Anda di halaman 1dari 25

KELAINAN PADA

KELENJAR TIMUS

NURUL PUTRI A.N


171030100215
KELENJAR TIMUS
ANATOMI

 Thymus gland, terdiri dari 2


lobus
 Struktur mirip kelenjar limfe,
berbentuk seperti kupu-kupu
berwarna abu-abu yang
didalamnya berwarna merah
muda
 Kelenjar timus terletak
didalam thoraks didepan
pembuluh-pembuluh besar
didekat jantung.
 Pada bayi kelenjar timus
relatif besar dan berangsur-
angsur mengecil dengan
bertambahnya pertumbuhan.
FUNGSI

 Menghasilkan jaringan limfe  Kelenjar timus berperan dalam


dan limfoid penghasil sistem pertahanan tubuh
antibodi dengan menghasilkan hormone
 Bertanggung jawab dalam Thymosin, Thymic humural
pertumbuhan manusia dan factor, Thymic Factor dan
system kekebalan tubuh Thymopoietin.
manusia.
 Kelenjar ini merupakan
kelenjar penimbunan hormon
somatotrof/hormon
pertumbuhan. Bila
kekurangan kelenjar timus
akan menderita
kretinisme(kekerdilan) dan
bila kelebihan menimbulkan
gigantisme (raksasa).
MIASTHENIA GRAVIS

Kelainan Kelenjar Timus


DEFINISI
 Miastenia gravis (kelemahan otot yang parah) adalah
merupakan suatu penyakit gangguan autoimun yang
mengganggu sistem sambungan saraf (synaps) atau
neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan
menyebabkan kelemahan otot menahun.

 Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh atau


kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang
mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter
yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf
lainnya.
KLASIFIKASI
1. Kelompok I Myasthenia Okular

2. Kelompok II Myasthenia Umum

 Myasthenia umum ringan

 Myasthenia umum sedang

 Myasthenia umum berat

- Fulminan akut

- Lanjut
ETIOLOGI

 Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang


menyerang reseptor acetylcholine belum diketahui.
Secara teoritis, gangguan ini dapat disebabkan oleh
reaksi autoimun atau gangguan pada aktivitas
neurotransmiter.

 penyebab lain adalah adanya kemungkinan peranan


kelenjar thymus. Hubungan antara kelenjar thymus dan
Myasthenia Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti.
Para ilmuwan percaya bahwa kelenjar thymus mungkin
memberikan instruksi yang salah mengenai produksi
antibodi reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang
transmisi neuromuskular
Lanjutan

Pada banyak kasus, faktor penyebab penyakit Myasthenia


Gravis ini masih bersifat idiopatik atau belum jelas. Namun,
ada beberapa faktor yang diduga memicu penyakit ini,
Misalnya :
 Kelainan autoimun: kekurangan Antibodi AChR atau
kelebihan kolinesterase
 Genetik: bayi yang dilahirkan oleh ibu Miasthenia

 Obat-obatan
PATOFISIOLOGI

Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah


Acetyl Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan
Acetyl Choline(ACh) yang tetap dilepaskan dalam jumlah
normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran
ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan
penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls
tertentu sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot
terganggu dan menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot
otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada
sambungan neuromuskular.
MANIFESTASI KLINIS
Myasthenia gravis ditandai dengan kelemahan pada otot,
yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika
beristirahat,Kemudian kelemahan otot menjalar ke otot-otot
okular,fascial dan otot-otot bulbar dala rentang minggu
sampai bulan, gejala ini sering menjadi gejala awal dari
penyakit ini.
 Kelopak mata turun sebelah atau layu (asimetrik ptosis)

 Penglihatan ganda

 Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki

 Gangguan menelan

 Gangguan bicara

 Dan gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan


(respiratory paralysis),
DIAGNOSIS MG

Diagnosa Myasthenia Gravis pada awalnya didasarkan pada


gambaran klinis, Selain dengan melihat gambaran klinis, ada
beberapa test yang dapat dilakukan untuk diagnose penyakit
ini. Test-test yang dapat dilakukan itu antara lain :
1. Test Neurologis

2. Test Edrophonium Chloride (Tensilon)

3. Test Single Fiber Electromyography (EMG)

4. Test Darah

5. Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic


Resonance Imaging (MRI)
KOMPLIKASI

Miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia


tidak dapat menelan, membersihkan sekret, atau bernapas
secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada dua jenis
krisis yang terjadi sebagai komplikasi dari miastenia gravis
(Corwin, 2009), yaitu:
 Krisis miastenik
 Krisis kolinergik
PENATALAKSANAAN

Myasthenia Gravis bisa dikontrol dengan beberapa terapi


Yang ada, yang dirasakan cukup efektif untuk membantu para
penderita. Terapi-terapi tersebut bisa berupa :
1. Periode istirahat yang sering selama siang hari
2. Obat-obatan :
 Anticholinesterase

 Corticosteroid dan Immunosuppressant

3. Tindakan medis :
 Plasmapheresis

 Thymectomy
PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Pasien Tn.J berusia 39 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak
napas (dyspneu) sejak 3 hari yang lalu, keluhan disertai berkunang-
kunang/ tidak jelas, sulit melakukan aktivitas seperti kekurangan
energi saat menggerakan organ tubuhnya, dan merasa badannya
sedikit meriang. seminggu sebelum ke RS pasien mengeluh sulit
untuk berbicara dan melenan, keluhan sudah sering dirasakan namun
membaik setelah beristirahat. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut:
TD: 140/90 mmHg, S:370C, RR: 17 x/mnt, N: 51 x/mnt, Stomatis
(+), Ananemmsis (+), Anoreksia(+), dan pasien tampak terlihat gagap
saat berbicara, kelopak mata kanan pasien tampak turun.
ANALISA DATA
No Data Masalah Etiologi

1 Ds: Pasien mengatakan bahwa Kelemahan otot Fungsi indra


pandangannya kunang- pernapasan penglihatan tidak
kunang/tidak jelas Resiko tinggi optimal
Do: kelopak mata kanan pasien cidera
tampak turun.
2 Ds: Pasien mengatakan sesak Kelemahan otot Ketidakefektifan
napas sejak 3 hari yang lalu pernapasan pola napas
Do: Pasien tampak menggunakan
otot bantu napas
3 Ds: Pasien mengatakan sulit Hambatan Disfonia gangguan
berbicara dan menelan komunikasi pengucapan kata,
Do: Pasien terlihat gagap saat dan kehilangan
berbicara kontrol tonus otot
fasial atau oral
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera b.d fungsi indra
penglihatan tidak optimal
2. Ketidakefektifan pola napas b.d kelemahan
otot pernapasan
3. Hambatan komunikasi verbal b.d disfonia
gangguan pengucapan kata, gangguan
neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot
fasial atau oral.
INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana
(NOC) Keperawatan (NIC)
1. Resiko tinggi cedera b.d Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan
fungsi indra penglihatan perawatan 2 x 24 jam pasien dalam
tidak optimal kesadaran pasien dapat melakukan aktivitas
menghindari diri dari 2. Atur cara
cidera dengan kriteria beraktivitas pasien
hasil: sesuai kemampuan
• Menunjukkan 3. Evaluasi
perubahan perilaku. kemampuan
• Pola hidup untuk aktivitas motorik.
menurunkan faktor
resiko dan
melindungi diri dari
resiko dan melindungi
diri dari resiko cidera.
• Mengubah lingkungan
senyaman mungkin.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana
(NOC) Keperawatan (NOC)
2. Ketidakefektifan pola napas setelah diberikan 1. Kaji kemampuan
b.d kelemahan otot asuhan keperawatan ventilasi
pernapasan selama 2 x 24 jam, 2. Kaji kualitas,
diharapkan klien tidak frekuensi, dan
mengalami gangguan kedalaman
pola napas dengan pernapasan,
kriteria hasil : laporkan setiap
• Menunjukkan jalan perubahan yang
nafas yang paten terjadi.
(klien tidak merasa 3. Monitor vital sign
tercekik, RR dalam 4. Baringkan klien
batas normal, tidak dalam posisi yang
ada suara nafas nyaman dalam
abnormal) posisi duduk.
• TTV dalam rentang
normal
• Tidak terdapat sesak
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana
(NOC) Keperawatan (NIC)
3 Hambatan komunikasi Setelah diberikan 1. Kaji kemampuan
verbal b.d disfonia asuhan keperawatan komunikasi klien
gangguan pengucapan selama 2 x 24 jam, 2. Lakukan metode
kata, gangguan diharapkan komunikasi komunikasi yang
neuromuskular, verbal pasien tidak ideal sesuai dengan
kehilangan kontrol tonus terhambat, dengan kondisi pasien
otot fasial atau oral. kriteria hasi: 3. Antisipasi dan
•Pasien mengalami bantu kebutuhan
peningkatan dalam pasien
mengungkapkan 4. Ucapkan langsung
ekspresi non verbal kepada klien
• Pasien mampu berbicara pelan dan
mengkoordinasikan tenang, gunakan
gerakan dalam pertanyaan dengan
menggunakan isyarat jawaban ya atau
• Pasien mampu dan tidak dan
mau untuk perhatikan respon
mengkomunikasikan klien .
kebutuhannya dengan
lingkungan sosial.
IMPLEMENTASI DAN
EVALUASI
No Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi
1. Resiko tinggi cedera b.d 1. Mengkaji S: pasien mengatakan
fungsi indra penglihatan kemampuan klien pandangannya sudah jelas
tidak optimal dalam melakukan
aktivitas kembali
2. Mengatur cara O:
beraktivitas pasien TTV:
sesuai kemampuan
3. Mengevaluasi S: 360C
kemampuan N: 100 x/mnt
aktivitas motorik RR: 20x/mnt
TD: 120/80mmHg
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intrevensi
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

2 Ketidakefektifan pola 1. Mengkaji S: pasien mengatakan


napas b.d kelemahan kemampuan ventilasi sudah tidak sesak
otot pernapasan Mengkaji kualitas, O: Tidak ada ronki
frekuensi, dan TTV:
kedalaman S: 360C
pernapasan, N: 100 x/mnt
laporkan setiap RR: 20x/mnt
perubahan yang TD: 120/80mmHg
terjadi. A: Masalah teratasi
2. Memonitor vital sign P: lanjutkan
Membantu interverensi
membaringkan klien
dalam posisi yang
nyaman dalam posisi
duduk.
No Diagnosa Keperawan Implementasi Evaluasi

3. Hambatan komunikasi verbal 1. Mengkaji S:-


b.d disfonia gangguan kemampuan O: klien masih belum
pengucapan kata, gangguan komunikasi klien bisa
neuromuskular, kehilangan 2. Menganjurkan mengkomunikasikan
kontrol tonus otot fasial atau metode pesan dengan verbal
oral. penyampaian A: masalah belum
pesan melalui teratasi
tulisan atau isyarat P: intervensi
3. Membantu pasien dilanjutkan
dalam, memberian
obat secara oral
4. Menggunakan
pertanyaan dengan
jawaban ya atau
tidak dan
memperhatikan
respon pasien, saat
pasien memanggil.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai