ASKEP MENINGITIS
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir.
Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (Volunter)
involunter melibatkan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari
sisteSistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem
saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula
spinalis sedangkan sistem saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang
Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari
tubuh untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh
dalam mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan
refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak
selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf
pusat impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon) kembali melalum
saraf somatis adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah
Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori
Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.
Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (Efferent Motorik Pathway) ke
organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. (Depkes : 1995)
2. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian sampai pada
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada araknoid
dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi
Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi
dll.
(CSS) disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak
dan medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan
dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla
spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan
2. PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung
selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus
dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan
sistem ventrikulus.
hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke 2 sel-sel
plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung
masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan,
atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens,
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan
kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat
(Harsono : 1996)
Perkontuinitatum
yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi
Hyperemia Meningens
Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan
tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila
eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan
cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk
kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran
Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan,
kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya
disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan
penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan
Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan
fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan
orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa
hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena
septicemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai
pada penderita. Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan
bertambah hebat bila kepala digerakkan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses
radang pembuluh darah. Meningeal, tetapi juga dapat disebabkan oleh peningkatan
tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan hiperestesi, suhu badan makin meningkat,
4. Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang umum.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah,
diare, tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda
dan gejala demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah
terstimulasi, foto fobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda
PENYEBAB
streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh karena
luka / pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)
gondhii, Ricketsia.
Manifestasi Klinis
Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah
pemeriksaan terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu
badan naik turun, kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering
Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-saraf ini.
Yang sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal,
Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap
Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada
2. Cairan Otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa
diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto data
- Foto kepala
Penatalaksanaan
a. Medis
2 Bulan Pertama :
Mencegah perlekatan
. Indikasi
Kesadaran menurun
. Dosis
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3
Meningitis Purulenta
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, dan
kesadaran menurun.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap
darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di
keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup
3. Pemeriksaan Radiologis
- Foto dada.
Penatalaksanaan
suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil
Kombinasi Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr, Intravena dalam dosis terbagi 4 x /
hari.
Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg, Sulfametoksazol 400 mg Intravena.
meningitis. Diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan CSS melalui fungsi lumbal.
Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal,apalagi yang berlangsung beberapa hari
atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang
tidak diketahui sebabnya, harus dilakukan fungsi lumbal. Kadang-kadang pada fungsi
lumbal pertama tidak didapatkan derita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan
merupakan faktor resiko untuk terjadi meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini
mutlak dilakukan.
descrebrasi, reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi melalui sisterna makna. Cara
ini untuk menghindarkan terjadinya dekompresi dibawah foramen maknum dan herniasi
tonsila cerebellum. Bila tekanan permukaan CSS di atas 200 mmH2O, sebaiknya
diberikan manitol 0,25 -0,50 mg/kg BB secara bolus segera sesudah fungsi lumbal untuk
menghindari herniasi otak. Jumlah CSS yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan.
Pada umumnya tekanan CSS 200-500 mmH2O dan CSS tampak kabur, keruh dan
purulen.
Jumlah sel berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai
100000/mm3 , dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000/mm 3 , maka
- Tekanan meningkat
- Protein meningkat
- Glukosa menurun
- None (+)
- Pandi (+).
b. Pemeriksaan Tambahan
- Kultur darah
(Meningitis). Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan
MEDIS
1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya
dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan
antibiotic dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan selama 10 14 hari atau sekurang-
kurangnya 7 hari setelah demam bebas. Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental.
meningkat lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat pemberian
cairan parental atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi dapat disebabkan
oleh pemberian antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang tidak cukup atau telah terjadi
meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus
jam intravena. Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg dalam 24 jam
selama kurang lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk memberantas Escheria coli,
2. MANAJEMEN TERAPI
1). Isolasi
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
darah putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa
jenis bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab
infeksi.
MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel; hematom daerah
EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis)
Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi
kranial.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
Status mental
a. Pemeriksaan orientasi
Tempat tinggal
Tempat lahir
Alamat sekolah
Tanggal berapa
Jam berapa
Bulan berapa
Tahun berapa
Klien diperlihatkan sendok, garpu dan bolpoint selama kurang lebih 1 detik
100-7:
93-7 :
86-7 :
79-7 :
72-7 :
4. Fungsi bahasa
Perlihatkan orang coba penghapus dan penggaris, Tanya nama benda tersebut
Minta orang coba untuk mengatakan jika tidak atau andai tetapi
Minta orang coba untuk mengambil penggaris dari baki, diketukkan 3 kali di baki, serahkan
ke temannya
Perlihatkan kertas perintah pada orang coba.
Tingkat kesadaran
1. Alert
Klien dapat merespon dengan tepat terhadap stimulus audio, tactil, visual
Orientasi (orang, tempat,waktu) baik.
2. Lethargi
Sering tidur/ngantuk
Respon tepat.
3. Obtuned
Klien akan bangun diranhsang suara lebih keras atau menepuk dadanya
Respon tepat.
4. Stuport
Withdrawl refleks.
5. Comatase
1. Respon Buka Mata, lakukanlah dengan cara memeriksa respon buka mata dengan urutan :
2. Respon Motorik, lakukan dengan cara memerintah orang coba untuk mengangkat tangan
dengan urutan :
Bila tidak mengerti perintah, cubit salah satu bagian tangan, tangan tersebut menghindar
Pengkajian bicara
Kaji cara pengucapan, kemampuan baca. Beri pertanyaan yang sederhana yang
memerlukan jawaban lebih dari satu kata. Kemudian minta klien untuk membaca.
lancar,spontan,jelas. Sesuaikan dengan usia dan pendidikan klien. (Suradi Efendi : 2005
Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan infeksi susunan
Kemungkinan penyebab :
- Proses peradangan
1. Isolasi klien
2. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan klien baik
3. Hindarkan klien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas maupun pengunjung
5. Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur ataupun panas tubuh yang
menetap.
7. Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan klien untuk nafas dalam
Tindakan Kolaboratif
a. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian antibiotik baik secara IV maupun Intra
thecal
Kemungkinan penyebab :
- Hypovolemia
- Udema serebral
- Kesadaran baik
Intervensi Keperawatan
- Klien bed rest dengan posisi terlentang atau posisi elevasi 15 450 sesuai indikasi.
-
Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam (waspada terhadap terjadinya peningkatan sistolik,
mukosa
-
Bantu klien menghindari batuk, muntah dan obstipasi. Anjurkan klien untuk merubah-
rubah posisinya
-
Ciptakan kenyamanan dengan melakukan massage pada punggung, lingkungan yang
terlalu lama.
