Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

HIDROSEFALUS DI RUANGAN CATELIA RSUD UNDATA


PROVINSI SULAWESI TENGAH

Disusun Oleh :
Meisda Agustina Sarubonto
2021032053

Mengetahui

CI LAHAN CI INSTITUSI

Sarini,S.Kep., Ns Ns. Ni Nyoman Udiani,S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
HIDROSEFALUS

1. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon
yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan
serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem
ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu
atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid (Sjamsuhidat, 2018).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan
dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi
gabungan dari jaringan – jaringan serebral selama produksi CSF
berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat
mengalirnya liquor (Nurarif & Kusuma, 2018)
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebro spinal (Behrman, 2018)
B. Epidemiologi
Kasus ini merupakan salah satu masalah dalam bedah saraf yang
paling sering ditemui. Data menyebutkan bahwa hidrosefalus kongenital
terjadi pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan ditemukan lebih
banyak di Negara berkembang seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari
1000 kelahiran.3,8 Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40%
hingga50% dari kunjungan berobat atau tindakan operasi bedah saraf.

C. Etiologi
Berikut ini merupakan beberapa etiologi Hidrosefalus (Nurarif &
Kusuma, 2018) :
1. Kongenital
a. Stenosis akuaduktus serebri
Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan
oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis
kongenital sejati adalah sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii,
Rubella/German measles, X-linked hidrosefalus).
b. Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan
hidrosefalus. Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa
ekspansi kistik ventrikel IV dan hipoplasia vermis serebelum.
Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh hubungan antara
dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak adekuat;
dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya
biasanya tampak dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini
sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti agenesis
korpus kalosum, labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali
jantung, dan sebagainya.
c. Malformasi Arnold-Chiari
Anomali kongenital yang jarang, dimana duabagian otak
yaitu batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari
ukuran normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis.
d. Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi
secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa
bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di atas
akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong
aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus.

e. Hidrancephaly
Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada, dan diganti
dengan kantong CSS.
2. Didapat (Acquired)
a. Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada
selaput (meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus
berkembang ketika jaringan parut dari infeksi meningen
menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui
akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan
CSS dalam villi arachnoid. Jika saat itu tidak mendapat
pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi
demam, sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku
kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala meningitis ditunjukkan
dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan antibiotik dosis
tinggi.
b. Hematoma intraventrikuler
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel,
mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan
mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus
berkembang sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan
kemampuan otak untuk menyerap CSS.
c. Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia
5-10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang
disebut fosa posterior. Jenis lain dari tumor otakyang dapat
menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan
kasus yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus
(termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada di
bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS
yang keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik
untuk mengobati hidrosefalus yang berhubungan dengan tumor
adalah menghilangkan tumor penyebab sumbatan.
d. Kista arakhnoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi
cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan
dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya
ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak atau
pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebabkan
hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS
dalam ventrikel khususnya ventrikel III.
Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat
menghilangkan dinding kista dan mengeringkan cairan kista. Jika
kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat
batang otak), dokter dapat memasang shunt untuk mengalirkan
cairan agar bisa diserap. Hal ini akan menghentikan pertumbuhan
kista dan melindungi batang otak.

D. Patofisiologi
CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel
lateral ke dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductus masuk ke
ventrikel IV. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor serebrospinalis
externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventrikel IV.
Pengaliran CSS ke dalam sirkulasi vena sebagian terjadi melalui villi
arachnoidea, yang menonjol ke dalam sinus venosus atau ke dalam lacuna
laterales; dan sebagian lagi pada tempat keluarnya nervi spinalis, tempat
terjadinya peralihan ke dalam plexus venosus yang padat dan ke dalam
selubung-selubung saraf (suatu jalan ke circulus lymphaticus).
Hidrosefalus ini bisa terjadi karena konginetal ( sejak lahir) infeksi
(meningitis, pneuomonia. TBC), pendarahan di kepala dan factor bawaan
(stenosis , aquaductus, syilvi). Sehingga menyebabkan adanya obstruksi
pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, pentrikel
serebral melebar, menyebabkan permukaan pentrikuler mengkerut dan
merobek garis ependymal. Waitmater di bawahnya akan mengalami atropi
dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada grayematter terdapat
pemeliharaan yang bersifat seleksif sehingga walaupun pentrikel telah
mengalami pembesaran greymater tidak mengalami gangguan. Proses
dilatasi itu merupakan proses yang tiba-tiba atau akut dan dapat juga
selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan (Smeltzer, 2019).
Pada bayi dan anak kecil suturakranial nya melipat dan melebar ,
untuk mengkomodasi perningkatan masa cranial. Jika fontanela anterior
tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada
perabaan. Stenosis aquaductal (penyakit keluarga/keturunan yang terpaut
seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah,
pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi
yang menonjol secara dominan ( dominan vrontal blow). Sindroma dan
diwalkker akan terjadi jika obstruksi pada poraminal diluar pada ventrikel
IV. Ventrikel ke IV melebar pada fossae posterior menonjol memenuhi
sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hydrocephalus
diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan
wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih
tua,sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa
otak,sebagai akibatnya menunjukan gejala kenaikan ICP sebelum ventrikel
serebral menjadi sangat besar. Kerusakan pada absorsi dan sirkulasi CSF
pada hydrocephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim
ventrikel tiap 6-8 jam dan ketidakadaan absorsi total akan menyebabkan
kematian. Pada pelebaran ventricular menyebabkan robeknya garis
ependyma normal yang pada dinding rongga memungkinkan kenaikan
absorsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventricular
lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi (Nurarif & Kusuma,
2018).
E. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt
hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult
hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus
kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel,
hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga
subarakhnoid di atas permukaan korteks.Hidrosefalus obstruktif
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukkan keadaan dimana
faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut
sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi
kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua.
Berdasarkan letak obstruksi CSS (Cairan Serbrospinal) hidrosefalus
pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid,
sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai
ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran
CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya
terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage
subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala-gejala
peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS
tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam
jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat
pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya
villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage
subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala-gejala
peningkatan ICP).
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel
sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan
yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem
vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang
mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai
pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi
congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space
occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi
sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau
bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam
system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi
atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan
intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–
gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis
suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan/separasi garis sutura
dan pembesaran kepala.
3. Hidrosefalus bertekan normal
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai
dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral.
Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala-gejala dan tanda-tanda
lainnya meliputi; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine.
Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage
serebral atau thrombosis, meningitis; pada beberapa kasus
(Kelompok umur 60-70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan
tersebut.
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada permulaan adalah pembesaran tengkorak yang
disusul oleh gangguan neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat
yang menyebabkan hipotrofi otak (Manuaba, 2018).
1. Gambaran klinis hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka pada
umur kurang dari 1 tahun)
a. Kepala membesar
b. Sutura melebar
c. Fontanella kepala prominen
d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)
e. Nistagmus horizontal
f. Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka
masak.
2. Gambaran klinis pada anak-anak dan dewasa
a. Sakit kepala
3. Kesadaran menurun
4. Gelisah
5. Mual, muntah
6. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
7. Gangguan perkembangan fisik dan mental
8. Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut
dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II. Tekanan
intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital.
Aktivitas fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan
gangguan mental yang sering dijumpai seperti : respon terhadap
lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu merencanakan
aktivitasnya.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto kepala
Dari foto sinar X kepala didapatkan biasanya hasil :
a. Tulang tipis
b. Disproporsi kraniofasial
c. Sutura melebar
Dengan prosedur ini dapat diketahui :
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantil
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult : oleh karena sutura telah menutup
maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran
kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transiluminasi
Penyebaran cahaya diluar sumber sinar lebih dari batas, frontal 2,5
cm, oksipital 1 cm.
3. Pemeriksaan CSS
Dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel / punksi fontanela
mayor. Menentukan :
a. Tekanan
b. Jumblah sel meningkat, menunjukkan adanya keradangan / infeksi
c. Adanya eritrosit menunjukkan perdarahan
d. Bila terdapat infeksi, diperiksa dengan pembiakan kuman dan
kepekaan antibiotik.
4. Ventrikulografi
Ventrikulografi yaitu dengan cara memasukkan kontras berupa O2
murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui
fontanella anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah
kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela
telah menutup ontuk memaukkan kontras dibuatkan lubang dengan
bor pada karanium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini
sangat sulit dan mempunyai resiko yang tinggi. Di rumah sakit yang
telah memiliki fasilitas CT scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. CT scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif, CT scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering
ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi
reabsorpsi transependimal dari CSS. Jika ada hidrosefalus komunikan
gambaran CT scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem
ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah
sumbatan.
6. USG
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan
USG diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar.
Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita
hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak
dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti
halnya pada pemeriksaan CT scan.
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya
mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak
gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf
tidak ada. Obat yang sering digunakan adalah (Carpenito, 2019):
a. Asetasolamid : Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125
mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200
mg/hari
b. Furosemid : Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB
1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari.
Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien
diprogramkan untuk operasi.
2. Lumbal Pungsi Berulang (Serial Lumbar Puncture)
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan
progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi
lumbal berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara
intermiten yang memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis
akan lebih mudah (Carpenito, 2019).
3. Terapi operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita
hidrosefalus. Pada penderita gawat yang menunggu operasi biasanya
diberikan : Mannitol perinfus 0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam
jangka waktu 10-30 menit (Carpenito, 2019).

I. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah
infeksi dan malfungsi.Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau
perpindahan didalam ventrikel dari bahan-bahan khusus (jaringan
/eksudat) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari
pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan
dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti
dengan status neurologis buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah
infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada saat
pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma
yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial
dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses
abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar
(pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian

1. Identitas
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke,
BB/TB, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus
pada peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah
nyeri kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan
pupil, dan kontriksi penglihatan perifer
b. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak dan
meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi seorang anak
mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran menurun (GCS <15
kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak kecil cecara
disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik umum, akumulasi
secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari hidung. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran akibat adanya
perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum
terjadi.
a. Riwayat kesehatan lalu
60 – 90 % gejala hidrosephalus terlihat sejak lahir, kelainan
bawaan. Infeksi ; Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu
sampai beberapa bulan setelah sembuh dari Miningitis.Neoplasma ;
pada anak yang terbanyak mendapat penyumbatan bagian ventrikel
IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya berasal dari
seribelum, sedang bagian depan ventrikel III biasanya suatu
Kraniofaringioma.Perdarahan ; perdarah sebelum dan sesudah lahir
dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama
basal otak.
b. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama dan adanya penyakit herediter (keturunan).
c. Riwayat tumbuh kembang
Ada tidaknya keterlambatan tumbuh kembang
d. Riwayat imunisasi imunisasai
Biasanya anak belum mendapatkan Imunisasi yang lengkap,
bahkan belum sempat sama sekali.
e. Pemeriksaan head to toe
1. Keadaan umum: Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami
penurunan kesadaran (GCS
2. B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan
inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik
dari system ini akan didapatka hal-hal sebagai berikut: Ispeksi
umum: apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan. Terdapat retraksi
klavikula/dada, mengembangan paru tidak simetris. Ekspansi
dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan kesimetrisannya. Pada
observasi ekspansi dada juga perlu dinilai retraksi dada dari otot-otot
interkostal, substernal pernafasan abdomen dan respirasi
paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola nafas ini terjadi jika
otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.
Palpasi : Taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri Perkusi :
Resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi : Bunyi nafas
tambahan, seperti nafas berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan
adanya peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien hidrosefalus dengan
penurunan tingkat kesadaran
3. B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi
brakikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.
Kulit kelihatan pucat merupakan tanda penurunan hemoglobin dalam
darah. Hipotensi menunjukan adanya perubaha perfusi jaringan dan
tanda-tanda awal dari suatu syok
4. B3 (Brain)
Kepela terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini
diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito
bregmatikus dibanding dengan lingkar dada dan angka normal pada
usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar kepala, yaitu
untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan lebih cepat dari
normal. Ubunubun besar melebar atau tidak menutup pada waktunya,
teraba tegang atau menonjol, dahi tampak melebar atau kulit kepala
tampak menipis, tegang dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit
kepala.
5. Pengkajian tingkat kesadaran
Gejala khas pada hidrosefalus tahap lanjut adalah adanya dimensia.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien hidrosefalus biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, semikomatosa sampai koma.
6. Pengkajian fungi serebral, meliputi:
Obresvasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah
dan aktivitas motorik klien. Pada klien hidrosefalus tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan. Pada bayi dan
anak-anak pemeriksaan status mental tidak dilakukan.
7. B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan peningkatan
retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya perfungsi pada ginjal.
Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin mengalami inkontensia
urin karena konfusi, ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan,
dan ketidak mampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena
kerusakan control motorik dan postural. Kadang- kadang control
sfingter urinarius eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
8. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
serta mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah akibat
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya kontensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakann neurologis luas.
9. B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik umum, pada
bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga menggangu mobilitas
fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgon
kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruaan menunjukkan
adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan
membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat
berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Warna
kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya damam atau infeksi.
Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat
B. Pathway

Infeksi bakteri Bakteri masuk ke Kelainan kongenital Kelainan fleksus


Obstruksi ventrikel
otak melalui aliran koroideus
darah III/IV
Penyempitan
akuaduktus sylvii
Bakteri menyerang
meningen Aliran CSS dari Fleksus koroideus
ventrikel ketiga memproduksi CSF
Reaksi inflamasi Meningitis bakterial keempat terlambat berlebih

Terbentuk jar. Parut Penumpukan CSF


Hipertermi
pada ruang pada ventrikel
Akumulasi CSF
subaraknoid lateral dan ventrikel
ketiga
Gangguan
Nyeri akut reabsorbsi CSF Defisiensi
pengetahuan
CSF tertumpuk HIDROSEFALUS
Dilatasi ventrikel Peningkatan
TIK Kurang informasi
Kepala membesar Peningkatan volume Dilakukan tindakan
terhadap penyakit
CSF operasi shunting
Tidak dapat bergerak,
menegakkan kepala Gangguan aliran
Resiko infeksi Krisis pada Ansietas
darah ke otak
keluarga
Hambatan mobilitas
fisik Resiko Keterlambatan
ketidakefektifan Penurunan fungsi Tumbuh kembang
pertumbuhan dan
perfusi jaringan neurologis anak terganggu
perkembangan
otak
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (00132)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular (00085)
3. Ketidak efektifan perfusi jaringan otak (serebral) b.d Gangguan
aliran darah ke otak akibat peningkatan TIK (00201)
4. Ansietas berhubungan dengan perubhanan besar/perubahan status
kesehatan anak (hidrosefalus) (00146)
D. intervensi
Dx Tujuan dan
No. Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Nyeri akut b/d agen injury Setelah dilakukan asuhan 1. Pain management (1400)
(fisik : benturan dan dilatasi keperawatan selama …. jam, klien a. Memberikan pengkajian nyeri secara
dari ventrikel otak) (00132) memiliki kontrol nyeri dengan komprehensif
Batasan karakteristik : dengan kriteria hasil : b. Meyakinkan pasien mendapatkan
1. Perubahan frekuensi 1. Keluarga mengenali analgesik yang tepat
jantung penyebab nyeri c. Mengkaji pengaruh nyeri pada
2. Perubahan frekuensi 2. Penggunaan teknik kualitas hidup
pernafasan pengurang nyeri dengan d. Memberikan edukasi pada klien dan
3. Diaforesis teknik nonfarmakologi keluarga tentang nyeri
4. Perilaku distraksi (distraksi, sentuhan, e. Memberikan edukasi tentang teknik
5. Ekspresi perilaku relaksasi, guided imagery) non farmakologi pengurang nyeri
6. Sikap melindungi area dengan tepat f. Monitor tanda vital
nyeri 3. Penggunaan analgesik g. Monitor nyeri
7. Indikasi nyeri yang dapat dengan tepat
diamati (Pengkajian 4. Tidak ada ekspresi wajah
dengan FLACC) nyeri Tidak ada gelisah
yang muncul
5. Tanda vital dalam batas
normal
6. Skala nyeri kurang dari 3
2 Ketidak efektifan setelah di lakukan tindakan 1. Monitor tanda - tada vital.
perfusi jaringan otak keperawatan selama 3 x 24 2. Monitor adanya kebingungan,
(serebral) b.d jam di harapkan tidak terjadi perubahan pikiran pusing,
Gangguan aliran darah peningkatan TIK dengan pingsan.
ke otak akibat Kriteria hasil 3. Monitor status neurologis
peningkatan TIK 1. Tidak ada tanda tanda dengan ketat an bandingkan
peningkatan tekanan dengan nilai normal.
Intracranial. 4. Monitor status pernapasan:
2. Tida ada sakit kepala. frekuensi, irama, kedalaman
3. Tidak ada kelesuan. pernapaan, PaO2, PCO2, pH.
4. Tidak ada muntah. 5. Kurangi stimulus dalam
5. Tingkat kesadaran lingkungan pasien.
Membaik 6. Sering percakapan dalam
pendengaran pasien.
7. Posisikan tinggi kepala tempat
tidur 30 atau lebih.
8. Batasi cairan
9. Dorong keluarga untuk bicara
pada pasien.
10. Lakukan latihan rom pasif.
11. Pertahankan suhu normal
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Bed Rest Care (0740)
berhubungan dengan Keperawatan selama …..jam, a. Jelaskan alasan kepada keluarga
gangguan gangguan mobilitas fisik klien dibutuhkannya bedrest
neuromuscular(00085) dapaat teratasi dengan indikator b. Posisikan tubuh klien dengan tepat.
1. Penurunan waktu sebagai berikut : c. Hindari pengunaan bed-linens
reaksi 1. pasien meningkat dalam dengan tektur yang keras
2. Kesulitan merubah aktivitas fisik . d. Pindahkan imobilisasi klien
posisi 2. Bantu untuk mobilisai sedikitnya setiap 2 jam berdasarkan
3. Dispnea setelah jadwal spesifik
aktivitas e. Monitor kondisi kulit klien
4. Gerakan bergetar f. Monitor konstipasi pada klien
5. Keterbatasan g. Monitor fungsi urinary sistem pada
melakukan ketrampilan klien
motoric halus 2. Exercise Promotion (0200)
6. Keterbatasan a. Melibatkan keluarga klien dalam
melakukan ketrampilan perencanaan dan mempertahankan
motoric kasar program latihan
7. Keterbatasan rentang b. Informasikan klien tentang manfaat
pergerakan sendi kesehatan dan efek psikologis dari
8. Pergerakan lambat latihan
9. Pergerakan tidak c. Intruksikan klien tentang durasi,
terkoordinasi frekuensi, dan intensitas dari latihan
10. Tremor akibat yang diberikan
pergerakan d. Intruksikan klien pada teknik untuk
11. Ketidakstabilan postur menghindari injuri pada saat latihan
e. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan program dalam satu minggu
f. Monitor respon klien pada latihan
program.
3. Circulatory Care (4060)
a. Menampilkan penilaian yang
menyeluruh dari sirkulasi peripheral
b. Evaluasi edema dan nadi peripheral
c. Inspeksi kulit untuk statis luka
d. Menilai derajat dari
ketidaknyamanan pada klien
e. Rendahkan ektrimitas bawah untuk
meningkatkan sirkulasi arteri
f. Ubah posisi klien sedikitnya setiap 2
jam
g. Mempertahankan keadekuatan
hidrasi untuk mencegah peningkatan
kelekatan darah
h. Monitor status cairan termasuk intake
dan output
4 Ansietas berhubungan Setelah di lakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang tenang
dengan perubhanan keperawatan selama …. jam di dan meyakinkan.
besar/perubahan status harapkan ansietas dapat teratasi 2. Nyatakan dengan jelas harapan
kesehatan anak dengan kriteria hasil
terhadap perilaku pasien.
(hidrosefalus) 1. Keluarga mampu
3. Dorong keluarga untuk menemani
mengidentifikasi dan
anak.
mengungkapkan gejala
4. Jelaskan semua prosedur dan apa
cemas.
2. Mengungkapkan dan yang dirasakan selama prosedur.

menunjukkan teknik ntuk 5. Dengarkan dengan penuh perhatian.


mengontrol cemas. 6. Bantu pasien untuk mengenal situasi
3. Ekspresi wajah Menunjukkan yang menimbulkan kecemasan.
berkurangnya kecemasan 7. Dorong keluarga untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi.
8. Instruksikan keluarga untuk
menggunakan teknik Relaksasi.

E. Implementasi Keperawatan
Menurut (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, & Chairani, 2019) Implementasi dalam
proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas keperawatan dari hari ke hari yang
harus dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat. Perawat melakukan
pengawasan terhadap efektifitas tindakan/intervensi yang dilakukan, bersamaan pula
dengan menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang
diharapkan. Bagian dari pengumpulan data ini memprakarsai tahap evaluasi proses
keperawatan. Implementasi dicatat di flow sheet atau CP 4 yang spesifik.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan
pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal dengan evaluasi proses, yaitu
evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan
dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu evaluasi respon
(jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana penilaian terhadap
perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang diinginkan.
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S) data
objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P)
berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses.
Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan
mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2019). Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan
dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman,Richard E,dkk. 2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 2. Ed 15.
Jakarta : EGC.

Berman et al. 2010. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & ERB, Ed 5.
Jakarta: EGC.

Carpenito. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.


Jakarta : EGC.

Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
New Jersey: Upper Saddle River.

Mansjoer, Arif dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Mc Closkey, C.J., et all. 2010Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth


Edition. New Jersey: Upper Saddle River.

Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid
1&2.Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Sjamsuhidat, Wim de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai