Disusun
Oleh :
FATIN AFIZAH SARI B. S. 40219009
KASTINA SHOLEHAH 40219012
M.ROYHAN GOGOT NURSAWIT 40219029
TITIK PUSPARINI 40219035
YOKE RHESMA VIDDYA YULITA 40219036
LEANDER EKASAKTI YULIS
NAMA :
FATIN AFIZAH SARI B. S. 40219009
KASTINA SHOLEHAH 40219012
M.ROYHAN GOGOT NURSAWIT 40219029
TITIK PUSPARINI 40219035
YOKE RHESMA VIDDYA YULITA 40219036
LEANDER EKASAKTI YULIS
( ) ( )
BAB I
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi Meningoencephalitis
Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya
yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis. Meningitis
adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri,
virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan
ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,
protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan
pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga
disebut meningoensefalitis (Mansjoer, 2017).
Meningoensefalitis dapat terjadi karena selama meningitis bakteri,
mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam
parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis,
reaksi radang mencapai cairan serebrospinal dan menimbulkan gejala-gejala iritasi
meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada
beberapa agen etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya
enterovirus (Slaven, 2017).
C. Klasifikasi Meningoencephalitis
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu:
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
Klasifikasi Encephalitis
a. Ensefalitis Supurativa
b. Ensefalitis Siphylis
c. Ensefalitis Virus
d. Ensefalitis KarenaParasit
e. Ensefalitis Karena Fungus
f. Riketsiosis Serebri
D. Etiologi Meningoencephalitis
Penyebab ensefalitis biasanya bersifat infektif tetapi bisa juga yang non-
infektif seperti pada proses dimielinisasi pada Acute disseminated encephalitis.
Ensefalitis bisa disebabkan oleh virus, bakteria, parasit, fungus dan riketsia.
Agenvirus, seperti virus HSV (Herpes Simplex Virus) tipe 1 dan 2 (hampir secara
eksklusif pada neonatus), (Eipstein Bar Virus) EBV, virus campak, virus gondok,
dan virus rubella, yang menyebar melalui kontak orang-ke-orang. Virus herpes
manusia juga dapat menjadi anelsgen penyebab. CDC (Centers for Disease
Control and Prevention) telah mengkonfirmasi bahwa virus West Nile dapat
ditularkan melalui transplantasi organ dan melalui transfusi darah. Vektor hewan
penting termasuk nyamuk, kutu (arbovirus), dan mamalia seperti rabies.
a. Infeksi virus:
1) Dari orang ke orang: morbili, gondong, rubella, kelompok enterovirus,
kelompok herpes, kelompok pox, influenza A dan B.
2) Lewat arthropoda: Eastern equine, Western equine, Dengue, Colorado tick
fever (Muttaqin, 2018).
b. Infeksi non virus:
1) Bakterial: meningitis tuberkulosa dan bakterial sering mempunyai
komponen ensefalitis.
2) Spirocheta: sifilis, leptospirosis.
3) Jamur: kriptococus, histoplasmosis, aspergilosis, mukomikosis, kandidosis,
koksidiodomikosis
4) Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasma.
5) Staphylococcus aureus
6) Streptococcus
7) E. Colli
8) Mycobacterium
9) T. palladium (Muttaqin, 2018)
c. Pasca infeksi
1) Campak
2) Rubella
3) Varisela
4) Virus Pox
5) Vacinia
E. Manifestasi Meningoencephalitis
Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala
meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti
oleh perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal,
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik (Tidy,
2012). Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis secara umum
sama berupa Trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang, dan penurunan
kesadaran. Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan
sampai yang berat. Manifestasi ensefalitis biasanya bersifat akut tetapi dapat juga
perlahan-lahan. Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari yang ditandai
dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
pada ekstremitas dan pucat, kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat
ringannya tergantung distribusi dan luasnya lesi pada neuron (Sastroasmoro,
2017).
Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang,
minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang
44% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh Streptococcus
pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan
kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak (usia 3
bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi,
kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk dan tanda
Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi,
sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah
terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku
kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan
orang dewasa permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala
yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri
punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas.
Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan
takikardi karena septikimia (Harsono, 2015).
Gejala klinis meningitis dan ensefalitis pada anak umur lebih 2 tahun
lebih khas dibandingkan anak yang lebih muda. Gejala tersebut antara lain
terdapatnya panas, menggigil, muntah, nyeri kepala, kejang, gangguan kesadaran,
dan yang paling utama terdapatnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti kaku
kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan Laseque. Yang membedakan meningitis dan
ensefalitis dari segi pemeriksaan fisik ialah pada meningitis didapatkan tanda-tanda
perangsangan meningeal seperti kaku kuduk, tanda Brudzinski, Kernig, dan
Laseque, sedangkan pada ensefalitis tidak terdapat tanda-tanda tersebut melainkan
adanya gejala-gejala fokal kerusakan jaringan otak tergantung dari lokasi infeksi
(Harsono, 2015).
Manifestasi klinis yang nampak pada pasien dengan kasus
meningoensefalitis, yaitu :
a. Peningkatan tekanan intrakranial seperti : sakit kepala, penurunan
kesadaran, dan muntah.
b. Demam akibat infeksi (respon nyeri terhadap cahaya).
c. Kaku kuduk.
d. Kejang dan gerakan abnormal (Elizabeth, 2010).
F. Patofisiologi Meningoencephalitis
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran
darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan
kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau
berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat
melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus
paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak.
Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-
pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang
mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak
disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk
dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi
infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini
memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah
dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis (Harsono, 2015).
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-
virus yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut,
virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain
masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk.
Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau
cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal,
kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris
di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde
axoplasmic spread misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes
zoster. Di dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau
melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan
meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat
kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak,
peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia (Harsono,
2015).
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh
karena parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam.
Kemungkinan besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu
penderita berenang di air yang bertemperatur hangat (Soedarto, 2013). Infeksi
yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan
ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging
yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam
bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf pusat. Pada fetus yang
mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul berbagai
manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh
lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus
meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang
nyata misalnya mikrosefalus, dll (Mardjono,2014).
G. Komplikasi Meningoencephalitis
Meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome
of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis.
meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Komplikasi intermediet ada empat,
terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan
komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan
motorik.
Komplikasi yang bisa muncul :
a. Cairan subdural
b. Hidrosefalus
c. Edema otak
d. Abses otak
e. Renjatan septik
f. Pnemonia (karena aspirasi)
g. Koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC) (Mardjono,2014).
Tanda Kernig
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai (Mansjoer,
2017).
Tanda Brudzinski I
5. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi paha pada sendi
panggul sedangkan tungkai satunya lagi dalam keadaan ekstensi. Tanda
Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi pada sendi
panggul kontralateral (Mansjoer, 2017).
Selain berdasarkan anamnesis dan gejala klinis yang muncul, ada
beberapa pemeriksaan penunjang yang mampu mendiagnosis
meningoensefalitis. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk membantu mendiagnosis meningoensefalitis adalah pemeriksaan pungsi
lumbal, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan radiologis.
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang
merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati
dan bakteri (Mansjoer, 2017). Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi
peningkatan cairan serebrospinal, biasanya disertai limfositosis,
peningkatan protein, dan kadar glukosa yang normal (Ginsberg, 2017).
Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan
otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan
meningkat, gula menurun, klorida menurun (Harsono, 2015).
Pemeriksaan cairan serebrospinal pada amuba meningoensefalitis yang
diperiksa secara mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit amuba
(Soedarto, 2013). Penyebab dengan Toxoplasma gondii didapat protein
yang meningkat, kadar glukosa normal atau turun. Penyebab dengan
Criptococcal, tekanan cairan otak normal atau meningkat, protein
meningkat, kadar glukosa menurun. Lumbal pungsi tidak dilakukan bila
terdapat edema papil, atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Pada
kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan
massa dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT scan atau
MRI kepala (Tidy, 2012).
2. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis
leukosit, kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta
didapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung
jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit (Mansjoer, 2017).
Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu
hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti
Diuretic Hormon) yang menurun (Harsono, 2015). Pada Mycobacterium
tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan sel
mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah
leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering positif
(Harsono, 2015).
3. Pemeriksaan Radiologis
CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat
menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan menunjukkan edema otak.
Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab herpes simpleks, diagnosa
dini dapat dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk
amplifikasi DNA virus. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan
kelainan dengan bukti disfungsi otak difus (Ginsberg, 2017).
I. Penatalaksanaan Meningoencephalitis
Penatalaksanaan pada pasien dengan meningoensefalitis yaitu :
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan
jangan berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas
dengan obat – obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat
diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10 mg
lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih
menimbulkan pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi
ada juga yang mengatakan tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan
nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3
minggu, bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan
antibiotika yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang
jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
a. Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti
daya tahan host telah menurun.
b. Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan
fagositosis tidak efektif.
c. Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob
serta dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya
antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.
Antibiotika menurut Nelson (2010) yang sering dipakai untuk
meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2
kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3
kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4
kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali
pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali
pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali
pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali
pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali
pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian
Dewasa : 4 – 8 gram/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonates : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2
kali pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari dibagi
dalam 2–4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam. Bila fungsi
ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4
kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya
antibiotika yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut
ini :
Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila sensitif
Enterobacteriaceae dan atau ditambah
aminoglikosida secara
intrateca.
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
7. Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B Tobramisin
8. Streptococcus Ampisillin +
Group D Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol
J. Pathway Meningoencephalitis
(Terlampir)
Data umum
Nama : An. R
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : TK
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Mangga Blitar
No. Registrasi : 707061
Diagnosa medis : Edema cerebral
Tanggal MRS : 5-12-2019 Pukul :15.10
Tanggal pengkajian : 5-12-2019 Pukul :22.00
Bila pasien di IGD
Triage pada pukul : 15.20
Kategori triage : P1 P2 P3
Data khusus
Subyektif
Keluhan utama (chief complaint): Kejang
(Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di
bawa ke RS secara lengkap).
Pasien datang ke IGD RSUD Mardi Waluyo dengan keluhan kejang sejak tadi pagi 5-
12-2019 sebanyak 3x dalam waktu kurang lebih 2-5 menit,px juga diare sejak tadi
pagi 5-12-2019 sebanyak 4x panas 39,4. Lalu px dirawat diruang ICU RSUD Mardi
Waluyo Blitar pukul 16.00.
1 2 1 3 4 5 6 7 8 9 10
Menurut Ahency for Health Care Polcy and Research (Data Obyektif)
No Intensitas Nyeri Diskripsi
1 Tidak Nyeri Pasien mengatakan tidak nyeri
Pasian tidak sadar
2 Nyeri Ringan Pasien mengatakan sedikit nyeri atau ringan
Pasien nampak gelisah
3 Nyeri Sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa ditahan /
sedang
Pasien nampak gelisah
Pasien mampu sedikit berpartisipasi dlm
keperawatan
4 Nyeri Berat Pasien mengatakan nyeri tidak dapat ditahan / berat
Pasien sangat gelisah
Fungsi mobilitas dan perilaku pasien
Berubah
5 Nyeri Sangat Pasien mengatakan nyeri tidak tertahankan / sangat
Berat berat
Perubahan ADL yang mencolok (Ketergantungan),
putus asa
Obyektif
Keadaan umum : Baik Sedang Lemah
AIRWAY
Snoring Ya Tidak
Gurgling Ya Tidak
Stridor Ya Tidak
Wheezing Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Benda asing Ya Tidak Sebutkan Tidak ada benda asing
BREATHING
Gerakan dada Simetris Asimetris
Gerakan paradoksal Ya Tidak
Retraksi intercosta Ya Tidak
Retraksi suprasternal Ya Tidak
Retraksi substernal Ya Tidak
Retraksi supraklavikular Ya Tidak
Retraksi Intraklavikula Ya Tidak
Gerakan diafragma Normal Tidak
CIRCULATION
Akral tangan dan kaki Hangat Dingin
Kualitas nadi Kuat Lemah
CRT < 2 dt > 2 dt
Perdarahan Ya Tidak
DISABILITY/STATUS NEUROLOGI
Tingkat kesadaran :
Alert : sadar dan orientasi baik
Verbal : respon terhadap suara (sadar tapi bingung atau tidak sadar tapi
berespon terhadap suara
Pain : tidak sadar tapi berespon terhadap nyeri
Unresponsive : tidak sadar, tidak ada reflek batuk/reflek gag
GCS Eye: 4 Verbal: 3 Motorik:5 Total: 12
Pupil : Isokor Anisokor
Reaksi terhadap cahaya : Ya tidak
Kimia Darah
Ureum : (N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : (N : 07 – 1,5 mg / dl )
SGOT : (N : 2 – 17 )
SGPT : (N : 3 – 19 )
BUN : (N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : (N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : (N : 6,7 – 8,7 mg / dl )
GD Puasa : (N : 100 mg / dl )
GD 2 JPP :. (N : 140 – 180 mg / dl )
Analisa elektrolit
Natrium : (N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : (N : 3,5 – 5,0 mml / l )
Clorida : (N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : (N : 7,6 – 11,0 mg / dl )
Phospor : (N : 2,5 – 7,07 mg / dl )
GIVE COMFORT
Memberikan posisi senyaman pasien
HISTORY (MIVT)
M : Mechanism
Diare dan panas naik turun disertai kejang kemudian langsung dibawa ke
puskesmas , di puskesmas di rujuk ke RSUD Mardi Waluyo.
I : Injuries Suspected
Cedera di kepala
V : Vital sign on scene
TD : 80/65 mmHg, N : 140 x/menit , RR : 35 x/menit , S : 39,4°C
T : Treatment received
Kompres air hangat , D5 ½ Ns 14 tpm
Mata
Palpebra oedema Ya Tidak
Sklera Ikterik Kemerahan Normal
Konjungtiva Anemis Kemerahan Normal
Pupil Isokor Anisokor
Midriasis Ø: mm
Miosis Ø: mm
Reaksi terhadap cahaya: -/-
Racoon eyes Ya Tidak
Hidung
Bentuk Normal Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Epistaksis Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pernafasan cuping hidung Ya Tidak
Terpasang oksigen: 8lpm (simple mask)
Gangguan penciuman Ya Tidak
Telinga
Bentuk Normal Tidak
Othorhea Ya Tidak
Cairan Ya Tidak
Gangguan pendengaran Ya Tidak
Luka Ya Tidak
Mulut
Mukosa Lembab Kering Stomatitis
Luka Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Muntahan Ya Tidak
Leher
Deviasi trakhea Ya Tidak
JVD Normal Meningkat Menurun
Pembesaran kelenjar tiroid Ya Tidak
Deformitas leher Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Pain/nyeri Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Thoraks :
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya Tidak
Gerakan paradoksal Simetris Tidak
Paru – paru :
Pola nafas, irama : Teratur Tidak teratur
Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
Lain-lain: Tidak ada
Suara nafas Vesikuler Bronkial Bronkovesikuler
Suara nafas tambahan :
Ronkhi Wheezing Stridor Crackles
Lain-lain: Tidak ada suara nafas tambahan
Batuk Ya Tidak Produktif Ya Tidak
Sputum: Warna : Tidak ada Jumlah : tidak ada
Bau : Tidak ada Konsistensi: Tidak ada
Jantung
Iktus cordis teraba pada ICS...4.Parastrenalis dextra ...
Irama jantung Reguler Ireguler
S1/S2 tunggal Ya Tidak
Bunyi jantung tambahan Murmur Gallops Rhitme lain-lain: Tidak ada
Nyeri dada Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat, teraba Lemah
Teraba hilang timbul tidak teraba
CVP: Ada Tidak ada
Tempat CVP Subklavia Brachialis Femoralis
Pacu jantung Ada Tidak ada
Jenis: Permanen Sementara
Abdomen
Jejas Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Distensi Ya Tidak
Massa Ya Tidak
Peristaltik usus 12 x/menit
Mual Ya Tidak
Muntah Ya Tidak
Frekuensi 1x, Jumlah 1 cc, warna kuning kecoklatan
Pembesarah hepar Ya Tidak
Pembesaran lien Ya Tidak
Ekstremitas
Deformitas Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya Tidak
Tenderness/kekakuan Ya Tidak
Laserasi/jejas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Restaint Ya Tidak
Kontraktur Ya Tidak
Parese Ya Tidak
Plegi Ya Tidak
Nyeri tekan Ya Tidak
Pulsasi Sangat kuat Kuat teraba
Lemah Teraba hilang timbul tidak teraba
Fraktur Ya Tidak
Crepitasi Ya, di. Tidak
Kekuatan otot 5 5
5 5
Oedema - -
Kulit
Turgor Baik Sedang Jelek
Decubitus Ada Tidak Lokasi:………
…
Pelvis/Genetalia
Deformitas Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya Tidak
Perdarahan Ya Tidak
Instability Ya Tidak
Crepitasi Ya, di......... Tidak
Kebersihan area genital Bersih Kotor
Priapismus Ya Tidak
Incontinensia urine Ya Tidak
Retensi Urine Ya Tidak
Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Eliminasi BAB Sebelum Sakit Setelah Sakit
/ BAK
1 Jumlah / Waktu BAK BAK
Pagi :2x Pagi : Pampres
Siang :2x Siang : Pampres
Malam :2x Malam :Pampres
BAB : BAB :
1x Belum BAB
2 Warna BAB : Kuning kecoklatan BAB :Belum BAB
BAK : Kuning jernih BAK : Kuning jernih
3 Bau BAB : Khas BAB : Belum BAB
BAK : Khas BAK :Khas
4 Konsistensi BAB : Lembek BAB : Belum BAB
5 Masalah
Tidak ada masalah Tidak ada masalah
eliminasi
6 Cara mengatasi Tidak ada cara untuk Tidak ada cara untuk
masalah mengatasi mengatasi
Pola Istirahat Tidur
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Istirahat Tidur
1 Jumlah / Waktu Pagi : Tidak tidur Pagi :Tidak tidur
Siang : 2 jam Siang : Tidak tidur
Malam : 5-7 jam Malam : 2 jam
2 Gangguan tidur Tidak ada gangguan Ada px gelisah
3 Upaya
Ditemani orang tua dan
mengatasi Tidak ada upaya untuk
dilus- lus, juga di injeksi
masalah mengatasi
diazepam
gangguan tidur
4 Hal yang
mempermudah Tenang Tenang
tidur
5 Hal yang
mempermudah Kaget, bising, gaduh Kaget, bising, gaduh
bangun
Pola Kebersihan diri / Personal Hygiene
Pemenuhan
No Personal Sebelum Sakit Setelah Sakit
Hygiene
1 Frekuensi
2-3x/ minggu Tidak mencuci rambut
mencuci rambut
2 Frekuensi Mandi 3xsehari Tidak mandi hanya di seka
3 Frek. Gosok
3x sehari Tidak gosok gigi
gigi
4 Memotong kuku 2 minggu sekali Tidak memotong kuku
5 Ganti pakaian 2-3x sehari 1x sehari
INSPECT OF BACK POSTERIOR
Deformitas leher Ya Tidak
Contusio/memar Ya Tidak
Abrasi/luka babras Ya Tidak
Penetrasi/luka tusuk Ya Tidak
Burns/luka bakar Ya tidak
Tenderness/kekakuan Ya tidak
Laserasi Ya Tidak
Swelling/bengkak Ya idak
Suhu tubuh
meningkat
Edema
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Kesadaran
menurun
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien : An R No. RM : 707061
Umur : 6 tahun Alamat : Jl Manga Blitar
Hari Rawat ke :1 Dx Medis : Edema Cerebral
A. Kesimpulan
Berdasarkan masalah yang ada intervensi yang telah dilakukan
berdasarkan penelitian dan teori yang ada kompres hangat di bagian axilla sangat
efektif untuk menurunkan panas di buktikan dengan penurunan suhu tubuh pada
pasien An. R, diketahui penurunan suhu tubuh 39,40C menjadi 37.60C setelah
dilakukan kompres air hangat di axilla.
B. Saran
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan dapat dijadikan masukan dalam memilih kebijakan dan dasar
penyusunan standar operasional prosedur (SOP) dalam penanganan pasien
anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh pada demam, sehingga dapat
meminimalkan penggunaan antipiretik.
2. Bagi Perawat
Diharapkan dapat dijadikan masukan dan bahan informasi bagi perawat
untuk meningkatkan pengetahuan tentang efektivitas pemberian kompres
hangat di axilla terhadap penurunan suhu tubuh anak demam, serta sebagai
masukan dalam pemilihan intervensi keperawatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dari intervensi, disarankan dapat digunakan sebagai bahan referensi di
perpustakaan dan bahan informasi terutama mengenai efektivitas pemberian
kompres hangat di axilla terhadap penurunan suhu tubuh anak demam.
4. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat mempelajari dan menambah refrensi terkait jurnal
kompres hangat serta penatalaksanaan agar kedepannya bisa mengembangkan
inovasi terbaru.