Tindakan Kolaboratif
a. Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena baik elektrolit atau cairan hipertonis.
Kemingkinan penyebab :
- Rangsangan kejang
Tindakan Kolaboratif
Kemungkinan penyebab :
- Sirkulasi toxin
Intervensi
- Gunakan penghangat di daerah leher dan punggung, bisa berupa balsem atau handuk
yang dihangatkan.
Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi pemberian analgesik seperti codein.
Kemungkinan penyebab :
- Kerusakan neuromuskular
- Nyeri / discomfort
- Bed rest
Intervensi
- Letakkan klien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien kooperatif
- Latih pasien untuk melakukan pergerakan (ROM) aktif / pasif untuk semua aktifitas
- Evaluasi penggunaan alat-alat bantu selama paralise misalnya posisi foot board
- Kaji kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan untuk berdiri
serta gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang menonjol
- Kaji kemungkinan sirkulasi darah yang tidak adekuat seperti perubahan warna kulit,
- Observasi keadaan integritas kulit dan lakukan massage untuk melancarkan sirkulasi
darah
intensif
- Dorong pasien untuk melakukan aktifitas dan beri pujian bila ia dapat melakukannya
dengan baik.
Tindakan Kolaboratif
b. Kaji kemungkinan pemasangan alat elektrik untuk stimulasi sesuai dengan indikasi
c. Beri obat-obatan anti spasmodik dan perangsang otot sesuai dengan program
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Hipotonia.
IRKULASI
anda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat
vasomotor).
Takikardia, disritmia (pada fase akut), seperti disritmia sinus (pada meningitis).
LIMINASI
MAKANAN / CAIRAN
HYGIENE
periode akut).
EUROSENSORI
berat).
Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi
Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
kebisingan.
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala
Mata (ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya (peningkatan
Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah): perubahan pada fungsi
Tanda Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi
Refleks abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik hilarg pada laki-laki
(meningitis).
YERI / KENYAMANAN
diperburuk oleh ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada gerakan okular,
mengaduh / mengeluh.
ERNAPASAN
EAMANAN
ejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain, meliputi:
mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi
lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.
Imunisasi yang baru saja berlangsung; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak,
terbawa.
Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau paresis.
Gangguan sensasi.
ENYULUHAN / PEMBELAJARAN
encana pemulangan :
Mungkin membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan diri dan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP,
(PENYEBARAN)
i: Diseminata hematogen dari patogen.
Stasis cairan tubuh.
Penekanan respons inflamasi (akibat-obat).
Pemajanan orang lain terhadap patogen.
an oleh : (tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda
dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual).
APKAN / Mencapai masa penyembuhan tepat waktu,
I tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan orang lain.
Ataksia, vertigo.
PASIEN AKAN :
kuatan / ketahanan.
Nyeri / ketidaknyamanan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli
psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang
wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak
mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami
gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak
mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal
otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua
oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita
Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan
mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi /
100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian
keempat atau kelima
B. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu menjelaskan:
1. Definisi Alzeimer
2. Etiologi Alzeimer
3. Patofiosiologi Alzeimer
4. Tanda dan Gejala Anemia Alzeimer
5. Pemeriksaan Penunjang Alzeimer
6. Penatalaksanaan Medis dan Asuhan Keperawatan Alzeimer
C. Sistematika Penulisan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN ALZEIMER
A. Definisi
Penyakit Alzheimer atau Senile Dementia of the Alzheimer Type (SDAT) merupakan
gangguan fungsi kognitif yang onsetnya lambat dan gradual, degenerative, sifatnya
progresif dan permanen. Awalnya pasien akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan
secara perlahan-lahan akan mengalami gangguan fungsi mental yang berat.
Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1907 oleh ahli Psikiatri
Jerman yaitu Alois Alzheimer. Dia menemukan penyakit ini setelah mengobservasi
seorang wanita yang bernama Auguste D (51 tahun) dari tahun 1901 sampai wanita ini
meninggal pada tahun 1906. Wanita tersebut mengalami gangguan intelektual dan
memori tetapi tidak mengalami gangguan anggota gerak, koordinasi dan reflek.
Pada autopsi tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetri, dan secara
mikroskopik tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan
degenerasinerofibrillary. Lima tahun selanjutnya sebelas kasus yang sama dilaporkan
kembali sehingga ditetapkanlah nama penyakit tersebut sebagai penyakit Alzheimer.
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi,
adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non
spesifik.
Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
D. Patofisiologi (WOC)
Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya Neurofibrillary
Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang sebagian besar mengenai
daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial dari lobus temporal.Meskipun
adanya NFTs dan plak senilis merupakan karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah
suatu patognomonik. Sebab, dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit
neurodegeneratif lainnya yang berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit
supranuklear palsy yang progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan
normal.
Distribusi NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati
topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang rendah dan
terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses penuaan yang normal. Tapi
bila terdapat di daerah medial lobus temporal, meski hanya dalam jumlah yang kecil
sudah merupakan suatu keadaaan yang abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga
masih terdapat lesi lain yang dapat dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam
gangguan kognitif dan memori, meliputi :
(1) Degenerasi granulovakuolar Shimkowich
(2) Benang-benang neuropil Braak , serta
(3) Degenerasi neuronal dan sinaptik.
Berdasarkan formulasi di atas, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang mendasari
penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-bagian korteks akibat
hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang berfungsi sebagai penghubung
bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik
terhadap sel-sel neuron terutrama pada daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis.
Hilangnya neuron-neuron yang bersifat kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya
kadar neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang
melebar dan terdapat peluasan ventrikel-ventrikel serebral.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Dalam pemeriksaan diagnostic pada klien dengan penyakit Alzheimer yakni pemeriksaan
neuropatologi dan neuropsikologik.
1. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000
gr (850-1250gr).Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer,
sistem somatosensorik tetap utuh (Jerins 1937).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi
protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini juga terdapat pada neokorteks,
hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak.
NFT selain didapatkan pada penyakit alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down
syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT
berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amloid
prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile
plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis,
dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks
visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987)
mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua
gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik
untuk penderita penyakit alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer
sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron
piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,
nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra.
Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe
dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis.
Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi
pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit
alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus.
Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP,
perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus
cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi
pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson.
Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif
umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga
bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang
berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostik yang penting karena:
a. Adanya defisit kognisi yang berhubungan dgndemensia awal yang dapat diketahui
bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif memungkinkan untuk
membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan defisit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri.
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh
demensia karena berbagai penyebab. The Consortium to establish a Registry for
Alzheimer Disease (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian
neuropsikologis dengan mempergunakan alat batrey yang bermanifestasi
gangguan fungsi kognitif, dimana pemeriksaannya terdiri dari :
F. Penatalaksanaan
Penyakit Alzheimer tidak dapat diobati sehingga penanganan yang dapat diberikan adalah
penanganan yang sifatnya simptomatis. Yaitu dengan cara memelihara fungsi mental
pasien, menangani behavioral symptoms, dan memperlambat progresivitas penyakit.
Ada tiga bentuk penangan yang dapat diberikan kepada pasien Alzheimer, yaitu :
1. Pharmaceutical
Ada beberapa obat yang dapat memelihara kemampuan berpikir, kemampuan berbicara
dan ingatan pasien Alzheimer. Obat-obat tersebut yaitu :
a. Tacrine.
Obat ini efektif dalam meningkatkan kemampuan mengingat pasien, tetapi obat ini
hanya dapat diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek
samping yang ditimbulkan berupa mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan
pencernaan, ruam-ruam pada kulit. Selain itu, obat ini juga bersifat hepatotoxicity karena
dapat meningkatkan enzim hati (alanine aminotransferase atau ALT). Oleh karena itu,
obat ini jarang digunakan karena harus melakukan tes darah setiap minggu untuk
memonitor kadar ALT.
b. Donepezil (Aricept).
Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek
samping obat ini lebih sedikit daripada tacrine. Obat ini tidak menimbulkan peningkatan
kadar ALT dan efek samping terhadap perut juga sedikit.
c. Rivastigmine (Exelon).
Obat ini dapat membantu meningkatkan aktifitas pasien seperti makan sendiri,
memakai baju sendiri, mengurangi behavioral symptoms(delusi dan agitasi), dan
meningkatkan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, dan berbicara). Rivastigmine
(Exelon). Obat ini dapat membantu meningkatkan aktifitas pasien seperti makan sendiri,
memakai baju sendiri, mengurangi behavioral symptoms (delusi dan agitasi), dan
meningkatkan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, dan berbicara).
d. Galantamine (Reminyl).
Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat ringan sampai sedang. Efek
samping obat ini juga sedikit.
e. Memantine (Namenda).
Obat ini diberikan pada pasien Alzheimer derajat berat. Obat ini melindungi neuron
dari peningkatan jumlah glutamate. Efek samping yang ditimbulkan adalah neurotoxic.
Kadang-kadang obat ini dikombinasikan dengan donepezil.
Selain pemberian obat, terapi penggantian estrogen pada pasien wanita postmenopause
juga dapat mengurangi risiko menurunnya fungsi kognitif. Pemberian pengobatan
alternatif seperti ginkgo biloba juga dapat memelihara fungsi kognitif.Pemberian
NSAIDs (nonsteroidal anti-inflammatory drug) dapat mengurangi risiko terkena penyakit
Alzheimer, tetapi obat ini kurang efektif untuk mencegah dan memperlambat
progresivitas penyakit Alzheimer.
Antioksidan seperti vitamin E dapat menghambat kerusakan oksidatif dan melindungi
otak dari radikal bebas. Antioksidan dapat menghambat efek toksik dari beta-
amyloid.Obat antidepresan, antipsikotik, dan sedatif dapat digunakan untuk
menangani behavioral symptoms seperti agitasi, agresi,wandering, dan penyakit tidur.
2. Psychosocial intervention
Terapi ini bertujuan agar penderita Alzheimer menjadi lebih mengenal, lebih siap
menghadapi penyakitnya, dan lebih dapat memanage dirinya sendiri.Intervensi
psikososial dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :
Pendekatan prilaku, yaitu dengan mengidentifikasi dan menurunkan masalah prilaku
pasien seperti mengompol dan wandering.
Pendekatan emosi, meliputi reminiscence therapy (bermanfaat untuk kognitif dan mood
pasien), validation therapy, supportive psychotherapy, sensory integration disebut
juga snoezelen, dansimulated presence therapy.
Pendekatan kognitif, yaitu dengan melatih kemampuan berpikir pasien, mengenal
lingkungan pasien, dan berusaha mengingatnya.
Pendekatan stimulasi orientasi, yaitu dengan terapi kesenian, terapi musik, terapi binatang
peliharaan, beraktifitas, dan rekreasi.
3. Caregiving
Caregiving diperlukan ketika pasien telah mengalami kesulitan dalam beraktifitas setiap
hari seperti sulit menelan dan bergerak. Hal ini bertujuan untuk mengurangi progresivitas
penyakit dan menghindari penyakit penyerta lainnya (malnutrisi dan infeksi).
1. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan
untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli
(merupakan factor predisposisi).
3. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap
lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek :
meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple,
perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk
melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) ,
duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak
bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali
kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.
4. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
5. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam
pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/
kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan
(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus
(tahap lanjut).
6. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,
kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah
untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau
lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan
menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
7. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau
kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil
keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku (diobservasi oleh orang
terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang
tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia
yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang
( merupakan akibat sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata-
kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan
substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak
terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan
keterampilan motorik halus ).
8. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor
predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan
sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
9. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal
dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
10. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan
A. B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan
berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
1. Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
2. Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
3. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
4. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
B. B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan
pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
C. B3 (Brain)
Kesimpulan
Penyakit Alzheimer atau Senile Dementia of the Alzheimer Type (SDAT) merupakan
gangguan fungsi kognitif yang onsetnya lambat dan gradual, degenerative, sifatnya
progresif dan permanen. Awalnya pasien akan mengalami gangguan fungsi kognitif dan
secara perlahan-lahan akan mengalami gangguan fungsi mental yang berat.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri,
trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi heriditer. Dasar
kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan
daya ingat secara progresif.
Penyakit Alzheimer dapat dimulai dengan hilangnya sedikit ingatan dan kebingungan,
tetapi pada akhirnya akan menyebabkan pelemahan mental yang tidak dapat diubah dan
menghancurkan kemampuan seseorang dalam mengingat, berpikir, belajar, dan
berimajinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.
Jakarta:EGC
Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan
Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=2002
1.Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis. (UPF, 1994)
2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa
pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau
embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang - cabangnya, yang
merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia
atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma
pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Haemorhagi serebral
1) Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawata n segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada
pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas deficit neurologik
yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
Klasifikasi Stroke
Menurut Satyanegara(1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
1) Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam.
2) Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi Defisit(RIND)
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari 24 jam dan
kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu).
3) In Evolutional atau Progressing Stroke merupakan Gejala gangguan neurologis yang
progresif dalam waktu enam jam atau lebih.
4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ) merupakan Gejala gangguan
neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya
progesifitas lanjut.
b. Stroke Haemorrhagi
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perda rahannya, yakni di rongga
subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak (intraserebral). Ada juga perdarahan yang
terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti: perdarahan subarakhnoid yang bocor
ke dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan
perdarahan otak spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.
Epidemiologi
Stroke dahulu dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi pada
siapa saja, dan sekali terjadi tidak ada lagi tindakan efektif yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya. Namun, data-data ilmiah terakhir secara meyakinkan telah membuktikan
hal yang sebaliknya. Selama dekade terakhir telah terjadi kemajuan besar dalam
pemahaman mengenai faktor risiko, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi stroke. Kita
sekarang mengetahui bahwa stroke dapat diperkirakan dan dapat dicegah pada hampir
85% orang. Juga terdapat terapi efektif yang dapat secara substansial memperbaiki hasil
akhir stroke. Pada kenyatannya, sekitar sepertiga pasien stroke sekarang dapat pulih
sempurna, dan proporsi ini dapat meningkat jika pasien selalu mendapat terapi darurat
dan rehabilitasi yang memadai(Feigin, 2006).Kata stroke sebenarnya merupakan istilah
Inggris yang berarti pukulan, tapi makna kedokterannya ternyata dikenal secara luas di
kalangan kedokteran Internasional. Stroke digunakan untuk menamakan sindrom
hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vaskuler yang bisa bangkit dalam beberapa
detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit yang menjadi penyebabnya. Di mana
daerah otak yang tidak berfungsi lagi, bisa disebabkan karena secara tiba-tiba tidak
menerima jatah darah lagi karena pembuluh darah yang memperdarahi daerah itu putus
atau tersumbat. Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak, secara berangsur-angsur
ataupun tiba-tiba namun berlangsung hanya sementara (Mardjono, 1989).Stroke
merupakan penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/defisit
neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak. Secara sederhana
stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan atau perdarahan, dengan gejala lemas/lumpuh sesaat, atau gejala berat sampai
hilangnya kesadaran, dan kematian. Stroke bisa berupa iskemik maupun perdarahan
(hemoragik)(Junaidi,2004).Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah melalui
proses aterosklerosis. Sedang pada stroke perdarahan (hemoragik) pembuluh darah pecah
menjadi tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di
otak dan merusaknya (Junaidi, 2006). Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinis
mengenai gangguan fungsi serebral secara fokal ataupun global, yang berkembang
dengan cepat, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, atau mengarah
ke kematian tanpa penyebab yang kelihatan, selain tanda-tanda yang berkenaan dengan
aliran darah di otak.Menurut Junaidi, stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak
akut, fokal maupun global, akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan
ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau berakibat kematian
Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan patologik pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata,
cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar
mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan darah yang abrupt
atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya
pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik .
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).
1. Manifestasi Klinis Stroke
Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:
a. Defisit Lapang Penglihatan
1 Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilanga n, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
2 Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
3 Diplopia
Penglihatan ganda.
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
2. Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak
Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3. Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
4. Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
c. Defisit Verbal
1. Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu
bicara dalam respon kata tunggal.
2. Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara tetapi tidak
masuk akal.
3. Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
4. Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
5. Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi
2. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131):
2) Infark miokard
3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
* CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
* MRI untuk menunjukkan area yang mengalami infark,hemoragik.
* Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
* Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
* fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak
mengandung darah atau jernih.
* Pemeriksaan darah rutin
* Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
* Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
4. Pencegahan
Pencegahan stroke yang efektif dengan cara menghindari faktor resikonya,banyak faktor
resiko stroke yang bisa di modifikasi.
Sebagian dari pencegahan stroke caranya :
Kontrol tekanan darah. hipertensi merupakan penyebab serangan stroke.
Kurangi atau hentikan merokok. Karena nikotin dapat menempel di pembuluh
darah dan menjadi plak, jika plaknya menumpuk bisa menyumbat pembuluh
darah.
Olahraga teratur. Olahraga teratur bisa meningkatkan ketahanan jantung dan
menurunkan berat badan
Perbanyak makan sayur dan buah. Sayur dan buah mengandung banyak
antioksidan yang bisa menangkal radikal bebas, selain itu sayur dan buah rendah
kolesterol.
Suplai Vitamin E yang cukup. Para peneliti dari Columbia Presbyterian Medical
Center melaporkan bahwa konsumsi vitamin E tiap hari menurunkan resiko stroke
sampai 50% vitamin E juga menghaluskan kulit.
5. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
6. Pathway
Terlampir .
Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis .
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung .
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(i) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(j) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(k) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(l) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi
* CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
* MRI untuk menunjukkan area yang mengalami infark,hemoragik.
* Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
* Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
Pemeriksaan laboratorium
* fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak
mengandung darah atau jernih.
* Pemeriksaan darah rutin
* Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
* Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
1 . Diagnosa keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D.
Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
(Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Gangguan eliminasi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat .
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan
refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) yang berhubungan dengan lesi pada
upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)
2 Perencanaan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1 . Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total .
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua
jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat
total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan,
halusinasi setiap saat .
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
4 . Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya
atau tidak
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional :
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mepertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika
klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Agar klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk dikendalikan didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya
tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontra indikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria,
enema)
4) Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab konstipasi
b) Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan
massa feses dan membantu eliminasi
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
9 . Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan .
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih
yang berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.
4 Evaluasi
No. Dx Evaluasi
I Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu x24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral pasien teratasi dengan criteria hasil :
- Kesadaran kembali membaik.
- Tidak ada perubahan dalam respon motorik/sensorik;
- Tidak gelisah
- tanda-tanda vital dalam rentang normal.
II Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu x 24 jam diharapkan
gangguan mobilitas fisik berkurang dengan memenuhi criteria hasil :
- penurunan kemampuan bergerak berkurang
- keterbatasan rentang gerak berkurang
III Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu x 24 jam diharapkan
tidak terjadi kerusakan persepsi dengan memenuihi criteria hasil :
- Dapat berkonsentrasi dengan baik
- pola komunikasi baik
- tidak terjadi distorsi pendengaran
- tidak terjadi distorsi visual
- tidak terjadi disorientasi tempat, waktu dan orang.
IV Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktux 24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal dapat diatasi dengan memenuhi kriteria hasil.
- Mampu untuk mengungkapkan kata-kata dengan baik dan jelas
- Dapat berbicara
- Tidak gagap
VIII Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu ....x24 jam diharapkan
klien dapat mempertahankan keutuhan kulit dengan memenuhi criteria hasil :
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
PENUTUP
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-
tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian
reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan
otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Strok
adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak negara industri di
Eropa (Jauch, 2005). Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang si penderita mengalami
kelumpuhan pada anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan
bicaranya.Untuk itu , masyarakat diharapkan mulai menerapakan pola hidup sehat sedini
mungkin agar terhindar dari penyakit stroke .
Daftar Pustaka
1 . Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC ,2002
2 . Doenges,Marilynn E dkk. (1999).Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
3 . Underwood,J.C.E.(1999).Patologi Umum dan Sistematik.Edisi 2.Jakarta:EGC
4 . http://nursingart.blogspot.com/2008/08/askep-klien-stroke.html
5 . http://perawatpsikiatri.blogspot.com/2008/11/Asuhan - Keperawatan.Html
2.1 Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang
berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan
"kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak
(cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah
banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-
pusat saraf yang vital.
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan
maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang
meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis
(Darto Suharso,2009).
2.2 Etiologi
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbanyak pada hidrosefalus bayi
dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau
abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit
atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran.
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi
ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila
aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau
system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran
kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari
meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar
system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen
terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis,
sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar.
3) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat
organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran
bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat
obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang
dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah
terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala
gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk
mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus
arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien
memperkembangkan tanda dan gejala gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga
menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus
kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non
komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang
berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari
lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai
akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas
luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang
berfungsi atau pada anakanak dibawah usia 1218 bulan dengan tekanan intraranialnya
tinggi mencapai ekstrim, tandatanda dan gejalagejala kenaikan ICP dapat dikenali.
Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis
sutura dan pembesaran kepala.
A. Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang,
keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
4. Muntah
5. Gelisah
6. Menangis dengan suara ringgi
1. Data Fokus
Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)
Klien mengatakan sudah 3 hari yang Cracked pot pada palpasi kepala
lalu badan terasa panas Lingkar kepala saat lahir 31 cm dan saat ini 55 cm
Klien mengatakan kepala anaknya Kelemahan fisik
semakin hari bertambah besar Gelisah
Keluarga tampak cemas dengan TTV :
kondisi anak mereka S : 39c
N : 130 X/mnt
Kelemahan fisik
RR : 35x/mnt
Tanda tanda peningkatan TIK
Memberikan cairan IVFD
Mual Tindakan keperawatan telah dilakukan di IGD
Muntah Cairan RL: 5 tts/mnt makro
Pusing Obat antipiretik supositoria paracetamol : 125 mg
Kejang Pemeriksaan darah lengkap
2. Analisa data
Data Fokus Masalah Etiologi
1. DS : Resiko tinggi peningkatan jumlah
Klien mengatakan sudah 3 hari yang lalu badan peningkatan cairan serebrospinal
terasa panas tekanan intracranial
Klien mengatakan kepala anaknya semakin hari
bertambah besar
Keluarga tampak cemas dengan kondisi anak
mereka
Kelemahan fisik
Tanda tanda peningkatan TIK
Mual
Muntah
Pusing
Kejang
gelisah
DO :
Cracked pot pada palpasi kepala
Kelemahan fisik
Gelisah
TTV :
S : 39c
Bersihan jalan
N : 130 X/mnt
RR : 35x/mnt nafas tidak efektif
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan CT-Scan
MRI dan pengajuan operasi pemasangan shunt
penumpukan sputum,
2. DS : peningkatan sekresi
Klien mengatakan sudah 3 hari yang lalu badan sekret dan penurunan
terasa panas batuk sekunder akibat
Tanda tanda peningkatan TIK nyeri dan keletihan,
Resiko defisit
Mual adanya jalan nafas
cairan dan elektrolit
Muntah buatan pada trakhea,
ketidakmampuan
Pusing
batuk/batuk efektif.
Kejang
Gelisah
Batuk
DO :
Cracked pot pada palpasi kepala
TTV :
S : 39c
N : 130 X/mnt
RR : 35x/mnt
DO :
Turgor kulit
Memberikan cairan IVFD
Tindakan keperawatan telah dilakukan di IGD
Obat antipiretik supositoria paracetamol : 125 mg
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan CT-Scan
MRI dan pengajuan operasi pemasangan shunt
3. Diagnosa
Tanggal
No. Diagnosa Keperawatan
Ditemukan Teratasi
1. Resiko tinggi peningkatan tekanan 18 Desember 2012 19 Desember 2012
intrakranial berhubungan dengan
peningkatan jumlah cairan serebrospinal.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang 18 Desember2012 19 Desember 2012
berhubungan dengan penumpukan
sputum, peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan, adanya jalan nafas buatan
pada trakhea, ketidakmampuan
batuk/batuk efektif.
3. Resiko defisit cairan dan elektrolit yang 18 Desember 2012 19 Desember 2012
berhubungan dengan muntah, asupan
cairan kurang, peningkatan metabolisme
4. Intervensi
Hari/tg
No.Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi rancangan tindakan & rasional
l
Rabu 1 Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam Mandiri :
19/12/1
tidak terjadi peningkatan tekanan
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan
2
intrakranial pada klien individu atau penyebab koma/penurunan
Kriteria hasil : klien tidak gelisah,
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab
tidak mengeluh nyeri kepala, mual-
peningkatan TIK..
muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat
Rasional : Deteksi dini untuk
papiledema. TTV dalam batas
memprioritaskan intervensi, mengkaji status
normal
neurologis/tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan.
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional : suatu keadaan normal bila sirkulasi
serebri terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik,
penurunan dari autoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi lokal
vaskularisasi darah serebri.
3. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang
netral, usahakan dengan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada
kepala.
Rasional : perubahan kepala pada suatu sisi
dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah ke
otak (menghambat drainase pada vena serebri)
untuk itu dapat meningkatkan tekanan
intrakranial
4. Berikan periode istirahat antara tinfdakan
perawatan dan batasi lamanya prosedur.
Rasional : tindakan yang terus menerus
dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsangan kumulatif.
5. Cegah atau hindarkan terjadinya valsava
manuver
Rasional : mengurangi tekanan intrathorakal
dan intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK.
Kolaborasi :
1. Pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : mengurangi hipoksemia, dimana
dapat meningkatkan vasodilatasi serebri dan
volume darah dan menaikkan TIK
Kesimpulan
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada sistem
ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan jaringan serebral selama
produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid.
Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial
menyebabkan terjadinya peleburan ruang ruang tempat mengalirnya liquor.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam
dua bagian yaitu :
Hidrochepalus komunikan
Hidrochepalus non-komunikan
Daftar Pustaka
Anonymuous, 2010. http://ms32.multiply.com/journal/item/23. Diakses tanggal 23
Oktober 2010
Anonymous,2010.http://idmgarut.wordpress.com/2009/02/02/hidrosefalus/.Diaks
es tanggal 23 Oktober 2010
Anonymuous, 2010.http://Asuhan keperawatan pada klien HIDROSEFALUS
Blog Penuh Cinta.htm. Diakses tanggal 23 Oktober 2010
Muttaqin, arief. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Persyarafan hal 396-399.Jakarta, Salemba Medika.
IMPULS SARAF
Terjadinya impuls listrik pada saraf sama dengan impuls listrik yg dibangkitkan
dalam serabut otot.
Sebuah neuron yg tdk membawa impuls dikatakan dalam keadaan polarisasi,
dimana ion Na+ lebih banyak diluar sel dan ion K+ dan ion negative lain lebih banyak
dalam selSuatu rangsangan (ex: neurotransmiter) membuat membrane lebih permeable
terhadap ion Na+ yang akan masuk ke dalam sel, keadaan ini menyebabkan depolarisasi
dimana sisi luar akan bermuatan negative dan sisi dalam bermuatan positif. Segera
setelah depolarisasi terjadi, membrane neuron menjadi lbih permeable terhadap ion K+,
yg akan segera keluar dari sel. Keadaan ini memperbaiki muatan positif diluar sel dan
muatannegatif di dalam sel, yg disebut repolarisasi. Kemudian pompa atrium dan kalium
mengmbalikan Na+ keluar dan ion K+ ke dalam, dan neuron sekarang siap merespon
stimulus lain dan mengahantarkan impuls lain. Sebuah potensial aksi dalam merespon
stimulus berlangsung sangat cepat dan dapat di ukur dalam hitungan milidetik.
Sebuah neuron tunggal mampu meghantarkan ratusan impuls setiap detik.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan
menyebabkanterjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Gerak sadar
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja atau
disadari.Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang panjang.
Bagannyaadalah sebagai berikut.
b. Gerak refleks
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls
yangmenyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak
melewatiotak. Bagannya sebagai berikut.
Contoh gerak refleks adalah sebagai berikut:
Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu
Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing yang masuk ke mata
Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk
Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh
Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi
II. VERTIGO
A. Pengertian
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar.
Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan
alat keseimbangan tubuh. Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing
saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatic
(nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin,mual, muntah) dan pusing.
Vertigo adalah perasaan yang abnormal, mengenai adanya gerakan penderita
sekitarnya atau sekitarnya terhadap penderita; tiba-tiba semuanya serasa berputar atau
bergerak naik turun dihadapannya. Keadaan ini sering disusul dengan muntah-muntah,
bekringat, dan kolaps. Tetapi tidak pernah kehilangan kesadaran. Sering kali disertai
gejala-gejala penyakit telinga lainnya.
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau
gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut terlibat dalam
mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh
integrasi berbagai sistem diantaranya sistem vestibular, system visual dan system somato
sensorik ( propioseptik). Untuk memperetahankan keseimbangan diruangan, maka
sedikitnya 2 dari 3 sistem system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik.
Pada vertigo, penderita merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak
terhadap lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang
berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada
penderita vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu
gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata. (Lumban Tobing. S.M, 2003)
B. Etiologi
1) Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
a. Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
b. Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis
media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
c. Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi,
hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
d. Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
e. Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior,
tumor, sklerosis multipleks.
2) Penyakit Sistem Saraf Pusat
a. Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi
kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus
karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.\
b. Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c. Trauma kepala/ labirin.
d. Tumor.
e. Migren.
f. Epilepsi
3) Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medulla adrenal,
keadaan menstruasi-hamil-menopause.
4) Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5) Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
6) Intoksikasi.
C. Patofisiologi
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindrom vertigo:
Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses transduksi yaitu
mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia:
- Reseptor mekanis divestibulum
- Resptor cahaya diretina
- Resptor mekanis dikulit, otot dan persendian (propioseptik)
Saraf aferen, berperan dalam transmisi menghantarkan impuls ke pusat
keseimbangan di otak:
- Saraf vestibularis
- Saraf optikus
- Saraf spinovestibulosrebelaris.
Pusat-pusat keseimbangan, berperan dalam proses modulasi, komparasi,
integrasi/koordinasi dan persepsi: intivestibularis, serebelum, kortex serebri,
hypotalamusi, inti akulomotorius, formarsio retikularis
Dalam kondisi fisiologi/normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat
keseimbangan tubuh yang berasal dariresptor vestibular, visual dan propioseptik kanan
dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya sinkron dan wajar akan diproses lebih
lanjut secara wajar untuk direspon. Respon yang muncul beberapa penyesuaian dari otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari
posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala
kegawatan (alarm reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.
Namun jika kondisi tidak normal/tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan
tubuh dibagian tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan,
maka proses pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan muncul tanda-tanda
kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik. Di samping itu
respon penyesuaian otot-otot menjadi tidak adekvat sehingga muncul gerakan abnormal
dari mata disebut nistagnus.
D. Manifestasi Klinik
- Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia, perubahan
serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah, gangguan koordinasi,
kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara berturut-
turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan. Percobaan
tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan kemudian menunjuk
hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat adanya ataksia. Namun pada
pasien dengan vertigo perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung sacara normal.
Penyebab vaskuler labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang,
TIA dan strok. Contoh gangguan disentral (batang otak, serebelum) yang dapat
menyebabkan vertigo adalah iskemia batang otak, tumor difossa posterior, migren
basiler.
- Vertigo perifer
Lamanya vertigo berlangsung:
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB).
Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur atau
menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigoberlangsung beberapa
detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah trauma kepala,
pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular prognosisnya baik gejala akan
menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya penyakit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam berjalan
Tandem dengan mata tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki
lurus kedepan, jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan
membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa terdapat
penurunan fungsi vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah
terdapat kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi. Terdapat
kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak kambuh lagi pada sebagian
terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat pendengaran berupa tuli dan timitus dan
sewaktu penderita mengalami disekuilibriu (gangguan keseimbangan) namun bukan
vertigo.
Penderita sifilis stadium 2 atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa dengan
penyakit meniere jadi kita harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap penderi
penyakit meniere.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit ini
mulanya vertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya ialah mendadak. Gejala ini
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa lebih lega
namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia berbaring diam.
E. Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok :
1. Vertigo paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari,
kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi.
Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan
menjadi :
o Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris,
Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/
odontogen.
o Yang tanpa disertai keluhan telinga :
Termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi,
Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger
labyrinth).
o Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi :
Termasuk di sini adalah : Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo posisional
paroksismal benigna.
2. Vertigo kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa (Cermin Dunia Kedokteran No.
144, 2004: 47) serangan akut, dibedakan menjadi:
o Yang disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis,
Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
o Tanpa keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio,
pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat,
kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
3. Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur mengurang,
dibedakan menjadi :
o Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta,
perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.
o Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior,
ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan
arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi :
1) Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
2) Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.
F. Komplikasi
Komplikasi penyakit vertigo ini biasanya adalah penyakit meniere, trauma telinga
dan labirimitis, epidemic atau akibat otitis media kronika. Vertigo juga dapat disebabkan
karena penyakit pada saraf akustikus serebelum atau sistem kardiovaskuler.
G. Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan fisik :
- Pemeriksaan mata
- Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
- Pemeriksaan neurologic
- Pemeriksaan otologik
- Pemeriksaan fisik umum.
(2) Pemeriksaan khusus :
- ENG
Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan total pada
beberapa penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan gangguan vertibular
berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional benigna. Pada penderita
dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri kemungkinan stroke
serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang jika dilakukan viksasi visual
yaitu mata memandang satu benda yang tidak bergerak dannigtamus dapat berubah arah
bila arah pandangan berubah. Pada nistagmus perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita
menfiksasi pandangan kita suatu benda contoh penyebab vetigo oleh gangguan
system vestibular perifer yaitu mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma
- Audiometri dan BAEP
Audiometri adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat/ambang batas
pendengaran seseorang dan jenis gangguannya bila ada. Pemeriksaan dilakukan dengan
memakai alat audiogram nada murni di dalam ruang kedap suara.
Prinsip pemeriksaannya adalah bermacam-macam frekuensi dan intensitas suara (dB)
ditransfer melalui headset atau bone conducter ke telinga atau mastoid dan batasan
intensitas suara (dB) pasien yang tidak dapat didengar lagi dicatat, melalui program
computer atau diplot secara manual pada kertas grafik.
- Psikiatrik
(3) Pemeriksaan tambahan :
- Laboratorium
- Radiologik dan Imaging
- EEG
Elektro Ensefalo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman
aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. Neuron-
neuron di korteks otak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik dengan voltase yang
sangat kecil (mV), yang kemudian dialirkan ke mesin EEG untuk diamplifikasi sehingga
terekamlah elektroenselogram yang ukurannya cukup untuk dapat ditangkap oleh mata
pembaca EEG sebagai gelombang delta,alpha, beta, theta, gamma dsb. Mendapatkan
rekaman EEG yang baik dan benar adalah salah satu dari tujuan utama dari pemeriksaan
EEG selain interpretasi yang benar. EEG adalah alat untuk menunjang tegaknya
diagnosa, selama kita dapat memperoleh rekaman yang baik dan benar. Rekaman yang
tidak baik justru akan menyesatkan tegaknya diagnosa.
- EMG
EMG memberi informasi yang berharga untuk membantu diagnosis terutama pada kasus
atrofi dan distrofi otot . Pada lesi saraf perifer, EMG dapat dipakai untuk menetukan,
pada stadium yang lebih awal dibandingkan dengan cara lainnya, apakah regenerasi
terjadi dengan memuaskan.
Pemunculan unit motor pada rekaman otot yang paralisis dapat dipakai sebagai bukti
bahwa beberapa saraf masih berfungsi dan intak (lolos dari kerusakan atau mengalami
regenerasi), meskipun kontraksi tidak tampak. EMG juga terbukti merupakan alat yang
bernilai dalam riset fungsi otot. Meskipun EMG menggambarkan aktivitas motoneuron,
ia hanya memberi gambaran yang relatif kasar terhadap fungsinya.
- EKG.
H. Penatalaksaan Medis
Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48) :
Terdiri dari :
1) Terapi kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya, walaupun demikian bilamana
penyebab dapat ditemukan maka terapi kausal merupakan pilihan utama.
2) Terapi simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan pada dua gejala utama, yaitu rasa vertigo (berputar,
melayang) dan gejala otonom (mual,muntah). Gejala tersebut timbul paling berat pada
vertigo vestibular fase akut dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari berkat
adanya mekanisme kompensasi sentral. Namun karena pada fase ini pasien biasanya
merasa cemas dan menderita maka perlu diberikan obat simtomatik.
Oleh karena obat-obat supresan vestibular dapat menghalangi mekanisme kompensasi
sentral, maka pemberiannya secukupnya saja untuk mengurangi gejala, tujuannya agar
pasien dapat segera dimobilisasi untuk melakukan latihan rehabilitasi
Pemilihan obat-obat anti vertigo tergantung pada efek obat bersangkutan, beratnya
vertigo dan fasenya. Misalnya pada fase akut dapat diberikan obat gololonga tranquilizer
untuk menghilangkan rasa cemas, antiemetic di samping antivertigo lain
3) Terapi rehabilitatif.
Tujuan terapi reabilitatif adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi
sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme kerja terapi ini
adalah melalui :
a. Subsitiusi sentral oleh system visual dan somatosensori untuk fungsi vestibular yang
terganggu
b. Mengaktifkan kendali pada tonus inti vestibular oleh serebelum, system visual dan
somatosensori
c. Menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang
diberikan berulang-ulang.
Untuk terapi rehabilitative ini kepada penderita vertigo diberikan latihan yang disebut
latihan vestibular :
a) Metoda Brandt-Daroff
Latihan vestibular untuk pengobatan Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Caranya : Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kaki tergantung. Lalu tutup
kedua mata dan berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh selama 30 detik,
kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh ke sisi lain dengan cara
yang sama, tunggu selama 30 detik, setelah itu duduk tegak kembali.
