Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

HIDROSEFALUS

Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Haji Medan

Disusun Oleh :
Muhammad Arif Rahman 20360008
Zulfa Yusdinar Aini 20360123
Putri Weni 102119096

Pembimbing :
dr. Luhu A. Tapiheru, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI DAN UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

i
ii

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Laporan Kasus ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di
bagian Neurologi Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “Hidrosefalus”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing KKS di bagian Neurologi. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan Laporan Kasus ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara
penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan
Laporan Kasus selanjutnya. Semoga Laporan Kasus ini bermanfaat bagi pembaca
dan terutama bagi penulis.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, November 2021

Penulis

DAFTAR ISI
iii

HALAMAN

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1. Definisi...............................................................................................5
2. Klasifikasi...........................................................................................5
3. Etiologi...............................................................................................5
4. Manifestasi Klinis ..............................................................................7
5. Pemeriksaan Penunjang......................................................................9
6. Diagnosis Banding..............................................................................11
7. Penatalaksanaan .................................................................................14

BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................15

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus berasal dari kata “hidro” yang berarti air dan “chepalus” yang
berarti kepala. Meskipun hidrosefalus dikenal sebagai “air di otak”, “air" ini
sebenarnya cairan serebrospinal (CSS) yaitu cairan bening yang mengelilingi
otak dan sumsum tulang belakang. Dari istilah medis, hidrosefalus dapat
diartikan sebagai penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini
disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan
absorpsi dari CSS. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer
serebral, keadaan ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural.
Hidrosefalus juga bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik CSS. Kondisi
seperti cerebral atrofi juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSS dalam
susunan saraf pusat (SSP).

Fungsi utama dari CSS adalah untuk menyediakan keseimbangan dalam


sistem saraf. CSS merupakan cairan yang mengelilingi otak. Berfungsi untuk
mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik dan
melindungi otak dari trauma yang mengenai tulang tengkorak. CSS merupakan
medium transportasi untuk menyingkirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan
dari otak seperti CO2, laktat, dan ion Hidrogen. CSS juga bertindak sebagai
saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior
hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan
transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.CSS juga mempertahankan tekanan
intracranial dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar
rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai
foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga
subarachnoid lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.

4
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinali (Liquor Cerebrospinalis/LCS) tanpa atau
dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (ventrikel). Pelebaran
ventrikel ini berpotensi menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.
Hidrosefalus dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi,
sirkulasi dan absorbsi CSS.1

B. Klasifikasi
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu
secara patologi dan secara etiologi.2
Hidrosefalus Patologi dapat dikelompokkan sebagai:
1. Obstruktif (non-communicating) - terjadi akibat penyumbatan
sirkulasi CSS yang disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi,
cacat bawaan dan paling umum, stenosis aqueductal atau
penyumbatan saluran otak.
2. Non – obstruktif (communicating) - dapat disebabkan oleh gangguan
keseimbangan CSS, dan juga oleh komplikasi setelah infeksi atau
komplikasi hemoragik.
Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai:
1. Bawaan (congenital) - sering terjadi pada neonatus atau berkembang
selama intra-uterin.
2. Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid,
pendarahan intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor,
komplikasi operasi atau trauma hebat di kepala. Termasuk
hidrosefalus didapat adalah Normal Pressure Hydrocephalus (NPH)
dan Hydrocephalus ex-vacuo.
6

a. Normal Pressure Hydrocephalus (NPH)


Adalah keadaan dimana ruang ventrikel mengalami dilatasi
namun tekanan intrakranial tidak meningkat. NPH termasuk ke
dalam hydrocephalus non-obstruktif. Inti patofisiologi NPH
adalah gangguan reabsorbsi cairan serebrospinal.
b. Hydrocephalus ex-vacuo
Dapat terjadi pada pasien stroke, cedera otak, atau pada pasien
usia tua dengan penyakit alzheimer. Pada kondisi tersebut
menyebabkan pengerutan jaringan otak yang patologis, sebagai
kompensasinya maka produksi CSF meningkat untuk mengisi
”ruang tambahan” yang ada.
C. Etiologi
Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem
ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila
terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat
pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subarachnoid. Penyebab penyumbatan aliran cairan serebrospinal yang sering
terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan
perdarahan.3
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab terbanyak.
60%-90% kasus hidrosefalus terjadi pada bayi dan anak-anak.
Umumnya terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada
bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan sindroma
Arnord-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla
oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi
foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau
total.
c. Sindrom Dandy-Walker - atresiakongenital foramen Luschka dan
Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran
system ventrikel, terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian
7

besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fossa


posterior.
d. Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat akibat
trauma sekunder suatu hematoma.
e. Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang
mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau
sinus tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.
2. Infeksi - Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang
subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta
terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat
purulen di akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala
dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh
dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat
di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma - hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan
penyumbatan bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu
kraniofaringioma.
4. Perdarahan - perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Sedangkan pada usia dewasa penyebab utamanya adalah meningitis,
subaraknoid hemoragi, ruptur aneurisma, tumor, trauma kepala dan idiopatik.
D. Manifestasi Klinis

a. Hidrosefalus pada anak


Manifestasi klinis hidrosefalus pada anak tergantung dari usia. Pada
bayi yang suturanya belum menutup, manifestasi klinis yang menonjol
8

adalah lingkar kepala yang membesar. Pada anak yang suturanya telah
menutup, menifestasi klinis yang muncul disebabkan oleh peningkatan
tekanan intracranial.

Pada bayi, akan didapatkan gejala:


1. Kepala membesar
2. Vena – vena kepala prominen
3. Ubun – ubun melebar dan tegang
4. Sutura melebar
5. ”cracked-pot sign” yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau
buah semangka pada perkusi kepala
6. Perkembangan motorik terlambat
7. Perkembangan mental terlambat
8. Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/achiles)
9. ”cerebral cry” yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
10. Nistagmus horisontal
11. ”sunset phenomena” yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh
tekanan dan penipisan tulang – tulang supraorbita, sklera tampak di
atas iris, sehingga iris seakan – akan seperti matahari yang
terbenam.
Pada anak, bila sutura sudah menutup, terjadi tanda – tanda
peningkatan tekanan intrakranial:
1. Muntah proyektil
2. Nyeri kepala
3. Kejang
4. Kesadaran menurun
5. Papiledema
b. Hidrosefalus pada dewasa
Adapun gejala pada orang dewasa ialah: pusing, muntah, penglihatan
berkunang – kunang, kepala terasa berat, lelah. Tanda yang dapat
dijumpai: papiledema, pembesaran titik buta pada lapangan pandang yang
9

menyebabkan berkurangnya tajam penglihatan, lenggang dyspraxia,


pembesaran kepala, dan perasaan canggung.
Pada dewasa gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala.
Sementara itu gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang
terjadi pada 1/3 kasus hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan
neurologi pada umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya
edema papil dan atau paralisis nervus abdusens.
Sedangkan gejala pada orang tua: perlambatan mental, sering jatuh,
inkontinensia, pandangan berkabut, dispraksia (lambat berjalan, lenggang
mengayun), demensia, dan terkadang papiledem
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos Kepala
Foto polos kepala dapat memberikan informasi penting seperti ukuran
tengkorak, tanda peningkatan TIK, massa pada fossa cranii serta
kalsifikasi abnormal. Hidrosefalus pada foto polos kepala akan
memberikan gambaran ukuran kepala yang lebih besar dari orang normal,
pelebaran sutura, erosi dari sella tursica, gambaran vena-vena kepala tidak
terlihat dan memperlihatkan jarak antara tabula eksterna dan interna
menyempit.

Gambar 1. Foto kepala pada anak dengan hidrosefalus. Tampak


kepala yang membesar kesemua arah. Namun, tidak terlihat vena-
vena kepala pada foto diatas.
10

b. CT-Scan
Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat menentukan ukuran dari
ventrikel. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi
dan ukuran dari tumor tersebut. Pada pasien dengan hidrosefalus akan
tampak dilatasi dari ventrikel pada foto CT Scan serta dapat melihat posisi
sumbatan yang menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Dengan CT-Scan
saja hidrosefalus sudah bisa ditegakkan.

Gambar 2. CT Scan kepala potongan axial pada pasien


hifrosefalus,dimana tampak dilatasi kedua ventrikel lateralis

c. MRI
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat
adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari
hidrosefalus tersebut. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat
ditentukan lokasi dan ukuran dari tumor tersebut. Selain itu pada MRI
potongan sagital akan terlihat penipisan dari korpus kalosum.
11

Gambar 3. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans


akibat obstruksi pada foramen Luschka dan magendie. Tampak
dilatasi dari ventrikel lateralis dan quartus serta peregangan korpus
kalosum

Gambar 4a & b. MRI potongan axial pada hidrosefalus


nonkomunikans akibat obstruksi pada foramen Luschka dan
magendie. Tampak dilatasi dari ventrikel lateralis (gambar a) dan
ventrikel quartus (gambar b).
12

Gambar 5. MRI pada Neoplasma di vermis cerebellum dengan


hidrosefalus obstruktif (nonkomunikans). Tampak massa menekan
ventikulus quartus dan menyebabkan hidrosefalus obstruktif (gambar
a).
13

F. Diagnosis Banding

1. Hydraenchepaly
Hydranencephaly muncul karena adanya iskemik pada distribusi
arteri karotis interna setelah struktur utama sudah terbentuk. Oleh karena
itu, sebagian besar dari hemisfer otak digantikan oleh CSS. Adanya falx
cerebri membedakan antara hydranencephaly dengan holoprosencephaly.
Jika kejadian ini muncul lebih dini pada masa kehamilan maka hilangnya
jaringan otak juga semakin besar. Biasanya korteks serebri tidak
terbentuk, dan diharapkan ukuran kepala kecil tetapi karena CSS terus di
produksi dan tidak diabsorbsi sempurna maka terjadi peningkatan TIK
yang menyebabkan ukuran kepala bertambah dan terjadi ruptur dari falx
serebri.
2. Atrofi Serebri
Secara progresif volume otak akan semakin menurun diikuti
dengan dilatasi ventrikel karena penuaan. Berbeda dengan hidrosefalus,
perubahan ini menimbulkan dilatasi ruang ventrikel secara simetris, atau
pada atrofi otak patologis dilatasi ventrikel biasanya non-spesifik. Tetapi
Atrofi didefinisikan sebagai hilangnya sel atau jaringan, jadi atrofi
serebri dapat didefinisikan sebagai hilangnya jaringan otak (neuron dan
sambungan antarneuron). Biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit
degeneratif seperti multiple sklerosis, korea huntington dan Alzheimer.
Gejala yang muncul tergantung pada bagian otak yang mengalami atrofi.
Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang kosong
yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.
3. Hipertensi Intrakranial Idiopatik (HII)
Hipertensi Intrakranial Idiopatik (HII) adalah peningkatan tekanan
intrakranial yang tidak disertai dengan kelainan patologis pada morfologi
intrakranial. HII biasanya pada perempuan usia produktif dengan gejala
klinis berupa nyeri kepala, gangguan penglihatan/ gangguan lapang
pandang, pulsatile tinnitus, dan nyeri pada leher. Diagnosis ditegakkan
dengan memenuhi kriteria Dandy dan CT scan atau MRI. MRI akan
menunjukkan penipisan kelenjar hipofisis (empty sella sign), dilatasi
14

ruang ventrikel di sekitar saraf optikus, penipisan lingkar bola mata


bagian dorsal, papilla yang prominen pada saraf optikus, serta stenosis
sinus transversa.

G. Penatalaksanaan

a. Non Bedah
Pemakaian terapi medikamentosa ditujukan untuk membatasi
evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari
pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya . Pada dasarnya
obat-obatan yang diberikan adalah duretika seperti asetazolamid dan
furosemid. Cara ini hanya efektif pada hidrosefalus tipe non obstruktif
dimana terjadi sekresi CSS atau hambatan absorpsi CSS.4
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi tidak
memerlukan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25-50
mg/kgBB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretik dan
kortikosteroid dapat diberikan walaupun hasinya kurang memuaskan.4
b. Bedah
Metode operasi yang biasa dilakukan sebagai terapi definitif pada kasus
hidrosephalus yaitu operasi pintas (shunting).5
a) Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk
terapi hidrosefalus tekanan normal.
b) Internal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
1. Ventriculoperitoneal (VP) shunt - Cara yang paling umum untuk
mengobati hidrosefalus. Dalam ventriculoperitoneal (VP)
shunting, tube dimasukkan melalui lubang kecil di tengkorak ke
dalam ruang (ventrikel) dari otak yang berisi cairan serebrospinal
(CSF). Tube ini terhubung ke tube lain yang berjalan di bawah
kulit sampai ke perut, di mana ia memasuki rongga perut (rongga
peritoneal). Shunt memungkinkan CSS mengalir keluar dari
15

ventrikel dan ke rongga perut di mana ia diserap. Biasanya, katup


dalam sistem membantu mengatur aliran cairan.
2. Ventriculoatrial (VA) shunt – yang juga disebut sebagai
”vascular shunt”. Dari ventrikel serebri melewati vena jugularis
dan vena cava superior memasuki atrium kanan. Pilihan terapi ini
dilakukan jika pasien memiliki kelainan abdominal (misalnya
peritonitis, morbid obesity, atau setelah operasi abdomen yang
luas).
3. Ventriculosisternal – CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen)
4. Ventriculobronkhial – CSS dialirkan ke bronkus
5. Ventriculomediastinum – CSS dialirkan ke mediastinum
16

BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS ORANG SAKIT


IDENTITAS PRIBADI

Nama : Erdina Inpokapid Lumban Gaon

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Status Kawin : Cerai Mati

Agama / Suku : Kristen

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Dusun IX Kenangan Baru Deli Serdang Percut Sei Tuan


Sumatera Utara

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Telaah : Pasien perempuan usia 50 tahun diantar keluarga ke IGD


RSU Haji Medan dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu
disertai demam (+). Keluaraga pasien mengatakan ± 1 bulan yang lalu pasien
mengalami keburaman pada mata dan tiba tiba terjatuh sehingga mengalami
kelemahan pada tangan dan kaki kiri disertai nyeri kepala hebat sejak 2 minggu
yang lalu. Sebelumnya pasien dirawat dengan keluhan yang sama dan dianjurkan
untuk operasi.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi tidak terkontrol

Riwayat Penggunaan Obat : Keluarga tidak ingat nama obat

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

ANAMNESA TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Jantung berdebar(-), Nyeri dada(-)

Traktus Respiratorius : Sesak (-), Batuk (-)

Traktus Digestivus : Tidak Ada


17

Traktus Urogenitalis : BAB(+), BAK(+)

Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Tidak Ada

Intoksikasi & Obat-obatan : Tidak Ada

ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak Ada
Faktor Familier : Tidak Ada
Lain-lain : Tidak Ada
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran & Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak Ingat
Pendidikan : SLTP / Sederajat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan dan Anak : Cerai Mati, Jumlah Anak: 3
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 150/110 mmHg
Nadi : 100x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 38,5 oC
Kulit dan selaput lender : Ikterik (-), ruam (-), konjungtiva anemis (-)
Kelenjar dan getah bening : Dalam Batas Normal

Persendian : Dalam Batas Normal


KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan posisi : Normocephali, posisi: simetris
Pergerakan : Dalam Batas Normal
Kelainan panca indera : Dalam Batas Normal
Rongga mulut dan gigi : Dalam Batas Normal
Kelenjar parotis : Dalam Batas Normal
18

Desah : Tidak Ada


Dan lain – lain : Tidak Ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN

Rongga Dada
Inspeksi : Normochest, Simetris kanan =kiri
Palpasi : Massa (-), Stem fremitus (kanan=kiri)
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Ronkhi (-)

Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), massa(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal

GENITALIA
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Sensorium : Coma (GCS: E=1, M=1, V=1)

Kranium
Bentuk : Normocepali
Fontanella : Tertutup, keras
Palpasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perkusi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Auskultasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk :-
Tanda kernig :-
19

Tanda Lasegue :-
Tanda Brudzinski I :-
Tanda Brudzinski II : -

Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah :-
Mual :-
Nyeri kepala :-
Kejang :-

Saraf Otak / Nervus Kranialis


Nervus I (Olfaktorius)
Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : SDN SDN
Anosmia : SDN SDN
Parosmia : SDN SDN
Hiposmia : SDN SDN

Nervus II (Opticus)
Okuli Dextra Okuli Sinistra
Visus : SDN SDN
Lapangan pandang
Normal : SDN SDN
Menyempit : SDN SDN
Hemianopsia : SDN SDN
Skotoma : SDN SDN
Refleks Ancam : SDN SDN

Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducent)


Gerakan Bola Mata :- -
Nistagmus :- -
Posisi Bola Mata : Ditengah Ditengah
Pupil : Isokor Isokor
Lebar : 3mm 3mm
20

Bentuk : Bulat Bulat


Refleks Cahaya Langsung :+ +
Refleks Cahaya Tidak Langsung :+ +
Rima Palpebra : <7mm <7mm
Deviasi Konjugate :- -
Fenomena Doll’s Eye :- -
Strabismus :- -

Nervus V (Trigeminal)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan Menutup Mulut : SDN SDN
Palpasi Otot Masseter & Temporalis : SDN SDN
Kekuatan Gigitan : SDN SDN
Sensorik
Kulit : SDN SDN
Selaput Lendir : SDN SDN
Refleks Maseter :- -
Refleks Bersin :- -

Nervus VII (Facialis)


Motorik
Mimik : SDN SDN
Kerut Kening : SDN SDN
Kedipan Mata : SDN SDN
Menutup Mata : SDN SDN
Meringis : SDN SDN
Menggembungkan Pipi : SDN SDN
Meniup Sekuatnya : SDN SDN
Memperlihatkan Gigi : SDN SDN
Tertawa : SDN SDN
Bersiul : SDN SDN
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : SDN SDN
21

Produksi Kelenjar Ludah : SDN SDN


Hiperakusis : SDN SDN
Refleks Stapedial : SDN SDN

Nervus VIII (Vestibulocochlearis)


Auditorius
Pendengaran : SDN SDN
Tes Rinne : TDP TDP
Tes Weber : TDP TDP
Tes Swabach : TDP TDP
Vestibularis
Nistagmus :- -
Reaksi Kalori : TDP TDP
Vertigo :- -
Tinitus : SDN SDN

Nervus IX, X (Glosopharyngeus, Vagus)


Pallatum Mole : SDN
Uvula : SDN
Disfagia : SDN
Disatria : SDN
Disfonia : SDN
Refleks Muntah : SDN
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : SDN

Nervus XI (Accessorius)
Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : SDN SDN
Otot Sternokleidomastoideus : SDN SDN
22

Nervus XII (Hypoglossus)


Tremor : SDN
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Ujung Lidah Saat Istirahat : SDN
Ujung Lidah saat Dijulurkan : SDN

Sistem Motorik
Trofi : Hipotrofi Hipotrofi
Tonus Otot : Hipotonus Hipotonus
Kekuatan Otot : Kesan = Lateralisasi ke kiri
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring

Gerakan Spontan Abnormal


Kanan Kiri
Tremor :- -
Kornea :- -
Ballismus :- -
Mioklonus :- -
Atetosis :- -
Distonia :- -
Spasme :- -
Tic :- -
Dll :- -

Test Sensibilitas
Eksteroseptif
Nyeri superfisial : SDN SDN
Raba : SDN SDN
Suhu : SDN SDN
23

Proprioseptis
Posisi : SDN SDN
Gerak : SDN SDN
Tekanan : SDN SDN
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Steorognosis : SDN SDN
Pengenalan 2 Titik : SDN SDN
Grafestesia : SDN SDN

Refleks Kanan Kiri


Refleks Fisiologis
Bisep : + +
Trisep : + +
APR : + +
KPR : + +
Strumple : + +

Refleks Patologis
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : - -
Hoffman- tromner : - -
Klonus lutut : - -
Klonus kaki : - -
Refleks primitive : - -

Koordinasi
24

Lenggang : SDN
Bicara : SDN
Menulis : SDN
Percobaan apraksia : SDN
Mimik : SDN
Tes telunjuk-telunjuk : SDN
Tes telunjuk-hidung : SDN
Diadokinesia : SDN
Test tumit–lutut : SDN
Test Romberg : SDN

Vegetatif
Vasomotorik : TDP
Sudomotorik : TDP
Piloerektor : TDP
Miksi : (+) Normal
Defekasi : (+) Normal
Potensi dan Libido : TDP

Vertebra
Bentuk
Normal : TDP
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-

Pergerakkan
Leher :-
Pinggang :-

Tanda Perangsangan Radikuler


Laseque :-
Cros Laseque :-
25

Test Lhermitte :-
Test Nafziger :-

Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia :-
Disartria :-
Tremor :-
Nistagmus :-
Fenomena rebound :-
Vertigo :-
Dll :-
Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Dan lain-lain :-

Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif : Coma
Ingatan baru : SDN
Ingatan lama : SDN

Orientasi
Diri : SDN
Tempat : SDN
Waktu : SDN
Situasi : SDN
Intelegensia : SDN
Daya Pertimbangan : SDN
Reaksi Emosi : SDN
Afasia : SDN
26

 Ekspresif : SDN
 Represif : SDN
Apraksia : SDN

Agnosia : SDN

 Agnosia visual : SDN


 Agnosia jari-jari : SDN
 Akalkulia : SDN
 Disorientasi Kanan-kiri : SDN

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Telaah : Pasien perempuan usia 50 tahun diantar keluarga ke IGD


RSU Haji Medan dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu
disertai demam (+). Keluaraga pasien mengatakan ± 1 bulan yang lalu pasien
mengalami keburaman pada mata dan tiba tiba terjatuh sehingga mengalami
kelemahan pada tangan dan kaki kiri disertai nyeri kepala hebat sejak 2 minggu
yang lalu. Sebelumnya pasien dirawat dengan keluhan yang sama dan dianjurkan
untuk operasi.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi tidak terkontrol

Riwayat Penggunaan Obat : Keluarga tidak ingat nama obat

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

STATUS PRESENT

Tekanan Darah : 150/110 mmHg


Nadi : 100x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 38,5 C
GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor :-
27

Rigiditas :-
Bradikinesia :-
REFLEKS FISIOLOGI :+
REFLEKS PATOLOGIS :-
SISTEM MOTORIK
Trofi : Hipotrofi Hipotrofi
Tonus Otot : Hipotonus Hipotonus
Kekuatan Otot : Kesan: Lateralisasi ke kiri
Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hasil Satuan
Darah Rutin
Hemoglobin 15.1 g/dl
Eritrosit 4.79 10^3/uL
Leukosit 11.0 uL
Hematokrit 46.8 %
Trombosit 224000 uL
RDW-CV 12.5 fL
PDW 16.7 %
Index Eritrosit
MCV 98 F1
MCH 32 Pg
MCHC 32 %
Jenis Leukosit
Eosinofil% 0 %
Basofil 0 %
N. Stab %
Neutrofil 85 %
Limfosit 10 %
Monosit 5 %
LED mm/jam
Jumlah Total Sel
Total Lymphosit 1.13 ribu/uL
Total Basofil 0,01 ribu/uL
Total Monosit 0.56 ribu/uL
Total Eosinofil 0.00 ribu/uL
28

Total Neutrofil 9.3 ribu/uL


Elektrolit
Natrium 142 mEg/L
Kalium 4.00 mEg/L
Klorida 102.00 mEg/L
Fungsi Ginjal
Ureum 208.1 mg/dl
Kreatinin 2.73 mEg/L

 CT Scan

 Foto Thorax
29

DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Coma, Hipertensi
Diagnosa Etiologi : Stroke, Trauma kepala
Diagnosa Anatomik : Ventrikel, Hemisfer serebri dekstra

Diagnosa Kerja : Hidrosefalus

PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj Ranitidine 25 mg/2ml/ 1 amp/12 Jam
- Inj citicoline 250mg
- IVFD Manitol 125cc
- Inj. Ceftriaxone 1g/12 Jam
- Amlodipin 10mg
- Candesartan 8mg
- Novalgin 1 amp/8jam
BAB IV

KESIMPULAN
Hidrosefalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan tekanan intrakarnial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi/tempat obstruksi CSS,
etiologinya, dan usia penderitanya. Diagnosa hidrosefalus selain berdasarkan
gejala klinis juga diperlukan pemeriksaan khusus.
Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem
ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila
terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat
pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subarachnoid. Penatalaksanaan pada kasus hidrosefalus dapat dilakukan dengan
terapi medikamentosa (pada beberapa kasus dengan tingkatkan yang masih
ringan) dan juga dengan menggunakan operasi (pada kasus yang berat).

30
DAFTAR PUSTAKA
1. Espay, A.J., 2009. Hydrocephalus. http://emedicine.medscape.com/. February
17th 2010.
2. Milani Sivagnanam and Neilank K. Jha (2012). Hydrocephalus: An Overview,
Hydrocephalus.
3. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. Dalam : Harsono,
Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press; 2005. Hal. 209-16.
4. Harold L. Rekate, M.D. January 2003. Hydrocephalus association 2nd Edition.
San Francisco, California.
5. Silbernagl, S. Lang, F. Cerebrospinal Fluid Blood-Brain Barrier. In : Color
Atlas of Pathophysiology. New York  : Thieme; 2000. p 356-7.

Anda mungkin juga menyukai