Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Keperawatan Anak
Askep Pada Anak Dengan Hidrosefalus

Dosen Pengampu : Ns. Apriana Sartika, M.Kep

Disusun Oleh : NINING ATMAWATI

Nim : 113121087

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES HAMZAR

TAHUN 2021/2022

1
KATAPENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak,
sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh
manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman -
teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga
makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.Sangat disadari bahwa dengan
kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki penulis, walaupun telah dikerahkan segala
kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak kekurangan, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran yang membangun agar Makalah
ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah
ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi,
teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari Judul Pertumbuhan dan Perkembangan sebagai tambahan dalam
menambah referensi yang telah ada.

Mamben, 6  Februari  20212


 

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halamannn

KATA PENGANTAR ........................................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................

A. Latar Belakang ....................................................................................................

B. Tujuan ..............................................................................................................

1. Tujuan Umum.............................................................................................

2. Tujuan Khusus ...........................................................................................

BAB 2 TINJAUAN TEORI ..............................................................................................

A. Definisi Hidrosefalus ................................................... ......................................

B. Patofisiologi .......................................................................................................

C. Klinical Pathway .................................................................................................

D. Etologi .............................................................................................................

E. Klasifikasi .......................................................................................................

F. Manifestasi Klnis ................................................................................................

G. Gejala Klinis .......................................................................................................

H. Pemeriksaan dan Diagnosis ................................................................................

I. Komplikasi ..........................................................................................................

J. Penatalaksanaan ..................................................................................................

K. Prognosis ............................................................................................................

BAB 3 Asuhan Keperawatan ........................................................................................

3
A. Pengkajian.........................................................................................................

B. Diagnosa Keperawatan .....................................................................................

C. Tujuan (NOC ) .................................................................................................

D. Intervensi (NIC) ...............................................................................................

BAB 4 Penutup ..........................................................................................................

A. Kesimpulan .......................................................................................................

B. Saran .................................................................................................................

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka .................................................................................................................

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan


pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Hidrosefalus adalah kesatuan
klinik yang dibedakan oleh tiga faktor: peninggian tekanan intraventrikuler,
penambahan volume CSS, dan dilatasi rongga CS.
Secara klinis peninggian tekanan intraventrikuler, volume CSS, dan ukuran
ventrikel menimbulkan kelainan berikut: pembesaran kepala, penonjolan fontanel,
separasi sutura, tanda MacEwen positif, fenomena setting sun, scalp yang mengkilap,
dilatasi vena scalp, strabismus konvergen atau divergen, tangis yang high pitched, postur
opistotonik, dan kegagalan untuk berkembang.
Pada kebanyakan hidrosefalus dini atau ringan, hanya perubahan ringan pada
sutura, fontanel, scalp, dan gerak bola mata yang dijumpai. Pada hidrosefalus yang
berkembang lambat, gejala mungkin tidak tampil hingga pasien mulai berjalan, dimana
keadaan ini dibuktikan dengan langkah berdasar, lebar para paresis, hemianopia
bitemporal, dan retardasi mental.
Insiden hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosefalus
konginetal adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 % disebabkan oleh
stenosis aquaductus serebri.
Oleh karena itu , penulis tertarik untuk mengangkat judul yang berkaitan dengan
hidrosefalus ini.

2. TUJUAN

2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan dapat merancang berbagai
cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat melakukan asuhan pada kasus
hidrosefalus.

5
2.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian,patofisiologi,manifestasi klinik dan etiologi pada penyakit


hidrosefalus
b. Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak hidrosefalus
c. Melakukan pengkajian anamnesa pada bayi dengan hidrosefalus
d. Menentukan diagnosa, masalah serta kebutuhan dari data yang telah dikumpulkan
terhadap bayi dengan hidrosefalus
e. Menentukan antisipasi terhadap diagnosa dan masalah potensial yang ditemukan
pada bayi dengan hidrosefalus
f. Melakukan tindakan segera berdasarkan data yang telah dikumpulkan atau
intervensi terhadap bayi dengan hidrosefalus
g. Merencanakan tindakan yang akan dilakukan kepada bayi berdasarkan interpretasi
data yang yang ditentukan
h. Melaksanakan tindakan yang telah direncanakan secara sistematis kepada bayi
dengan hidrosefalus
i. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan kepada bayi dengan
hidrosefalus

