Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

" PENYAKIT MENINGITIS"

DI SUUN OLEH :

KELOMPOK 7

1. WAHYUDI ( 10511100519)

2. LILIS WULANDARI (105111101819)

PRODI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Di makalah ini memaparkan beberapa hal terkait “
Peenyakit meningitis”. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak telah memberikan motivasi baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini ke depannya.

Makassar, 11 Oktober 2021

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban
yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (Volunter) dan jawaban
yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (Involunter).

Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter
melibatkan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sisteSistem persarafan
terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem
saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari
sistem saraf pusat.

Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan
internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk
mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi
berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak
mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.

Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan
dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah
untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon) kembali melalum saraf somatis adalah otot
rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan
kelenjar sebasea.

Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi yaitu :

1. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori
(Afferent Sensory Pathway).

2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.

3. Mengolah informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis maupun di otak untuk
selanjutnya menentukan jawaban (respon).

4. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (Efferent Motorik Pathway) ke
organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan.

2. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian sampai pada penatalaksanaan
sistem persyarafan khususnya pada penyakit Meningitis.

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN

Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada araknoid dan
piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000)

Meningitis adalah peradangan yang hebat pada selapus otak.Peradangan itu mungkin terjadi
sesudah serangan otitis media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang tonsil. Sesuatu
retak pada tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus mungkin mengakibatkan
radang selaput otak. (Clifford R Anderson : 1975)

Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan
medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh :

1. Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus, salmonella,


dll.

2. Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995)

Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai
radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla
spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat
sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal.
(Harsono : 1996)

2. ETIOLOGI

1) Bakterial :

a. Pada bayi prematur dan anak baru lahir-3bln


· Streptococcus grup B (subtipe III yang biasanya hidup di vagina)

· Escherichia Coli (hidup dalam saluran pencernaan)

· Listeria monocytogenes (mengenai bayi baru lahir dan menimbulkan epidemi)

b. . Pada anak yang lebih besar

· Neisseria meningitidis

· Streptococcus pneumoniae

c. Pada orang dewasa

· Neisseria meningitidis

· Streptococcus pneumoniae

· Listeria monocygenes

2) Virus :

· Enterovirus

· Virus herpes simpleks tipe 2

· Virus varicella zoster

· Paromisovirus

· HIV

3) Jamur :

· Meningitis jamur yg paling sering adalah meningitis Cryptococcal akibat Cryptoccus


Neoformaris. Jenis jamur lain yg sering dijumpai adalah spesies Hitoplasma Capsulatum,
Coccidioides Immitis, Blastromyces Dermatitidis dan Candida.

4) Parasit :

· Angiostrongylus Cantonensis

· Gnathostoma Spinigerum

· Schistosoma

5) Non Infeksi :
· Meningitis jenis ini disebabkan oleh beberapa faktor : kanker, penyakit lupus, beberapa
obat, cedera kepala, pembedahan otak.

3. PATOFISIOLOGI

Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung


menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung
(endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput
otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi
kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam
waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam
ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan
limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke – 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri
dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.

Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi,


selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel
darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem
saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak,
eksudasi.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan
demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi
eksudat perineural yang fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV,
VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan
absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. (Harsono : 1996)

Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan berbagai cara
antara lain :

a. Hematogen atau limpatik

b. Perkontuinitatum

c. Retograd melalui saraf perifer

d. Langsung masuk cairan serebrospinal


Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang berada
diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut
meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :

a. Hyperemia Meningens

b. Edema jaringan otak

c. Eksudasi

Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan


intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih
sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat
tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)

4. MANIFESTASI KLINIK

Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda
Kernig&Brudzinsky positif. (Arief Mansjoer : 2000)

Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu
makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai septicemia
dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus
influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi
meningokok.

Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi
intravaskularis diseminata.

Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan fontanela
menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan orang
dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat
sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.

Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku
kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena septicemia.
Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita.
Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala
digerakkan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal,
tetapi juga dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi
dan hiperestesi, suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills).
(Harsono : 1996)

a. TANDA DAN GEJALA

1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema serebral /


penyumbatan aliran darah

2. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

4. Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang umum.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.

Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare,
tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda dan
gejala demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi,
foto fobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan
brudzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi meningococal).

b. PENYEBAB

Penyebab meningitis adalah bakteri ; pneumococus; meningococus; stapilococus;


streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh karena
luka / pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)

5. KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan meningitis purulenta.

Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan piameter
yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium
Tuberculosa, Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.

Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa.
1) Asepsis

Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan
iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukimia, atau
darah di ruang subarakhnoid.

Spesifikasi :

Disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks, dan herpes zooster.

Tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) tidak
ditemukan adanya organisme.

Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter, dan lapisan menigens.

2) Sepsis

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang susunan
saraf pusat, mempunyai resiko tinggi dalam menimbulkan kematian, dan kecacatan.
Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri
(Pradana, 2009).

Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri


seperti meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza.

3) Tuberculosa

Etiologi dari meningitis tuberkulosa adalah Mycobacterium tuberculosis (Pradana,


2009)

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di Indonesia karena


morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosa bukanlah karena
terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya
sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid (Pradana,
2009).

6. Manifestasi Klinis

Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal,
marah-marah, obstipasi, muntah-muntah.

Dapat ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada


pemeriksaan terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya.
Suhu badan naik turun, kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih
sering dijumpai nadi yang lambat, abdomen nampak mencekung.

Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-saraf ini.
Yang sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal,
monoparesis, hemiparesis, dan gangguan sensibilitas.

Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan refleks-
refleks tendo yang lemah.

7. Komplikasi

• Gangren: kondisi serius yang muncul ketika banyak jaringan tubuh mengalami
nekrosis/mati terjadi setelah seseorang mengalami luka, infeksi/masalah kesehatan
kronis yang memengaruhi sirkulasi darah.

Pada anak-anak yang menderita meningitis meningokokus yang parah, ruam petechial
(bintik-bintik merah akibat pendarahan didalam kulit) memburuk menjadi gangren
sehingga kadang anggota badan harus diamputasi.

Sepsis: Infeksi meningitis dapat memicu sepsis, suatu sindrom respons radang sistemik
dimana terjadi penurunan tekanan darah, denyut jantung cepat, suhu tubuh abnormal
yang tinggi/rendah, dan peningkatan laju napas.

Resiko pendarahan: Aktivasi berlebihan dari penggumpalan darah, dapar


mengobstruksi aliran darah ke organ dan secara langsung meningkatkan resiko
pendarahan.

Hidrosefalus: Dengan jaringan otak membengkak, tekanan di dalam tengkorak akan


meningkat dan otak yang membengkak dapat mengalami herniasi melalui dasar
tengkorak. Hal ini terlihat dari menurunnya kesadaran, hilangnya refleks pupil
terhadap cahaya, dan postur tubuh abnormal. Terjadinya ini pada jaringan otak juga
dapat menyumbat aliran normal CSS di otak dan menyebabkan hidrosefalus.

Kejang: Merupakan tahap awal meningitis, disebabkan oleh peningkatan tekanan dan
luasan daerah radang di otak.

Abnormalitas pada saraf kranial: Adanya gangguan pada kelompok saraf yang berasal
dari batang otak yang mensuplai kepala dan leher dan mengontrol dari berbagai fungsi
diantaranya gerakan mata, otot wajah, dan fungsi pendengaran sehingga pada anak
yang mengalami meningitis dapat terjadi kebutaan, tuli, kelemahan, hilangnya
sensasi/gerakan dan fungsi berbagai bagian tubuh terutama pada bagian wajah
Infark serebri: Berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.

8 . PENATALAKSANAAN

Infeksi Intrakranial → Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis (Meningitis).
Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya /
penyembuhannya dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan
penurunan neurologis dan juga sampai terjadi kematian..

a). MEDIS

1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK

Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri


penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan
sebaiknya diberikan antibiotic dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan selama 10
– 14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas. Pemberian
antibiotic sebaiknya secara parental.

Kadang – kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu


meningkat lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat
pemberian cairan parental atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi
dapat disebabkan oleh pemberian antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang tidak
cukup atau telah terjadi efusi subdural,empiema, atau abses otak.

Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan


meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus
sebaiknya diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram
setiap 24 jam intravena. Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg
dalam 24 jam selama kurang lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk
memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus, dan kuman-kuman gram negatif.

b). MANAJEMEN TERAPI

1). Isolasi

2). Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur

3). Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema


serebral)

4). Mencegah dan mengobati komplikasi


5). Mengontrol kejang

6). Mempertahankan ventrilasi

7). Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial

8). Penatalaksanaan syok septik

9). Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono : 1996)

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Analisa CSS dari fungsi lumbal :

Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.

Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya hanya dengan prosedur khusus.

Glukosa serum : Meningkat (meningitis).

LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).

Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).

Elektrolit darah : Abnormal.

ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).

Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.

EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis) atau
voltasenya meningkat (abses).

Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial.

Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

A. Pengkajian Meningitis

· Identitas :

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor registrasi, tanggal pengkajian dan diagnose medis.

· Keluhan utama :

Panas badan meningkat, kejang dan kesadara menurun.

· Riwayat penyakit sekarangm :

Anak rewel, gelisah, muntah-muntah, panas badan meningkat.

· Riwayat penyakit dahulu :

klien sebelumnya menderita batuk, pilek, herpes

· Riwayat kesehatan keluarga :

Keluarga pernah menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh; Herpes dan
lain-lain.

· Imunisasi :

kapan terakhirkali diberi imunisasi.

· pemeriksaan fisik (ROS)

- B1 (Breating)

Perubahan pernapasan karena peningkatan tekanan intracranial

- B2 (Blood)

Adanya kompresi pada pusat vasokonstriktor menyebabkan terjadinya iskemik pada


daerah tersebut, hal ini yang menyebabkan terangsangnya vasomotor sehingga tekanan
darah meningkat

- B3 (Brain)
Kesadaran menurun disebabkan oleh gangguan metabolism dan difusi serebral yang
berkaitan dengan kegagalan neural akibat proses peradangan otak.

- B4 (Blader)

Biasanya pada pasien ensefalitis kebiasaan mitce normal frekuensi normal.

- B5 (Bowel)

Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intracranial yang
menstimulus hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga peningkatan sekresi asam
lambung (F. Sri Susilanigsih, 1994).

B. Analisa Data

N Data Fokus Masalah Etiologi


O.

1. DS: Resiko penyebaran infeksi hematogen

- Klien mengatakan
sudah 3 hari tidak bisa
bangun dari tempat tidur

- Klien mengeluh nyeri


kepala dan lemas

- Klien mengatakan
merasa mual dan muntah

- Klien mengatakan
merasa demam disertai
menggigil

DO:

Pemeriksaan lumbal fungsi :


hasil kultur + Neisseria
meningitidis grup B

2. DS: Hipertermia Penyakit (meningitis)

Klien mengatakan merasa


demam disertai menggigil

DO:

Suhu: 390C

3. DS: Nyeri akut Agens cidera biologis


(infeksi)
Klien mengeluh nyeri kepala
dan lemas

DO:

- Kaku kuduk (+)

- Kernig’g sign (+)

- Pemeriksaan lumbal
fungsi : hasil kultur +
Neisseria meningitidis grup
B

- Klien mendapatkan
terapi panadol 500mg

- Klien diberikan
Cefotaxime 2 x 1 gram bd.

- Klien diberikan
Dexamethasone 0,15 mg/kg
setiap 6 jam

4. DS: Mual Biofisik (meningitis)

Klien mengatakan merasa


mual dan muntah

DO:

- Kaku kuduk (+)

- Kernig’g sign (+)

- Pemeriksaan lumbal
fungsi : hasil kultur +
Neisseria meningitidis grup
B

- Klien mendapatkan
terapi panadol 500mg

- Klien diberikan
Cefotaxime 2 x 1 gram bd.

- Klien diberikan
Dexamethasone 0,15 mg/kg
setiap 6 jam

5. DS: Resiko ketidakefektifan Peningkatan TIK


perfusi jaringan cerebral
- Klien mengatakan
sudah 3 hari tidak bisa
bangun dari tempat tidur

- Klien mengeluh nyeri


kepala dan lemas

- Klien mengatakan
merasa mual dan muntah

- Klien mengatakan
merasa demam disertai
menggigil

DO:

- Suhu: 390C

- Kaku kuduk (+)

- Kernig’g sign (+)

- Pemeriksaan lumbal
fungsi : hasil kultur +
Neisseria meningitidis grup
B

- Klien mendapatkan
terapi panadol 500mg

- Klien diberikan
Cefotaxime 2 x 1 gram bd.

- Klien diberikan
Dexamethasone 0,15 mg/kg
setiap 6 jam

6. DS: Hambatan mobilitas fisik Nyeri dan gangguan


neuromuscular
Klien mengatakan sudah 3
hari tidak bisa bangun dari
tempat tidur

DO:

- Suhu: 390C

- Kaku kuduk (+)

- Kernig’g sign (+)

- Pemeriksaan lumbal
fungsi : hasil kultur +
Neisseria meningitidis grup
B

- Klien mendapatkan
terapi panadol 500mg

- Klien diberikan
Cefotaxime 2 x 1 gram bd.

- Klien diberikan
Dexamethasone 0,15 mg/kg
setiap 6 jam

7. DS: Resiko dekubitus Penurunan mobilitas

Klien mengatakan sudah 3


hari tidak bisa bangun dari
tempat tidur
DO:

- Suhu: 390C

- Kaku kuduk (+)

- Kernig’g sign (+)

- Pemeriksaan lumbal
fungsi : hasil kultur +
Neisseria meningitidis grup
B

- Klien mendapatkan
terapi panadol 500mg

- Klien diberikan
Cefotaxime 2 x 1 gram bd.

- Klien diberikan
Dexamethasone 0,15 mg/kg
setiap 6 jam

C. Diagnosa Keperawatan

-Resiko infeksi berhubungan dengan hematogen

-Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan peningkatan TIK

- Hipertermia berhubungan dengan penyakit

- Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis (infeksi)

-Mual berhubungan dengan biofisik (meningitis)

-Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan neuromuscular

-Resiko dubitus berhubungan dengan penurunan mobilitas

D. Intervensi

Tanggal Diagnos Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Tindakan

Kamis, 01- Infeksi Setelah dilakukan Mengidentifikasi faktor


09- 2016 tindakan 2 X 24 jam, resiko infeksi
Pukul 09.00 tidak terjadi penyebaran 2. Mengidentifikasi
infeksi. Dengan kriteria tanda dan gejala infeksi
hasil:
3. Memonitor status
- Suhu tubuh pasien perubahan kesehatan
normal (36,70C –
4. Melakukan
37,70C)
vaksinisasi yang
- TTV klien normal: direkomendasikan

Suhu ((36,70C – 37,70C) 5. Kolaborasi dengan


dokter pemberian
RR : 16-20 kali/menit
antibiotik
Nadi: 60 – 100 kali/menit

TD: 120/80

(normal)

- Hasil pemeriksaan
lumbal fungsi klien (-)

Kamis, 01- Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitor status


09-2016 perfusi jaringan cerebral tindakan keperawatan neurologi setiap 2 jam:
pukul 09.00 berhubungan peningkatan selama 1 X 24 jam, tingkat kesadaran,
TIK diharapkan : pupil, reflex,
kemampuan motoric,
1. Nilai TIK normal
nyeri kepala, kaku
1. Tanda vital normal kuduk.

2. Tidak terjadi defisit 2. Pertahankan tirah


neurologi baring dengan posisi
kepala datar

3. Pantau tanda
tanda vital sesuai indika
setelah tindakan lumbal

4. Pantau GCS klien

5. Beri tindakan yang


menimbulkan rasa
nyaman.

6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
dexamethason dan
terapi O2.

Kamis, 01- Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Monitor tanda-tanda


09- 2016 dengan penyakit tindakan 1 X 24 jam, vital
suhu tubuh klien normal.
Pukul 09.15 2. Melakukan control
Dengan criteria hasil :
infeksi
- Suhu ((36,70C –
3. Melakukan
37,70C)
pengecekan suhu
- RR : 16-20 secara berskala
kali/menit
4. Memandikan
- Nadi: 60 – 100 pasien dengan air
kali/ment hangat.

