Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN MENINGOENCHEPALITIS

DI RUANGAN PICU UPT. RSUD UNDATA PALU

OLEH :

RINA
NIM 2021032086

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns Susianti. S.Kep Ns. Yuhana Damantalm, M.Erg


Nip. 197911242000092002 NIK.20110901019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis) (Nelson, 2010). Encephalitis adalah infeksi virus pada otak
(Elizabeth, 2009). Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan
jaringan otak.

2. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia,
pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis
tuberculosis (Ducomble,2013). Di Indonesia, Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab
kematian pada semua umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria.
Meningitis/Ensefalitis merupakan penyakit menular pada semua umur dengan proporsi
3,2%. Sedangkan proporsi Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab kematian bayi
pada umur 29 hari-11 bulan dengan urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%) dan
pneumoni (23,8%). Proporsi Meningitis/Ensefalitis penyebab kematian pada umur 1-4
tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans Entero Colitis
(NEC) yaitu (10,7%) (Depkes RI, 2008).

3. Penyebab
a Infeksi virus:
- Dari orang ke orang: morbili, gondong, rubella, kelompok enterovirus, kelompok
herpes, kelompok pox, influenza A dan B (David, 2008).
- Lewat arthropoda : Eastern equine, Western equine, Dengue, Colorado tick fever
(Muttaqin, 2008).
b Infeksi non virus:
- Bakterial: meningitis tuberkulosa dan bakterial sering mempunyai komponen
ensefalitis.
- Spirocheta: sifilis, leptospirosis.
- Jamur: kriptococus, histoplasmosis, aspergilosis, mukomikosis, kandidosis,
koksidiodomikosis.
- Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasma.
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus
- E. Colli
- Mycobacterium
- T.palladium (Muttaqin,2008)
c Pasca infeksi
- Campak
- Rubella
- Varisela
- Virus Pox
- Vacinia (David, 2008)

4. Patofisiologi
a. Anatomi fisiologi

Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20 % curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan
sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa (Prince,Wilson, 2006).

Gambar Anatomi selaput otak (Prince, Wilson, 2006)


Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi
struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1) Durameter
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter
terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan
tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma
sella.

2) Arakhnoid
Arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut
ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada
ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem
otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
2) Piameter
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini
melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara
arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini
berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum
tulang belakang (Prince,Wilson, 2006).
Pada umum virus masuk sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus
pemasukan pada membran mukosa oleh campak, rubella, VVZ, atau HSV :
atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Di
tempat tersebut mulai terjadi, multiplikasi dan masuk aliran darah
menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada
sakit demam, sistemik, tapi jika terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada
organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi
disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis, HSV-1 mungkin mencapai
otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan penghancuran
jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan/atau oleh reaksi hospes
terhadap antigen virus, kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi
virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes yang hebat
mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler
(Nelson, 2010).
5. Patway
Penyebab (virus, toksik, racun)

Masuk melalui kulit, sel nafas, sel cerna

Infeksi yang menyebar Infeksi yang menyebar


melalui darah melalui system saraf

Peradangan susunan
saraf pusat Ggn Tumbang

Peningkatan TIK

Perubahan Ggn Disfungsi Nyeri kepala


perfusi hipotalamus
pertukaran
jaringan
gas Ggn rasa
Hipermetabolik
nyaman nyeri

Mual muntah
Ggn Ggn perfusi
transmisi jaringan Ggn cairan Peningkatan
Impuls cerebral dan elektrolit suhu tubuh

Kejang

Kelemahan Ggn mobilitas


neurologis
fisik
6. Klasifisikasi
a. Meningitis Serosa (Meningitis Tuberculosis Generalisata). Meningitis
serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai
cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai
adalah kuman Tuberculosis dan virus.
b. Meningitis Purulenta. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering
terjadi.
7. Gejala Klinis
Manifestasi klinis yang nampak pada pasien dengan kasus meningoensefalitis,
yaitu :
a. Peningkatan tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, penurunan
kesadaran, dan muntah.
b. Demam akibat infeksi (respon nyeri terhadap cahaya).
c. Kaku kuduk.
d. Kejang dan gerakan abnormal (Elizabeth, 2009).

8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien
meningitis biasanya bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.
b. Tanda- Tanda Vital
- TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau
meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N =
90- 140 mmHg).
- Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
- Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i).
- Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C).
Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b. Mata Nerfus II, III, IV, VI :Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Nerfus V
: Refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
c. Hidung Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman
d. Telinga Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya
tuli konduktif dan tuli persepsi.
e. Mulut Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
f. Leher Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis. Palpasi :
Biasanya teraba distensi vena jugularis. Nerfus IX dan X : Biasanya pada
pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik Nerfus XI : Biasanya
pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk.
g. Dada
- Paru I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola
nafas Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan
sama P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba A : Biasanya
pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan meningitis tuberkulosa.
- Jantung I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba Pa :
Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial midklavikula
sinistra RIC IV. P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi
jantung II RIC 4-5 midklavikula. A : Biasanya jantung murni, tidak ada
mur-mur.
h. Ekstremitas Biasnya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri
pada sendi-sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki). Klien sering
mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum
sehingga menggangu ADL.
i. Rasangan Meningeal
- Kaku kuduk Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan
karena adanya spasme otot-otot .Fleksi menyebabkan nyeri berat.
- Tanda kernig positif Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan
sempurna.
- Tanda Brudzinski Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan,
terjadi fleksi lutut dan pingul: jika dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada
sisi ekstermitas yang berlawanan.
- Pola Kehidupan Sehari-hari
o Aktivitas / istirahat Biasanya pasien mengeluh mengalami
peningkatan suhu tubuh
o Eliminasi Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
o Makanan / cairan Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu
makan, selalu mual dan muntah disebabkan peningkatan asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis menurun
karena anoreksia dan adanya kejang.
o Hygiene Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri karena penurunan kekuatan otot.

9. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
c. Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi
infeksi nonenterovirus.
d. Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).
e. Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan sensitivitas
mikroorganisme.
f. Pemeriksaan laboratorium.
g. CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat
pembengkakan dan tempat nekrosis.
h. Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi
(Elizabeth, 2009).
i. Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.
j. Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
k. Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
l. Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum
(Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda, 2009).
10. Diagnosis/kriteria diagnosis
a. Pemeriksaan laboratorium darah rutin, serologi, PCR
Pada pemeriksaan darah, MB disertai dengan peningkatan leukosit dan
penanda inflamasi, dan kadang disertai hipokalsemia, hiponatremia, serta
gangguan fungsi ginjal dengan asidosis metabolik. Pemeriksaan polymerase
chain reaction (PCR) bersifat sensitif terhadap Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitides (Meisadona,2015).
b. Lumbal pungsi Analisi LCS, kultur LCS
Tekanan pembukaan saat pungsi lumbalberkisar antara 20-50
cmH2O.Pencitraan otak harus dilakukan secepatnya untuk mengeksklusi lesi
massa, hidrosefalus, atau edema serebri yang merupakan kontraindikasi
relatif pungsi lumbal. Jika pencitraan tidak dapat dilakukan, pungsi lumbal
harus dihindari pada pasien dengan gangguan kesadaran, keadaan
immunocompromised (AIDS, terapi imunosupresan, pasca-transplantasi),
riwayat penyakit sistem saraf pusat (lesi massa, stroke, infeksi fokal), defisit
neurologik fokal, bangkitan awitan baru, atau papil edema yang
memperlihatkan tanda-tanda ancaman herniasi (Meisadona, 2015).
Kontraindikasi relatife lumbal pungsi antara lain: (Johnson, 2016)
- Kemungkinan adanya peningkatan tekanan intracranial
- Trombositopenia atau diatesis perdarahan lainnya (termasuk terapi
antikoagulan yang sedang berlangsung)
- Diduga abses epidural spinal
Perbandingan karakteristik LCS pada meningitis yang berbeda (Meisadona,
2015).
- Pemeriksaan radiologi :
- Foto polos untuk mengetahui fokus atau sumber infeksi (ex : paru,
mastoiditis, nasalis, periodontal,dll).
- CT-Scan dengan kontras untuk melihat ada atau tidaknya fokus lesi
fokal pada otak. CT-Scan perlu dilakukan untuk mengeksklusikan
kontraindikasi relatif fungsi lumbal.
- MRI Menentukan ada atau tidaknya abnormalitas dan fokus lesi pada
tahap awal.
- Pemeriksaan EEG Diindikasikan pada pasien yang mengalami kejang.

11. Theraphy/tindakan penanganan


Penatalaksanaan pada pasien dengan meningoensefalitis yaitu :
a. Antibiotik
b. Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.
c. Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesik
d. Asetamenofen dianjurkan untuk demam
e. Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah
f. Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti (Nelson, 2010).
Sedangkan menurut Linda (2009), penatalaksanaan pada kasus
meningoensefalitis yaitu anak ditempatkan dalam ruang isolasi
pernapasan sedikitnya selama 24 jam setelah mendapatkan terapi
antibiotic IV yang sensitif terhadap organisme penyebab, steroid dapat
diberikan sebagai tambahan untuk mengurangi proses inflamasi, terapi
hidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
elektrolit dan memberikan hidrasi. Dalam pemberian cairan ini perlu
dilakukan pengkajian yang sering utuk memantau volume cairan yang
diinfuskan untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan, seperti edema
serebri. Pengobatan kemudian ditujukan untuk mengidentifikasi dan
mengatasi komplikasi dari proses penyakit.

12. Komplikasi
Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi,
gangguan jiwa, buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III,
N.IV, N.VI, hemiparesis. Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi
subdural, abses otak, hidrosefalus, paralisis serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli,
renjatan septik.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat
memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin,
2008).
a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, prkerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya
demam, sakit kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan
tingkat kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian RKS yang mendukung keluhan
utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai
kelemahan fisik pasien secara PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu Pengkajianpenyakit yang pernah dialami
pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernah kah pasien mengalami infeksi jalan
nafas bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis
lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit TB paru
perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk
produktif dan pernah mengalami pengobatan obat anti tuberkulosa yang
sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya
apakah ada di dalam keluarga yang pernah mengalami penyakit
keturunan yang dapat memacu terjadinya meningitis.

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien
meningitis biasanya bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa
2) Tanda- Tanda Vital
- TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau
meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK
( N = 90- 140 mmHg).
- Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
- Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan
lebih meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i)
- Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C).
3) Pemeriksaan Head To Toe
- Kepala Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
- Mata Nerfus II, III, IV, VI :Kadang reaksi pupil pada pasien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
- Hidung Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman
- Telinga Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis
adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
- Mulut Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
- Leher Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis. Palpasi :
Biasanya teraba distensi vena jugularis. Nerfus IX dan X : Biasanya
pada pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik Nerfus XI :
Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk
- Dada 1) Paru I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat
perubahan pola nafas Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus
kiri dan kanan sama P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan meningitis tuberkulosa. 2) Jantung I : Biasanya
pada pasien meningitis ictus tidak teraba Pa : Biasanya pada pasien
meningitis ictus teraba 1 jari medial midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II
RIC 4-5 midklavikula. A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-
mur.
- Ekstremitas Biasanya pada pasien meningitis adanya bengkak dan
nyeri pada sendi-sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki).Klien
sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum sehingga menggangu ADL.
- Rasangan Meningeal a) Kaku kuduk Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot .Fleksi
menyebabkan nyeri berat. b) Tanda kernig positif Ketika pasien
dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen,
kaki tidak dapat diekstensikan sempurna. c) Tanda Brudzinski Tanda
ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan
pingul: jika dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstermitas yang
berlawanan. d) Pola Kehidupan Sehari-hari 1) Aktivitas / istirahat
Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh 2)
Eliminasi Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi
dan penurunan curah jantung ke ginjal. 3) Makanan / cairan Pasien
menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah
disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada
pasien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. 4)
Hygiene Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri karena penurunan kekuatan otot.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral/ penyumbatan aliran
darah.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan dan
mengabsorbsi zat – zat gizi.
c. Nyeri akut b.d proses infeksi.
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular (Muttaqin, 2008).
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Gangguan perfusi Tujuan & kriteia hasil: Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
jaringan cerebral b.d 1. Circulationstatus (Monitor tekanan intrakranial)
edema serebral/ 2. Tissue Prefusion :cerebral 1. Berikan informasi kepada keluarga
penyumbatan aliran Kriteria Hasil : 2. Set alarm
darah. 1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang 3. Monitor tekanan perfusi serebral
ditandai dengan : tekanan systole dan diastole 4. Catat respon pasien terhadap stimuli
dalam rentang yang diharapkan 5. Monitor tekanan intrakranial pasien dan
2. Tidak ada ortostatik hipertensi respon neurology terhadap aktivitas
3. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan 6. Monitor jumlah drainage cairan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) serebrospinal
4. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif 7. Monitor intake dan output cairan
yang ditandai dengan: 8. Restrain pasien jika perlu
a. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai 9. Monitor suhu dan angka WBC
dengan kemampuan 10. Kolaborasi pemberian antibiotic
b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan 11. Posisikan pasien pada posisi semifowler
orientasi 12. Minimalkan stimuli dari lingkungan
c. Memproses informasi Peripheral Sensation Management (Manajemen
d. Membuat keputusan dengan benar sensasi perifer)
e. Menunjukkan fungsi sensori motori 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
cranial yang utuh: tingkat kesadaran peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
membaik, tidak ada gerakan gerakan 2. Monitor adanya paretese
involunter. 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit jika ada lsi atau laserasi
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan
sensasi
2 Ketidakseimbangan Tujuan & Kriteria Hasil : Nutrition Management
nutrisi kurang dari 1. Nutritional status: food and fluid intake 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh 2. Nuritional status: nutrien intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
berhubungan dengan 3. Weight control menentukan jumlah kalori dan nutrisi
ketidakmampuan Kriteria Hasil: yang dibutuhkan pasien.
pemasukan atau 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
mencerna makanan dan dengan tujuan Fe
mengabsorbsi zat-zat 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
gizi. 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi dan vitamin C
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi 5. Berikan substansi gula
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
dari menelan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
3. Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
4. Monitor lingkungan selama makan
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
6. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor makanan kesukaan
9. Monitor kalori dan intake nuntrisi
10.Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
3 Nyeri akut b.d proses Tujuan & Kriteria Hasil Pain Management
infeksi. 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
2. Pain control, komprehensif termasuk lokasi,
3. Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil : dan faktor presipitasi.
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri, mampu menggunakan tehnik ketidaknyamanan.
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
mencari bantuan) untuk mengetahui pengalaman nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan pasien.
menggunakan manajemen nyeri 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda nyeri) 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektifan
berkurang kontrol nyeri masa lampau
5. Tanda vital dalam rentang normal 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10.Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11.Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12.Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13.Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14.Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15.Tingkatkan istirahat
16.Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17.Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri Analgesic
Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)
4 Kerusakan mobilitas Tujun & Kriteria Hasil: Exercise therapy : ambulation
fisik b.d kerusakan 1) Joint Movement : Active 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah
neuromuskular. 2) Mobility Level latihan dan lihat respon pasien saat
3) Self care : ADLs latihan.
4) Transfer performance 2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
Kriteria Hasil : rencana ambulasi sesuai dengan
1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik kebutuhan
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat
3) Memverbalisasikan perasaan dalam saat berjalan dan cegah terhadap cedera
meningkatkan kekuatan dan kemampuan 4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
berpindah tentang teknik ambulasi
4) Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk 5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
mobilisasi (walker) 6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7) Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8) Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi
5. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan RI 2008, Riset kesehatan dasar 2007, laporan nasional

2007, Jakarta

Ducomble, T, Tolksdorf, K, Karagiannis, I, et al. 2013, ‘The burden of

extrapulmonary and meningitis tuberculosis: an investigation of national

surveillance data, Germany 2002 to 2009’, Euro Surveill, hlm. 1-7.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya

Media.

Johnson, KS, Sexton DJ 2016, ‘Lumbar puncture: technique, indications,

contraindications, and complications in adults’, Wolter Kluwer Up To Date.

Meisadona, G, Soberoto, AD, Estiasari, R 2015, ‘Diagnosis dan tatalaksana

meningitis bakterialis’, CDK-224, vol. 42, no. 1, hlmMuttagin 2008, Asuhan

keperawatan klien dengan gangguan system persarafan, Salemba Medika,

Jakarta.

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 1.

Jakarta : EGC, 2010.

https://www.academia.edu/35886853/LP_Meningoensefalitis_docx.2018

Anda mungkin juga menyukai