Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS MEDIS

MENINGITIS

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem


Muskuloskeletal, integument, persepsi sensori, dan persarafan dengan dosen Pengampu
Ns. Kushariyadi, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh:

Devi Elisa Dostya 222310101199

Melinda Nur P 222310101202

Rahayu Nugraheni 222310101206

Laili Fitriya 222310101207

Ahmad Zainuri 222310101208

Siti Mudrikah Zain 222310101209

Devi Chofifah Santoso 222310101210

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS KEPERAWATAN
OKTOBER, 2022
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi fisiologi

Sistem saraf manusia mempunyai sruktur yang kompleks dengan berbagai fungsi
yang berbeda dan saling pengaruhi. Satu fungsi saraf terganggu secara fisiologi akan
berpengaruh terhadap fungsi tubuh yangg lain. Sistem saraf dikelompokan menjadi dua
bagian besar yaitu susunan saraf pusat /central nervous system (CNS) dan sususnan saraf
perifer /peripheral nervous system (PNS). Susunan Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan
medula spinalis, sedangkan saraf perifer terdiri atas sarafsaraf yang keluar dari medula
medulla spinalis 31 pasang. Menurut fungsi nya saraf perifer dibagi atas saraf afferent
(sensorii) dan efferent (motorik). Saraf afferent (sensorik) menghantarkan informasi dari
reseptor-reseptor khusus yang berada pada organ permukaan atau bagian dalam ke otak. Saraf
efferent (motorik) menyampaikan informasi dari otak ke medula spinalis ke organ-organ
tubuh seperti otot rangka, otot jantung otot-otot bagian dalam kelenjar-kelenjar. Saraf motorik
memiliki dua subdivisi yaitu devisi otonomik. Devisi somatik (volunter) berperan dalam
interaksi antara tubuh dengan lingkungan luar. Serabut saraf berada pada otot rangka. Devisi
otonomik (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos, otot jantung
dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur yaitu saraf simpatis
yang berasal dari area toraks dan lumbal pada medula spinalis dan saraf parasimpatis yang
berasal dari area otak dan sakral pada medula spinalis.
Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang,
melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
serebro spinal) lapisan luar terdapat durameter, lapisan tengah disebut arakhnoid, dan lapisan
sebelah dalam disebut piameter
Meningen adalah merupakan jaringan membran penghubung yang melapisi otak dan
medulla spinalis ada 3 lapisan meningen yaitu: Durameter, arachnoid, dan pia meter.
Durameter adalah lapisan yang liat, kasar dan mempunyai dua lapisan membran. Arachnoid
adalah membran bagian tengah, tipis dan berbentuk seperti laba-laba. Sedangkan piameter
adalah lapisan paling dalam, tipis, merupakan membran vaskuler yang membungkus seluruh
permukaan otak. Antara lapisan satu dengan lapisan lainnya terdapat ruang meningeal yaitu
ruang epidural merupakan ruang antara tengkorak dan lapisan luar durameter, ruang subdural
yaitu ruang antara lapisan durameter dengan membran arachnoid, ruang subarachnoid yaitu
ruang antara arachnoid dengan piameter pada ruang subarachnoid ini terdapat cairan
serebrospinalis

1.2 Definisi
Meningitis merupakan inflamasi akut atau subakut dari meningen (selaput yang
melapisi otak dan sumsum tulang belakang) (Indonesia, 2017). Meningitis adalah suatu
inflamasi di piameter ,arakhnoid dan subararakhnoid infeksi biasanya menyebabkan
meningitis dan chemical meningitis juga dapat menjadi meningitis bisa akut atau kronik yang
disebabkan karena bakteri,virus, jamur atau parasite.

1.2. Epidemiologi
Meningitis meningokokus secara epidemiologis masih merupakan masalah kesehatan
dunia khususnya di wilayah benua Afrika, namun dengan era globalisasi dimana orang dapat
dengan mudah dan cepat berpindah dari satu negara ke negara lain, maka penyebaran
penyakit ini menjadi sesuatu yang harus kita tangani bersama. Terlebih lagi dengan adanya
pelaksanaan ibadah haji tiap tahunnya, sehingga seringkali penyakit meningokokus ini
dikaitkan dengan hal tersebut.
Meningitis meningokokus ditemukan di seluruh dunia namun jumlah kasus paling
tinggi terdapat di daerah yang disebut “The Meningitis Belt”. Pada daerah Meningitis Belt,
serogroup A merupakan penyebab utama wabah meningitis (80%-85% kasus). Serogroup A
juga menjadi penyebab meningitis meningokokus di Asia. Sedangkan, di Eropa dan Amerika
Latin disebabkan oleh serogroup B dan C. Serogroup W-135 muncul 20 tahun terakhir
sebagai penyebab penyakit epidemik dan berhubungan dengan kegiatan ibadah haji dan
umroh. Serogroup W-135 juga muncul di Amerika Selatan dan Afrika.
Pada saat epidemi, insiden meningitis meningokokus di sebagian besar dunia
sebanyak 0,2-14 kasus per 100.000 orang, sedangkan di Sub-Sahara Afrika lebih tinggi Bila
tidak ditangani dengan tepat, 50% meningitis meningokokus akan berakhir dengan kematian,
dan 5-10% kasus dapat berakibat fatal meskipun telah diterapi dengan tepat. Diantara
individu yang bertahan hidup, 20% akan mengalami gejala sisa neurologis yang permanen.
Pada kondisi epidemi, meningitis meningokokus cenderung menyerang anak dan dewasa
muda. Faktor iklim dapat mempengaruhi endemisitas meningitis meningokokus. Di sub-
Sahara Afrika kasus tinggi pada musim kemarau, sedangkan di belahan bumi utara termasuk
negara subtropis kasus tinggi pada musim dingin dan musim semi (Dr. dr. Hariadi., 2019).

1.3. Etiologi
Menurut (Hadi Purwanto, S.Kep.,Ns., 2016) Meningitis disebabkan oleh berbagai
macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor
predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang
belakang. Penyebab meningitis antara lain:
1) Kuman sejenis Pneumococcus sp, Hemofilus influenza, Staphylococcus, Streptococcus,
E. coli, Meningococcus, dan Salmonella yang merupakan penyebab infeksi pada tempat
lain pada tubuh dan masuk melalui aliran darah (hematogen)
2) Komplikasi penyebaran tuberculosis primer biasanya dari paru dan perluasan langsung
dari infeksi (perkontinuitatum)
3) Implantasi langsung spt akibat trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi
lumbal.
4) Aspirasi dari cairan amnion dan infeksi kuman secara transplasental pada neonatus.
5) Faktor predisposisi: jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.
6) Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin

1.4. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
a) Meningitis serosa
Radang selaput otak arachnoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya Lues (sifilis),
Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia. Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di
Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi
penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena
terinfeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang
kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran
mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak
sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase,
paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan, reabsorbsi berkurang atau
produksi berlebihan dari likuor serebrospinal. Anak juga bisa menjadi tuli atau buta dan
kadang kadang menderita retardasi mental. Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya
pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa
lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti
Halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti
kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemiparese dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N
IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun
b) Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan
non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis
purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen
sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia,
bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan
perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak,
otitis media, mastoiditis dan lain lain. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae
dan Peudomonas aeruginosa. Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai
akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat. pada permulaan gejala
meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan
muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi,
setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua puluh empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis
yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku
kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam, tanda tanda selaput otak akan
menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita
sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung,
hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi
dilatasi pupil dan koma
1.5. Manifestasi klinis
1) Nyeri kepala.
2) Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku.
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda Kernig&Brudzinsky positif.
3) Panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang,
minum sangat berkurang.
4) Konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan pneumonitis.
5) Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza,
25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.
6) Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi
koagulasi intravaskularis diseminata.
7) Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan
fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar
dan orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala
yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung
(Hadi Purwanto, S.Kep.,Ns., 2016)

1.6. Pemeriksaan penunjang


a) Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa didapatkan
peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis tuberculosis didapatkan juga
peningkatan LED.
b) Cairan otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa
diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan
jumlah protein yang meninggi.
c) Pemeriksaan Radiologis
1) Foto data
2) Foto kepala
3) Bila mungkin CT – Scan (Hadi Purwanto, S.Kep.,Ns., 2016)

1.7. Penatalaksanaan medis


1) Penatalaksanaan Farmakologis
Keefektifan pengobatan tergantung pada pemberian dini antibiotik yang mampu
menembus barier blood-brain ke dalam lapisan subarakhnoid. Antibiotik penicillin
(ampisillin, piperasillin) atau salah satu chepalosporin (ceftriaxone sodium, cefotaxim
sodium) dapat digunakan. Vacomyan hydrocloride tunggal atau kombinasi dengan rifampisin
juga dapat digunakan jika bakteri telah teridentifikasi. Antibiotik dosis tinggi diberikan secara
intravena. Dexametason dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada meningitis akut dan
meningitis pneumococcus. Dexametasone dapat diberikan bersamaan dengan antibiotik untuk
mensupresi inflamasi dan mengefektifkan pengobatan pada orang dewasa serta tidak
meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal. Dehidrasi dan syok dapat diatasi dengan
penambahan volume cairan. Seizure yang terjadi pada tahap awal penyakit dapat dikontrol
dengan phenitoin/Dilantin (Hadi Purwanto, S.Kep.,Ns., 2016)
Rejimen terapi :
1. HRZE – 7RH 2 Bulan Pertama
2 INH : 1 x 400 mg / hari, oral
3 Rifampisin : 1 x 600 mg / hari, oral
4 Pirazinamid : 15-30 mg / kg / hari, oral
5 Streptomisin a/ : 15 mg / kg / hari, oral
6 Etambutol : 15-20 mg / kg / hari, oral.

1. Penatalaksanaan Norfarmakologis
a. Manajemen cairan
Manajemen cairan dan keseimbangan elektrolit sangat penting, karena baik kelebihan dan
kekurangan status hidrasi akan berpengaruh pada meningitis bakterialis. Sebuah
metanalisis mengevaluasi tiga penelitian randomized controlled trial, terapi dengan
menggunakan volume cairan yang berbeda pada cairan pemeliharaan (maintanance)
dibandingkan pembatasan cairan yang diberikan pada pengelolahan awal meningitis
bakteri. Disimpulkan bahwa penggunaan cairan intravena pemeliharaan lebih baik
dibandingkan pembatasan cairan dalam 48 jam pertama.
b. Pengurangan tekanan intracranial (TIK)
Pasien meningitis bakterialis yang memiliki TIK yang tinggi, dan yang mengalami
penurunan kesadaran (stupor atau koma) dapat dipertimbangkan untuk penggunaan
perangkat pemantauan TIK (ICP monotoring device).Tekanan TIK yang melebihi 20
mmHg harus segera diberikan terapi. Namun dapat juga dipertimbangkan untuk diterapi
pada TIK yang lebih rendah (diatas 15 mmHg) dengan alasan untuk menghindari
peningkatan tekanan TIK yng lebih tinggi yang dapat menyebabkan herniasi otak dan
kerusakan batang otak yang ireversibel. Metode untuk mengurangi TIK meliputi elevasi
kepala 30 derajat dan hiperventilasi untuk mempertahankan PaCO2 antara 27 dan 30
mmHg. Metode lain yang telah dievaluasi untuk mengurangi TIK adalah dengan
pemberian agen hiperosmolar yaitu gliserol per oral.

Pathway
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien meningitis meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering dialami klien yaitu demam tinggi, kejang, penurunan tingkat
kesadaran
b. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian ini mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien, pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakit dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruh dalam kehidupan sehari-hari.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan fokus pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan dari klien. Pada klien
meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41℃,
dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini
dihubungkan dengan proses inflamasi dan irirtasi meningen yang mengganggu pusat
pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK. Peningkatan frekuensi napas sering berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami
meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda
peningkatan TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah ada batuk, produksi sputum, sesak, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan. Palpasi thoraks dilakukan apabila terdapat deformitas
tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif. Auskultasi bunyi napas tambahan
ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
B2 (Blood)
Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus,
dengan tanda-tanda septikemia seperti demam tinggi, lesi purpura yang menyebar
(sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravaskuler
diseminata.
B3 (Brain)
Pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem
lainnya.
Tingkat Kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa.
Fungsi Serebri
Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien, gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental
mengalami perubahan.
Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan
Saraf II : papilledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis
supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan peningkatan TIK berlangsung lama.
Saraf III, IV, dan VI : Pada tahap lanjut meningitis yang mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Klien mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitive berlebihan pada cahaya.
Saraf V : biasanya tidak ada kelainan
Saraf VII : pengecapan normal, wajah simetris
Saraf VIII : tidak ada kelainan
Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik
Saraf XI : tidak ada atrofi. Adanya usaha melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk
Saraf XII : pengecapan normal

Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi mengalami perubahan
Pemeriksaan reflek
Adanya reflek Babinski (+) yang merupakan tanda-tanda lesi UMN
Gerakan ivolunter
Kejang dan peningkatan TIK berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder
akibatarea fokal kortikalnyang peka.
Sistem sensorik
Tidak ada gangguan
B4 (Bladder)
Berkurangnya volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi menurun karena
anoreksia dan adanya kejang.
B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan
kaki). Peteki dan lesi purpura didahului oleh ruang. Pada penyakit yang berat ditemukan
ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Penurunan otot dan kelemahan fisik
secara umum sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.

d. Pemeriksaan diagnostik
1) Laboratorium (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa)
2) Pemeriksaan faal hemostatis
3) Serum elektrolit dan serum glukosa

DIAGNOSA KEPERAWATAN
N Diagnosa Keperawatan TT
o D


1 Perfusi perifer tidak aktif b.d penurunan
. konsentrasi hemoglobin d.d peradangan dan
edema pada otak
Kel
2


2 Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d
. mengeluh nyeri ,tampak
meringis ,gelisah ,frekuensi nadi
meningkat,tekanan darah meningkat Kel
2
INTERVENSI KEPERAWATAN (PPNI, 2016)
No Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional Paraf
. keperawatan
1. (D.0009) Perfusi (L.02011) Perfusi perifer (I.02079) Perawatan sirkulasi
perifer tidak aktif Tujuan :
Setelah di lakukan intervensi Observasi
selama 3x24 jam, maka 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. 1. Untuk mendiagnosis dan
perfusi perifer akan Nadi perifer, edema, pengisisan membandingkan tkanan
meningkat, dengan kapiler, warna, suhu, ankle darah pada pergelangan
brachial index) kaki dan pada lengan
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi faktor risiko 2. Untuk mengetahui apa
1. Tanda-tanda vital dalam gangguan sirkulasi (mis. saja resiko yang akan di
batas normal. Diabetes, perokok, orang tua, derita pasien
2. Denyut nadi perifer hipertensi dan kadar kolesterol 3. Agar mengetahui ke
meningkat. tinggi). merahan atau bengkak
3. Penyembuhan luka 3. Monitor panas, kemerahan, pada ekstremitas
meningkat. nyeri, atau bengkak pada
4. Warna kulit pucat ekstremitas.
menurun.
5. Edema perifer menurun. Terapeutik
6. Nyeri ektremitas menurun. 1. Hindari pemasangan infusatau 1. Agar tidak ada sumbatan
7. Parastesia menurun. pengambilan darah diarea pada area perfusi
8. Pengisian kapiler cukup keterbatasan perfusi 2. Agar tidak ada
membaik. 2. Hindari pengukuran tekanan pemberhentian saat
9. Akral teraba hangat. darah pada ektremitas dengan perfusi
10. Turgor kulit cukup keterbatasan perfusi 3. Agar tidak semakin
membaik. 3. Hindari penekanan dan memperburuk keadaan
pemasangan torniquet pada cidera
area yang cedera 4. Untuk meminimalisir
4. Lakukan pencegahan infeksi adanya infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan 5. Agar tidak melukai
kuku pasien itu sendiri
6. Lakukan hidrasi 6. Agar pasien selalu
dengan keadaan tidak
hidrasi

Edukasi 1. untuk tidak


1. Anjurkan berhenti merokok memperburuk keadaan
2. Anjurkan berolahraga rutin 2. agar kesehatan dan
3. Anjurkan menggunakan obat kekuatan fungsi otot
penurun tekanan darah, lebih baik
antikoaagulan, dan penurun 3. agar pasien tetap terjaga
kolesterol, jika perlu tingkat tekanan darah
4. Anjurkan minum obat obat dan kolesterolnya
pengontrol tekanan darah 4. agar pasien dapat dengan
secara teratur mudah untuk tetap
5. Anjurkan melakukan mengontrol keadaan
perawatan kulit yang tepat dirinya dengan selalu
(mis. Melembabkan kuilt minum obat
kering pada kaki) 5. agar kulit pasien dalam
6. Ajarkan program diet untuk keadaan lembab, dan
memperbaiki sirkulasi (mis. baik agar tetap
Rendah lemak jenuh, minyak mempertahankan
ikan omega 3) sirkulasi yang ada pada
7. Informasikan tanda dan gejala dirinya
darurat yang harus dilaporkan 6. agar pasien tau tandan
(mis. Rasa sakit yang tidak dan gejaladarurat yang
hilang saat istirahat, luka tidak harus di laporkan
sembuh, hilangnya rasa)

( L.08066) Tingkat nyeri


2. (D.0077) Nyeri Tujuan : (I.08238) Manajemen nyeri
akut Setelah di lakukan intervensi
selama 1x24 jam, maka Observasi: Observasi
tingkat nyeri akan menurun, 1. Identifikasi lokasi karakteristik, 1. Untuk mengetahui
dengan durasi, freekuensi, intensitas lokasi nyeri,
nyeri karakteristik, durasi
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi skala nyeri frekuensi dan intensitas
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non nyeri
2. Meringis menurun verbal 2. Untuk mengetahui
3. Gelisah menurun 4. Monitor efek samping berapa skala nyeri pada
4. Sikap protektif menurun penggunaan analgetic px
3. Bertujuan untuk
Terapeutik: mengetahui respon nyeri
1. Berikan Teknik non non verbal px
farmakologis 4. Untuk mengetahui
2. Kontrol lingkungan yang apakah obat sudah
memperberat rasa nyeri berkerja atau belum
3. Fasilitasi istirahat tidur
Terapeutik
Edukasi: 1. Bertujuan agar px tidak
1. jelaskan penyebab , periode, ketergantunagan dengan
dan pemicu nyeri menggunakan Teknik
2. jelaskan strategi meredakan farmakologi
nyeri 2. Karena lingkungan dapat
3. anjurkan memonitor nyeri menjadi faktor
secara mandiri memperberat setelah
penyakit
Kolaborasi : 3. Dengan adanya fasilitaas
1. Kolaborasi pemberian analgetik tidur px akan lebih
tenang

Edukasi
1. Agar px mengetahui apa
penyebab dan pemicu
nyeri pada dirinya
2. Agar px tau meredakan
nyeri Ketika perawat
tidsk ada
3. Agar px tau cara
memonitor nyeri secara
mandiri

Kolaborasi
1. Penyembuhan lebih
maksimal jika ada
kolaborasi dengan
analgetik
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan bagian dari proses keperwatan keempat yang dilakukan
setelah melakukan perencaan keperawatan. Implementasi berisikan tindakan keperawatan
yang akan dilakukan pada pasien, dengan tujuan masalah yang dialami pasien dapat teratasi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan berpengaruh terhadap hasil yang diharapkan.
Tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien harus sesuai dengan kebutuhan, aman,
efisen, efektif, dan aman. Pada implementasi keperawatan diawali dengan tahap persiapan,
perawat mengidentifikasi tindakan sebelum memberikan asuhan keperawatan secara langsung
kepada pasien. Tahapan kedua yaitu intervensi, perawat memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan fungsinya secara langsung. Serta memastikan pasien setuju akan pemberian
intervensi. Tahapan terkakhir(Ballsy C.A. Pangkey, Adventina Delima Hutapea, Idauli
Simbolon Yenni Ferawati Sitanggang, Sumirah Budi Pertami Novita Verayanti Manalu,
Darmayanti, Novi Malisa Annisaa Fitrah Umara, Riama Marlyn Sihombing Deborah Siregar,
2021).

e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah pengkajian berulang sebagai perbandingan tenetang kesehatan
pasien. sehingga perawat dapat menetapkan mengenai rencana selanjutnya, apakah
dilanjutkan, terdapat perubahan, hingga dihentikan (Ballsy C.A. Pangkey, Adventina Delima
Hutapea, Idauli Simbolon Yenni Ferawati Sitanggang, Sumirah Budi Pertami Novita
Verayanti Manalu, Darmayanti, Novi Malisa Annisaa Fitrah Umara, Riama Marlyn
Sihombing Deborah Siregar, 2021).
1. S ( Subjektif ) : pengkajian ulang sehingga terdapat data baru berupa data subjektif atau
respon pasien setelah dilakukannya tindakan.
2. O (objektif ) : pengkajian ulang sehingga terdapat data baru berupa data ojektif setelah
dilakukannya tindakan
3. A ( analisis ) : penentuan kesimpulan dengan membandingkan data baru dan sebelumnya.
Penentuan intervensi akan dilanjutkan atau masalah belum teratasi, masalah masih ada
tetapi terdapat perubahan baik, dan masalah teratasi.
4. P ( planning ) : penentuan rencana selanjutnya diantaranya, revisi perencanaan, lanjutkan
perencanaan, dan hentikan perencanaan.
Daftar Pustaka

Ballsy C.A. Pangkey, Adventina Delima Hutapea, Idauli Simbolon Yenni Ferawati
Sitanggang, Sumirah Budi Pertami Novita Verayanti Manalu, Darmayanti, Novi Malisa
Annisaa Fitrah Umara, Riama Marlyn Sihombing Deborah Siregar, sugih W. 2021.
Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan (A. Karim (ed.)).
Dr. dr. Hariadi., M. E. 2019. Panduan Deteksi dan Respon Penyakit Meningitis Kementrian
Kesehatan RI (S. Kursianto, SKM., M.Si Adistikah Aqmarina (ed.)).
Hadi Purwanto, S.Kep.,Ns., M. K. 2016. MODUL BAHAN AJAR CETAK KEPERAWATAN.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik
(1st ed.). DPP PPNI.
Indonesia, D.K.M.-B., 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah :
Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai