
dilatasi ventrikel
 Hasil pemeriksaan
makroskopi cairan otak:
tes Nonne (+), tes Pandy
(-).

C. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


peningkatan TIK (tekanan intrakranial).
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi 

D. Perencanaan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi rasional


keperawatan
1. Resiko setelah dilakukan 1. Pertahankan 1. peubahan
gangguan tindakan tirah baring CSS mungkin
perfusi jaringan keperawatan selama dengan posisi merupakan
serebral b.d 1x24 jam, kepala datar potensi adanya
peningkatan dihaarapkan perfusi dan pantau resiko herniasi
TIK (tekanan serebral meningkat tanda vital batang otak
intrakranial). dengan 2. Pantau status yang
neurologis memerlukan

35
3. Pantau tindakan medis
(D.0017) kriteria hasil : frekuensi/irama dengan segera
jantung dan 2. mengkaji
DS : 1. Tidak terjadi denyut jantung adanya
Ibu klien peningkatan TIK 4. Pantau kecenderungan
mengatakan, (ditandai dengan pernapasan, pada tingkat
kepala klien nyeri kepala catat pola, kesadaran dan
membesar sejak hebat, kejang, irama resiko TIK
lahir muntah, dan pernapasan dan meningkat
DO : penurunan frekuensi 3. perubahan
 Kepala kesadaran) pernapsan. dapat
tampak 2. Tanda-tanda vital 5. Tinggikan menandakan
membesar, dalam batas kepala tempat kompikasi
lingkar kepala normal (nadi: 60-
tidur sekitar 30 keterlibatan otak
49,8 cm 120x/menit , suhu:
derajat sesuai 4. meninggikan
terlihat 36,5- 37,5 oC, RR:
20-40x/menit)
indikasi. aliran balik vena
“sunset eyes” pada kepala
pada anak 3. Klien akan
mempertahankan sehingga akan
 Hasil CT mengurangi
atau
Scan tampak kongesti dan
meningkatkan
dilatasi edema atau
kesadaran
ventrikel resiko terjadinya
 Hasil peningkatan
pemeriksaan TIK
makroskopi
cairan otak: tes
Nonne (+), tes
Pandy (-).

2. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. untuk


nyaman: nyeri asuhan keperawatan nyeri menurut mengetahui
b.d luka post selama 2x24 jam skala tingkat nyeri
operasi nyeri dapat pengkajian 2. Posisi yang
berkurang dengan neonatus (0-7) nyaman
(D.0074) Kriteria hasil : 2. Beri posisi mengurangi rasa
nyaman pada nyeri
DS: 1. Skala nyeri klien 3. terapi ini
Ibu klien berkurang 3. berikan terapi untuk
mengatakan, menjadi 3 non-nutritive menurunkan
klien rewel dan 2. Klien tampak

36
menangis. tenang dan sucking
ekspresi wajah 4. libatkan nyeri pada
 DO: tidak menyeringai orangtua neonatus dengan
Anak tampak 3. Klien mampu dalam setiap memberikan dot
meringis dan berpartisipasi tindakan dari silikon ke
sering dalam aktifitas 5. Lakukan mulut neonatus
menangis dan istirahat kolaborasi dengan
dengan tim merangsang
 Pengkajian medis lain mekanisme
nyeri pengisapan
neonatus 6 tanpa pemberian
dari 7 ASI atau
 Terpasang formula gizi
balutan luka op 4. dengan
di kepala dan melibatkan
abdomen orangtua anak
akan merasa
nyaman dan
tenang
5. memperoleh
proses
penyembuhan
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor 1. perubahan
b.d luka post tindakan tanda-tanda TTV indikasi
operasi  keperawatan selama vital. terjadinya
2x24 jm diharpkan 2. Observasi infeksi
(D.0142) tingkat infeksi tanda infeksi: 2. tubuh berespn
menurun (tidak perubahan terhadap infeksi
DS: terjadi) dengan suhu, warna melalui tanad-
Terpasang Kriteria hasil : kulit, malas tanda tersebut
balutan luka op minum, 3. untuk
di kepala dan 1. Suhu dan tanda- irritability. mencegah
abdomen tanda vital dalam 3. Ubah posisi terjadinya
batas normal (nadi: kepala setiap decubitus,
DO: 60-120x/menit ,
3 jam menghinari
 Leukosit suhu: 36,5-37,5oC,
4. Observasi tekanan dan
10.000 uL RR: 20-40x/menit)
tanda-tanda meningkatkan
 Suhu 36,8 oC 2. Luka insisi
infeksi pada aliran darah
operasi bersih,
luka insisi 4. melakukan

37
tidak ada pus yang
3. Tidak ada tanda- terpasang perawatan luka
tanda infeksi pada shunt pada shunt dan
luka post operasi 5. Lakukan upayakan agar
(kemerahan, kolaborasi shunt tidak
panas, dan dengan tim tertekan.
bengkak) medis lain 5. memperoleh
4. Hasil lab: leukosit proses
dalam batas penyembuhan
normal (9.000-
12.000/uL )

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hidrocephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.

Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada
sistem ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral
selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili
arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya
liquor. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga
terbagi dalam dua bagian yaitu :

1. Hidrochepalus komunikan
2. Hidrochepalus non-komunikan
3. Hidrochepalus bertekanan normal

38
Insidens hidrosefalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti dan
kemungkinan hai ini terpengaruh situasi penanganan kesehatan pada masing-masing
rumah sakit.

4.2 Saran

Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus


yang yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka
tindakan terapeutik semacan ini perlu.

Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal,


sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan
kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi
untuk menunjang proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Afdhalurrahman. (2017). Gambaran Neuroimaging Hidrosefalus pada Anak.


Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 13(2), 117–122. doi:10.1016/0039-6028(76)90107-2

Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2019). Hidrosefalus Pada Anak. Jmj, 1, 61,67.

Arma, M. Z. A. F. A. M. H. H. M. F. (2015). Study of Maternal Mortality and Infant


Mortality in West Sumatera Province: Problem and Determinant Factor. Kesmas,
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 6(5), 2–6.
Andriati,Riris. 2014. Studi literatur mengenai hidrosefalus kongenital. Vol:1 nomor
1, Februari 2014. Jurnal ISSN 2461081003 Diambil dari:
http://stikes.wdh.ac.id/media/pdf Tanggal 15 Oktober 2022

Marmi dan Raharjo,kukuh. 2015. Asuhan nonatus, bayi, balita dan anak prasekolah.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Nuraini, Belleza. (2017). Peran Perawat Terhadap Anak Sakit. Jakarta
Nursalam. (2015). Metodologi Ilmu Keperawatan (4th ed.). Jakarta: Salemba
Mediika.
Permana, K. R. (2018). Hidrosefalus dan Tatalaksana Bedah Sarafnya, 45(11),
820–823.

39
Rahmayanti dkk. 2017. Profil klinis dan faktor risiko hidrosefalus komunikans dan
non komunikans di RSUP dr. Soetomo.jurnal sari pediatri. Di akses dalam
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1085. Tanggal 15 Oktober
2022

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

40
1
\

Anda mungkin juga menyukai