Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

HIDROSEFALUS

Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Haji Medan

Disusun Oleh :
Muhammad Arif Rahman 20360007
Zulfa Yusdinar Aini 20360123
Putri Weni 102119096

Pembimbing :
dr. Luhu A. Tapiheru, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI DAN UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

i
ii

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Laporan Kasus ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di
bagian Neurologi Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Hidrosefalus”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing KKS di bagian Neurologi. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan Laporan Kasus ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara
penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan
Laporan Kasus selanjutnya. Semoga Laporan Kasus ini bermanfaat bagi pembaca
dan terutama bagi penulis.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, November 2021

Penulis

DAFTAR ISI
iii

HALAMAN

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1. Definisi...............................................................................................5
2. Klasifikasi...........................................................................................5
3. Etiologi...............................................................................................5
4. Manifestasi Klinis ..............................................................................7
5. Pemeriksaan Penunjang......................................................................9
6. Diagnosis Banding..............................................................................11
7. Penatalaksanaan .................................................................................14
8. Prognosis............................................................................................16

BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................18

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus berasal dari kata “hidro” yang berarti air dan “chepalus” yang
berarti kepala. Meskipun hidrosefalus dikenal sebagai “air di otak”, “air" ini
sebenarnya cairan serebrospinal (CSS) yaitu cairan bening yang mengelilingi
otak dan sumsum tulang belakang. Dari istilah medis, hidrosefalus dapat
diartikan sebagai penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan
absorpsi dari CSS. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer
serebral, keadaan ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural.
Hidrosefalus juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik CSS. Kondisi
seperti cerebral atrofi juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSS dalam
susunan saraf pusat (SSP).

Fungsi utama dari CSS adalah untuk menyediakan keseimbangan dalam


sistem saraf. CSS merupakan cairan yang mengelilingi otak. Berfungsi untuk
mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik dan
melindungi otak dari trauma yang mengenai tulang tengkorak. CSS merupakan
medium transportasi untuk menyingkirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan
dari otak seperti CO2, laktat, dan ion Hidrogen. CSS juga bertindak sebagai
saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior
hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan
transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.CSS juga mempertahankan tekanan
intracranial dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar
rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai
foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga
subarachnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

4
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinali (Liquor Cerebrospinalis/LCS) tanpa atau
pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (ventrikel).
Pelebaran ventrikel ini berpotensi menyebabkan kerusakan pada jaringan
otak. Hidrosefalus dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi,
sirkulasi dan absorbs CSS.1

B. Klasifikasi
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu
secara patologi dan secara etiologi.2
Hidrosefalus Patologi dapat dikelompokkan sebagai:
1. Obstruktif (non-communicating) - terjadi akibat penyumbatan
sirkulasi CSS yang disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi,
cacat bawaan dan paling umum, stenosis aqueductal atau
penyumbatan saluran otak.
2. Non – obstruktif (communicating) - dapat disebabkan oleh gangguan
keseimbangan CSS, dan juga oleh komplikasi setelah infeksi atau
komplikasi hemoragik.
Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai:
1. Bawaan (congenital) - sering terjadi pada neonatus atau berkembang
selama intra-uterin.
2. Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid,
pendarahan intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor,
komplikasi operasi atau trauma hebat di kepala.
C. Etiologi
Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem
ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjasi bila
6

terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat
pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subarachnoid. Penyebab penyumbatan aliran cairan serebrospinal yang sering
terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan
perdarahan.3
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab terbanyak.
60%-90% kasus hidrosefalus terjadi pada bayi dan anak-anak.
Umumnya terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada
bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan sindroma
Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla
oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau
total.
c. Sindrom Dandy-Walker - atresiakongenital foramen Luschka dan
Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran
system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian
besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa
posterior.
d. Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat akibat
trauma sekunder suatu hematoma.
e. Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang
mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau
sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.
2. Infeksi - Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang
subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta
terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala
dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh
dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat
7

di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis,


sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma - hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan
penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu
kraniofaringioma.
4. Perdarahan - perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
D. Manifestasi Klinis

a. Hidrosefalus pada anak


Manifestasi klinis hidrosefalus pada anak tergantung dari usia. Pada
bayi yang suturanya belum menutup, manifestasi klinis yang menonjol
adalah lingkar kepala yang membesar. Pada anak yang suturanya telah
menutup, menifestasi klinis yang muncul disebabkan oleh peningkatan
tekanan intracranial.

Pada bayi, akan didapatkan gejala:


1. Kepala membesar
2. Vena – vena kepala prominen
3. Ubun – ubun melebar dan tegang
4. Sutura melebar
5. ”cracked-pot sign” yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau
buah semangka pada perkusi kepala
6. Perkembangan motorik terlambat
7. Perkembangan mental terlambat
8. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/achiles)
9. ”cerebral cry” yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
10. Nistagmus horisontal
8

11. ”sunset phenomena” yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh


tekanan dan penipisan tulang – tulang supraorbita, sklera tampak di
atas iris, sehingga iris seakan – akan seperti matahari yang
terbenam.
Pada anak, bila sutura sudah menutup, terjadi tanda – tanda
peningkatan tekanan intrakranial:
1. Muntah proyektil
2. Nyeri kepala
3. Kejang
4. Kesadaran menurun
5. Papiledema
b. Hidrosefalus pada dewasa
Adapun gejala pada orang dewasa ialah: pusing, muntah, penglihatan
berkunang – kunang, kepala terasa berat, lelah. Tanda yang dapat
dijumpai: papiledema, pembesaran titik buta pada lapangan pandang yang
menyebabkan berkurangnya tajam penglihatan, lenggang dyspraxia,
pembesaran kepala, dan perasaan canggung.
Pada dewasa gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala.
Sementara itu gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang
terjadi pada 1/3 kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan
neurologi pada umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya
edema papil dan atau paralisis nervus abdusens.
Sedangkan gejala pada orang tua: perlambatan mental, sering jatuh,
inkontinensia, pandangan berkabut, dispraksia (lambat berjalan, lenggang
mengayun), demensia, dan terkadang papiledem
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos Kepala
Foto polos kepala dapat memberikan informasi penting seperti ukuran
tengkorak, tanda peningkatan TIK, massa pada fossa cranii serta
kalsifikasi abnormal. Hidrosefalus pada foto polos kepala akan
memberikan gambaran ukuran kepala yang lebih besar dari orang normal,
pelebaran sutura, erosi dari sella tursica, gambaran vena-vena kepala tidak
9

terlihat dan memperlihatkan jarak antara tabula eksterna dan interna


menyempit.

Gambar 1. Foto kepala pada anak dengan hidrosefalus. Tampak


kepala yang membesar kesemua arah. Namun, tidak terlihat vena-
vena kepala pada foto diatas.

b. CT-Scan
Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat menentukan ukuran dari
ventrikel.Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi
dan ukuran dari tumor tersebut.Pada pasien dengan hidrosefalus akan
tampak dilatasi dari ventrikel pada foto CT Scan serta dapat melihat posisi
sumbatan yang menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Dengan CT-Scan
saja hidrosefalus sudah bisa ditegakkan.

Gambar 2. CT Scan kepala potongan axial pada pasien


hifrosefalus,dimana tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis

c. MRI
10

Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat


adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari
hidrosefalus tersebut. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat

ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor tersebut. Selain itu pada MRI
potongan sagital akan terlihat penipisan dari korpus kalosum.

Gambar 3. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans


akibat obstruksi pada foramen Luschka dan magendie. Tampak
dilatasi dari ventrikel lateralis dan quartus serta peregangan korpus
kalosum
11

Gambar 4a & b. MRI potongan axial pada hidrosefalus


nonkomunikans akibat obstruksi pada foramen Luschka dan
magendie. Tampak dilatasi dari ventrikel lateralis (gambar a) dan
ventrikel quartus (gambar b).
12

Gambar 5. MRI pada Neoplasma di vermis cerebellum dengan


hidrosefalus obstruktif (nonkomunikans). Tampak massa menekan
ventikulus quartus dan menyebabkan hidrosefalus obstruktif (gambar
a).

F. Diagnosis Banding

Berdasarkan gambaran radiologi, hidrosefalus memiliki gambaran yang


hampir sama dengan holoprosencephaly, hydraencephaly dan atrofi cerebri.

1. Holoprosencephaly
Holoprosencephaly muncul karena kegagalan proliferasi dari
jaringan otak untuk membentuk dua hemisfer. Salah satu tipe terberat
dari holoprosencephaly adalah bentuk alobaris karena biasa diikuti oleh
kelainan wajah, ventrikel lateralis, septum pelusida dan atrofi nervus
optikus. Bentuk lain dari holoprosencephaly adalah semilobaris
holoprosencephaly dimana otak cenderung untuk berproliferasi menjadi
dua hemisfer. Karena terdapat hubungan antara pembentukan wajah dan
proliferasi saraf, maka kelainan pada wajah biasanya ditemukan pada
pasien holoprosencephaly.
2. Hydraenchepaly
Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi
arteri karotis interna setelah struktur utama sudah terbentuk. Oleh karena
itu, sebagian besar dari hemisfer otak digantikan oleh CSS. Adanya falx
cerebri membedakan antara hydranencephaly dengan holoprosencephaly.
13

Jika kejadian ini muncul lebih dini pada masa kehamilan maka hilangnya
jaringan otak juga semakin besar. Biasanya korteks serebri tidak
terbentuk, dan diharapkan ukuran kepala kecil tetapi karena CSS terus di
produksi dan tidak diabsorbsi sempurna maka terjadi peningkatan TIK
yang menyebabkan ukuran kepala bertambah dan terjadi ruptur dari falx
serebri.
3. Atrofi Serebri
Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti
dengan dilatasi ventrikel karena penuaan. Tetapi Atrofi didefinisikan
sebagai hilangnya sel atau jaringan, jadi atrofi serebri dapat didefinisikan
sebagai hilangnya jaringan otak (neuron dan sambungan antarneuron).
Biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti multiple
sklerosis, korea huntington dan Alzheimer. Gejala yang muncul
tergantung pada bagian otak yang mengalami atrofi. Dalam situasi ini,
hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang kosong yang dipenuhi
secara pasif dengan CSS.
G. Penatalaksanaan

a. Non Bedah
Pemakaian terapi medikamentosa ditujukan untuk membatasi
evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari
pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya . Pada dasarnya
obat-obatan yang diberikan adalah duretika seperti asetazolamid dan
furosemid. Cara ini hanya efektif pada hidrosefalus tipe non obstruktif
dimana terjadi sekresi CSS atau hambatan absorpsi CSS.4
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi tidak
memerlukan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25-50
mg/kgBB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretik dan
kortikosteroid dapat diberikan walaupun hasinya kurang memuaskan.4
b. Bedah
Metode operasi yang biasa dilakukan sebagai terapi definitif pada kasus
hidrosephalus yaitu operasi pintas (shunting).5
14

a) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk
terapi hidrosefalus tekanan normal.
b) Internal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
1. Ventriculoperitoneal (VP) shunt - Cara yang paling umum untuk
mengobati hidrosefalus. Dalam ventriculoperitoneal (VP)
shunting, tube dimasukkan melalui lubang kecil di tengkorak ke
dalam ruang (ventrikel) dari otak yang berisi cairan serebrospinal
(CSF). Tube ini terhubung ke tube lain yang berjalan di bawah
kulit sampai ke perut, di mana ia memasuki rongga perut (rongga
peritoneal). Shunt memungkinkan CSS mengalir keluar dari
ventrikel dan ke rongga perut di mana ia diserap. Biasanya, katup
dalam sistem membantu mengatur aliran cairan.
2. Ventriculoatrial (VA) shunt – yang juga disebut sebagai
”vascular shunt”. Dari ventrikel serebri melewati vena jugularis
dan vena cava superior memasuki atrium kanan. Pilihan terapi ini
dilakukan jika pasien memiliki kelainan abdominal (misalnya
peritonitis, morbid obesity, atau setelah operasi abdomen yang
luas).
3. Ventriculosisternal – CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen)
4. Ventriculobronkhial – CSS dialirkan ke bronkus
5. Ventriculomediastinum – CSS dialirkan ke mediastinum
15

BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS ORANG SAKIT


IDENTITAS PRIBADI

Nama : Erdina Inpokapid Lumban Gaon

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Status Kawin : Cerai Mati

Agama / Suku : Kristen

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Dusun IX Kenangan Baru Deli Serdang Percut Sei Tuan


Sumatera Utara

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama :

Telaah :

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi

Riwayat Penggunaan Obat : Pasien Lupa Nama Obat

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

ANAMNESA TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Jantung berdebar(-), Nyeri dada(-)

Traktus Respiratorius : Sesak (-), Batuk (-)

Traktus Digestivus : Tidak Ada

Traktus Urogenitalis : BAB(+), BAK(+)

Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Tidak Ada

Intoksikasi & Obat-obatan : Tidak Ada


16

ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak Ada
Faktor Familier : Tidak Ada
Lain-lain : Tidak Ada
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran & Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak Ingat
Pendidikan : SLTP / Sederajat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan dan Anak : Cerai Mati, Jumlah Anak: 3
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 150/110 mmHg
Nadi : 101x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 38,5 oC
Kulit dan selaput lender : Ikterik (-), ruam (-), konjungtiva anemis (-)
Kelenjar dan getah bening : Dalam Batas Normal

Persendian : Dalam Batas Normal


KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan posisi : Normocephali, posisi: simetris
Pergerakan : Dalam Batas Normal
Kelainan panca indera : Dalam Batas Normal
Rongga mulut dan gigi : Dalam Batas Normal
Kelenjar parotis : Dalam Batas Normal
Desah : Tidak Ada
Dan lain – lain : Tidak Ada
17

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

Rongga Dada
Inspeksi : Normochest, Simetris kanan =kiri
Palpasi : Massa (-), Stem fremitus (kanan=kiri)
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Ronkhi (-)

Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), massa(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal

GENITALIA
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Sensorium :Composmentis (GCS: E=4, M=5, V=6)

Rangsangan Selaput Otak


Kaku kuduk : sulit dievaluasi
Tanda Kernig : (-/-)
Brudzinski I- IV : (-)

Pemeriksaan saraf kranial

Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra


Olfaktorius Sulit dinilai
Opticus Visus
Sulit dinilai
Pengenalan warna
Occulomotorius Ptosis
Gerakan mata ke Sulit dinilai
18

atas, tengah,
bawah.
Ukuran pupil Isokor (3mm) Isokor (3mm)
Reflek direct + +
Trochlearis Gerakan mata
Sulit dinilai
medial ke bawah
Trigeminus Menggigit (+)
Menggerakkan Sulit dinilai
rahang (+)
Refleks trigeminal
Abduscent Gerakan mata ke
Sulit dinilai
lateral
Facialis Otot wajah saat
istirahat :
Lipatan dahi Simetris kiri dan kanan
Sudut mata Simetris kiri dan kanan
Sulkus nasolabialis Menurun pada sisi kiri
Sudut mulut Menurun pada sisi kiri
Mengangkat alis - -
Menutup mata + +
Meringis Sulit dinilai

Menggembungkan - -
pipi
Vestibulocochlear Pemeriksaan + +
mendengar
Tidak dilakukan
pemeriksaan
dengan garputala
Glossopharyngeus Arcus faring
terangkat (+)
Refleks muntah (+)
Vagus Bersuara (+)
Menelan (+)
Accesorius Memalingkan
kepala (sulit
dinilai)
Mengangkat bahu
19

tidak dilakukan
Hypoglosus Menjulurkan lidah
(sulit dinilai)

o Sistem motorik

2 2

2 2

o Refleks fisiologis
Refleks biseps (-), refleks triseps (-), refleks brachio radialis (-),
refleks patella (-), refleks achilles (-)  sulit dievaluasi
o Refleks patologis
Refleks Hoffman-Trommer (+), Refleks Babinski (+), refleks
Oppenheim (+),refleks gordon (+), refleks Schaefer (+), refleks
Chaddock (+)
o Fungsi otonom
Miksi (+) normal, defekasi (+) normal

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu
Telaah : Pasien Perempuan 50 tahun diantar keluarga ke RSU Haji
medan dengan Penurunan Kesadarn yang dialami sejak 1 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak kiri disertai adanya
nyeri kepala hebat sejak 2 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi tidak terkontrol

Riwayat Penggunaan Obat : keluarga tidak ingat


Riwayat Penyakit Keluarga :-
20

STATUS PRESENT
Tekanan Darah : 126/77 mmHg
Nadi : 117x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,3oc
GEJALA PIRAMIDAL
 Hemiparesis : +
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
 Tremor :+
 Rigiditas :-
 Bradikinesia : -
REFLEKS FISIOLOGI : Tetraparesis
REFLEKS PATOLOGIS : Babinski (+) dextra-sinistra, Oppenheim (+)
dextra, Hoffman-Tromner (+) dextra-sinistra
SISTEM MOTORIK
 Trofi : Hipotrofi Hipotrofi
 Tonus Otot : Hipotonus Hipotonus
44444 44444
 Kekuatan Otot : ESD : ESS :
44444 44444
55555 55555
EID : EIS :
55555 55555
 Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hasil Satuan
Darah Rutin
Hemoglobin 13.9 g/dl
Eritrosit 4.54 10^3/uL
Leukosit 9.20 uL
Hematokrit 42.1 %
Trombosit 223000 uL
RDW-CV 15.6 fL
PDW 14.9 %
Index Eritrosit
21

MCV 93 F1
MCH 31 Pg
MCHC 33 %
Jenis Leukosit
Eosinofil% 0 %
Basofil 0 %
N. Stab %
Neutrofil 83 %
Limfosit 11 %
Monosit 6 %
LED mm/jam
Jumlah Total Sel
Total Lymphosit 1.03 ribu/uL
Total Basofil 0,00 ribu/uL
Total Monosit 0.51 ribu/uL
Total Eosinofil 0.02 ribu/uL
Total Neutrofil 7.7 ribu/uL
Elektrolit
Natrium 141 mEg/L
Kalium 3.70 mEg/L
Klorida 101.00 mEg/L

DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional :
Diagnosis Etilogi :
Diagnosa Anatomik :

Diagnosa Banding :
Diagnosa Kerja :

PENATALAKSANAAN :
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj Ranitidine 25 mg/2ml/ 1 amp/12
Jam
22

- Inj citicoline 250mg


- IVFD Manitol 125cc
- Inj. Ceftriaxone 1g/12 Jam
BAB IV

KESIMPULAN
Guillain–Barré Syndrome (GBS) merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan dengan
proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis. Kelainan ini kadang-kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,
maupun susunan saraf pusat. GBS merupakan polineuropati akut, bersifat simetris
dan asendens yang biasanya terjadi dalam 1-3 minggu dan kadang sampai 8
minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau
bisa terjadi paralisis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot – otot pernafasan dan
wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter.
Beberapa penelitian menunjukkan beberapa faktor pencetus yang terlibat,
diantaranya infeksi virus, vaksinasi, dan beberapa penyakit sistemik. Manifestasi
klinis berupa kelumpuhan, gangguan fungsi otonom, gangguan sensibilitas, dan
risiko komplikasi pencernaan.
Pemeriksaan penunjang untuk GBS adalah pemeriksaan cairan
serebrospinal, elektromiografi dan MRI. Terapi farmakoterapi dan terapi fisik,
serta prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi
aksonal, dan umur pasien. Tatalaksana untuk Guillain–Barré Syndrome meliputi
plasmaparesis dan IVIg serta terapi suportif. Tujuan utama penatalaksanaan GBS
adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan
dan memperbaiki prognosisnya. Penegakan diagnosis lebih dini akan memberikan
prognosis yang lebih baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan kematian adalah
gagal nafas dan aritmia.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Espay, A.J., 2009. Hydrocephalus. http://emedicine.medscape.com/. February
17th 2010.
2. Milani Sivagnanam and Neilank K. Jha (2012). Hydrocephalus: An Overview,
Hydrocephalus.
3. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. Dalam : Harsono,
Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press; 2005. Hal. 209-16.
4. Harold L. Rekate, M.D. January 2003. Hydrocephalusassociation 2nd Edition.
San Francisco, California.
5. Silbernagl, S. Lang, F. Cerebrospinal Fluid Blood-Brain Barrier. In : Color
Atlas of Pathophysiology. New York  : Thieme; 2000. p 356-7.
6.

Anda mungkin juga menyukai