Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KASUS

HIDROSEFALUS

TUGAS MAGANG KLINIK

OLEH
KOMANG AGUS ARTA YASA
P07120117019

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU JURUSAN


KEPERAWATAN PROGRAM STUDI
D III KEPERAWATAN
2020
A. Pengertian Hidrosefalus.

Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif

yang menyebabakan dilatasi system ventrikel otak, walaupun pada kasus

hidrosepalus eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam

rongga araknoid (Nurarif & Kusuma, 2015)

B. Etiologi.

Berikut ini merupakan beberapa etiologi Hidrosefalus (Nurarif & Kusuma,

2015) :

1. Kongenital

a. Stenosis akuaduktus serebri.

Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan

oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis

kongenital sejati adalah sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii,

Rubella/German measles, X-linked hidrosefalus).

b. Sindrom Dandy-Walker.

Merupakan atresia kongenital luscha dan magendie yang

menyebabakan hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system

ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian

besarnyasehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa

pascaerior.

c. Malformasi Arnold-Chiari
Anomali kongenital yang jarang, dimana dua bagian otak

yaitu batang otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari

ukuran normal dan menonjol keluar menuju canalis spinalis.

d. Aneurisma vena Galeni

Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi

secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa

bulan. Hal ini terjadi karena vena Galen mengalir di atas

akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk kantong

aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus.

e. Hidrancephaly

Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada, dan diganti

dengan kantong CSS.

2. Didapat (Acquired)

a. Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)

Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada

selaput (meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus

berkembang ketika jaringan parut dari infeksi meningen

menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui

akuaduktus pada sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan

CSS dalam villi arachnoid. Jika saat itu tidak mendapat

pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan kematian

dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi

demam, sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku


kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala meningitis ditunjukkan

dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan antibiotik dosis

tinggi.

b. Hematoma intraventrikuler

Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel,

mengakibatkan darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan

mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus

berkembang sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan

kemampuan otak untuk menyerap CSS.

c. Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)

Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia

5-10 tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang

disebut fosa posterior. Jenis lain dari tumor otakyang dapat

menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus

yang sering terjadi adalah tumor plexus choroideus (termasuk

papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada di bagian belakang

otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari

ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati

hidrosefalus yang berhubungan dengan tumor adalah

menghilangkan tumor penyebab sumbatan.

d. Kista arakhnoid

Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi

cairan. Jika terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan
dilapisi dengan jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya

ditemukan pada anak-anak dan berada pada ventrikel otak atau

pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat menyebabkan

hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS

dalam ventrikel khususnya ventrikel III.

Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat

menghilangkan dinding kista dan mengeringkan cairan kista. Jika

kista terdapat pada tempat yang tidak dapat dioperasi (dekat batang

otak), dokter dapat memasang shunt untuk mengalirkan cairan agar

bisa diserap. Hal ini akan menghentikan pertumbuhan kista dan

melindungi batang otak.

C. Patofisiologi.

CSS dihasilkan oleh plexus choroideus dan mengalir dari ventrikel

lateral ke dalam ventrikel III, dan dari sini melalui aquaductus masuk ke

ventrikel IV. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor serebrospinalis

externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventrikel IV.

Pengaliran CSS ke dalam sirkulasi vena sebagian terjadi melalui villi

arachnoidea, yang menonjol ke dalam sinus venosus atau ke dalam lacuna

laterales; dan sebagian lagi pada tempat keluarnya nervi spinalis, tempat

terjadinya peralihan ke dalam plexus venosus yang padat dan ke dalam

selubung-selubung saraf (suatu jalan ke circulus lymphaticus).

Hidrosefalus ini bisa terjadi karena konginetal ( sejak lahir) infeksi

(meningitis, pneuomonia. TBC), pendarahan di kepala dan factor bawaan


(stenosis , aquaductus, syilvi). Sehingga menyebabkan adanya obstruksi

pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, pentrikel

serebral melebar, menyebabkan permukaan pentrikuler mengkerut dan

merobek garis ependymal. Waitmater di bawahnya akan mengalami atropi

dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada grayematter terdapat

pemeliharaan yang bersifat seleksif sehingga walaupun pentrikel telah

mengalami pembesaran greymater tidak mengalami gangguan. Proses

dilatasi itu merupakan proses yang tiba-tiba atau akut dan dapat juga

selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan (Smeltzer, 2014).

Pada bayi dan anak kecil suturakranial nya melipat dan melebar ,

untuk mengkomodasi perningkatan masa cranial. Jika fontanela anterior

tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada

perabaan. Stenosis aquaductal (penyakit keluarga/keturunan yang terpaut

seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah,

pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi

yang menonjol secara dominan ( dominan vrontal blow). Sindroma dan

diwalkker akan terjadi jika obstruksi pada poraminal diluar pada ventrikel

IV. Ventrikel ke IV melebar pada fossae posterior menonjol memenuhi

sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hydrocephalus

diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan

wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih

tua,sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa

otak,sebagai akibatnya menunjukan gejala kenaikan ICP sebelum ventrikel


serebral menjadi sangat besar. Kerusakan pada absorsi dan sirkulasi CSF

pada hydrocephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim

ventrikel tiap 6-8 jam dan ketidakadaan absorsi total akan menyebabkan

kematian. Pada pelebaran ventricular menyebabkan robeknya garis

ependyma normal yang pada dinding rongga memungkinkan kenaikan

absorsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventricular

lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi (Nurarif & Kusuma,

2015)

E. Manifestasi Klinis.

Manifestasi klinis yang terjadi adalah pembesaran tengkorak yang

disusul oleh gangguan neurologik akibat tekanan likuor yang meningkat

yang menyebabkan hipotrofi otak (Manuaba, 2012).

1. manifestasi klinis hidrosefalus pada bayi (sutura masih terbuka

pada umur kurang dari 1 tahun)

a. Kepala membesar

b. Sutura melebar

c. Fontanella kepala prominen

d. Mata kearah bawah (sunset phenomena)

e. Nistagmus horizontal

f. Perkusi kepala : “cracked pot sign” atau seperti semangka

masak.

2. manifestasi klinis pada anak-anak dan dewasa

a. Sakit kepala
b. Kesadaran menurun

c. Gelisah

d. Mual, muntah

e. Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak

f. Gangguan perkembangan fisik dan mental

g. Pupil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih

lanjut dapat mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila

N.II. Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun

dan sutura sudah menutup, nyeri kepala terutama di daerah

bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental secara

bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering

dijumpai seperti : respon terhadap lingkungan lambat, kurang

perhatian tidak mampu merencanakan aktivitasnya.

F. Komplikasi.

a. Herniasi otak yang dapat berakibat kematian.

b. Kepala anak semakin membesar dan tubuh yang semakin kurus.

c. Epilepsi/ kejang.

d. Akan mengalami gangguan koordinasi.

e. Penurunana daya ingat,

f. Gangguan saat bicara.

g. Sulit untuk berkonsentrasi.

h. Gangguan pengelihatan.

i. Atrofi otak (Manuaba, 2012).


G. Pemeriksaan Penunjang.

1. Foto kepala

Dari foto sinar X kepala didapatkan biasanya hasil :

a. Tulang tipis

b. Disproporsi kraniofasial

c. Sutura melebar

Dengan prosedur ini dapat diketahui :

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantil

b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult : oleh karena sutura telah menutup

maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran

kenaikan tekanan intrakranial.

2. Pemeriksaan CSS

Dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel / punksi fontanela

mayor. Menentukan :

a. Tekanan

b. Jumblah sel meningkat, menunjukkan adanya keradangan /

infeksi

c. Adanya eritrosit menunjukkan perdarahan

d. Bila terdapat infeksi, diperiksa dengan pembiakan kuman dan

kepekaan antibiotik.

3. CT scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif, CT scan sering menunjukkan adanya

pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.

Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas

oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Jika ada

hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukkan dilatasi

ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di

proksimal dari daerah sumbatan.

4. USG

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan

USG diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar.

Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita

hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan

keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak

dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti

halnya pada pemeriksaan CT scan (Behrman dkk, 2013)

H. Penatalaksanaan Medis.

1. Terapi Medikamentosa

Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya

mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan

resorpsinya. Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada

pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang

sering digunakan adalah (Carpenito, 2012):

a. Asetasolamid : Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125

mg/hari, dosis ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari


b. Furosemid : Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB

1x/hari atau injeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari. Bila tidak ada perubahan

setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.

2. Lumbal Pungsi Berulang (Serial Lumbar Puncture)

Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan

progresivitas hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal

berulang akan terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang

memungkinkan absorpsi CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah

(Carpenito, 2012).

Indikasi LPB umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan

terutama pada hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid,

periventrikular-intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga

pada hidrosefalus komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau

kemungkinan akan terjadi herniasi (impending herniation) (Carpenito,

2012).

3. Terapi Operasi

Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada

penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol

perinfus 0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit

(Carpenito, 2012).

a. Third Ventrikulostomi/Ventrikel III


Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma

optikum, dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang

sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar.

b. Operasi pintas/Shunting

Ada 2 macam :

1) Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya

sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang

untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.

2) Internal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.

a. Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna

(ThorKjeldsen)

b. Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.

c. Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis

superior

d. Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus

e. Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum

f. Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga

peritoneum

g. Lumbo Peritoneal Shunt, CSS dialirkan dari Resessus

Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi

terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan. CSS


dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga

peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum

Touhy secara perkutan.

Asuhan Keperawatan Hidrosefalus.


A. Pengkajian.

1. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku/bangsa, agama.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :

Muntah, gelisah, nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan

ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.

b. Riwayat kesehatan dahulu.

1) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil

2) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir

3) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma

c. Riwayat kesehatan keluarga: Adanya anggota keluarga yang pernah

menderita penyakit yang sama dan adanya penyakit herediter

(keturunan).

d. Riwayat tumbuh kembang : Ada tidaknya keterlambatan tumbuh

kembang

e. Riwayat imunisasi

Biasanya anak belum mendapatkan imunisasi yang lengkap,

bahkan belum sempat sama sekali.


f. pengkajian pola fungsional.

1) Penampilan umum

a) Keadaan umum

b) Pemeriksaaan Tanda-Tanda Vital

c) Penggunaan alat bantu napas (Oksigen, CPAP, dll)

2) Nutrisi dan cairan

a) Lingkar Lengan atas

b) Panjang badan/tinggi badan

c) Berat badan

d) Lingkar kepala

e) Lingkar dada

f) Lingkar perut

g) Status nutrisi (z-score atau WHO, CDC):

h) Kebutuhan kalori

i) Jenis makanan

j) Makanan yang disukai

k) Alergi makanan

l) Kesulitan saat makan

m) Kebiasaan khusus saat makan

n) Keluhan (mual, muntah, kembung, anoreksia, dsb

3) Kebutuhan cairan 24 jam

a) Balance cairan (hitung jumlah dan jenis cairan masuk dan

keluar)
b) Diuresis

c) Rute cairan masuk (oral, parenteral, enteral, dsb)

d) Jenis cairan (ASI/susu formula/infus/air putih, dsb)

e) Keluhan

4) Istirahat tidur

a) Lama waktu tidur (24 jam)

b) Kualitas tidur

c) Tidur siang

d) Kebiasaan sebelum tidur

5) Pengkajian nyeri (sesuai usia)

6) Psikososial anak dan keluarga

a) Respon hospitalisasi (rewel, tenang)

b) Kecemasan (anak dan orang tua)

c) Koping klien/keluarga dalam menghadapi masalah

d) Pengetahuan orang tua tentang penyakit anak

e) Keterlibatan orang tua dalam perawatan anak

f) Konsep diri

 Gambaran tubuh

 Ideal diri

 Harga diri

 Peran

 Identitas diri

g) Spiritual (kebiasaan ibadah, keyakinan, nilai, budaya)


h) Adakah terapi lain selain medis yang dilakukan

7) Pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi)

8) Terapi

g. Pemeriksaan fisik : head to toe.

pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe yang dimulai dari

kepala, mata, hidung, telinga, leher, dada, perut, ektremitas, dan genitalia

yang pemeriksaannya menggunakan inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi. Namun dalam pemeriksaan fisik pada pasien hidrosepalus

yang sangat perlu diperhatikan, yaitu :

1) kepala.

Pembesaran lingkar kepala, ubun-ubun menonjol vena kulit dilatasi,

berkilau, sun set eyes, terdapat tanda cracked pot, alis mata tertarik

ke atas, sclera di atas iris sehingga melihat ke bawah.

2) Thorax.

Bunyi nafas stridor,kesulitan bernafas, apnea, aspirasi.

3) Abdomen.

Bising usus menurun.

4) Ekstremitas.

Hiperekstensi, kekakuan ekstrimitas bawah (Smeltzer, 2014).

B. Diagnosa Keperwatan.

a. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intrakranial.

b. Ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,

nausea, vomitus.
c. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d penurunan fungsi

neurologis.

d. Hambatan mobilitas fisik b.d pembesaran kepala.

e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d peningkatan volume

CSF dan gangguan aliran darah ke otak.

f. Resiko infeksi b.d tindakan shunting, infus umbilical.

g. Ansietas orang tua b.d gangguan tumbuh kembang anak.

C. Intervensi Keperawatan :

a. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intrakranial.

Tujuan/Kreteria hasil :

a. Keluarga mengenali penyebab nyeri


b. Tidak ada ekspresi wajah nyeri Tidak ada gelisah yang muncul
Intervensi :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien.

d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.

e. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri

tidak berhasil.

Rasional :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor benyebab, durasi, skala, dan

lamanya nyeri dirasakan.

b. Untuk mengetahui keadaan umum klien.

c. Untuk membina hubungan saling percaya agar dapat memperoleh

data dengan tepat.

d. Untuk mengetahui respon pasien terhadap nyeri yang

dirasakan.

e. Untuk mempercepat proses penyembuhan.

b. Ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,

nausea, vomitus.

Tujuan/ Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

b. Tidak terjadi penurunan berat badan.

c. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.

Intervensi :

a. Kaji adanya alergi makanan.

b. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.

c. Berikan makanan yang sudah terpilih.

d. Berika informasi tentang kebutuhan nutrisi.

e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan.

f. Berikan substansi gula.


Rasional :

a. Untuk menghidari terjadinya alergi pasien terhadap makanan.

b. Kulit kering menandakan adanya kekurangan cairan pada pasien.

c. Untuk memberikan asupan nutrisi kepada pasien.

d. Untuk memberikan pengetahuan akan pentingnya nutrisi yang

harus diberikan.

e. Untuk mempercepat proses penyembuhan pasien akan beutuhan

nutrisinya.

f. Kadar gula yang rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan

sehingga kadar asupan gula harus di berikan agar nutrisi

terpenuhi.

c. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d penurunan fungsi

neurologis.

Tujuan/Kriteria hasil :

1. Anak berperilaku sesuai tingkatan usianya

2. Keluarga dapat menggunakan koping terhadap tantangan adanya

ketidakmampuan

3. Status nutrisi seimbang

4. Status gizi normal

Intervensi :

a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak


b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi

sumber perkembangan anak yang optimal

c. Berikan perawatan yang konsisten

f. Kaji keadekuatan asupan nutrisi (kalori, zat gizi)

g. Tentukan makanan yang sesuai untuk anak

h. Pantau kecenderungan kenaikan atau penurunan BB

Rasional :

a. Untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan.

b. Dengan memberikan fasilitas kesehatan kepada akan dapat

membantu meningkatkan daya tumbuh kembang anak.

c. Agar anak memperoleh perawatan yang sesuai untuk kesembuhan

anak.

d. Dengan mengkaji asupan nutrisi anak dapat membantu anak dalam

pemenuhan nutrisinya.

e. Agar anak dapat makan dengan lahap dan nutrisi terpenuhi.

d. Hambatan mobilitas fisik b.d pembesaran kepala.

Tujuan/Kriteria hasil :

a. Klien dapat merubah posisi saat berbaring

b. Pergerakan sendi dan otot tanpa batasan

c. Kekuatan otot normal

Intervensi :

a. Jelaskan alasan kepada keluarga dibutuhkannya bedrest


b. Posisikan tubuh klien dengan tepat.

c. Hindari pengunaan bed-linens dengan tektur yang keras

d. Pindahkan imobilisasi klien sedikitnya setiap 2 jam berdasarkan

jadwal spesifik

e. Monitor kondisi kulit klien

f. Monitor konstipasi pada klien

g. Monitor fungsi urinary sistem pada klien

Rasional :

a. Memberikan pengetahuan kepada keluarga pasein fungsi dari

bedrest.

b. Untuk memperlancar peredaran darah dan memberikan perasaan

yang nyaman.

c. Untuk mencegah terjadinya kekakuan pada tubuh.

d. Memberikan proses penyembuhan serta tidak terjadi kekauan pada

otot.

e. Untuk menegtahui adanya resiko terjadi decubitus pada kulit.

e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d peningkatan volume

CSF dan gangguan aliran darah ke otak.

Tujuan/ Kriteria hasil :

a. Klien tidak mengeluh nyeri kepala

b. Tidak ada mual muntah.

c. GCS 15
d. TTV dalam batas normal.

Intervensi :

a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab

koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab

peningkatan TIK.

b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam

c. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan

d. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan

dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi

pada kepala

e. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankan b

drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor

terdapatnya konstipasi

f. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang

sebab akibat TIK meningkat.

Rasional :

a. Untuk memperioritaskan intervensi, mengkaji status

neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan

b. Keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik

atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik


c. Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan

kebutuhan mertabolisme dan oksegen akan menunjang

peningkatan TIK.

d. Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan

pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak

(menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat

meningkatkan TIK

e. Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek

rangsangan komulatif.

f. Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien

dan mengurangi kecemasan.

f. Resiko infeksi b.d tindakan shunting, infus umbilical.

Tujuan/ Kriteria Hasil :

a. Terbebas dari tanda atau gejala infeksi

b. Menunjukan hygiene pribadi yang adekuat

c. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko infeksi.

Intervensi :
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

b. Batasi pengunjung bila perlu.

c. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.

d. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan.


e. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

Rasional :

a. Untuk menjaga kebersihan pasien.

b. Dengan membatasi pengunjung dapat menghindarkan pasien dari

faktor resiko infeksi.

c. Untuk menjaga kebersihan pengunjung dan pasien agar tidak

terjadi resiko infeksi.

d. Untuk membersihan tangan dari kuman.

e. Agar kebersihan pengunjung, keluarga, dan pasien tetap terjaga.

g. Ansietas orang tua b.d gangguan tumbuh kembang anak.

Tujuan/ Kriteria hasil :

a. Keluarga klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan

gejala cemas.

Intervensi :

a. Gunakan pendekatan yang menenangkan.

b. Identifikasi tingkat kecemasan.

c. Instruksikan untuk menggunakan tekhnik relaksasi.

d. Dorong keluarga untuk menemani anak.

e. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama

prosedur.

Rasional :

a. Untuk membina hubungan saling percaya antara perawat dan

keluarga pasien.
b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan dan dapat memberikan

saran terhadap keluarga pasien.

c. Tekhnik relaksasi dapat memberikan rasa nyaman dan

menurunkan kecemasan.

d. Untuk memberikan dukungnan kepada anak dengan adanya

keluarga di samping anak.

e. Untuk memberikan pemahan kepada keluarga pasien.

d. Implementasi.

Setelah rencana rencana keperawatan disusun, selanjutnya menerapkan

rencana keperawatan dalam suatu tindakan keperawatan dalam bentuk nyata

agar hasil yang diharapkan dapat tercapai sehingga terjalin interaksi yang baik

antara perawat, klien dan keluarga.

e. evaluasi.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan dalam

menentukan kemajuan pasien terhadap pencapain bedasarkan tujuan dan

kriteria hasil yang diinginkan.


DAFTAR PUSTAKA

Behrman,Richard E,dkk. 2013. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol 2. Ed 15.


Jakarta : EGC.
Carpenito. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2012. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid
1&2.Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Sjamsuhidat, Wim de Jong. 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2014. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. Jakarta : EGC.
Trilestari. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Anak Hidrosefalus Post Pasang
Shunting. Padang. Journal of Chemical Information and Modeling, 1(1), 29.

Anda mungkin juga menyukai