Lakukan latihan ini 5 kali pada pagi hari, dan 5 kali pada malam hari sampai 2 hari
berturut-turut tidak timbul vertigo lagi
Untuk penderita gangguan vestibular lain selain BPPV, setelah fase akut, dimana rasa
mual dan muntah sudah menghilang diberikan latihan vestibular lain, diantaranya:
b) Latihan Visual-Vestibular
(1) Pasien yang masih harus berbaring
o Melirik ke atas, bawah, samping kiri, kanan, selanjutnya gerakan serupa sambil menatap
jari yang digerakkan pada jarak 30 cm, mula-mula gerakan lambat makin lama makin
cepat.
o Gerakkan kepala fleksi dan ekstensi makin lama makin cepat. Lalu diulang dengan mata
tertutup. Setelah itu gerakkan kepala ke kiri dan ke kanan dengan urutan yang sama,
(2) Untuk pasien yang sudah bisa duduk
o Gerakkan kepala dengna cepat ke atas dan bawah seperti sedang mengangguk sebanyak 5
kali, lalu tunggu 10 detik atau lebih lama sampai vertigo menghilang. Ulang latihan
tersebut sebanyak 3 kali
o Gerakkan kepala menatap ke kiri/kanan atas selama 30 detik, kembali ke posisi biasa
selama 30 detik, lalu menatap ke atas sisi lain selama 30 detik dan seterusnya. Ulangi
latihan sebanyak 3 kali
o Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda yang diletakkan di lantai
(3) Untuk pasien yang sudah bisa berdiri/berjalan
Sambil berdiri gerakkan mata, kepala seperti pada latihan 1a, 1b, 2a, 2b
Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan menutup
Latihan Berjalan (Gait Exercise)
o Jalan menyeberang ruangan dengan mata terbuka dan tertutup bergantian
o Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup bergantian. Lalu jalan tandem dengan
kepala menghadap ke atas
o Jalan turun naik pada lantai miring atau undakan dengan mata dan tertutup bergantian.
o Jalan mengelilingi seseorang sambil saling melempar bola dengannya
o Psysical conditioning dengan melakukan olah raga bowling, basket, jogging, rowlin.
2) Riwayat penyakit :
Keluhan Utama :
Klien datang ke RS pada tanggal 14 Desember 2012 pukul 3 sore dengan keluhan nyeri
kepala tidak hilang sejak 2 hari yang lalu
3) Pemeriksaan fisik
Pengkajian pasien dengan vertigo (Doenges, 1999) meliputi :
a) Aktivitas / istirahat
Letih, lemah, malaise, keterbatasan gerak, ketegangan mata, kesulitan membaca,
insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala, sakit kepala yang hebat
saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
b) Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal, pucat, wajah tampak
kemerahan
c) Integritas ego
Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu, perubahan ketidakmampuan,
keputusasaan, ketidakberdayaan depresi, kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama
sakit kepala, mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
d) Makanan/cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol,
anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain),
mual/muntah, anoreksia (selama nyeri), penurunan berat badan
e) Neurosensori
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera kepala yang baru
terjadi, trauma, stroke, aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus, perubahan visual, sensitif
terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis, parastesia, kelemahan progresif/paralysis
satu sisi tempore, perubahan pada pola bicara/pola pikir, mudah terangsang, peka
terhadap stimulus, penurunan refleks tendon dalam, papiledema.
f) Nyeri/kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot,
cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis, nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah,
fokus menyempit, fokus pada diri sendiri, respon emosional / perilaku tak terarah seperti
menangis, gelisah, otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
g) Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan cara berjalan,
parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).
h) Seksualitas
Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga, penggunaan alkohol/obat
lain termasuk kafein, kontrasepsi oral/hormone, menopause.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d Stress dan ketegangan, iritasi/ tekanan syaraf,
vasospressor, peningkatan intracranial.
2. Koping individual tak efektif b.d ketidak-adekuatan relaksasi, metode koping tidak
adekuat, kelebihan beban kerja.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan b.d keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang mengingat
BAB III
PENUTUP
JENIS STROKE
Dalam Nationan Stroke Association-USA (NSA) menjelaskan bahwa stroke dapat
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a) Stroke iskemik (Ischemic Stroke)
b) Stroke karena perdarahan mendadak atau stroke hemoragi
Lebih kurang 82% dari stroke adalah iskemik, meskipun lebih jarang terjadi,
srtoke karena perdarahan lebih bahaya.
PATOFISIOLOGI
Otak sangat bergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen. Bila
terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada CVA, metabolisme di otak segera
mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3
sampai 10 menit. Tiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan
menimbulkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak
dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang
disertai dengan edema oleh karena yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan
oksigen, serta peningkatan karbon dioksida dan asam laktat.
KOMPLIKASI
Paralisis (kehilangan fungsi saraf)
Kesukaran bercakap atau aphasia
Kesukaran menelan
Gangguan memori dan kesukaran memahami
Kesakitan kesakitan pada bahagian yang lumpuh dan dikesan oleh otak
Depressed (penuruanan kekuatan atau aktivitas)
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Keluhan Utama
Lokasi Keluhan Utama
Sifat Keluhan Utama dan Lamanya Keluhan
Faktor Faktor Yang Memperberat Keluhan
Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan Tingkat Kesadaran (GCS)
Tes Kekuatan Otot
Tes Kordinasi Gerakan
Tes Fungsi Saraf Cranial
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik.
Ex: Perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur.
CT Scan: Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
Fungsi Lumbal: Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombus emboli
serebral dan TIA.
MRI: Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragik, malfarmasi arteriovena
(MAV).
Ultrasonogravi doppler: Mengidentivikasi penyakit arteriovena.
EEG: Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
Sinar X tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas.
MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia.
3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak.
5. Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat.
2. EDUCATOR
1. Health Education (He) Stroke
2. Pencegahan Primer dan Sekunder Stroke
3. Perawatan Mandiri Bagi Perubahan Pola Yang Bersifat Permanen
Pencegahan
a. Pencegahan primer
1. Kampanye nasional terintegrasi.
2. Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas stroke ;
Menghindari rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-
obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.
Mengendalikan hipertensi, DM, penyakit jantung dan penyakit vascular lainnya.
Menganjurkan konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.
b. Pencegahan sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko stroke dan faktor resiko.
2. Melibatkan peran keluarga seoptimal mungkin.
3. Obat-obatan yang digunakan.
4. Tindakan invasive.
3. CASE MANAGEMENT
Perbaikan perfusi otak secara bertahap
Perbaikan mobilitas
Menghindari nyeri
Pencapaian perawatan diri
Perbaikan proses pikir
Pencapaian beberapa bentuk komunikasi
Pemeliharaan integritas kulit
Perbaikan fungsi keluarga
Tidak adanya komplikasi
4. RESEARCHER
Mampu mencari dan menggunakan minimal 2 jurnal penelitian mutakhir untuk
pengelolaan pasien dengan masalah stroke
Mampu mengidentifikasi minimal 2 masalah utama yang memerlukan tindak lanjut
penelitian berkaitan dengan keperawatan klien dengan stroke