Anda di halaman 1dari 36

Myastenia Gravis &

Guillain Barre
Syndrome (GBS)
Dosen Pembimbing :
Awan Hariyanto,S.Kep.,Ns.M.Kes
NAMA ANGGOTA KELOMPOK 5
MELSYA SYARI’AH A.P P17240224083

SHALU QODRAT P P17240224084

RENATA EKA F P17240224085

ELGA DARA N P17240224086

WUGUH ZAKTY N P17240224087

NURUL SEPTIANI P17240224088

SYIFA PUTRA W P17240224089

SELFIA DWI Y P17240224090


Myastenia Gravis
DEFINISI MYASTENIA GRAVIS
Myastenia gravis merupakan bagian dari penyakit
neuromuskular. Myastenia gravis adalah gangguan yang
mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang
kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).

Mastenia gravis merupakan kekemahan otot yang parah dan


satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara
cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya
pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari
normal) (Price dan Wilson, 1995)
Etiologi Myastenia Gravis
Myastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Bahkan
angka kejadiannya hanya 20 dalam 100.000 populasi. Jadi, perbandingan
terjadinya kasus ini adalah 1 : 5.000

Penyebab myastenia gravis masih belum diketahui secara pastı, diduga


kemungkinan terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor
asctilkolin (Acetyl Choline Receptor (AChR)) pada persimpangan
neoromuskular akibat reaksi autoimun.
Manifestasi Klinis Myastenia Gravis
Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka
gejala-gejala yang timbul juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada
beberapa otot. Otot-otot yang paling sering diserang adalah otot yang
mengontrol gerak mata, kelopak mata, bicara, menelan mengunyah, dan
bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai menyerang pada otot
pernafasan.
Dengan ikut terserangnya otot-otot yang mengontrol
pernafasan, maka hal ini menyebabkan penderita mengalami beberapa
gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek, kesulitan untuk
menarik nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga
memerlukan bantuan ventilator.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-
otot ocular yang menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan
diplopia (penglihatan ganda)
Patofisiologi Myastenia Gravis

 Pada myastenia gravis terdapat antibodi pada reseptor nikotinik


asetilkolin.Miastenia gravis dikatakan sebagai "penyakit terkait
sel B", dimana antibodi produk dari sel B justru melawan
reseptor asetilkolin.

 Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia timus atau


thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan
gejala miastenik. Pada miastenia gravis, antibodi IgG secara
langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa
yang merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi
reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan
mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular
Klasifikasi Myastenia Gravis
Adapun klasifikasi Myastenia Gravis antara lain:

1) Myastenia Gravis onset dini, usia saat onset kurang dari 50 tahun dengan
hiperplasia timus
2) Myastenia Gravis onset lambat, usia saat onset lebih dari 50. tahun dengan
atrofi timus
3) Myastenia Gravis terkait timoma
4) Myastenia Gravis dengan antibodi anti-MuSK
5) Myastenia Gravis Okular, gejala hanya dari otot periocular
6) Myastenia Gravis tanpa antibodi AChR dan MuSK yang terdeteksi.
Komplikasi pada Myasthenia
Gravis
1. Distress pernafasan
2. Pneumonia
3. Krisis miastenik. Krena perburukan myasthenia gravis, bisa
menyebabkan kematian karena lumpuhnya otot diafragma dan
otot intercostal
4. Krisis kolinergik. Karena penggunaan antikolinesterase yang
terlalu banyak, ditandai dengan mobilitas usus meningkat,
konstriksi pupil, dan brakikardia.
Pemeriksaan Penunjang
Myastenia Gravis
• Tes darah dikerjakan untuk menentukan kadar antibody tertentu didalam
serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies,
antistriational
• Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex.
• Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk
mendeteksiadanya pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
• Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim
acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi,
mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan
saraf tunggal.
• Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang
otot dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah
menandakan adanya MG
Penatalaksanaan Myastenia
Gravis
 Penatalaksanaan myastenia gravis dapat dilakukan dengan
obat-obatan, thymomectomy ataupun dengan imunomodulasi
dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis
yang baik pada kesembuhanya.
 Untuk menekan rekasi autoimun, dengan menggunakan obat
kortikosteroid, seperti prednison atau immunosuppressant
seperti cylosporine atau azathioprine.
 Ketika obat-obatan tidak menghasilkan keringanan atai
ketika myasthenic crisis terjadi, plasmapheresis
kemungkinan digunakan.
Pengkajian Myastenia Gravis
1. Identitas klien yang meliputi : nama, alamat, umur jenis kelamin, dan status
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah
istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah
melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas
dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik :
- B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan otot diafragma
- B2(bleeding): hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
- B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsiokular jatuhnya mata atau dipoblia
- B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih
- B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik usus turun,
hipersalivasi,hipersekresi
- B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebih
Masalah Keperawatan atau Diagnosa
Keperawatan yang Muncul Pada Myastenia
Gravis :
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d kelemahan otot
pernafasan
2. Resiko cedera b/d fungsi indra penglihatan tidak
optimal
3. Hambatan komunikasi verbal b/d disfonia,
gangguan pengucapan kata, gangguan
neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot
fasial atau oral
Intervensi Myastenia Gravis
Dx. 1 Ketidakefektifan pola nafas b/d kelemahan otot pernafasan
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan
klien kembali efektif
Kriteria hasil : Bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal,
irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal.

No Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan kapasitas
ventilasi perawat mengkaji frekuensi
pernapasan, kedalaman, dan bunyi nafas,
pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal,
(kapasitas vital, kekuatan inspirasi
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji frekuensi, kualitas, dan
kedalaman pernapasan, kita dapat
mengetahu sejauh mana perubahan kondisi
klien.
Lanjutan Dx. 1 Ketidakefektifan pola nafas b/d kelemahan otot
No pernafasan Intervensi Rasionalisasi
3. Berikan posisi nyaman pada klien, yaitu posisi Penurunan diafragma memperluas daerah
duduk (fowler) dada sehingga ekspans paru bisa maksimal
4. Observasi tanda-tanda vital Peningkatan RR dan takikard merupakan
indikasi penurunan fungsi paru adanya
Dx. 2 Resiko cedera b/d fungsi indra penglihatan tidak optimal

Tujuan : Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam


kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perubahan perilaku serta pola hidup untuk menurunkanfaktor
resiko dan melindungi diri dari cedera
- Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan

No Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan Menjadi data dasar dalam melakukan
aktivitas intervensi selanjutnya
2. Evaluasi aktivitas motorik Menilai singkat keberhasilan dar terapi yang
boleh diberikan
Lanjutan Dx. 2 Resiko cedera b/d fungsi indra penglihatan tidak
optimal
No Intervensi Rasionalisasi
3. Atur cara beraktivitas klien sesuai Menjadi data dasar dalam melakukan
kemampuan intervensi selanjutnya. Sasaran klien adalah
memperbaiki kekuatan dan daya tahan.
Menjad partisipan dalam pengobatan, klien
harus belajar tentang fakta-fakta dasar
mengenai agen agenan tikolinesterase-kerja,
waktu, penyesuaian dosis, gejala gejala
kelebihan dosis, dan efek toksik. Dan yang
penting pada pengguaan medikasi dengan
tepat waktu adalah ketegasan
Dx. 3 Hambatan komunikasi verbal b/d disfonia, gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, menggunakan bahasa isyarat mampu dipenuhi
Kriteria hasil:
- Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
- Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

No Intervensi Rasionalisasi
1. kaji komunikasi verbal pasien Kelemahan otot-otot bicara klien krisis
miastenia gravis dapa berakibat pada
komunikasi
2. Lakukan metode komunikasi yang ideal Teknik untuk meningkatkan komunikasi
sesuai dengan kondisi klien meliputi mendengarkan klien mengulangi apa
yang mereka coba komunikasikan dengan
jelas dan membuktikan yang diinformasikan,
berbicara dengan klien terhadap kedipan
mata mereka dan atau goyangkan jari jari
tangan atau kaki untuk menjawab ya/tidak
Lanjutan Dx. Dx. 3 Hambatan komunikasi verbal b/d disfonia, gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus
otot fasial atau oral pernafasan

No Intervensi Rasionalisasi
3. Beri peringatan bahwa klien di ruang ini Untuk kenyamanan yang berhubungan
mengalam gangguan berbicara, sediakan bel dengan ketidakmampuan komunikasi
khusus bila perlu
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien Membantu menurunkan frustasi oleh karena
ketergantungan atau ketidakmampuan
berkomunikasi
5. Kolaborasi: konsultasi ke ahl terapi bicara Mengkaji kemampuan verbal individual,
sensorik, dan motorik serta fungsi kognitif
untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan
terapi
Evaluasi Keperawatan Pada Myastenia Gravis :

1. Pola napas kembali efektif


2. Terhindar dari resiko cedera
3. Tidak terjadi hambatan dalam komunikasi
4. Citra tubuh klien meningkat
Guillain Barre Syndrome
(GBS)
Definisi GBS
 Sindrom Guillain barre adalah penyakit system saraf
perifer yang ditandai dengan serangan mendadak
paralisis atau paresis otot. Sindrom ini terjadi akibat
serangan autoimun pada mielin yang membungkus
saraf perifer.
 GBS juga dapat diartikan sebagai terjadinya suatu
masalah pada system saraf yang menyebabkan
kelemahan otot, kehilangan refleks dan kebas pada
lengan, tungkai, wajah, dan bagian tubuh lain.
Etiologi GBS
Etiologi Guillain-Barre Syndrome sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti dan
masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain (Japardi, 2002):
a. Infeksi Virus Atau Bakteri
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala
neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal
b. Vaksinasi
c. Pembedahan, anestes, ipenyakit Addison
d. Penyakit sistematik, seperti keganasan, Systemic Lupus Erythematosus, tiroiditis
e. Kehamilan atau dalam masa nifas
f. Gangguan endokrin
Manifestasi Klinis GBS
a. Masa Laten
Waktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan
saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu
sampai 28 hari, rata-rata 9 hari. Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang
timbul.
b. Gejala Klinis
1) Kelumpuhan
2) Gangguan Sensibilitas
3) Syaraf Kranialis
4) Gangguan Fungsi Otonom
5) Kegagalan Pernapasan
6) Papiledema
Patofisiologi GBS

Patofisiologi Guillain-Barre syndrome (GBS) atau sindrom Guillain-


Barre pada dasarnya muncul setelah proses infeksi, dan dimediasi
oleh sistem imun yang menyebabkan kerusakan saraf perifer.

Sistem imun humoral dan selular memegang peranan penting dalam


perjalanan penyakit ini. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi,
yaitu antibodi anti ganglioside, molecular mimicry, aktivasi
komplemen, dan faktor host
Komplikasi pada Penyakit
GBS :
a) Paralysis yang persisten
b) Kegagalan pernafasan
c) Hipotensi atau hipertensi
d) Tromboembolisme
e) Pneumonia
f) Aritmia kardial
g) Aspirasi
h) Retensi urinae
i) Problem psikiatrik (seperti: depresi dan ansietas)
Klasifikasi GBS :
Menurut Lewis (2009) klasifikasi dari Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah sebagai berikut:

a. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN). Sering muncul cepat dan mengalami paralisis
yang berat dengan perbaikan yang lambat dan buruk.

b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN). Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan
titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GMI, GDla, GD1b)

c. Miller Fisher Syndrome. Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5% dari semua kasus GBS.
Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia.

d. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP). CIDP memiliki gambaran klinik


seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala neurologinya bersifat kronik.

e. Acute Pandysautonomia. Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi.
Penatalaksanaan GBS
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomik.
Beberapa penatalaksanaan yang dilakukan adalah :

1) Pengaturan Jalan Napas. Respirasi diawasi secara ketat terhadap perubahan kapasitas vital dan gas
darah yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan.

2) Pemantauan EKG dan Tekanan Darah Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah dan EKG
sangat penting karena gangguan fungsi otonom dapat mengakibatkan timbulnya hipotensi atau
hipertensi yang mendadak serta gangguan irama jantung.

3) Plasmaparesis. Pertukaran plasma (plasma exchange) yang menyebabkan reduksi antibiotik ke


dalam sirkulasi sementaradapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang
memburuk pada pasien demielinasi.

4) Perlu diperhatikan pemberian cairan dan elektrolit terutama natrium karena penderita sering
mengalami retensi airan dan hiponatremi disebabkan sekresi hormone ADH berlebihan.
Pengkajian GBS :
1. Identitas
- Umur: Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2
tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun.
- Jenis kelamin : Semua orang baik wanita maupun laki-laki dapat mengalaminya
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan parastesia (kesemutan dan kebas) pada otot kaki, sesak napas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Gejala yang sering dirasakan pasien yaitu kesemutan dan kebas (parestesia), kelemahan pada otot kaki yang
berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengalami infeksi pada saluran pernapasan, gastroinstentinal yang lama, bedah saraf, penggunaan obat-obat
seperti kortisteroid dan berbagai jenis antibiotic.
5. Pemeriksaan Fisik
- B1 (Breathing) : Pasien tidak dapat batuk efektif, pengeluaran sputum, ronkhi, dispneu, adanya penggunaan otot-
otot bantu pernapasan, apneu.
- B2 (bleeding) : Wajah kemerahan, takikardi/ bradikardi, hipotensi/ hipertensi
- B3 (Brain) : Pusing, letargi
- B4 (Bledder) : Adanya distensi kandung kemih.
- B5 (Bowel) : Pasien sulit menelan atau mengunyah makanan, bising usus menurun, pasien. mengalami konstipasi
- B6 (Bone) : Adanya kelemahan pada otot, dan penurunan kekuatan otot
Masalah Keperawatan atau Diagnosa
Keperawatan yang Muncul Pada GBS :

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan


dengan kelemahan/paralisis otot pernafasan
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan neuromuscular
Intervensi GBS
Dx. 1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot
pernafasan
Tujuan: Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas klien
adekuat
Kriteria hasil :
• Tidak ada distress pernafasan
• RR klien normal (16-24 x/menit)

No Intervensi Rasionalisasi
1. Pantau frekuensi, kedalaman, dan Peningkatan distress pernapasan
kesimetrisan pernafasan. Catat kerja nafas menandakan adanya kelelahan pada otot
dan observasi warna kulit dan membran pernapasan.
mukosa.
2. Catat adanya kelemahan pemapasan selama Indikator yang baik terhadap gangguan
berbicara fungsi nafas menurunnya kapasitas vital paru
Lanjutan Dx. 1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan/paralisis
otot pernafasan
No Intervensi Rasionalisasi
3. Tinggikan kepala tempat tidur (semifowler) Meningkatkan ekspansi paru dan usaha
batuk, menurunkan kerja pernapasan
4. Evaluasi refleks batuk, refleks gag/menelan Evaluasi dilakukan untuk mencegah aspirasi,
secara periodik infeksi pulmonia, dan gagal napas
5. Lakukan pemeriksaan laboratorium Menentukan keefektifan dari ventilasi
sekarang dan kebutuhan klien
6. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi (nasal e Mengatasi hipoksia
kanul, masker oksigen, atau ventilator
mekanik)
Dx. 2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
Tujuan : Setelah dilakukantindakan selama diharapkan mampu keperawatan 3x24
jam klien mempertahankan mobilitas fisik tanpa ada komplikasi
Kriteria hasil :
- Tidak ada laporan kontraktur, dekubitus
- Meningkatkan kekuatan otot dan fungsi bagian yang sakit
- Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang diinginkan sesuai

No Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kekuatan motorik dengan menggunakan 1 Menentukan perkembangan/intervensi
skala 0-5. Lakukan pengkajian secara teratur selanjutnya
2. Berikan posisi yang memberikan kenyamanan Menurunkan kelelahan, meningkatkan
pada klien dan lakukan perubahan posisi relaksasi, menurunkan resiko terjadinya
dengan jadwal yang teratur sesuai kebutuhan iskemia/kerusakan pada kulit
individu
Lanjutan Dx. 2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan neuromuscular
No Intervensi Rasionalisasi
3. Sokong ekstremitas dan persendian dengan 3 Mempertahankan ekstremitas dalam posisi
bantal/papan kaki fisiologis, mencegah kontraktur, dan
kehilangan fungsi sendi
4. Menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus Menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus
otot, dan meningkatkan mobilisasi sendi otot, dan meningkatkan mobilisasi sendi
5. Menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus Penggunaan otot secara berlebihan dapat
otot, dan meningkatkan mobilisasi sendi meningkatkan waktu yang diperlukan untuk
reinkarnasi karena dapat memperpanjang
waktu penyembuhan
6. Anjurkan untuk melatih gerak secara bertahap Meningkatkan fungsi organ normal dan
memiliki efek psikologis positif.
7. Berikan lubrikasi/minyak artifisial sesuai Mencegah kekeringan dari jaringan tubuh
kebutuhan yang halus
Evaluasi Keperawatan Pada GBS :

1. Pola napas kembali efektif


2. Tidak ada distress pernafasan
3. Terhindar dari resiko cedera
4. Kekuatan otot meningkat
5. Tidak terjadi luka
6. Citra tubuh klien meningkat
SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai