Anda di halaman 1dari 9

PATOGENESIS

 Meningitis Bakterial 1
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,
tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering
didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman
yang ada dalam cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh
infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.
3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi
lumbal dan mielokel.
4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:
o Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir
atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir
o Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

 Meningitis Tuberkulosis 9
Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran
tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Terjadinya meningitis bukanlah
karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,
melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan
otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam
rongga arachnoid (rich dan McCordeck). Kadang-kadang dapat juga terjadi
perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan
histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis.
Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama batang otak
(brain stem) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa
dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan
mengakibatkan hidrocephalus serta kelainan saraf pusat. Tampak juga
kelainan pembuluh darah seperti Arteritis dan Phlebitis yang menimbulkan
penyumbatan. Akibat penyumbatan ini terjadi infark otak yang kemudian
mengakibatkan perlunakan otak.
 Meningitis Viral
Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan
masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran
pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar
keseluruh tubuh dengan beberapa cara:1
o Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan
atau organ tertentu.
o Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.
o Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah
pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke
organ lain.
o Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput
lender dan menyebar melalui system saraf.

Berikut contoh cara transmisi virus :12


o Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui
rute saluran respirasi
o Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk
o Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan
sejenisnya ataupun bahan eksresinya.

Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan


enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau
HSV; atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga
lain. Ditempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah
menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural)
ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut
pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat
terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1
mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf.
Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran
jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi
hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin
karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang
hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta
perivaskuler dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat
laten.1,7
 Meningitis Jamur
Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan
sekitar. Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul
polisakarida yang besar yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul
distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini
meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat baik dalam host mamalia. Reaksi
inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe
(primary lung lymp node complex) yang biasanya membatasi penyebaran
organisme.
Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat
terjadi seperti gejala pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang
bervariasi beratnya. Keadaan ini biasanya membaik perlahan dalam beberapa
minggu atau bulan dengan atau tanpa pengobatan. Pada pasien lainnya dapat
terbentuk lesi pulmonar fokal atau nodular. Cryptococcus dapat dorman dalam
paru atau limfenodus sampai pertahanan host melemah. Cryptococcus
neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodus torakal ke aliran darah
terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat
terjadi selama infeksi primer atau selama masa reaktivasi bertahun-tahun
kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang paling sering terkena
adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana predileksi infeksi ini terutama
pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan. Ada beberapa faktor yang
berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus neofarmans pada susunan
saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik yang
diaktakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti,
produksi phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk
berkembang dengan cepat pada suhu tubuh host.Informasi terakhir
mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai antioksidan yang melindungi
organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor karakteristik
lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan
tubuh terutama fagositosis dankemampuan jamur untuk hidup dan
berkembang pada suhu tubuh manusia.

3.5 MANIFESTASI KLINIS


Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari
demam, sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa
gejala lain, seperti :
 Mual
 Muntah
 Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
 Perubahan atau penurunan kesadaran

 Meningitis Bakterial
Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk
meningitis bakterial. Tanda dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu
luas sehingga sering didapatkan pada anakanak baik yang terkena meningitis
ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur
pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuhterhadap
infeksi. Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis,
gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas. Biasanya pasien tampak lemas
dan malas, tidak mau makan, muntahmuntah, kesadaran menurun, ubun-ubun
besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-
kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis
pada bayi baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.
Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik
meningitis.Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah,
gelisah, kejang berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada
bayi). Tanda fisik yang tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan
membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh
karena insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi
susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan demam terus menerus
yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.
Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan
gambaran klasik. Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah
dan nyeri kepala. Kadangkadang gejala pertama adalah kejang, gelisah,
gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma
dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk,
tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh
darah meningen, sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai
rigiditas spinal disebabkan karena iritasi meningen serta radiks spinalis.
Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium,
juga karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI,
VII, dan IV adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya
sekunder karena nekrosis kortikal atau vaskulitis oklusif, paling sering karena
trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral menyebabkan kejang dan
hemiparesis.1
Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9
1. Gejala infeksi akut.
a. Lethargy.
b. Irritabilitas.
c. Demam ringan.
d. Muntah.
e. Anoreksia.
f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).
g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).
2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.
a. Muntah.
b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).
c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)
d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.
e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.
f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.
g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis,
Strabismus.
h. Crack pot sign.
i. Pernafasan Cheyne Stokes.
j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih
besar).
3. Gejala ransangan meningeal.
a. Kaku kuduk positif.
b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala
di atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan
punggung. Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala
meningeal tidak dapat diandalkan sebagai diagnosis. Bila terdapat
gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal untuk
mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

 Meningitis Tuberkulosis 9,10


Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata
walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis
miliaris sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan pungsi lumbal
walaupun gejala meningitis belum tampak.
1. Stadium prodromal
Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi
selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya
terdapat kenaikan suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering
di jumpai anak mudah terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan
tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise,
snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak
manifestasi kelainan neurologis.
2. Stadium transisi
Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya
kejang. Gejala diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku
kuduk dimana seluruh tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks
tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus.
Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan
kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Kejang, defisit neurologis
fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis,
hemibalismus).

3. Stadium terminal
Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi
lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan
pernafasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-
Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa
kesadarannya pulih kembali Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai
batas yang jelas antara satu dengan yang lainnya, namun jika tidak diobati
umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.

 Meningitis Viral 5,9


Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat
sembuh alami tanpa pengobatan yang spesifik.
Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun
kadang-kadang didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang
ditemukan pada anak besar ialah panas dan nyeri kepala mendadak yang
disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat timbul ialah nyeri
tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan
punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi
mudah terangsang dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai
tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila penyebabnya Echovirus atau
Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan menghilang
setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan
Brudzinski kadang-kadang positif.

 Meningitis Jamur
Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis
lainnya; namun, gejalanya sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari
gejala klasik meningitis seperti sakit kepala, demam, mual dan kekakuan
leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami fotofobia, perubahan
status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.5

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pungsi Lumbal 1
Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling
sering dilakukan pada segala umur, dan relatif aman. Indikasi
1. Kejang atau twitching
2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI
3. Koma
4. Ubun-ubun besar membonjol
5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
6. TBC milier
7. Leukemia
8. Mastoiditis kronik yang dicurigai meningitis
9. Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah
pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan
pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan
serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan
sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan
intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi lumbal juga
dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.

Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah
sekitar tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya
proses desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan
pembekuan yang belum diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga
karena infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-
hati.

Komplikasi
Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan
jarum pungsi tidak kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum
pungsi karena penusukan tidak tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di ruang
ekstradural.

Berikut ini adalah gambaran cairan serebrospinal menurut etiologinya :

2. Pemeriksaan radiologi :
o X-foto dada : untuk mencari kausa meningitis
o CT Scan kepala : dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan
tekanan intrakranial dan lateralisasi
3. Pemeriksan lain:
o Darah : LED, lekosit, hitung jenis, biakan
o Air kemih : biakan
o Uji tuberkulin
o Biakan cairan lambung

Anda mungkin juga menyukai