- TD: 120/80 5. Kolaborasi


pemberian obat
(normal)
antipiretik
- Klien tidak merasa
6. Kolaborasi
menggigil lagi
pemberian nutrisi total
perenteral

Kamis, 01- Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Melakukan manajemen


09- 2016 dengan agens cidera tindakan selama 1 X 24 nyeri
biologis (infeksi) jam, nyeri dapat teratasi
Pukul 09.20 2. Hindari pasien dari
dengan kriteria hasil :
suara-suara bising
- Skala nyeri 0
3. Atur posisi pasien
- Klien tidak senyaman mungkin
menyeeluh sakit kepala
4. Memberikan
lagi
terapi relaksasi
- Klien tidak merasa
5. Kolaborasi
lemas lagi
pemberian obat
analgesik

Kamis, 01- Mual berhubungan Setelah dilakukan Monitor asupan dan


09-2016 dengan biofisik tindakan selama 1 X 24 haluaran cairan pasien
pukul 10.00 (meningitis) jam, mual dapat
2. Melakukan
teratasai. Dengan
manajemen mual dan
kriteria hasil:
muntah
- Nafsu dapat
3. Monitor
mengontrol mual dan
kesimbangan nutrisi
muntah
pasien
- Nafsu makan klien
4. Kolaborasi
meningkat
pemberian terapi
- Terjadi intravena
keseimbangan elektrolit
dan asam basa

Kamis, 01- Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Kaji tingkat kemampuan


09-2016 ditempat tidur tindakan keperawatab ROM aktif pasien
pukul 19.00 berhubungan dengan selama 4 X 24 jam, klien
2. Melakukan latihan
nyeri dan gangguan dapat melakukan
peregangan
neuromuscular mobiliasasi. Dengan
kriteria hasil: 3. Melakukan terapi
pergerakan sendi
1. TTV klien normal :
Nadi klien normal (60- 4. Melakukan
100 kali/menit) pengaturan posisi
pasien (miring kanan
TD: 120/80
dan miring kiri)
2. Skala nyeri 0
5. Kolaborasikan
3. Klien dapat pada fisioterapi dalam
melakukan ambulasi melakukan terapi ROM

4. Klien dapat
menggerakn sendi-sendi
tubuhnya

5. Fisik pasien kembali


bugsar

1. Kaji tingkat
kemampuan ROM aktif
pasien

2. Melakukan latihan
peregangan

3. Melakukan terapi
pergerakan sendi

4. Melakukan
pengaturan posisi pasien
(miring kanan dan miring
kiri)

5. Kolaborasikan pada
fisioterapi dalam
melakukan terapi ROM

Jumat, 01- Resiko dubitus Setelah diberikan asuhan Pantau tanda-tanda


09-2016 berhubungan dengan keperawatan selama vital klien
pukul 18.00 penurunan mobilitas 2x24 jam resiko
2. Anjurkan klien
dekubitus dapat diatasi
miring kanan dan
dengan criteria hasil :
miring kiri
1. Klien dapat
3. Berikan posisi
menggerakan tubuhnya.
nyaman klien
2. Klien tidak lemas
4. Bersikan tubuh
3. Klien bisa bangun pasien secara teratur
dari tempat tidur
5. Kolaborasikan
dengan ahli fisioterapi

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

· Meningitis adalah radang membrane pelindung system saraf pusat. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, obat-obatan tertenru.

DAFTAR PUSTAKA

Huda, amin. 2015. Nanda Nic-Noc. jogjakarta: mediaction.

Eric, muhamad. 2010. mikrobiologi kedoteran. Jakarta: Binarupa Aksara.

Aminoft, michael. 2015, clinical neurology. United states of ameica: craw education.

Lippincot, Williams & Wilkins.2011.Nursing : Memahami Berbagai Macam


Penyakit.Jakarta:Indeks.

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan.Jakarta:Salemba Medika.

Suririnah.2009.Buku Pintar Merawat Bayi 0-12 Bulan.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Sears, William & Martha Sears.2003.THE BABY BOOK.Jakarta:Serambi.

Anonymous.2010. Disitasi http://nursingbegin.com/askep-meningitis/. Di akses tanggal 26 Mei


2017.

Susanti, Desi. 2012. Disitasi https://www.scribd.com/doc/84882440/Makalah-Askep-Meningitis.


Diakses tanggal 26 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai