Anda di halaman 1dari 6

Menurut Global Nutrition Report tahun 2016 oleh UNICEF, diketahui bahwa

prevalensi stunting di seluruh dunia pada anak usia dibawah 5 tahun sebesar 23,8%, yang sebelumnya
telah turun dari angka 39,6% pada tahun 1990.(7) Dari hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa persentase stunting di Indonesia pada
tahun 2013 adalah 37,2%, dimana 19,2% terdiri daristunting dan 18% lainnya merupakan severe
stunting. Menurut provinsi, prevalensi balita pendek terendah terjadi di Kepulauan Riau (26,3%), DI
Yogyakarta (27,3%), dan DKI Jakarta

(27,5%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi balita pendek tertinggi terjadi di Nusa

Tenggara Timur (51,7%), Sulawesi Barat (48,0%). Dan Nusa Tenggara Barat (45,2%). (4) Prevalensi balita
pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan
Singapura (4%). Global

Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara di antara 117 negara,
yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita. (5)

2.3 Etiologi

Stunting dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, namun diklasifikasikan menjadi 2 yaitu variasi
normal dan patologis. Pada variasi normal, stunting dikategorikan menjadi: (8)

• Familial short stature (perawakan pendek familial)

Adalah variasi normal dari perawakan pendek yang ditandai dengan kecepatan tumbuh normal, usia
tulang normal, tinggi badan kedua orangtua pendek, dan tinggi akhir anak dibawah persentil 3 atau z
score dibawah -2 SD.

• Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)

Merupakan salah satu kategori dari pubertas terlambat yang paling sering ditemui dalam praktek sehari-
hari, didefinisikan sebagai tidak timbulnya tandatanda seks sekunder pada usia 12 tahun untuk anak
perempuan dan pada usia 14 tahun untuk anak laki-laki. Anak dengan CDPG memiliki perawakan

pendek, pubertas terlambat, usia tulang terambat, namun tidak terdapat kelianan organik yang
mendasarinya. Pada pasien CDPG ditemukan riwayat keluarga dengan pubertas terlambat dan hal ini
menunjukkan bahwa faktor genetic berperan dalam awitan pubertas.

Kelainan patologis pada stunting dapat dibedakan menjadi proporsional dan tidak proporsional. Stunting
dengan tubuh proporsional meliputi malnutrisi, intrauterine growth retardation (IUGR), psychosocial
dwarfism, penyakit kronik, dan kelainan endokrin, seperti defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid,
sindrom Cushing, resistensi hormon pertumbuhan/ growth hormone (GH), dan defisiensi insulin-like
growth faktor 1 (IGF-1). Sedangkan stunting dengan badan tidak

proporsional disebabkan oleh kelainan tulang, seperti kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Kallman,
sindrom Marfan, dan sindrom Klinifelter. Etiologi- etologi tersebut dapat diingat dengan menggunakan
metode mnemonic “KOKPENDK” yang terdiri

dari: (9)
K = kelainan kronis: penyakit organik, non organik (infeksi/ non infeksi)

O = obat-obatan (glukokortikoid, radiasi)

K = kecil masa kehamilan (KMK) dan berat badan lahir rendah ( BBLR )

P = psikososial

E = endokrin

N = nutrisi dan metabolik

D = displasia tulang

K = kromosom dan sindrom

2.4 Patofisiologi

Stunting merupakan representasi dari disfungsi sistemik dalam fase

perkembangan anak dan tanda dari adanya malnutrisi kronik. Faktor utama dalam mekanisme stunting
adalah adanya inflamasi pada penyakit kronik, dan penyakit dengan resistensi terhadap hormon
pertumbuhan. Pada inflamasi penyakit kronik, akan terjadi kaheksia, yaitu ditandai dengan turunnya
nafsu makan, meningkatnya laju metabolisme basal, berkurangnya massa otot, dan tidak efisiennya
penggunaan lemak dalam tubuh sebagai energi.

Selain itu, juga terjadi malabsorpsi makanan, intoleransi makan, dan adanya efek obat dari terapi yang
sedang dijalani, contohnya steroid. Hal ini kemudian akan mengakibatkan adanya proses akut, yaitu
penurunan berat badan. Kaheksia pada akhirnya akan menyebabkan defisiensi makronutrisi, vitamin
dan mineral. Adanya resistensi terhadap GH pada suatu penyakit, contohnya gagal ginjal kronik dan
konsumsi obat golongan steroid akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan linear, menurunnya
massa otot dan kepadatan tulang. Lama kelamaan, hal tersebut akan menyebabkan efek kronis pada
tubuh, yaitu adanya stunting, menurunnya kualitas

2.5 Manifestasi klinik

Pertumbuhan yang normal menggambarkan kesehatan anak yang baik. Pertumbuhan tinggi badan
merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Stunting dikategorikan menjadi variasi normal dan
patologis. Variasi normal dalam stunting meliputi 2 berserta masing-masing gejala klinisnya, yaitu: (8)

2.5.1 Familial short stature (perawakan pendek familial):

a. pertumbuhan yang selalu berada dibawah persentil 3 atau -2 SD

b. kecepaan pertumbuhan normal

c. usia tulang normal

d. tinggi badan kedua atau salah satu orangtua yang pendek

e. tinggi akhir dibawah persentil 3 atau -2 SD


2.5.2 Constitutional delay of growth and puberty (CDGP):

a. perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama kehidupan

b. pertumbuhan linear normal atau hamper normal pada saat pra pubertas dan selalu berada di
bawah persenti 3 atau -2 SD

c. usia tulang terlambat

d. maturase seksual terlambat

e. tinggi akhir biasanya normal

Anak dengan CDGP umumnya terlihat normal dan disebut denganlate bloomer . Biasanya terdapat
riwayat pubertas terlambat dalam keluara, usia tulang terlambat, akan tetapi masih sesuai dengan usia
tinggi. Anak dengan familial short stature selama

periode bayi dan pra pubertas akan mengalami pertumbuhan yang sama seperti anak dengan CDGP.
Anak -anak ini akan tumbuh memotong garis persentil dalam 2 tahun

pertama kehidupan dan mencari potensi genetiknya, pubertas terjadi normal dengan tinggi akhir
berada dibawah persentil 3 atau -2 SD, tetapi masih normal sesuai potensi genetiknya dan paralel
dengan tinggi badan orangtua, dimana tinggi potensi genetik

(TPG) seseorang dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:(11)

Target height/ mid parental height :

Laki-laki = (TB Ayah + (TB Ibu + 13)) x ½

Perempuan = (TB Ibu + (TB Ayah – 13)) x ½

Tinggi potensi genetik (TPG) = target height ± 8,5 cm

2.6 Penegakkan diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Anamnesis pada anak dengan stunting meliputi: (11)

• Riwayat kelahiran dan persalinan, juga meliputi BB dan PB lahir

• Pola pertumbuhan keluarga

• Riwayat penyakit kronik dan konsumsi obat-obatan

• Riwayat asupan nutrisi ataupun penyakit nutrisi sebelumnya

• Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

• Data antropometri sebelumnya

• Data antropometri kedua orangtua biologisnya

2.6.2 Pemeriksaan fisik


Pada kasus stunting, pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah:(11)

• Pemeriksaan antropometri berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala

Pengukuran antropometri menggunakan kurva WHO yang meliputi

pengukuran berat badan menurut usia (BB/U), tinggi badan menurut usia (TB/U), dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) , juga lingkar kepala menurut usia.

• Disproporsi tubuh

Dihitung dengan mengukur rentang lengan dan rasio segmen atas

berbanding segmen bawah (U/L). Rentang lengan adalah jarak terjauh dari rentangan kedua tangan,
diukur dari ujung jari tengah kanan ke ujung jari tengah kiri. Rentang lengan ini sama dengan tinggi
badan (TB) pada periode bayi, dan 3-5 cm lebih panjang dari TB pada anak.

Rasio segmen atas dan bawah diukur dengan menghitung segmen

bawah terlebih dahulu, yaitu dengan cara mengukur panjang simfisis pubis

hingga telapak kaki. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai segmen atas, nilai TB dikurangi dengan
segmen bawah, sehingga didapatkannya rasio antar keduanya. Nilai standar rasio berubah sesuai
dengan berubahnya usia. Rasio

U/L pada bayi baru lahir (BBL) adalah sebsar 1,7, dan mendekati 1 pada usia

8-10 tahun.(8)

• Stigmata sindrom, tampilan dismorfik, dan kelainan tulang

Beberapa contoh sindrom dengan cirinya masing-masing, yaitu:(9)

Sindrom

Perempuan dengan webbed neck , cubitus valgus, shield chest Sindrom Turner

Small triangular facies,

hemihypertrophy, clinodactyly Sindrom Russel Silver

Bird headed dwarfism, mikrosefal, mikrognatia Sindrom Seckel

Brakisefali, simian crease, Sindrom Down

makroglosia

• Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin (status pubertas)

Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik, sehingga pada akhirnya anak akan memiliki kemampuan
bereproduksi. Terdapat 5 perubahan khusus yang terjadi pada pubertas, yaitu pertambahan tinggi
badan yang cepat ( pacu tumbuh), perkembangan seks sekunder, perkembangan organ reproduksi,
perubahan komposisi tubuh, juga perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan
dengan kekuatan dan stamina tubuh.(12) Tahap perkembangan maturasi genitalia dinyatakan dalam
stadium Tanner untuk laki-laki dan perempuan sebagai berikut: (12)

Pada laki-laki, penis dan rambut pubis mulai tumbuh hampir bersamaan dengan

pacu tumbuh. Bentuk penis berubah dari bentuk infantile ke bentuk dewasa dalam waktu kurang lebih
2 tahun. Rambut pubis tumbuh secara bertahap yang dinyatakan dalam 5 tahap, yaitu P1-P5. P5 rambut
pubis sudah mencapai bentuk dewasa sampai

pusar dan biasanya tercapai pada usia 15-16 tahun.(13)

Gambar 7. Diagram perubahan fisik anak perempuan selama pubertas

Pada perempuan, perkembangan pubertas biasanya dimulai dengan budding

payudara, namun sekitar 15% dari perempuan normal mengalami perkembangan rambut pubis terlebih
dahulu. Rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11 tahun. Pacu tumbh pada anak perempuan dimulai
sekitar usia 9,5 tahun dan berakhir pada usia sekitar 14,5 tahun. Umumnya menarke terjadi dalam 2
tahun sejak berkembangnya

payudara dengan rata-rata pada usia 12,8 tahun dan rentang usia 10-16 tahun. Haid merupakan tahap
akhir pubertas pada perempuan. Dengan terjadinya haid secara

periodik, maka akan berakhirlah pertumbuhan fisik pada perempuan.(13)

2.5.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak dengan stunting dengan indikasi:

(11)

• Tinggi badan dibawah persentil 3 atau -2 SD

• Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25 atau laju pertumbuhan ≤ 4cm/ tahun

( pada usia 3-12 tahun )

• Perkiraan tinggi dewasa dibawah mid parental height

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan adalah:(11)

1. Pemeriksaan radiologis (pencitraan)


- Bone age

- CT scan atau MRI

2. Skrining penyakit sistemik

- Darah perifer lengkap, urin rutin, feses rutin

- Laju endap darah (LED )

- Kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah (kadar bikarbonat), kalsium, fosfat, alkali fosfatase

3. Pemeriksaan lanjutan

- Fungsi tiroid

- Analisis kromoson

- Uji stimulasi/ provokasi untuk hormon pertumbuhan

Pada anak dengan stunting harus dilakukan pemeriksaan secara baik dan terarah agar tata laksananya
optimal. Kriteria awal pemeriksaan anak denganstunting adalah:

• TB dibawah persentil 3 atau -2 SD

• Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25

• Perkiraan tinggi badan dewasa dibawah midparental height

Gambar 2. Algoritme diagnosis stunting

2.6 Tatalaksana

Pada varian normal stunting tidak perlu dilakukan terapi hormonal, cukup observasi saja bahwa
diagnosisnya merupakan fisiologis bukan patologis. Akhir-akhir ini telah ada penelitian yang menyatakan
bahwa penggunaan aromatase inhibitor sebagai terapi adjuvant atau tunggal pada Familial Short Stature
dan Constitutional

Delay of Growth and Puberty melalui mekanisme menghambat kerja estrogen pada lempeng
pertumbuhan. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini, maka sebaiknya
tidak digunakan secara rutin terlebih dahulu.

Terapi dengan menggunakan hormon pertumbuhan memiliki tujuan

memperbaiki prognosis tinggi badan dewasa. Dari berbagai penelitian terakhir telah ddapat dilihat
bahwa hasil tinggi akhir anak yang mendapat GH jauh lebih baik daripada prediksi tinggi badan pada
awal pengobatan. Pada tahun 1995 FDA telah menyetujui pemakaian hormon pertumbuhan untuk
defisiensi hormon pertumbuhan, gagal ginjal kronik, sindrom Turner, sindrom Prader Willi, anak anak
IUGR,

perawakan pendek idiopatik, orang dewasa dengan defisiensi hormon pertumbuhan, dan orang dewasa
dengan AIDS wasting.(13) 

Anda mungkin juga menyukai