Anda di halaman 1dari 7

BAB 3.

STUDI KASUS

1.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang dengan keluhan kejang berulang 8 kali.
Kejang dialami biasanya berlangsung selama ± 5 menit, kejang seperti kaku dan
kelonjotan pada seluruh anggota gerak, mata mendelik keatas, tampak pucat dan
berkeringat, lidah tidak tergigit dan tidak keluar busa dari mulut. Pada saat kejang pasien
dalam keadaan berbaring dan tidak sadarkan diri, setelah kejang pasien langsung tertidur,
setelah pasien bangun, pasien tampak bingung selama beberapa saat kemudian kembali
sadar dan dapat kembali berkomunikasi seperti biasa. Sebelum mengalami kejang pasien
sering merasa nyeri pada seluruh bagian kepala terutama dalam 1 bulan terakhir.
Riwayat kejang sebelumnya terjadi pada saat pasien berusia 1 tahun 6 bulan,
Kemudian pada usia 7 tahun pasien kembali mengalami kejang tetapi tidak disertai
demam. Kejang dialami 1 kali dengan durasi kejang ± 10-15 menit, dengan tipe kejang
yang sama seperti yang dialami pasien dalam 1 bulan terakhir. Pada saat pasien berusia
14 tahun, pasien kembali mengalami kejang dengan durasi yang semakin sering yaitu
sekitar 4-6 kali dalam 1 bulan dengan jarak antara kejang yang pertama dengan kejang
selanjutnya lebih dari 24 jam. Kejang terjadi selama 15 menit dengan tipe yang sama.
Pada saat pasien berusia 16 tahun dilakukan pemeriksaan EEG dan dinyatakan
mengalami epilepsi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkantekanandarah 120/80 mmHg,
nadi 92 x/menitreguler, RR 20 x/menit, suhu 36,5oC.Pada status generalis dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan nervus cranialis dalam batas normal. Refleks patologis tidak
ditemukan. Pada pemeriksaan penunjang EEG didapatkan kesan abnormal berupa
cetusan, epileptik difus, pada CT SCAN terdapat kesan subdural hygroma di regio
frontalis sinistra. Pasien dalam kasus ini didiagnosis dengan diagnosis klinis konvulsi tipe
umum tonik klonik, diagnosis topic pada daerah cerebri dan diagnosis etiologi adalah
epilepsi simptomatik et causa cedera kepala. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien
ini terdiri dari penatalaksanan umum berupa tirah baring disertai pemantauan terhadap
tanda vital pasien, dan diberikan terapi medikamentosa berupa infus RL XV gtt/menit,
Phenytoin 3x100 mg/hari, Oxcarbazepine 3x300 mg/hari, dan As. Folat 1x1 (Repindo dan
Zanariah, 2017).
1.2 Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. C
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 20 thn
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluarga mengatakan kejang dialami berlangsung selama ± 5 menit
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke IGD diantar oleh keluarga, keluarga mengatakan sebelum
megalami kejang pasien sering merasa nyeri pada seluruhbagian kepala, dan
terjadi kejang seperti kaku dan kelonjotan pada seluruh anggota gerak, mata
mendelik keatas, tampak pucat dan berkeringat, lidah tidak tergigit dan tidak
keluar busa dari mulut.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kelurga mengatakan kejang sebelumnya terjadi pada saat pasien berusia 1 tahun 6
bulan, Kemudian pada usia 7 tahun pasien kembali mengalami kejang tetapi tidak
disertai demam. Kejang dialami 1 kali dengan durasi kejang ± 10-15 menit,
dengan tipe kejang yang sama seperti yang dialami pasien dalam 1 bulan terakhir.
Pada saat pasien berusia 14 tahun, pasien kembali mengalami kejang dengan
durasi yang semakin sering yaitu sekitar 4-6 kali dalam 1 bulan dengan jarak
antara kejang yang pertama dengan kejang selanjutnya lebih dari 24 jam. Kejang
terjadi selama 15 menit dengan tipe yang sama. Pada saat pasien berusia 16 tahun
dilakukan pemeriksaan EEG dan dinyatakan mengalami epilepsi. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkantekanandarah 120/80
mmHg, nadi 92 x/menitreguler, RR 20 x/menit, suhu 36,5oC.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluraga mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan atau penyakit
tertentu.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS
E4,V5,M6
2) Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 92x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu : 36,5 oC
d. Body system

B1 (breating)  Pergerakan dada : simetris


kanan/kiri
 Tidak terdapat alat bantu nafas

B2 (bleeding)  Irama jantung : Regular


 Nadi : 92x/mnt
B3 (brain)  GCS E4, V5, M6
B6 (bone)  Kekakuan otot dan kelonjotan pada
seluruh anggota gerak
 Pergerakan sendi: terbatas
 Kejang terjadi 1 kali dengan durasi
± 5 menit

e. Pemeriksaan penunjang
1) EEG didapatkan kesan abnormal berupa cetusan, epileptik difus.
2) CT Scan terdapat kesan subdural hygroma di regio frontalis sinistra.
f. Terapi
1) Non farmakologi
a) Tirah baring
b) Pemantauan terhadap tanda vital
2) Farmakologi
a) Infus RL XV gtt/menit
b) Phenytoin 3x100 mg/hari
c) Oxcarbazepine 3x300 mg/hari
d) As. Folat 1x1.
g. Analisa Data

Data Focus Etiologi Diagnosa


DS : keluarga pasien Kejang Resiko Cedera
mengatakan pasien kejang
1 kali dengan durasi ± 5
menit
DO :
- Pasien tampak melotot
- Tampak pucat
- berkeringat

1.3 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko cedera b.d kejang d.d kejang seperti kaku dan kelonjotan pada seluruh anggota
gerak, mata mendelik keatas, tampak pucat dan berkeringat
1.4 Intervensi

Diagnosa
No. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Resiko cedera b.d Setelah dilakukan Tindakan Manajemen keselamatan Managemen keselamatan
kejang keperawatan selama…x24 jam lingkungan lingkungan
diharapkan keparahan dan cedera Observasi : Observasi :
yang diamati atau dilaporkan 1. Identifikasi kebutuhan 1. Untuk memaksimalkan
menurun keselamatan keamanan dan mengurangi risiko
Dengan kriteria hasil: 2. Monitor perubahan status cedera
1. Kajadian cedera menurun keselamatan lingkungan 2. Untuk mengetahui perubahan
2. Ketegangan otot menurun Terapeutik stutus keselamatan lingkungan
3. Luka/lecet menurun 1. Hilangkan bahaya pada pasien
4. Pendarahan menurun keselamatan, jika Terapeutik :
5. Fraktur menurun memungkinkan 1. Untuk menghilangkan bahaya
2. Modifikasi lingkungan untuk dan meningkatkan keselamatan
meminimalkan resiko 2. Untuk mengubah dan
3. Penggunaan perangkat meminimalkan resiko cedera
pelindung (mis. Rel 3. Untuk mencegah terjadinya
samping, pintu terkunci, cedera
padar)
Edukasi : Edukasi :
1. Ajarkan individu, keluarga, 1. Untuk mengetahui apakah
dan kelompok resiko tinggi individu, keluarga dan kelompok
bahaya lingkungan resiko tinggi meminimalisir
bahaya lingkungan

1.5 Implementasi

No. Tanggal / jam Implementasi Evaluasi


1. Manajemen keselamatan lingkungan 1. Mengidentifikasi kebutuhan 1. Keluarga mengerti cara identifikasi
05 Oktober 2022 / 08.00 keselamatan keselamatan pasien
05 Oktober 2022 / 08.05 2. Memonitor status keselamatan 2. Keluarga mampu mengetahui agar pasien
lingkungan pasien aman
05 oktober 2022/ 08.10 3. Menghilangkan bahaya keselamatan 3. Agar pasien tetap aman
lingkungan 4. Lingkungan aman nyaman
05 oktober 2022/ 08.15 4. Memodifikasi lingkungan untuk 5. Lingkungan aman nyaman
meminimalkan risiko 6. Pasien dan keluarga memahami resiko
05 Oktober 2022 / 08.20 5. Menggunakan perangkat pelindung tinggi bahaya lingkungan
6. Mengajarkan individu, keluarga,
dan kelompok resiko tinggi bahaya
05 Oktober 2022 / 08.25
lingkungan
1.6 Evaluasi

No. Tanggal Dx. Kep Evaluasi Paraf


1. 05 Oktober 1 S : keluarga pasien mengatakan mengeti tentang managemen keselamatan pada
2022 pasien/ cara mencegah resiko cedera
O:
- terpasang said riel pada tempat tidur pasien
- keluarga mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah cedera
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai