OLEH :
NAMA : VERGILIUS PASIFIKUS
NPM : 21203003
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui
Cl INSTITUSI
1, NS. Yuliana Reginaldis Rosali Krowa M.Kep .
NIDN : 1516029001
CI LAHAN :
1. Ns. Nanik Cahyani s,Kep,
NIP : 1974050319980 3 2002
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrosefalus berasal dari kata “hidro” yang berarti air dan “chepalus” yang
berarti kepala. Meskipun hidrosefalus dikenal sebagai “air di otak”, “air" ini
sebenarnya cairan serebrospinal (CSS) yaitu cairan bening yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang. Dari istilah medis, hidrosefalus dapat diartikan sebagai
penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi
sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau
lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat
ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. Bila akumulasi CSS
yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma
subdural atau koleksi cairan subdural.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep hydrosefalus
A. Definisi
B. Klasifikasi
1) Obstruktif (non-communicating)
Terjadi akibat penyumbatan sirkulasi css yang disebabkan oleh kista, tumor,
pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan paling umum, stenosis aqueductal atau
penyumbatan saluran otak.
2) Non – obstruktif (communicating)
Dapat disebabkan oleh gangguan keseimbangan css, dan juga oleh komplikasi
setelah infeksi atau komplikasi hemoragik.
Hidrosefalus etiologi dapat dikelompokkan sebagai
1) Bawaan (congenital)
Sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-uterin.
2) Diperoleh (acquired)
Disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan intraventrikular,
trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau trauma hebat di
kepala. Tekanan normal hidrosefalus (nph), yang terutama mempengaruhi
populasi lansia. Ditandai dengan gejala yang spesifik: gangguan gaya berjalan,
penurunan kognitif dan inkontinensia urin (trias adam & hakim).
C. Anatomi dan fisiologi aliran css
D. Etiologi
Pembentukan css yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal
akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang
terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata
pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan aliran css yang sering terdapat pada
bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan.
1) Kelainan bawaan
F. Patofisiologi
1) Pemeriksaan funduskopi
Evaluasi funduskopi dapat mengungkapkan papilledema bilateral ketika
tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan mungkin normal, namun, dengan
hidrosefalus akut dapat memberikan penilaian palsu.
2) Foto polos kepala lateral
Tampak kepala membesar dengan disproporsi kraniofasial, tulang menipis dan
sutura melebar.
3) Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan pungsi ventrikel melalui foramen frontanel mayor. Dapat
menunjukkan tanda peradangan dan perdarahan baru atau lama. Juga dapat
menentukan tekanan ventrikel.
4) Ct scan kepala
Meskipun tidak selalu mudah untuk mendeteksi penyebab dengan modalitas
ini, ukuran ventrikel ditentukan dengan mudah. Ct scan kepala dapat memberi
gambaran hidrosefalus, edema serebral, atau lesi massa seperti kista koloid dari
ventrikel ketiga atau thalamic atau pontine tumor.ct scan wajib bila ada
kecurigaan proses neurologis akut.9
5) Mri - dapat memberi gambaran dilatasi ventrikel atau adanya lesi massa.
I. Penatalaksanaan
1) Terapi konservatif medikamentosa
Untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi
cairan dan pleksus choroid (asetazolamit 100 mg/kgbb/hari; furosemid 1,2
mg/kgbb/hari) atau upaya meningkatkan resorpsinya (isorbid). Terapi diatas
hanya bersifat sementara sebelum dilakukan terapi defenitif diterapkan atau
bila ada harapan kemungkinan pulihnya gangguan hemodinamik tersebut;
sebaliknya terapi ini tidak efektif untuk pengobatan jangka panjang mengingat
adanya resiko terjadinya gangguan metabolik.6
2) Ventriculoperitoneal shunting
Cara yang paling umum untuk mengobati hidrosefalus. Dalam
ventriculoperitoneal (vp) shunting, tube dimasukkan melalui lubang kecil di
tengkorak ke dalam ruang (ventrikel) dari otak yang berisi cairan serebrospinal
(csf). Tube ini terhubung ke tube lain yang berjalan di bawah kulit sampai ke
perut, di mana ia memasuki rongga perut (rongga peritoneal). Shunt
memungkinkan css mengalir keluar dari ventrikel dan ke rongga perut di mana
ia diserap. Biasanya, katup dalam sistem membantu mengatur aliran cairan.
Gambar 4: vp shun
B. Etiologi
Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri
serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna
(pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior
30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit
neurologis dengan menekan struktur disekitarnya bahkan sebelum rupture.
Misalnya, aneurisma pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus
okulomotorius, menyebabkan paresis saraf kranial ketiga (pasien mengalami
dipopia).
2. Aneurisma fusiformis
3. Aneurisma mikotik
C. Epidemiologi
Hampir 50% dari pasien yang memiliki psa, ketika dianamnesis pasti
memiliki riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum
perdarahan besar. Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Puncak kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama,
tetapi tetap ada risiko hari-hari berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-
25% kembali rupture dan mengalami perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah
kejadian pertama. Kematian terjadi terkait perdarahan kedua hampir 70%.
E. Manifestasi klinis
tanda klasik psa, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan mendadak
tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh
perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. Tanda-
tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama
lagi sebelum terjadinya perdarahan yang hebat.
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian
hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan
fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami serangan seperti
“disambar petir”. Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat
menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut : defek medan penglihatan,
gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang
terlokalisasi.
Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek
medan penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal.
Aneurisma pada arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius,
defek medan penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat.
Aneurisma pada arteri karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak
menimbulkan fistula karotiko-kavernosus, dapat menimbbulkan sindrom sinus
kavernosus. Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia,
kelemahan lengan fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat
menimbulkan paresis okulomotorius.
Hasil pemeriksaan fisik penderita psa bergantung pada bagian dan lokasi
perdarahan. Pecahnya aneurisma dapat menimbulkan psa saja atau kombinasi
dengan hematom subdural, intraserebral, atau intraventrikular. Dengan demikian
tanda kklinis dapat bervariasi mulai dari meningismus ringan, nyeri kepala,
sampai defiist neurologis berat dan koma. Semnetara itu, reflek babinski positif
bilateral.
Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa terjadi
pada psa. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian.
Disfasia tidak muncul pada psa tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu
dicurigai adanya hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya
demensia dan labilitas emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena
sebagai akibat dari pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior.
disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari
1) Kompresi langsung oleh aneurisma
2) Kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau
3) Meningkatnya tik. Nervus optikus seringkali terkena akibat psa.
Pada penderita dengan nyeri kepala mendadak dan terlihat adanya perdarahan
subarachnoid maka hal itu bersifat patognomik untuk psa.
Gangguan fungsi motorik dapat berkaitan dengan psa yang cukup luas atau besar,
atau berhubungan dengan infark otak sebagai akibat dari munculnya vasospasme.
Perdarahan dapat meluas kearah parenkim otak. Sementara itu, hematom dapat
menekan secara ekstra-aksial.
iskemik otak yang terjadi kemudian erupakan ancaman serta pada penderita psa.
Sekitar 5 hari pasca-awitan, sebagian atau seluruh cabang-cabang besar sirkulus
willisi yang terpapar darah akan mengalami vasospasme yang berlangsung antara
1-2 minggu tau lebih lama lagi.
F. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik dijumpai semua gejala dan tanda seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Untuk menunjang diagnosis, dapat dilakukan pemeriksan.
1. Ct scan
3. Angiografi
Selain skala hunt dan hess, skor fisher juga bisa digunakan untuk
mengklasifikasikan perdarahan subarachnoid berdasarkan munculnya darah di
kepala pada pemeriksaan ct scan.
G. Diagnosis banding
2. Cluster headache
3. Paroxysmal hemicranial
4. Non-hemorrhagic stroke
H. Penatalaksanaan
Psa yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus diintubasi dan
hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai pco2 sekitar 30-
35 mmhg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan
intracranial seperti:
1. Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara
signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).
2. Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurnukan tekanan intracranial
3. Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan intracranial
masih kontroversial tapi direkomendasikan oleh beberapa penulis lain.
Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan
dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan
neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika
perlu diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin.
Akan tetapi, rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan obat-obat anti
hipertensi pada psa jikalau mabp diatas 130 mmhg. Setelah aneurisma dapat
diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi, tetapi sampai saat ini
belum ada kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesic seringkali diperlukan,
obatobat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua factor penting
yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia,
karena itu keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap thrombosis
vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan peralatan
kompresif sekunsial, heparin subkutan dapat diberikan setlah dilakukan
penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat
mengurangi risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.
Hasil penelitian terakhir yang dilakukan mengemukakan bahwa penambahan
obat cilostazol oral pada microsurgical clipping dapat mencegah kejadian
vasospasme serebral dengan menurunkan resikoresiko yang memperparah
kejadian vasospasme serebral.
I. komplikasi
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat, pendidikan,
diagnosa medis, tanggal mrs, dan tanggal pengkajian diambil.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
a) Bernafas
b) Nutrisi
Terjadi kelemahan otot panggul dan springter pada anus sehingga dapat
menyebabkan pasien mengalami konstipasi.
d) Aktivitas
Terjadi gangguan mobilitas akibat hemiparesis pada satu sisi anggota gerak.
Disarankan bed rest total.
e) Istirahat
f) Pengaturan suhu
g) Kebersihan/hygiene
Pasien dan keluarga biasanya merasa khawatir terhadap perubahan yang terjadi
seperti keemahan anggota gerak, gangguan berbicara dll.
i) rasa nyaman
Kadang pasien akan mengalami nyeri hebat pada bagian kepala yang
mengakibatkan pasien tidak nyaman serta merasa kepala berputar sosial terjadi
gangguan pada pasien saat berkomunikasi pada orang disekitarnya.
k) Pengetahuan/belajar
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar rumah karena
disarankan bed rest total.
m) spiritual
Pasien mungkin tidak dapat melakukan aktivitas spiritual seperti biasa karena
hambatan mobilitas fisik atau pun penurunan kesadaran.
7. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Sistem integument
d) Muka
e) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor,
sclera ikterus (-/-), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
dievalusai,mata tampak cowong.
f) Telinga
g) Hidung
i) Leher
j) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),
perkusi resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus
tidak teridentifikasi.
k) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi s1 dan s2
tunggal; dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). Capillary refill 2 detik .
l) Abdomen
m) genitalia-anus
B. Diagnosa keperawatan
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
6. 3. Observasi tanda-tanda
vital (tiap jam sesuai
kondisi pasien)
7. 4. Pantau intake-output
cairan, balance tiap 24
jam
8. 5. Kolaborasi:
e 3. Bila sudah
. memungkinkan lakukan
fisioterapi dada dan
latihan nafas dalam
f 4. Kolaborasi:
.
5. Pemberian oksigen
6. Laboratorium : Analisa gas
darah, lengkap dll
7. Pemberian obat sesuai
kebutuhan.
4. Libatkan keluarga
dalam melatih
komunikasi verbal
pada pasien
5. Kolaborasi dengan
ahli terapi wicara.
6.
7. Kolaborasi: pasang DC
jika perlu, konsultasi
dengan ahli okupasi atau
8. fisioterapi.
Resiko gangguan Pasien tidak menunjukkan 9. Anjurkan pasien untuk
integritas kulit gangguan integritas kulit. menggunakan pakaian
Kriteri hasil : yang longgar
berhubungan
a. Integritas kulit yang 10.Hindari kerutan padaa
dengan tirah baring
baik bisa dipertahankan b. tempat tidur
lama.
b. Melaporkan adanya
gangguan sensasi atau 11.Jaga kebersihan kulit agar
nyeri pada daerah kulit c. tetap bersih dan kering
yang mengalami Mobilisasi pasien (ubah
12.posisi pasien) setiap dua
gangguan
d. jam sekali
c. Menunjukkan
pemahaman dalam Monitor kulit akan
proses perbaikan kulit 13.
adanya
dan mencegah e.
kemerahan
terjadinya
Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
derah
BAB III
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 31 Mei 2022
Jam : 12 : 30
Sumber Data : Ny. R. W dan Rekam Medis
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien (inisial) : Ny. R. W
Nomor RM : 22028668
Tanggal Lahir : 10-12-1964
Jenis Kelamin : Laki – laki Perempuan
Rujukan : Tidak Ya, Pasien dirujuk dari rumah sakit
Diagnosis Rujukan : Communicating Hydrosefalus Subaracnoid
Pendidikan Pasien :
Pekerjaan : Riwayat penurunan kesadaran disertai kelemahan
Keluhan Utama mendadak separuh anggota gerak dan dalam
kondisi Koma .
1 1
Interpretasi:
0 Kontraksi otot tidak terdeteksi (paralisis sempurna)
1 Tidak ad agerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau
dilihat
2 Gerakan otot penuh, melawan gravitasi dengan
topangan
3 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 Gerakan penuh yg normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
5 Kekuatan otot normal, melawan gravitasi dan tahanan
penuh
Sistem Gastrointestinal
Distensi : Tidak Ya,
Peristaltik : Tidak Ya, Lama : 20 kali/menit
Defekasi :1 kali/hari, konsistensi: Lunak
Sistem Perkemihan
BAK : Ny. R terpasang DC /hari, 300 cc/BAK dalam 3 jam
Warna : Bening Kuning Merah Kecoklatan
Distensi Kandung Kemih : Tidak Ya
Nyeri saat berkemih : Tidak Ya
Penggunaan catheter urine : Tidak Ya, Jika Ya:
Jumlah urine : 300 cc/3 jam, Warna: Urine tampak berwarna kuning
Sistem Hematologi
Perdarahan : Gusi Nassal Pethecia Echimosis
Fraktur : Tidak Ya, lokasi fraktur :Ny. R tidak tampak adanya fraktur
Kesulitan bergerak : Tidak Ya ( Pasien hambatan mobilitas fisik
karena penurunan kesadaran ( Coma ) Post operasi )
Penggunaan alat bantu : Tidak Ya, nama alat :……………………….
Keluhan :
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
………………………………
NGT : Tidak Ya, Warna Jernih Jumlah 3 cc/jam pada saat pemeriksaan
residu
Lainnya :
………………………………………………………………………………………
RIWAYAT PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL
Psikososial
Komunitas yang diikuti : Sealalu bersosialisasi baik dengan tetangganya
Koping : √ Menerima Menolak Kehilangan Mandiri
Afek : Gelisah Insomnia Tegang Depresi Apatis
HDR Emosional √ Tidak berdaya Rasa bersalah
Persepsi penyakit : √ Menerima Menolak
Hubungan keluarga/orang terdekat : Suami dan anaknya
Spiritual
Kebiasaan keluarga/pasien untuk mengatasi stress dari sisi spiritual : Selalu berdoa
Kebiasaan berdoa atau beribadah: Selalu berdoa sesuai dengan yang diajarkan dalam
kepercayaan Ny. R
KEBUTUHAN EDUKASI
Hambatan dalam Pembelajaran: Tidak terkaji pasien dalam kondisi koma
Tidak Ya, Jika Ya:
Pendengaran Penglihatan Budaya Emosi Kognitif Bahasa Fisik
Lainnya…………………
Dibutuhkan penerjemah : Tidak Ya: …………..……………………………
Kebutuhan edukasi (pilih topik edukasi pada kotak yang tersedia): :
Diagnosa dan manajemen penyakit
Obat – obatan / Terapi
Diet dan nutrisi
Tindakan keperawatan……………….
Rehabilitasi
Manajemen nyeri
Lainnya
………………………………………………………………………………….
Bersedia untuk dikunjungi :
√ Tidak
Ya, :
Keluarga
Kerabat
Rohaniawan
RISIKO CIDERA/JATUH
Isi formular monitoring pencegahan jatuh ATAU gunakan Morse Fall Scale atau
Norton Scale (Lampirkan).
Jika Pasien berisiko jatuh, pasang gelang risiko jatuh sesuai dengan skor.
NYERI
Nyeri : √ Tidak Ya, jika Ya
(P) Penyebab :
(Q) Kualitas :
(R) Area/Regio :
(S) Skala :
Gunakan skala di atas untuk mengukur skala nyeri pasien anak atau dewasa yang sadar,
komunikatif, dan tidak terintubasi. Gunakan CPOT untuk mengukur skala nyeri pasien
dengan intubasi (lampirkan lembar CPOT dan skor).
(T) Waktu :
Nyeri Hilang dengan:
Minum Obat Istirahat Mendengarkan lagu Ubah posisi tidur
Lainnya:………………………………………………..
Nyeri mempengaruhi: Tidur Aktivitas Fisik Emosi
Nafsu Makan Konsetrasi Lainnya………………………………………
SKALA CPOT
NO KATEGORI NILAI SKOR
EKPRESI WAJAH
1 Netral, Rileks Tak tampatk kontraksi otot wajah 0 0
Tegang Dahi mengerut, alis mata menurun, orbital 1 0
dan levatror mengencang atau perubahan
lain seperti membuka mata atau menangis
selama prosedur dilakukan
Meringis Semua gerakan diatas di tambah kelopak 2 1
mata menutup rapat
GERAKAN TUBUH
2 Posisi Normal Tidak bergerak sama sekali 0 0
lebih longgar
tersebut
1-5 kg
6-10 kg
11-15 kg
>15 kg
Tidak yakin penurunannya
2. Apakah asupan makan berkurang karena
berkurangnya nafsu makan?
a. Tidak Tidak
b. Ya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
√ Darah Lengkap
HARI / TANGGAL JENIS PEMERIKSAAN HASIL
Jadi, balance cairan Ny. R. W dalam 7 jam adalah 2.380 – 2070 = 310
ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
SUBYEKTIF DAN
OBYEKTIF
9. Rukaiya K.A. Hamid, Mbbs, Ffarcs, Md, and Philippa Newfield, Md. (2001).
Pediatric Neuroanesthesia Hydrocephalus.
10. Dr. BC Warf (2008). Strategy for treatment of Hydrocephalus in developing
countries.
11. Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid.
21. Yahya RC. Stroke Hemragik - Defenisi, Penyebaba & Pengobatan Stroke
Perdarahan Otak. Jevuska. 2014.