Anda di halaman 1dari 15

Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Dari anamnesis akan didapatkan
keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering
membantu tegaknya diagnosis.
 Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat,
pendidikan, dan pekerjaan
 Keluhan utama
Sesak nafas memberat sejak 2 hari terakhir
 Riwayat penyakit sekarang2
1. Ada tidaknya batuk ? sejak kapan , intensitasnya bagaimana, batuk terus
menerus atau hanya sesaat, apakah batu produktif atau nonproduktif ?
2. Ada hemoptosis atau tidak ?
3. Ada tidaknya nyeri dada ? sejak kapan ? saat beristirahat atau
beraktivitas ? seperti tertekan atau tidak ? menjalar ketempat lain atau
tidak ? berapa lama rasa nyerinya ?
4. Ada tidaknya keringat dingin ? ada tidaknya mual dan muntah ? ada
demam atau tidak ?
5. Adakah rasa letih, pembekakan di tungkai ?
 Riwayat Penyakit Dahulu2
1. Adakah riwayat sesak nafas sebelumnya ?
2. Adakah riwayat kencing manis? Sudah berapa lama? kondisinya
penyakit stabil atau semakin buruk? gula darah terakhir periksa
berapa dan kapan? Minum obat apa? Teratur atau tidak?
3. Ada hipertensi? Sudah berapa lama? stabil atau semakin buruk?
tekanan darah berapa dan kapan terakhir? Minum obat apa? Teratur
atau tidak?
4. Riwayat penyakit parah sampai masuk RS? Jantung koroner, kapan?
Sudah diobati? Kondisi membaik, stabil atau memburuk?
5. Menanyakan riwayat minum obat sebelumnya ? obat apa ? hasilnya
bagaimana membaik atau tidak ada perubahan ?
6. Apakah pernah menjalani operasi ?
7. Ada tidaknya alergi ?
 Riwayat kebiasaan2
1. Apakah merokok atau tidak ?
2. Peminum alkohol atau tidak ?
3. Sering melakukan olahraga atau tidak ?
4. Bagaimana pola makannya, apakah suka memakan daging, santan,
makanan yang digoreng ?
 Riwayat Penyakit Keluarga2
1. Apakah ada dalam keluarga yang merokok ?
2. Apakah ada dalam keluarga yang menderita penyakit kencing manis,
stroke, darah tinggi ?
3. Apakah ada dalam keluarga yang mengalami serangan jantung di usia
muda, peningkatan kadar koleterol ?
2.7.2. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum dan tanda vital


Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien tampak tidak memiliki
keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari
beberapa menit. Pada pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien
bisa memilliki upaya nafas yang berat dan bisa kesulitn untuk menyelesaikan
kata-kata akibat sesak. 2
Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya
berkurang pada gagal jantung lanjut karena fungsi nodus AV yang sangat
menurun. Tekana nadi bisa berkurang, dikarenakan stroke volume, dan
tekanan diastolik arteri bisa meningkat sebagai akibat vasokonstriksi sistemik.
2

2. Pemeriksaan vena jugularis dan leher

Pemeriksaan vena jugulari memberikan perkiraan tekanan pada atrium


kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan
tekanan vena jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala diangkat
dengan sudut 45 o. Tekanan vena jugularis dihitung dengan satuam cm H 2O
(normalnya < 4cm H2O). Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena
jugularis bisa normal saat istirahat, tapi dapat secara abnormal menigkat saat
diberikan tekanan yang cukup lama pada abdomen. 2
3. Pemeriksaan paru

Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi


cairan dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema
paru, ronkhi dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan
wheezing ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa
penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau demikian harus
ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan gagal
jantung kronik, bahakan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang
dari 20 mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem
limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat. 2
Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem
kapiler pleura hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura.
Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi
pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular
failure). 2
4. Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan jantung, walau penting, sering sekali tidak dapat


memberikan informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika
terdapat kardiomegali, ictus cordis biasanya tergeser kebawah ICS ke V dan
kelateral line midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri yang berat
mengakibatkan pulsasi prekordial teraba lebih kuat angkat. Pemeriksaan
pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi
ventrikel kiri. 2
Pada beberapa pasien, bunyi janutng ketiga dapat didengar dan teraba
pada apex. Pada pasien dengan ventrikel kanan yang besar dan mengalami
hipertrofi dapat memiliki impuls yang kuat dan lama sepanjang sistol pada
parasternal kiri. Gallop umumnya ditemukan pada pasien dengan volume
overload yang mengalami takikardi dan takipnue dan seringkali menunjukan
kompensasi hemodinami yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator
spesifik pada ggal jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi
diastolik. Murmur refurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada
pasien dengan gagal jantung yang lanjut. 2
5. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas

Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umu pada pasien
dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar sering teraba
lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgutasi katup trikuspid.
Asites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada
vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium. 2
Jaundice dapat ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung
stgadium lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik
pada gagal jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat
kongesti hepar dan hipoksia hepatoseluler. 2
Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau
demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris,
beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi
dipergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasin yang masih bisa
beraktivitas. Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sacrum
dan skrotum. 2

2.7.3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal


jantung akut adalah:2,20
1. Rontgen toraks
Rontgen toraks dapat membantu dalam diagnosis gagal
jantung akut. Temuan-temuan spesifik untuk gagal jantung akut
termasuk kongesti vena paru, efusi pleura, edema interstisial atau
alveolar, dan kardiomegali, walau hampir sekitar 20% dengan gagal
jantung akut memiliki foto toraks yang normal. Foto toraks juga
berguna untuk mengidentifikasi penyebab gagal jantung akut non-
kardiak (misalnya pneumonia).
Gambar 1. Kardiomegali pada Gagal Jantung Akut
2. EKG
EKG jarang terlihat normal pada pasien dengan gagal jantung
akut. EKG juga membantu dalam mengidentifikasi penyebab kardiak
atau faktor presipitasi dari gagal jantung akut (misalnya fibrilasi
atrial akut, infark miokard akut). Namun, EKG memiliki nilai
prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung.

Gambar 2. EKG pada Gagal Jantung Akut


3. Ekokardiografi
Ekokardiografi wajib dan harus dilakukan segera pada pasien
dengan hemodinamik yang tidak stabil (terutama dengan syok
kardiogenik) dan pada pasien dengan suspek abnormalitas
struktural/fungsional dari kardiak (komplikasi mekanik, regurgitasi
katup akut). Pemeriksaan ekokardiografi secara awal (dalam waktu
48 jam) juga dipertimbangkan untuk pasien-pasien gagal jantung akut
de novo dan pasien dengan fungsi jantung yang tidak diketahui.
4. Tes laboratorium:
a. Tes natriuretic peptide (NP; peptida natriuretik)

Pasien yang datang ke departemen emergensi dengan dispnea


akut dan suspek gagal jantung akut harus dilakukan tes NP untuk
membantu membedakan gagal jantung akut dari penyebab non-
kardiak (ambang batas BNP <100 pg/mL, NT-proBNP <300 pg/mL).
Konsentrasi NP yang normal sebelum pasien diobati mempunyai
nilai prediktif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung
sebagai penyebab gejala-gejala yang dikeluhkan pasien menjadi
sangat kecil. Meskipun begitu, nilai NP yang meningkat belum tentu
mengkonfirmasi diagnosis gagal jantung akut. Kadar NP yang tetap
tinggi walau dengan terapi optimal mengindikasikan prognosis
buruk. NP meningkat sebagai respon terhadap peningkatan tekanan
dinding ventrikel. NP mempunyai waktu paruh yang panjang,
penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung
menurunkan kadar NP.
b. Darah rutin
c. Urinalisis
d. Troponin jantung (I atau T)
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
akut jika gambaran klinis disertai suspek sindrom koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin jantung sering ditemukan pada
gagal jantung berat dan selama episode gagal jantung akut
dekompensata pada penderita tanpa infark miokard (mengindikasikan
proses nekrosis atau cedera miosit).
e. Tes fungsi ginjal: Blood urea nitrogen (BUN), ureum, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus.
f. Elektrolit (natrium, kalium)
g. Tes fungsi hepar
Tes fungsi hepar sering terganggu pada pasien dengan gagal
jantung karena perubahan hemodinamik (baik penurunan curah
jantung ataupun peningkatan kongesti vena). Fungsi hepar yang
abnormal meningkatkan kemungkinan pasien dengan prognosis yang
buruk, sehingga perlu dilakukan manajemen yang optimal.
h. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
5. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis.
2.1 Diagnosis Banding
- Gagal Jantung Kronik
- Gagal Ginjal Kronik
- PPOK
- Artherosklerosis

2.2 Komplikasi

Gagal jantung dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti aritmia, kejadian


tromboemboli (KTE), komplikasi saluran cerna, dan pernapasan. Jenis aritmia yang
berbahaya dan sering dialami pasien dengan gagal jantung antara lain fibrilasi atrium
(atrial fibrillation/AF) dan aritmia ventrikuler. AF dapat terjadi pada 10%-50% pasien
dengan gagal jantung kronik dan manifestasi AF dengan respons ventrikel cepat dapat
memicu perburukan gagal jantung. Pasien dengan gagal jantung yang disertai AF
memiliki risiko lebih tinggi terhadap stroke dan kejadian tromboemboli lainnya.
Sementara itu, aritmia ventrikuler maligna seperti ventricular tachycardia lebih sering
ditemukan pada pasien dengan gagal jantung tahap akhir. Episode takikardia
ventrikuler yang menetap biasanya menjadi indikator aritmia ventrikuler berulang dan
kematian jantung mendadak di masa akan datang.16

Gagal jantung juga meningkatkan risiko stroke dan kejadian tromboemboli


dengan estimasi insidensi yang mencapai 2% setiap tahun. Faktor yang meningkatkan
risiko tromboemboli pada pasien dengan gagal jantung antara lain curah jantung
rendah disertai stasis darah di ruang jantung, kelainan gerak dinding jantung regional,
dan fibrilasi atrium. Selain itu, pada gagal jantung tahap lanjut, pasien dapat
mengalami imobilisasi akibat gejala sesak yang berat dan hal tersebut turut
meningkatkan risiko trombosis vena dalam dan emboli paru.16 Komplikasi saluran
cerna yang mungkin terjadi pada pasien dengan gagal jantung dapat disebabkan oleh
perubahan struktural dan fungsional pada lambung, ileum, kolon, dan sigmoid. Hal ini
berdampak pada terjadinya sejumlah komplikasi gastrointestinal seperti malabsorpsi
lemak, anemia, dan kakheksia.17 Apabila pasien dengan gagal jantung mengalami
suatu pemicu (misalnya infark miokard, aritmia, disfungsi ginjal) yang kemudian
diperkuat dengan berbagai mekanisme miokard, renal, vaskuler, dan neurohormonal
gagal jantung, maka dekompensasi akut gagal jantung dapat bermanifestasi.
Komplikasi dari dekompensasi akut gagal jantung antara lain kongesti paru, gagal
napas, kongesti hati, dan syok kardiogenik.2,16

2.3 Tatalaksana

Target Pengobatan pada Pasien dengan GJA

Segera/saat perawatan di ruang intensif (ED, ICU, CCD) Immediate

- Memperbaiki keluhan-keluhan
- Memperbaiki oksigenisasi
- Memperbaiki perfusi organ dan hemodinamik
- Mencegah kerusakan jantung dan ginjal
- Perawatan di ruang intensif sesingkat mungkin.

Saat perawatan di ruang perawatan (Intermediate)

- Stabilkan pasien dan optimalkan strategi terapi


- Mulai pengobatan terapi farmakologi yang tepat untuk penyelamataan
(life/saving)
- Pertimbangkan pemasangan alat bantu (device therapy) untuk pasien yang
tepat.
- Perawatan di RS sesingkat mungkin

Jangka panjang dan penangan saat berobat jalan

- Rencanakan strategi perawatan lanjut


- Diingatkan untuk penyesuaian pola hidup yang tepat.
- Penjelasan mengenai pencegahan sekunder
- Pencegahan perawatan ulang
- Memperbaiki kualitas hidup dan harapan hidup.3

Terapi Oksigen dan Ventilasi


Kongesti dapat mempengaruhi fungsi paru dan meningkatkan
tekanan intrapulmonal, sehingga menyebabkan hipoksemia. Pada
pasien dengan gagal jantung akut, oksigen tidak boleh diberikan
secara rutin pada pasien yang tidak hiposekmia karena dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan curah jantung.2,20
Diuretik
Diuretik adalah landasan penatalaksanaan pasien gagal jantung
akut dengan tanda-tanda kelebihan cairan dan kongesti. Diuretik
meningkatkan eksresi air dan garam, serta mempunyai sedikit efek
vasodilator. Pada pasien gagal jantung akut dengan tanda-tanda
hipoperfusi, diuretik harus dihindari. Penatalaksanaan awal pada
pasien gagal jantung akut dengan kongesti meliputi diuretik intravena
dengan kombinasi vasodilator untuk meredakan sesak (jika tekanan
darah sistolik tidak <90 mmHg). Pada pasien gagal jantung,
furosemide digunakan sebagai lini pertama, dengan dosis intravena
20-40 mg. Dosis bolus torasemide intravena 10-20 mg dapat
digunakan sebagai alternatif.2,20
Vasodilator
Vasodilator intravena adalah agen kedua yang paling sering
digunakan pada pasien gagal jantung akut untuk meredakan gejala
simtomatis. Vasodilator dapat digunakan untuk menurunkan tonus
vena (mengoptimalkan preload) dan tonus arteri (menurunkan
afterload) serta meningkatkan stroke volume. Penggunaan
vasodilatorharus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90 mmHg (atau dengan hipotensi simtomatik).
Vasodilator Dosis Efek Samping Lainnya
Utama
Mulai dengan 10-20 Hipotensi, sakit Toleran dalam
kepala
Nitrogliserin µg/menit, naikkan penggunaan yang
hingga 200 µg/menit kontinu
Isosorbid dinitrat Mulai dengan 1 Hipotensi, sakit Toleran dalam
mg/jam, naikkan kepala penggunaan yang
hingga 10 mg/jam kontinu
Nitroprusside Mulai dengan 0,3 Hipotensi, toksisitas Sensitif ringan
isositrat
µg/kg/menit dan
naikkan hingga
5
µg/kg/menit
Nesiritide Bolus 2 µg/kg + Hipotensi
infus
0,01
µg/kg/menit
Tabel 1. Vasodilator Intravena
Sumber: 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure.2

Vasopresor
Vasopresor diberikan pada pasien dengan hipotensi untuk
meningkatkan tekanan darah dan mendistribusikan darah ke organ-
organ vital.2,20
Vasodilator Bolus Kecepatan Infus
Dobutamin Tidak 2-20 µg/kg/menit
Dopamin Tidak 3-5 µg/kg/menit; inotropik
Milrinone 25-75 µg/kg lebih dari 10- 0,375-0,75 µg/kg/menit
20 menit
Enoximone 0,5-1,0 mg/kg lebih dari 5- 5-20 µg/kg/menit
10 menit
Levosimendan 12 µg/kg lebih dari 10 0,1 µg/kg/menit, dapat
menit (pilihan) diturunkan hingga 0,05 atau
ditingkatkan menjadi 0,2
µg/kg/menit
Norepinefrin Tidak 0,2-1,0 µg/kg/menit
Epinefrin Bolus: 1 mg dapat 0,05-0,5 µg/kg/menit
diberikan secara intravena
selama resusitasi, diulang
tiap 3-5 menit
Tabel 2. Inotropik Positif dan/atau Vasopresor
Sumber: 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure.2

Profilaksis tromboemboli
Profilaksis tromboemboli seperti heparin atau antikoagulan
lainnya direkomendasikan kecuali jika pasien kontraindikasi terhadap
antikoagulan atau tidak diperlukan.2,20
Digoxin
Digoxin biasanya diindikasikan pada pasien dengan laju
ventrikel yang cepat (>110x/menit) dan diberikan dalam bentuk bolus
(0,25-0,5 mg intravena. Pemberian digoxin juga harus
memperhatikan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan lain yang
dapat mempengaruhi mekanisme kerja digoxin serta usia pasien.
Pasien dengan syok kardiogenik tanpa penyebab mendasar yang
belum diketahui, harus menerima inotropik intravena sementara
hingga diketahui penyebabnya untuk mempertahankan perfusi
sistemik dan mempertahankan fungsi organ.2,20

Pasien gagal jantung akut dengan riwayat sindrom koroner


akut, penurunan fraksi ejeksi (≤40%), direkomendasikan untuk
menggunakan ACEi untuk mencegah gagal jantung simtomatis dan
untuk menurunkan mortalitas. Pasien yang tidak dapat diberikan
ACEi (Angotensin Converting Enzyme inhibitor), dapat diberikan
ARB (Angiotensin Receptor Blocker) sebagai alternatif kecuali
dikontraindikasikan. Antagonis reseptor aldosteron juga
direkomendasikan pada pasien yang mempunyai riwayat infark
miokard akut atau riwayat diabetes mellitus, kecuali
dikontraindikasikan.
Gambar 1. Tatalaksana Awal Gagal Jantung Akut.18
Gambar 2. Evaluasi Pasien dengan dugaan GJA 3
Gambar 3. Algoritma tatalaksana gagal jantung akut. 18

Tatalaksana Non-farmakologi
 Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal
serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.
 Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta
rehabilitasi.
 Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol.
 Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-
tiba.
 Mengurangi berat badan pada pasien yang obesitas.
 Hentikan kebiasaan merokok.
 Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan
humiditas memerlukan perhatian khusus.
2.4 Pencegahan

Pencegahan utama gagal jantung adalah menjalani gaya hidup sehat.


Tindakan ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang,
membatasi konsumsi garam dan gula, menjaga berat badan ideal, berolahraga
secara rutin, berhenti merokok, dan membatasi konsumsi minuman beralkohol.
Mengonsumsi makanan sehat yang cukup mengandung zat besi, serta menghindari
asupan garam yang berlebihan. Selain dari makanan seperti bayam, zat besi juga
bisa didapatkan dari suplemen, serta menjaga kadar kolesterol dan tekanan darah
pada batas sehat. Selain itu, pemeriksaan kesehatan secara rutin, terutama tekanan
darah, gula darah, dan kolesterol, juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan gagal jantung.19

Anda mungkin juga menyukai