VIRAL PNEUMONIA
Paper ini Disususn Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior (KKS)
Ilmu Anastesi Rumah Sakit Umum Haji Medan Sumatra Utara
Oleh:
Putri Weni
102119096
Pembimbing:
dr. M. Winardi S. Lesmana, M.Ked(An)., Sp.An
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat yang
dilimpahkannya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan judul “ Viral
Pneumonia” Penyusunan tugas ini di maksudkan untuk mengembangkan wawasan
serta melengkapi tugas yang di berikan pembimbing.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr.M.Winardi S.
Lesmana,M.Ked(An).,Sp.An selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik
senior smf ilmu anestesi serta dalam penyelesaian paper ini. Dalam penulisan
makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan,
baik dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun guna penyempurnaan di masa yang
akan datang.
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1
2.1 Definisi........................................................................................................................3
2.2 Klasifikasi....................................................................................................................3
2.3 Epidemiologi...............................................................................................................5
2.4 Etiologi........................................................................................................................6
2.6 Patogenesis................................................................................................................11
2.9 Diagnosis...................................................................................................................20
2.11 Tatalaksana..............................................................................................................21
2.12 Pencegahan..............................................................................................................25
2.13 Komplikasi...............................................................................................................38
2.14 Prognosis.................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................42
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dan lainya).1 Viral pneumonia adalah
pneumonia (CAP), mulai dari penyakit ringan hingga penyakit berat yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan ventilasi mekanis. Selain itu, peran
virus dalam pneumonia yang didapat di rumah sakit dan pneumonia terkait
ventilator sebagai agen penyebab atau sebagai kopatogen dan efek deteksi virus
pada hasil klinis sedang diselidiki. Lebih dari 20 virus telah dikaitkan dengan
tidak khas untuk etiologi virus tertentu. Saat ini, konfirmasi laboratorium paling
pneumonia (HAP) menjadi lebih jelas. Data retrospektif dari satu rumah sakit
1
2
menunjukkan virus diisolasi sesering bakteri patogen dalam kasus HAP. Dalam
studi lain melihat HAP parah, virus diidentifikasi dalam 22,5 persen kasus,
paling sering respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Pasien
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru atau bagian distal dari
Viral pneumonia adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh sejumlah besar virus
pathogen.2
2.2 KLASIFIKASI
a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang
selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi
infeksi influenza.
termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang
dari 48 jam. 5
penyebab HAP. 6
c. Pneumonia aspirasi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen.
disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
c. Pneumonia interstisial
5
2.3 EPIDEMIOLOGI
dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di
Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada
40%. Di negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal
musim semi, dinegara tropis pada musim hujan, namun saat ini Sejak kasus pertama
di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China setiap hari dan memuncak
diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya kebanyakan laporan
datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah hingga ke provinsi-
di China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand,
Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi,
Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.11
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua
1.528 kasus dan 136 kasus kematian.13 Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia
sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, angka ini terus
Salah satu penyebab viral pneumonia dari virus pathogen yang paling banyak
saat ini ialah coronavirus. Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel
120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah
kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus
disebabkan oleh virus lain yaitu Respiratory Syncial Virus (RSV), Influenza Virus,
menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan
sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus
Virus Influenza
Virus influenza menjadi penyebab utama infeksi paru akibat virus. Influenza
merupakan virus yang mengandung RNA yang termasuk dalam famili Myxovirus,
yang dibagi menjadi tiga grup, yaitu A, B, dan C berdasarkan antigen membran
intena (M) dan nucleoprotein (NP). Grup A dibagi lagi berdasarkan glikoprotein
dibutuhkan virus untuk berikatan dan penetrasi ke dalam membran sel pejamu.
Neuraminidase membantu dalam pelepasan dan penyebaran partikel virus yang sudah
7
bereplikasi. Virus influenza A dapat melakukan mutase secara spontan, memproduksi
strain baru dengan mengubah glikoprotein H dan N. Penamaan strain virus influenza
secara lengkap termasuk tipe virus, lokasi geografis ditemukannya virus, nomor
virus influenza ini dapat mengubah struktur secara minor, kecuali tipe A yang dapat
memproduksi strain yang berbeda secara serologi. Imunitas tubuh tehadap virus
influenza ini bergantung dari antibodi yang dihasilkan tehadap glikoprotein tersebut.
Ketika perubahan antigen yang minor (antigenic drift) terjadi, efek tehadap antibodi
juga minor. Namun, dengan perubahan antigen yang besar (antigentic shift), sebagian
besar orang tidak mempunyai respon imun terhadap virus yang baru ini sehingga
dapat terjadi pandemi. Misalnya, virus H1N1 berperan dalam terjadinya pandemi
pada tahun 2009. WHO memperkirakan terdapat 16.226 kematian yang berhubungan
dengan pandemi virus tersebut dari April 2009 sampai Januari 2010. Hewan-hewan,
seperti ungags atau babi merupakan reservoir penting untuk virus influenza, yang
naoas atas. Ketika virus menginfeksi saluran napas atas secara langsung, dapat terjadi
epitel saluran napas. Gangguan fungsi dari sel T, makrofag, dan neutrofil juga terjadi,
sehingga menurunkan respon imun tubuh. Semua proses ini memungkinkan untuk
tejadinya koinfeksi dengan bakteri. Masa inkubasi virus ini adalah satu sampai dua
hari, sedangkan gejalanya berlangsung dari tiga sampai lima hari. Tiga presentasi
klinis yang mungkin terjad adalah pneumonia primer akibat influenza, pneumonia
8
akibat influenza dengan infeksi sekunder bakteri, dan ko-infeksi secara simultan
RSV merupakan famili dari Paramyviridae virus, dan merupakan virus yang
menyebabkan infeksi saluran napas bawah paling sering pada anak. Belakangan
diketahui bahwa virus ini menjadi penyebab paling sering pneumonia pada dewasa,
terutama pada usia lanjut. Populasi yang beresiko adalah anak di bawah usia enam
bulan, pasien dengan penyakit kronik seperti fibrosis kistik, pasien dengan penyakit
jantung bawaan, orang usia lanjut, dan pasien imunosupresif. Total mortalitas pada
dewasa akibat infeksi virus ini bervariasi, yakni dari 1-5% pada orang sehat, dan
Tabel 1. Perbedaan gejala klinis antara pneumonia akibat influenza atau RSV
Adenovirus
dapat terjadi kapan saja dalam waktu satu tahun. Adeovirus merupakan penyebab
9
10% pneumonia pada anak. Virus ini pernah diidentifikasi menjadi penyebab
G). Infeksi paru banyak disebabkan oleh serotipe 1, 2, 3, 4, 5, 7, 14, dan 21.
Walaupun sebagian besar virus ini mempunyai tingkat mortalitas yang rendah, namun
subtipe 14 dilaporkan dapat menyebabkan gagal napas yang berat, terutama pada
pasien HIV dan pasien dengan gangguan imunitas sel lainnya. Penyebaran virus ini
terjadi langsung melalui konjungiva, hirupan, feses, dan muntahan. Virus ini dapat
bertahan di lingkungan dalam hitungan minggu. Reaktivasi virus ini dapat juga
dan pneumonia. Mortalitasnya bervariasi, antara 38-100%, terutama pada pasien yang
lain defek anatomi bawaan, defisit imunologi misalnya akibat malnutrisi energi
protein, polusi, GERD (gastroesophageal reflux disease), aspirasi, gizi buruk, dan
kamar tidur yang terlalu padat penghuninya . Selain itu keadaan seperti defisiensi
vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan
(polusi udara) juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya pneumonia. Faktor
predisposisi yang lain untuk terjadinya pneumonia adalah adanya kelainan anatomi
imun (penggunaan sitostatika dan steroid jangka panjang, gangguan sistem imun
10
berkaitan dengan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan
Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan diabetes
melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari
pneumonia akibatt infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak
pada laki-laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada
perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor
Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan pasien
COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam satu lingkungan
namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko rendah.
Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi tertular. Di Italia,
sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga medis. Di China, lebih dari 3.300 tenaga
2.6 PATOGENESIS
saluran nafas atas dan selanjutnya menginfeksi paru melalui sekret saluran nafas atau
11
penyebaran hematogen. Kerusakan jaringan tergantung jenis virusnya, ada yang
sitopatik, langsung mempengaruhi pneumosit, yang lain dengan respon imun yang
berlebihan. Virus respiratori merusak saluran nafas dan merangsang host melepaskan
antara lain histamine, leukotrin C4. Infeksi virus respiratori mengubah pola kolonisasi
dan invasi ke daerah yang normal steril, sehingga menyebabkan infeksi sekunder.
Virus influenza umumnya menyerang saluran nafas bawah dan parenkim paru
setelah menyebabkan infeksi saluran nafas atas. Virus mencapai paru melalui
penyebaran dari saluran nafas atas atau inhalasi partikel kecil aerosol. Infeksi mulai di
silia sel epitel mukosa dari trakea, bronkus, saluran nafas bawah sehingga merusak
sel-sel tersebut secara luas, mukosa jadi hiperemia, terlihat trakeitis, bronkitis,
perdarahan fokal, oedem, infiltrasi sel. Rongga alveolus berisi berbagai jumlah
netrofil, sel mononuklear bercampur dengan fibrin dan cairan oedem. Kapiler
pertahanan tubuh ini dapat menerangkan sebanyak 53% pneumonia bakteri rawat
jalan disertai infeksi virus.1 Tetapi bisa juga mulai dengan sel saluran nafas lain
seperti sel alveolar, sel kelenjar mukosa, makrofag. Pada sel yang terinfeksi, virus
berkembang biak dalam 4-6 jam, lalu menjalar ke sel sekitarnya. Infeksi menyebar
12
dari fokus yang sedikit ke sel respiratori yang luas dalam beberapa jam. Masa
inkubasi 18–72 jam. Gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, mialgia, diduga
sirkulasi darah. Respon host terhadap infeksi influenza berupa antibodi humoral,
antibodi lokal, imunitas seluler, interferon, dan lain-lain. Respon antibodi serum
terdeteksi minggu kedua setelah infeksi primer. Antibodi sekretori oleh saluran nafas
utamanya adalah IgA sebagai proteksi terhadap infeksi. Interferon terdeteksi di sekret
respiratori segera setelah mulai pelepasan virus (virus shedding), bila titernya naik
pelepasan virus menurun. Pelepasan virus umumnya berhenti 2–5 hari setelah gejala
pertama muncul.
Pada orang tua, meningginya risiko infeksi dan komplikasi pneumonia virus
meningkat, penurunan kekuatan otot pernafasan dan proteksi saluran nafas oleh
mukosa.2,17
nyeri tenggorok, sakit kepala, dan mialgia selama kurang lebih lima hari. Dapat juga
terjadi sesak napas dan sianosis. Pada pneumonia dengan infeksi bakteri sekunder,
dapat ditemukan demam tinggi, batuk, dan sputum yang purulen, yang berhubungan
13
Manifestasi klinis pasien Covid-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
sepsis, hingga syok sepsis.21,26 Viremia dan viral load yang tinggi dari swab
didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa komplikasi,
bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia,
malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak
diare dan muntah.5 Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan
demam, ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2)
distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14
hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit
menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus
menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi
ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya
ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal.
Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit
menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika
tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin
14
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Spesimen
virus pada spesimen saluran napas atas (misalnya sekret nasofaring) dan saluran
dengan PCR dapat meningkatkan kemungkinan deteksi virus, termasuk yang sulit
dari infeksi saluran napas atas, atau patogen dari pneumonia itu sendiri. Spesimen
pada saluran napas atas yang dapat diambil adalah aspirat nasofaring, swab yang
berasal dari nasofaring, hidung, atau tenggorok, serta gabungan antara swab
nasofaring dan tenggorok. Spesimen saluran napas bawah yang dapat diidentifikasi
adalah sputum baik yang dikeluarkan langsung ataupun yang dilakukan induksi,
menggunakan spesimen saluran napas atas untuk pemeriksaan. Pada anak, aspirat
pada 95% sampel mukus dari aspirat nasofaring pada anak dengan infeksi
pernapasan.
15
Swab hidung, yang dilakukan dengan kassa steril dari kedalaman 2-3 cm
mempunyai sensitivitas yang sebanding dengan aspirat nasofaring untuk kultur semua
respiratory virus, kecuali respiratory syndcytial virus. Swab dengan serat nilon
sensitivitas yang sama dengan aspirat nasofaring dalam mendeteksi respiratory virus
oleh PCR. Pada dewasa, swab nasofaring mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi
cuci nasofaring. Flocked swab nasofaring transnasal juga mempunyai tingkat deteksi
etiologi dari pneumonia karena spesimen ini berasal dari tempat infeksinya. Namun,
salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah mendapatkan spesimen yang bebas
dari kontaminasi flora dari saluran napas atas. Spesimen dengan kualitas yang tinggi
didapat dengan aspirasi toraks, tetapi teknik ini tidak dianjurkan karena invasif.
manajemennya yang berbeda. Secara umum, perbedaan keduanya dapat dilihat pada
tabel 2. Respiratory virus biasanya mengikuti pola musim, sehingga waktu infeksinya
syncytical virus, biasanya terjadi pada akhir musim gugur, epidemi rhinovirus
meningkat pada musim gugur dan musim semi, sedangkan influenza meningkat pada
akhir musim gugur dan awal musim dingin. Beberapa virus dapat bersirkulasi pada
satu waktu yang spesifik, walaupun saat itu adalah puncak epidemi dari satu virus.
16
Tabel 2. Membedakan pneumonia viral dan bakterial
British Thoracic Society, demam lebih dari 38,5ºC, laju respirasi lebih dari 50
adanya wheezing, demam di bawah 38,5ºC, dengan retrakasi dada yang mencolok
17
menunjukkan penyebabnya virus. Walaupun demikian, tanda dan gejala klinis dari
pneumonia viral atau bakterial seringkali overlap. Jika ada gejala seperti onset yang
tiba-tiba, demam tinggi, menggigil, nyeri dada pleuritik, infiltrat lobaris, leukositosis,
maka kumpulan gejala tersebut merujuk pada pneumonia bakterial (tipikal untuk
pneumonia pneumococcal).13,14
Jumlah sel darah putih, konsentrasi CRP dalam serum, dan prokalsitonin
secara umum, biomarker ini akan meningkat secara signifikan pada pneumonia yang
Biomarker ini akan meningkat pada 6-12 jam setelah onset infeksi bakteri, menurun
akan meningkat lebih dari 0,5 µg/L yang menunjukkan adanya infeksi bakteri. Angka
yang lebih rendah menujukkan bahwa kemungkinan kecil terjadi infeksi bakteri.
pneumonia adalah bakteri. Walaupun demikian, baik bakteri maupun virus sendiri,
atau gabungan keduanya dapat menyebabkan perubahan radiografi yang luas. Pada
dan ground-glass opacities pada dewasa dengan pneumonia viral tanpa adanya bukti
infeksi bakteri.
C. Kultur
18
Kultur dapat dilakukan untuk sebagian besar respiratory virus, tetapi
dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil dari pemeriksaan ini. Untuk
sputum, dan spesimen nasofaring atau bronchoalveolar lavage dapat digunakan. Efek
sitopatik virus dapat diamati dari kultur sel, seperti pembentukan multinucleated giant
D. Pemeriksaan Sitologi
diagnosis. Kekurangan dari metode ini adalah mempunyai sensitivitas yang rendah,
E. Deteksi Antigen Cepat Tes deteksi cepat ini dapat digunakan dengan
mudah, menggunakan spesimen dari swab nasal. Tes ELISA dapat digunakan untuk
sebagian besar respiratory virus. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi antigen
virus. Sensitivitas dan spesifisitas tes ini bervariasi bergantung dari agen yang
diagnosis. 12
mendeteksi virus. Metode ini dapat menggunakan sampel dari sekret nasofaring, atau
cairan tubuh, seperti darah, untuk infeksi cytomegalovirus. Teknik PCR terbaru,
19
yakni MRT-PCR dapat digunakan untuk deteksi cepat beberapa respiratory virus,
sensitive
2.9 DIAGNOSIS
Insidensi pneumonia viral makin meningkat dalam beberapa tahun ini. Gejala
klinis yang muncul bervariasi, dari yang paling ringan dan dapat sembuh sendiri,
sampai kasus yang ekstrem dengan gagal napas, tergantung pada tingkat virulensi
agen penyebab dan komorbiditas pasien. Dalam diagnostik pneumonia viral, harus
dipahami bahwa isolasi dari agen penyebab infeksi ini tidak berarti adanya infeksi
yang aktif. Metode tervalidasi yang dapat dilakukan untuk mencari etiologi dari
infeksi virus ini adalah serologi, kultur, evaluasi secara sitologi, deteksi antigen cepat,
a. Bacterial pneumonia 33
20
Pneumonia stafilokokus, merupakan pneumonia berat yang biasanya
sudah diterapi. Pada apusan sputum ditemukan kokus gram positif yang
space. Pada radiologi biasa ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak infiltrate halus yang dapat meluas hingga
adenovirus)34
c. MERS Coronavirus
21
2.11 TATALAKSANA
Influenza Virus
Tata laksana yang harus diberikan pada pasien dengan pneumonia virus
adalah oksigen, analgesik, antipiretik, dan antivirus pada kasus tertentu. Obat yang
untuk pencegahan dan terapi, tetapi tidak efektif untuk influenza tipe B. Obat ini
bekerja dengan memblik kanal ion pada protein M2 virus dan mencegah terjadinya
dekapsulasi. Harus digunakan pada 48 jam setelah onset gejala. Namun, beberapa
strain dilaporkan resisten terhadap obat ini, sehingga tidak direkomendasikan sebagai
Oseltamivir dan zanamivir merupakan obat yang bekerja dengan memblok protein
dapat digunakan untuk influenza tipe A dan B, dan mempunyai potensi yang rendah
untuk menimbulkan resistensi. Pada kasus pneumonia yang berat, obat ini dapat
digunakan setelah 48 jam dari onset gejala. Ketika terjadi gagal napas, seperti pada
kasus H1N1, prone ventilation dan ECMO dapat membantu, di samping pemberian
antivirus.35
satunya obat antivirus untuk pneumonia akibat RSV. Obat ini direkomendasikan
untuk diberikan hanya pada kasus yang berat dan pada pasien dengan risiko
digunakan dengan kombinasi ribavirin, pada pasien yang dalam kondisi kritis dan
beresiko tinggi.
Adenovirus
Covid-19
TANPA GEJALA
Pertama (FKTP)
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa
ke rumah):
Pasien :
o Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
24
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
o Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
Lingkungan/kamar:
o Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
o Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya.
Keluarga:
25
o Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
c. Farmakologi
hari)
(selama 30 hari)
Zink
Vitamin D
26
Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU
klinis pasien.
DERAJAT RINGAN
pasien.
b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
27
c. Farmakologis
o Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
30 hari),
Vitamin D
sirup)
Antivirus :
o Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari
28
DERAJAT SEDANG
Darurat COVID-19
Darurat COVID-19
b. Non Farmakologis
c. Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam
Vitamin D
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet
Atau
kohorting
b. Non Farmakologis
30
o Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan
Limfopenia progresif,
dibandingkan NIV
31
Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien
prone position).
o Terapi oksigen:
32
Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari
indeks ROX.
fraksi 30%, selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1-2 jam) hingga
mencapai 25 L.
33
NIV (Noninvasif Ventilation)
o Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen
o Inisiasi terapi oksigen dengan menggunakan NIV: mode BiPAP atau NIV +
PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O. FiO2 40-60%.
o Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8 ml/Kg; jika
pada inisiasi penggunaan NIV, dibutuhkan total tekanan inspirasi >20 cmH2O
hemodniamik
o Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk segera
o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan dengan NIV
tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan metode
ventilasi invasif.
negatif (atau di ruangan dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari
pasien yang lain) dengan standar APD yang lengkap. Bila pasien masih belum
oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif, maka harus dilakukan penilaian
lebih lanjut.
o Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau pressure
parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi prone selama 12-
o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dis-sinkroni antar pasien
dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi secara persisten dan
ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan sedasi yang dalam, pemberian
35
o Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat
Pasien COVID-19 dapat menerima terapi ECMO di RS tipe A yang memiliki layanan
dan sumber daya sendiri untuk melakukan ECMO. Pasien COVID-19 kritis dapat
menerima terapi ECMO bila memenuhi indikasi ECMO setelah pasien tersebut
Indikasi ECMO :
Kontraindikasi relatif :
1. Usia ≥ 65 tahun
2. Obesitas BMI ≥ 40
3. Status imunokompromis
syndrome)
Kontraindikasi absolut :
36
1. Clinical Frailty Scale Kategori ≥ 3
b. Sirosis hepatis
c. Demensia
e. Keganasan metastase
Komplikasi berat sering terjadi pada terapi ECMO seperti perdarahan, stroke,
2.12 PENCEGAHAN
37
pemutusan rantai penularan dengan vaksinasi, isolasi, deteksi dini, dan melakukan
proteksi dasar.32
Deteksi dini dan Isolasi. Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau
pernah berkontak dengan pasien yang positif COVID-19 harus segera berobat ke
fasilitas kesehatan. WHO juga sudah membuat instrumen penilaian risiko bagi
melaksanakan pemantuan mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan
selama 14 hari dan mencari bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat,
usaha mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa pada acara besar
(social distancing).14,18
menghadapi wabah COVID-19 adalah melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari
cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak dengan
seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin,
dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak
yang harus dijaga adalah satu meter. Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19
juga harus diberi jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker
Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada
lima waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah
38
terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh lingkungan
pasien. Air sering disebut sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan dengan
air saja tidak cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus tersebut
merupakan virus RNA dengan selubung lipid bilayer. Sabun mampu mengangkat dan
mengurai senyawa hidrofobik seperti lemak atau minyak. Selain menggunakan air
dan sabun, etanol 62-71% dapat mengurangi infektivitas virus.29 Oleh karena itu,
membersihkan tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun
dan air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak kotor
Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan
dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai
pelindung diri (APD) merupakan salah satu metode efektif pencegahan penularan
selama penggunannya rasional. Komponen APD terdiri atas sarung tangan, masker
wajah, kacamata pelindung atau face shield, dan gaun nonsteril lengan panjang. Alat
pelindung diri akan efektif jika didukung dengan kontrol administratif dan kontrol
lingkungan dan teknik. Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan risiko
pajanan dan dinamika transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan pasien
tanpa gejala pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala
pernapasan, jaga jarak minimal satu meter dan pasien dipakaikan masker. Tenaga
digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan desinfeksi dengan alcohol 70%. World
prosedur penggunaan APD baik ketika pemeriksaan luar atau autopsi. Seluruh
vakum untuk menyimpan aerosol. Belum terdapat data terkait waktu bertahan SARS-
literatur yang dapat memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas.
kualitas tidur, serta konsumsi suplemen. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko
infeksi saluran napas atas dan bawah. Merokok menurunkan fungsi proteksi epitel
saluran napas, makrofag alveolus, sel dendritik, sel NK, dan sistem imun adaptif.
2.13 KOMPLIKASI
anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal
pneumonia nekrotikan.
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Wang, dkk
menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas ARDS,
melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas kardiak
(23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain yang telah
2.14 PROGNOSIS
Secara keseluruhan, prognosis adalah baik. Sebagian besar kasus dari pneumonia
tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan median lama
perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Peningkatan kasus yang cepat
41
dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien yang tinggi. Hal ini
eosinofil pada pasien yang awalnya eosinofil rendah diduga dapat menjadi prediktor
kesembuhan.25
Reinfeksi pasien yang sudah sembuh masih kontroversial. Studi pada hewan
menyatakan kera yang sembuh tidak dapat terkena COVID-19, tetapi telah ada
laporan yang menemukan pasien kembali positif rRT-PCR dalam 5-13 hari setelah
negatif dua kali berturut-turut dan dipulangkan dari rumah sakit. Hal ini kemungkinan
karena reinfeksi atau hasil negatif palsu pada rRT-PCR saat dipulangkan.19,20
42
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
saat ini telah menjadi pandemic adalah coronavirus yang disebabkan oleh SARS-
CoV-2 atau lebih dikenal COVID-19 yang merupakan penyakit baru. Penyakit ini
harus diwaspadai karena penularan yang relatif cepat, memiliki tingkat mortalitas
yang tidak dapat diabaikan, dan belum adanya terapi definitif. Gejala penyakit ini
memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan,
Peningkatan kasus yang cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan
beban pasien yang tinggi. Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut.
Prognosis penyakit ini dipengaruhi oleh banyak factor dan bisa terjadi reinfeksi akibat
43
DAFTAR PUSTAKA
2020;395(10223):497-506.
8. World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19) and the
Availablehttps://www.who.int/emergencies/ diseases/novel-
44
from:coronavirus2019/technical-guidance/naming-the-coronavirus-
disease(covid2019)
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-general-s-opening-remarks-
at-the-media-briefing-on-covid-19---11-march-2020.
11. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical
p.617-22.
of 72314 Cases From the Chinese Center for Disease Control and Prevention.
13. World Health Organization. Situation Report – 10 [Internet]. 2020 [updated 2020
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situationreports
/20200130-sitrep-10-ncov.pdf?sfvrsn=d0b2e480_2
14. World Health Organization. Situation Report – 42 [Internet]. 2020 [updated 2020
45
https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation reports
%20%20/20200302-sitrep-42-covid-19.pdf?sfvrsn=224c1add_2
https://infeksiemerging.kemkes.go.id
docs/defaultsource/coronaviruse/situationreports/20200314-sitrep-54-covid-
19.pdf?sfvrsn=dcd46351_2.
17. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
33.
19. Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus
Compared with SARS-CoV-1. N Engl J Med. 2020; published online March 17.
DOI: 10.1056/NEJMc2004973
46
21. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and
10.1016/j.jpha.2020.03.001
24. Zumla A, Hui DS, Azhar EI, Memish ZA, Maeurer M. Reducing mortality from
2020;395(10224):e35-e6.
25. Cai H. Sex difference and smoking predisposition in patients with COVID-19.
Lancet Respir Med. 2020; published online March 11. DOI: 10.1016/S2213-
2600(20)30117-X
receptor blockers may increase the risk of severe COVID-19. J Travel Med. 2020;
COVID-19 in Italy is a stark warning to the world: protecting nurses and their
Nurses; 2020.
2020.
47
29. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
30. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical Characteristics
of Coronavirus Disease 2019 in China. New Engl J Med. 2020; published online
32. World Health Organization. Laboratory testing for coronavirus disease 2019
2020.
33. Centers for Disease Control and Prevention. Atlanta: Centers for Disease Control
48
49