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala.
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid.(Poppy Wijaya,2006).
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis ( CSS ) dengan atau pernah dengan tekanan intra kronial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan mengalirkan CSS. ( Ilmu Kesehatan Anak 2 , hal
238 )
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventikrel serebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural. ( Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1 hal 496 ).
Hidrocefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi
sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirkan CSS. Harus dibedakan dengan
pengumpulan cairan local tanpa tekanan intrakranial yang meniggi seperti pada pelebaran
ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan, sesudah terjadinya
atrofi otak.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatn Anak Fak.Kedokteran UI.Ilmu Kesehatan Anak
jilid:2,hal.874).
Hidrocefalus merupakan pembesaran abnormal dari ventrikel otak yang disebabkan
oleh peningkatan gradien tekanan antara cairan intraventrikel dan otak. (Rosa
M.Sacharin. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi:2, Hal.285).
Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan bertambahnya CSS
dengan atau pernah dengan tekanan intracranial (TIK) yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit Edisi 2.
Hal 196).
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209).
Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi
cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
7
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar
serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrosefalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam
otak(cairan serebro spinal).Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak
yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf
yang vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan
absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi
pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis. (Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak – FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya).
Jadi hidrosefalus adalah suatu keadaan patologik otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebrospinal.

B. Patofisiologi
CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel lateral ke dalam
ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductus masuk ke ventrikel IV. Di sana cairan ini
memasuki spatium liquor serebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis
dari ventrikel IV. Pengaliran CSS ke dalam sirkulasi vena sebagian terjadi melalui villi
arachnoidea, yang menonjol ke dalam sinus venosus atau ke dalam lacuna laterales; dan
sebagian lagi pada tempat keluarnya nervi spinalis, tempat terjadinya peralihan ke dalam
plexus venosus yang padat dan ke dalam selubung-selubung saraf (suatu jalan ke circulus
lymphaticus).(Poppy Wijaya,2006).
Hidrocefalus terjadi karena obstruksi aliran cairan serebrospinal, gangguan absorpsi
CSS, dan produksi CSS yang berlebihan. Bayak factor penyebab terjadinya hidrosefalus,
termasuk tumor, malformasi vaskuler, dan trauma serebri. ( Keperawatan Pediatri edisi 3,
hal: 223).
Sekresi total CSS dalam 24 jam adalah sekitar 500-600cc,sedangkan jumblah total
CSS adalah 150 cc, berarti dalam 1 hari terjadi pertukaran atau pembaharuan dari CSS
sebanyak 4-5 kali/hari.Pada neonatus jumblah total CSS berkisar 20-50 cc dan akan
meningkat sesuai usia sampai mencapai 150 cc pada orang dewasa. Hidrosefalus timbul
akibat terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan absorpsi dan gangguan sirkulasi

8
CSS. Selain akibat gangguan pada produksi, absorpsi, dan sirkulasi,hidrosefalus juga
dapat timbul akibat Disgenesis serebri dan atrofi serebri. ( Poppy Wijaya,2006).
KLINICAL PATHWAY

C. Etiologi
Penyebab terjadinya hidrosefalus pada bayi dan anak dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Penyebab bawaan (kongenital):
1) Stenosis akuaduktus silvii (10%)
2) Malformasi Dandy-Walker (2-4%)
3) Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan 2

9
4) Agenesis Foramen Monro
5) Toksoplasmosis kongenital
6) Sindroma Bickers-Adams
b. Penyebab dapatan:
1) Tumor (20%), misalnya meduloblastoma, astrositoma, kista, abses atau hematoma
2) Perdarahan intraventrikular
3) Meningitis bakterial
4) Peningkatan tekanan sinus venosus (akondroplasia, kraniostenosis atau trombosis
venous)
5) Iatrogenik: Hipervitaminosis A dapat menyebabkan peningkatan sekresi cairan
serebrospinal atau meningkatkan permeabilitas sawar darah otak, sehingga
menimbulkan hidrosefalus.

D. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
5. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran
likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik.
Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan
dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah
sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
E. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala
yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis
dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
10
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan.
Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak
dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih
terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping
kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala
yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun
adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania
mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua
deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala
hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
1. Fontanel anterior yang sangat tegang.
2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
5. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan
kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala
gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).
(Darsono, 2005:213)

F. Gejala Klinis
1. Bayi
Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
a. Kepala makin membesar
b. Veba-vena kepala prominen
c. Ubun-ubun melebar dan tegang
d. Sutura melebar
11
e. “Cracked-pot sign”, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah
semangka pada perkusi kepala
f. Perkembangan motorik terlambat
g. Perkembangan mental terlambat
h. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
i. “Cerebral cry”, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
j. Nistagmus horisontal
k. “Sunset phenomena”, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan
penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris, sehingga iris
seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.
2. Anak:
Bila sutura kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakranial:
a. Muntah proyektil
b. Nyeri kepala
c. Kejang
d. Kesadaran menurun
e. Papiledema

G. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


 Pemeriksaan fisik:
a. Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
b. Transiluminasi
 Pemeriksaan darah:
a. Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
 Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis
untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
 Pemeriksaan radiologi:
a. X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
b. USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.

12
c. CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
Diagnosa Banding
·        Bayi sehat
·        Ciri keluarga (“familial feature”)
·        Megaensefali
·        Hidranensefali
·        Tumor otak
·        Cairan subdural (”subdural effusion”)

H. KOMPLIKASI  
1. Peningkatan TIK
2. Infeksi malfungsi pirau
3. Keterlambatan perkembangan kognitif, psikososial, dan fisik
4. IQ menurun
5. Hernia serebri
6. Kejang
7. Renjatan

I. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Mengurangi volume cairan serebrospinalis:
a. Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan
25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
b. Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis
Catatan: Lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk mencegah
terjadinya efek samping. Bila ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman
penyebab.
2. Terapi
a. Terapi medikamentosa
Obat-obatan yang sering dipakai untuk terapi ini adalah:
- Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis: Per oral, 2-3 x 125 mg/hari. Dosis ini dapat
ditingkatkan maksimal 1.200 mg/hari.
13
- Furosemid
Cara pemberian dan dosis: Per oral 1,2 mg/kg BB 1x/hari atau injeksi IV 0,6
mg/kg BB/hati. Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien
diprogramkan untuk operasi.
3. Terapi pintas / “Shunting”
Ada 2 macam:
- Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan
normal.
- Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
a) Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
d) Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum
dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting
1) Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau
kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2) Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan
analisis.
3) Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter)
maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz).
Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4) Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium
kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax ujung distal
setinggi 6/7).x-ray
5) Ventriculo-Peritneal Shunt

14
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak
diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi,
keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
J. PROGNOSIS
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis
serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena
penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia.
Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka
kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan
sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus
mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau
tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang
bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
DS :

a. Pengertian penyakit oleh keluarga/pasien

b. Kemampuan pasien untuk mengerti

15
c. Pernyataan sakit kepala, mual-muntah, kejang

d. Pernyataan kepalanya membesar

DO :

a. Lingkar kepala melebihi normal

b. Terjadi peningkatan TIK (mual, muntah, kejang)

c. Fortanella/Sutura belum menutup

d. Tingkat kesadaran yang bisa diamati adalah gelisah, disorientasi,


lethargi

e. Status tanda-tanda vital bervariasi terhadap nadi dan tekanan darah

Riwayat Kesehatan

Dari riwayat kesehatan pasien dengan hidrosefalus dapat menunjukkan


adanya:

a. Riwayat trauma sewaktu lahir

b. Riwayat penyakit dahulu, misal: perdarahan sebelum dan sesudah lahir,


infeksi, neoplasma

c. Riwayat keluarga

2. Pemerikasaan fisik
a. Sakit kepala, mual, muntah, kejang
b. Penurunan kesadaran yang bisa diamati adalah gelisah, disorientasi,
lethargi
c. Sunset sign pada mata
d. TTV yang bervariasi untuk tiap individu
e. Pembesaran lingkar kepala
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Neurologi
Untuk mengetahui status neurologis pasien, misalnya gangguan
kesadaran, motoris/kejang, edema pupil saraf otak II

16
b. Pengukuran lingkar kepala
Untuk mengetahui Progrestivitas atau perkembangan lingkar kepala

c. CT Scan
Untuk mengetahui adanya kelainan dalam otak dengan menggunakan
radio isotop, radioaktif dan scanner

d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan volume cairan
serebrospinal
2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shunt
4. Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi

C. TUJUAN (NOC)
1. Diagnosa I : Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
volume cairan cerebrospinal.

NOC : Status sirkulasi

Kriteria hasil NOC :

a. Menunjukkan status sirkulasi ditandai dengan indikator berikut:

1) TD sistolik dan diatolik dalam rentang yang diharapkan

17
2) Tidak ada hipotensi otastik

3) Tidak ada bising pembuluh darah besar

b. Menunjukkan kemampuan kognitif, ditandai dengan indikator:

1) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan usia serta kemampuan


2) Menunjukkan perhatian, konsentrasi serta orientasi
3) Menunjukkan memori jangka lama dan saat ini
4) Memproses informasi
5) Membuat keputusan dengan benar

2. Diagnosa II : Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK

NOC :
a. Level nyeri
- Laporan nyeri
- Frekwensi nyeri
- Lamanya nyeri
- Ekspresi wajah terhadap nyeri
- Kegelisahan
- Perubahan TTV
- Perubahan ukuran pupil
b. Kontrol Nyeri
- Menyebutkan faktor penyebab
- Menyebutkan waktu terjadinya nyeri
- Menggunakan analgesik sesuai indikasi
- Menyebutkan gejala nyeri
3. Diagnosa III: Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shunt

Kriteria Hasil NOC :


a. Kontrol Resiko
Kriteria hasil NOC :
- Dapat memonitor faktor resiko
- Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko
- Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan faktor resiko

18
- Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko
b. Deteksi Resiko
Kriteria hasil NOC :
- Mengtahui atau mengungkapkan tanda dan gejala tentang indikasi resiko.
- Menggunakan sumber untuk menyediakan informasi tentang resiko
potensial.
- Berpartisipasi dalam pemeriksaan.
4.Diagnosa IV: Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap konsep
diri
Kriteria Hasil NOC:

a) Anxiety control
- Monitor intensitas dari cemas
- Mencari informasi untuk menurunkan cemas
- Gunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas
- Melakukan hubungan sosial untuk memusatkan konsentrasi
- Kontrol respon cemas
b) Coping
- Identifikasi pola koping yang efektif
- Identifikasi pola koping yang tidak efektif
- Kontrol cara pasien dalam mengungkapkan perasaannya dengan kata – kata
- Laporkan penurunan stress
- Pakai perilaku untuk peenurunan stress

5.Diagnosa V: Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber


informasi
NOC :
a.Knowledge : Disease Process (1803)
- Kenalkan dengan nama penyakit
- Gambarkan dari proses penyakit
- Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
- Jelaskan faktor resiko
- Jelaskan efek dari penyakit

19
- Jelaskan tanda dan gejala
b.Knowledga Illness care (1824
- Proses penyakit
- Pengendalian infeksi
- Pengobatan
- Prosedur pengobatan
- Perawatan terhadap penyakit

D. INTERVENSI (NIC)
Diagnosa I : Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan volume
cairan cerebrospinal.

Intervensi NIC

1. Pantau hal-hal berikut ini


a. Tanda – tanda vital
b. Sakit kepala
c. Tingkat kesadaran dan orientasi
d. Diplopia inistagmus, penglihatan kabur, ketajaman penglihatan
e. Pemantauan TIK
- Pemantauan TIK dan respon neurologis pasien terhadap aktivitas perawatan
- Pantau tekanan perfusi jaringan
- Perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap stimulus
b. Penatalaksanaan sensasi perifer
- Pantau adanya parestes: mati rasa atau adanya rasa kesemutan
- Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
2. Aktivitas kolaboratif
a. Pertahankan parameter termodinamik dalam rentang yang dianjurkan
b. Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai permintaan
c. Berikan obat yang menyebabkan Hipertensi untuk mempertahankan tekanan
perfusi serebral sesuai dengan permintaan
d. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0 sampai dengan 45 derajat, bergantung
pada kondisi pasien dan permintaan medis
e. Berikan loap diuretik dan osmotik, sesuai dengan permintaan.
Diagnosa II : Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK

20
Intervensi NIC :
a. Manajemen Nyeri
- Tampilkan pengkajian secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor predisposisi
nyeri.
- Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, terutama jika tidak
dapat berkomunikasi secara efektif.
- Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat.
- Tentukan dampak nyeri terhadap kwalitas hidup (misal ; tidur, aktivitas,
dll).
- Evaluasi dengan pasien dan tim kesehatan, efektivitas dari kontrol nyeri
pada masa lalu yang biasa digunakan.
- Kaji pasien dan keluarga untuk mencari dan menyediakan pendukung.
- Berikan info tentang nyeri, misal; penyebab, berapa lama akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

- Kontrol faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi respon pasien


untuk ketidaknyamanan (misal : temperatur rungan cahaya dan
kebisingan).
- Ajarkan untuk menggunakan teknik nonfarmokologi (misal : relaksasi,
guided imagery, therapi musik, distraksi, dll).

Diagnosa III: Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan penempatan shutrl


Intervensi NIC :
a.Kontrol Infeksi
Aktivitas :
- Gunakan sarung tangn steril
- Pelihara lingkungan yang tetap aseptik.
- Batasi pengunjung
- Beritahu pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan jika terjadi
infeksi laporkan kepada petugas kesehatan.
- Anjurkan intake nutrisi yang baik.
21
b.Identifikasi Resiko.
Aktivitas :
- Identifikasi pasien dengan kebutuhan perawatan secara berkelanjutan
- Menentukan sumber yang finansial.
- Identifikasi sumber agen penyakit untuk mengurangi faktor resiko.
- Tentukan pelaksanaan dengan treatment medis dan perawatan.
Diagnosa IV: Ketakutan atau kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri

Intervensi NIC:

a.Penurunan cemas
- Ciptakan lingkungan yang tenang untuk mengurangi cemas
- Menyediakan informasi yang benar dan jelas tentang diagnosis dan program
perawatan yang diberikan
- Kaji penyebab kecemasan pasien
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien guna mengurangi kecemasan
- Identifikasi perubahan tingkat kecemasan pasien
b.Teknik ketenangan
- Pertahankan kontak mata dengan pasien
- Duduk dan berbincang – bincang dengan pasien
- Ciptakan suasana yang tenang
- Gunakan teknik distraksi
- Berikan obat anti cemas
- Instruksikan pasien dengan metoda penurunan cemas (mengurangi cemas).

Diagnosa V: Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi.

Intervensi NIC :

a. Teaching Disease Process


Aktifitas :

- Jelaskan patofisiologi penyakit


- Jelaskan tanda dan gejala dari penyait
- Jelaskan proses penyakit
- Identifikasi kemungkinan penyebab penyakit

22
- Diskusikan pilihan perawatan
b. Teaching : Prosedur / Treatment
Aktifitas :

- Informasikan kepada pasien kapan dan dimana prosedur perawatan


dilakukan
- Informasikan kepada pasien tentang berapa lama prosedur dilakukan
- Jelaskan tujuan dari prosedur / perawatan
- Gambarkan aktifitas sebelum prosedur dilakukan
- Jelaskan prosedur tindakan

23
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya


cairan serebrospinal dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel.

Insiden hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden hidrosefalus


konginetal adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 % disebabkan oleh
stenosis aquaductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insiden untuk kedua jenis
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.

Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :


a) mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.
Hal yang sangat penting dalam penanganan kasus hidrosefalus ini adalaqh kejadian
infeksi akibat penatalaksanaan dan asuhan yang diberikan tidak tepat.
2. Saran

Diharapkan kepada orang tua yang mendapatkan anak dengan kasus hidrosefalus
untuk tidak berkecil hati karena ada masih ada cara pengobatan yang dapat dilakukan.
Pengobatan tersebut dapat membantu anak tersebut untuk proses tumbuh kembangnya
dikemudian hari.

Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan dan asuhan


yang adekuat dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi sehingga dapat menurunkan
angka kematian pada bayi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar
Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.

Tucker,Susan Martin dkk.2008.Standar perawatan pasien edisi 5.Jakarta:EGC.

Wilkinson,Judith M.2007.Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC.Jakarta EGC.

Carpenito/Moyeth,Lynda Juall.2007.Buku saku diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai