Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS RDS(RESPIRATORY

DISTRESS SYNDROM DI RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA KOTA


PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : IRMAWATI IS LARUMBU


NIM : 2021032040

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Ni Nyoman Udiani, S.Kep., M.Kep Sringati, S.Kep., Ns., MPH,


NIK. 20200902022 NIK. 20080902006

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
ASUHAN KEPERWATAN DENGAN KASUS RDS(RESPIRATORY
DISTRESS SYNDROM PADA BY NY.A DI RUANGAN PERISTI RSUD
UNDATA KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH:

NAMA : IRMAWATI IS LARUMBU


NIM : 2021032040

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Ni Nyoman Udiani, S.Kep., M.Kep Sringati, S.Kep., Ns., MPH,


NIK. 20200902022 NIK. 20080902006

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
Kondsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tandatanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik,
sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2016).

2. Epidemiologi
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat status
kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secarakeseluruhan. Kematian bayi
adalah kematian yang terjadi padaperiode sejak bayi lahir sampai bayi belum berusia
tepat satu tahun.
Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal Angka kejadian RDS
di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan sebanyak
2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1998 - 1987. Secara tinjauan
kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran
bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan
NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak dari
angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10%
didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram.
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak
digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh
neonatus (WHO, 2015).
3. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu,
faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibu meliputi hipoksia pada
ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih,
sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-
lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan
kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus
dengan tindakan dan lain-lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia neonatorum
merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap
asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan
dan pada saat persalinan.

4. Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan
yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak
atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah
terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi terhadap
kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan
hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam
laktat.
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak maka
akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada stadium
awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak
sianosis, tetapi sirkulasi darah relative masih baik. Curah jantung yang meningkat dan
adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan
reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan
meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada kulit.Apneu normal
berlangsung sekitar 1-2 menit.Apnea primer dapat memanjang dan diikuti dengan
memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat
bradikardi, vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5menit dan
kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan
darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidakbereaksi terhadap
rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan
terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai.

5. Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory Distress
Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat
badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat
tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS (Respiratory Distress Syndrom)
yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis yang lebih
baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea (>60x/menit), pernapasan dangkal,
mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea dan pernapasan tidak teratur, penurunan
suhu tubuh, retraksi suprasternal dan substernal, pernapasan cuping hidung.

6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang
sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP
yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

b. Mekanika usaha pernafasan


Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.
Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan
terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

c. Warna kulit/membran mukosa


Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya
bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama
5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi, gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh
gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran
hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran
klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa
infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana
berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis
dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
b. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah:
1) Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45
mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun
disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-
vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2
sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat
akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
2) Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula
perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung
compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital
capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan
terganggu.
3) Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau
dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit),
menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
c. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat
pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang
terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel
ductus yang nekrotik.

8. Diagnosis
Diagnosis Sindrom Distres Pernapasan Akut/Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis ARDS pada umumnya dapat ditegakkan bila
penyebab kardiogenik dan etiologi lain yang dapat menyebabkan hipoksemia akut telah
disingkirkan, serta memenuhi Kriteria Berlin. Kriteria Berlin meliputi:
a. Onset akut < 1 minggu atau perburukan gejala respiratorik.
b. Edema paru dibuktikan dengan opasitas bilateral pada foto toraks.
c. Rasio PaO2/FiO2 ≤300 pada tekanan ekspiratori positif (PEEP).

9. Tindakan Penanganan
Tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Terapi secara umum:


1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a) Pantau selalu tanda vital
b) Jaga kepatenan jalan nafas
c) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b) Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah

Gangguan nafas ringan:


Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas.

Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:


Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan
napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang:


1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>
18 jam).
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu abnormal
dan nilai ulang setelah 2 jam.
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan
antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis.
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2
jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara
bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum.
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak
ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.

Gangguan nafas berat:


1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik.
6) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (Derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.
10. Komplikasi
a. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
1) Kebocoran alveoli: Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular: perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2) Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan
dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan dilaboratorium.
Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah
a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita hipotensi
atau perdarahan).
b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan
hipotermia).
c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif).
d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi).
e. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti: takipnea
(>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada, pernapasan cuping
hidung, pucat, sianosis, apnea.

2. Pathway
3. Diagnose Keperawatan yang Mungkin Muncul
Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut dianalisis. Selanjutnya
semua masalah yang ditemukan dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan untuk
menentukan intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan dari RDS yang sering
muncul (Nanda, 2021).
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar).
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar.

4. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan/ masalah
kolaborasi Tujuan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional

Pola nafas tidak efektif NOC: NIC: 1. Mengetahui


➢ Respiratory status : Airway apakah ada
Batasan karakteristik: ventilation manajemen gangguan dalam
1. penurunan ➢ Respiratori Status : 1. Buka jalan bernafas.
tekanan Airway Patency nafas, gunakan 2. Mengetahui
inspirasi/ekspirasi ➢ Vital sign Status teknik chin lift kemampuan
2. penurunan atau jaw trusht bernafas klien.
pertukaran udara Setelah dilakukan bila perlu 3. Klien merasa
per menit tindakan keperawatan 2. Posisikan nyaman.
3. menggunakan selama ….. Pola nafas pasien untuk 4. Mempertahankan
otot pernafasan pasien kembali efektif memaksimalkan oksigen arteri.
tambahan Kriteria Hasil : ventilasi 5. Kemungkinan
4. Nasal flaring 1. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi terjadi kesulitan
5. Dyspnea batuk efektif dan pasien perlunya bernapas akut.
6. Orthopnea suara nafas yang pemasangan
7. Perubahan bersih, tidak ada alat jalan nafas
penyimpangan sianosis dan buatan
dada dyspnea 4. Pasang mayo
8. Nafas pendek 2. Menunjukan jalan bila perlu
nafas yang paten 5. Lakukan
Factor yang 3. Tanda-Tanda vital fisioterapi dada
Berhubungan : dalam rentang jik perlu
1. Hiperventilasi nomal
2. Deformitas tulang
3. Kelainan bentuk
dinding dada
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional

ketidakseimbangan NOC : NIC : 1. Mengetahui


nutrisi kurang dari ➢ Nutritional Status Nutrition adanya alergi
kebutuhan tubuh food and fluid intake Management pada pasien
Setelah dilakukan 1. Kaji adanya 2. Mengatur status
Batasan Karakteristik: tindakan keperawatan alergi makanan ahli gizi
1. Berat badan selama ….. status 2. kolaborasi 3. Menentukan
dibawah rentang nutrisi bayi adekuat dengan ahli gizi jumlah kalori
berat badan ideal kriteria Hasil : untuk dan nutrisi yang
untuk usia dan 1. Intake nutrisi cukup menentukan dibutuhkan
gender < 2500 g adekuat jumlah kalori 4. Protein dan vit
2. Membran mukosa 2. Perbandingan BB dan nutrisi yang C dapat
pucat cukup adekuat dibutuhkan memenuhi
3. Penambahan berat (skala) pasien kebutuhn nutrisi
badan neonatus <30 3. Anjurkan pasien 5. Mencegah
g per hari untuk terjadinya
4. Kelemahan otot meningkatkan kekurangan gizi
yang digunakan intake 6. Makanan yang
untuk 4. Anjurkan pasien mengandung
menelan/mengunyah untuk serat tinggi
5. Luka inflamasi pada meningkatkan mencegah
rongga mulut protein dan konstipasi
6. Mudah merasa vitamin C 7. Agar kebutuhan
kenyang sesaat 5. Berikan nutrisi terpenuhi
setelah mengunyah substansi gula 8. Membantu
makanan 6. Yakinkan diet dalam
7. Dilaporkan atau yang dimakan memastikan
fakta adanya mengandung masalah untuk
kekurangan tinggi serat memenuhi
makanan untuk mencegah kebutuhan
konstipasi
8. Dilaporkan adanya 7. Berikan 9. Mengetahui
perubahan sensasi makanan yang adanya
rasa terpilih (sudah penurunan atau
9. Perasaan dikonsultasikan kenaikan berat
ketidakmampuan dengan ahli gizi) badan
untuk mengunyah 8. ajarkan pasien 10. Untuk
makanan bagaimana memudahkan
10. Miskonsepsi membuat pemenuhan
11. Kehilangan BB catatan makanan kebutuhan
dengan makanan harian nutrisi
cukup 9. Monitor jumlah 11. Mengetahui
12. Keengganan untuk nutrisi dan kekurangn
makan kandungan nutrisi pasien
13. Kram pada abdomen kalori
14. Tonus otot jelek 10. Berikan
15. Nyeri abdominal informasi
dengan atau tanpa tentang
patologi kebutuhan
16. Kurang berminat nutrisi
terhadap makanan 11. Kaji
17. Pembuluh darah kemampuan
kapiler mulai rapuh pasien untuk
18. Diare dan atau mendapatkan
steatorrhea nutrisi yang
19. Kehilangan rambut dibutuhkan
yang Cukup banyak
(rontok)
20. suara usus hiperaktif
21. kurangnya informasi
misinformasi
factor-faktor Yang
berhubungan :
ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan
dengan faktor biologis
psikologis atau
ekonomi
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan/ Tujuan Kriteria Intervensi dan Rasional
Masalah Kolaborasi Hasil
Gangguan Pertukaran NOC: NIC: 1. Mengetahui apakah
gas ➢ Respiratory status: Airway ada gangguan
Gas exchange management dalam bernafas.
Batasan karakteristik : ➢ Respiratory status: 1. Buka jalan 2. Mempertahankan
1. angguan Ventilation Vital nafas, guanakan jalan napas tetap
penglihatan Sign status teknik chin lift adekuat.
2. Penurunan CO2 atau jawthrust 3. Mengetahui apakah
3. Takikardi Setelah dilakukan bila perlu ada gangguan
4. Hiperkapnia tindakan keperawatan 2. Posisikan pasien dalam bernafas.
5. Keletihan selama ….. gangguan untuk 4. Berguna dalam
6. Somnolen pertukaran gas pasien memaksimalkan mendefinisikan
7. Iritabilitas teratasi dengan kriteria ventilasi derajat masalah
8. Hypoxya hasil: 3. identifikasi 5. Membantu
9. Kebingungan 1. mendemonstrasikan pasien perlunya mengencerkan
10. Dyspnea peningkatan pemasangan alat sputum
11. nasal faring ventilasi dan jalan nafas 6. Mempertahankan
12. AGD Normal oksigenasi yang buatan jalan napas tetap
13. Sianosis adekuat 4. Pasang mayo paten.
14. Warna kulit 2. Memelihara bila perlu 7. Memantau tidak ada
abnormal (pucat kebersihan paru 5. lakukan suara napas
Kehitaman): paru dan bebas dari fisioterapi dada tambahan yang
15. Hipoksemia tanda tanda distress jika perlu menyebabkan
16. Hiperkarbia pernafasan 6. keluarkan sekret masalah pada jalan
17. sakit kepala ketika 3. mendemonstrasikan dengan batuk napas
bangun batuk efektif dan atau suction 8. Mempertahankan
18. frekuensi dan suara nafas yang 7. auskultasi suara jalan napas tetap
kedalaman nafas bersih tidak ada nafas catat paten.
abnormal sianosis dan adanya suara 9. Membantu
dyspneu tambahan pasien agar
Faktor factor yang 4. tanda tanda vital 8. lakukan suction tidak susah saat
berhubungan: dalam rentang pada mayo bernapas.
1. normal 9. Berikan 10. Memantau agar
ketidakseimbangan bronkodilator pasien tidak
perfusi ventilasi bial perlu terjadi sesak,
2. perubahan 10. Atur intake dan jika sesak
membrane kapiler- untuk cairan segera berikan
alveolar mengoptimalkan terapi O2.
keseimbangan
11. Monitor
respirasi dan
status O2
Daftar Pustaka

Cecily & Sowden (2015). Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Dinkes Provinsi NTT. (2016). Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Kementrian Kesehatan (2015).
NANDA. 2021. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2021-2023.
Edisi12.Jakarta: EGC, 2021.
Nelson, (2015), Ilmu Ksesehatan Anak Esensial, Ed 6, Jakarta: Elsevier
Nelson, (2018), Esensi Pediatri, Ed 4, Jakarta: EGC.
Nursing Outcomes Classification (NOC) 2018. 6th Indonesian edition, by Sue
Moorhead, Elizabeth Swanson, Marion Johnson, Meridean L. Maas O
Copyright 2018 Elsevier Singapore Pte Ltd.
Nursing Interventions Classification (NIC) 2018. 7th Indonesian edition, by Howard
Butcher, Gloria Bulechek sat Joanne Dochterman and Cheryl Wagner O
Copyright 2018 Elsevier Singapore Pte.Ltd.
Sudarti & Fauziah. (2017). Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Cetakan I. Yogyakarta: Nuha medika.
Surasmi,Asrining.2010.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC.
Suriadi dan Yuliani, R. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV
Agung Seto.
Rahardjo dan Marmi,2017, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah. Jakarta :
Pustaka Belajar.
Wong, (2018), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai