Anda di halaman 1dari 29

RESUME SL

CR SKENARIO 1

NAMA : RIZKA PUTRI SYAHRANI


NPM : 119170157
KELOMPOK: 6A
BLOK : 4.1

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
SKENARIO CR 1
Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke poliklinik Rumah Sakit dengan keluhan
sesak napas dan mudah lelas.

STEP 2
Keluhan utama sesak napas dan mudah Lelah.

MIND MAP

Sesak napas Mudah Lelah

Sindrom Koroner Akut Atrial Fibrilasi


PPOK (Penyakit Paru Anemia Defisiensi Besi
Obsturktif Kronik) Penyakit jantung
hipertensif
Gagal jantung
Kardiomiopati
Takikardia
Bradikardia

STEP 3
Daftar Isi:
1, Penyakit Jantung Hipertensi
2. Gagal jantung
3. Kardiomyopati
4. Takikardi
5. Bradikardi
6. PPOK
7. Sindrom Koroner Akut
8. Atrial Fibrilasi
9. Anemia Defisiensi Besi

Step 4
1. Penyakit Jantung Hipertensif
A. Definisi

Kelainan jantung yang disebabkan oleh hipertensi. Organ lain yang turut mengalami
kerusakan akibat hipertensi ialah otak, ginjal, arteri perifer, serta mata.1

B. Patofisiologi

Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang mengakibatkan kompensasi berupa


hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik dan sistolik, yang pada tahap selanjutnya menjadi
gaga! jantung. Di lain sisi, tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan dinding arteri
sehingga mempercepat proses aterosklerosis. Dengan demikian, hipertensi juga menjadi
faktor risiko terjadi infark miokard.1

Kompensasi jantung berupa dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri tidak akan bertahan lama,
seiring dengan semakin banyaknya kerusakan miosit dan perubahan struktur jaringan.
Sebaliknya, kerusakan sel dan jaringan akan turut meningkatkan kadar angiotensin II dan
nor.epinefrin yang pada akhirnya menyebabkan hipertrofi dan dilatasi semakin progresif.
Aktivasi sistem RAA dan simpatis telah terbukti mengakibatkan proses fibrosis, apoptosis,
hipertrofi seluler, perubahan molekular, dan miotoksisitas. Proses ini berujung pada
remodeling ventrikel kiri (aritmia dan gagal jantung), dan/atau perubahan hemodinamik dan
retensi air-garam (gejala gagal jantung akut).1

C. Tanda dan Gejala

Pada umumnya proses kerusakan jantung akibat hipertensi bersifat asimptomatik. Pasien
hanya ditemukan memiliki tekanan darah tinggi. Pada tahap lebih lanjut, manifestasi klinis
akan sesuai dengan kerusakan organ:1

 Keluhan akibat peninggian tekanan darah: berdebar-debar, pusing, rasa melayang.1


 Keluhan penyakit jantung hipertensi: mudah lelah, sesak napas, nyeri dada, bengkak
pada kedua tungkai dan perut, atau masalah vaskular hipertensi: pandangan kabur,
epistaksis, hematuria;1
 Keluhan akibat penyakit dasar pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan
kelemahan otot (hiperaldosteronisme primer), peningkatan be rat badan (sindrom
Cushing), dan sebagainya.1
D. Penegakan Diagnosis

Pemeriksaan Fisik

 Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan kanan dengan dua posisi: tidur dan
duduk;
 Penilaian funduskopi untuk mendeteksi retinopati hipertensif;
 Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk mendeteksi stenosis atau oklusi;
 Pemeriksaan jantung: menilai tanda-tanda gaga! jantung atau kerusakan lainnya;
Pemeriksaan paru: ada/tidaknya bunyi napas tambahan akibat kelainan jantung;
 Pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi aneurisma, pembesaran hepar dan limpa,
ginjal, serta tanda-tanda asites;
 Perabaan pulsasi arteri perifer: radialis, femoralis, dan dorsalis pedis. Pada hipertensi
usia muda, dianjurkan untuk memeriksan tekanan darah betis.
E. Tatalaksana

Pada tahap asimtomatik, kontrol tekanan darah adalah target utama terapi baik dengan
medikamentosa, diet, dan aktivitas fisik. Beberapa obat pun telah diketahui manfaatnya
dalam mencegah kerusakan dan remodeling jantung dalam jangka panjang, yaitu penghambat
ACE atau ARB. penyekat beta, dan golongan statin (efek antiinflamasi). Namun, penggunaan
obat tersebut harus disesuaikan dengan indikasi-kontraindikasi, dan kondisi pasien. Apabila
terjadi gagal jantung akut atau kronis, pemeriksaan dan terapi disesuaikan dengan kondisi
pasien.1

2. Gagal Jantung

A. Etiologi

Suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan:

 Gejala gagal jantung: sesak napas atau lelah bila beraktivitas; pada kondisi berat dapat
muncul saat istirahat.

 Tanda-tanda retensi cairan, seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki.

 Bukti objektif kelainan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.


Etiologi Gagal Jantung.1

B. Patofisiologi

Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pompa jantung, seperti iskemia, hipertensi, infeksi, dan sebagainya. Penurunan kapasitas
awalnya akan dikompensasi oleh mekanisme neurohormonal: sistem saraf adrenergik, sistem
renin-angiotensin-aldosteron, dan sistem sitokin. Kompensasi awal bertujuan untuk menjaga
curah jantung dengan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel (preload) dan kontraksi
miokardium. Namun seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas sistem tersebut akan
menyebabkan kerusakan sekunder pada ventrikel. seperti remodelling ventrikel kiri dan
dekompensasi jantung. Kadar angiotensin II, aldosteron, dan katekolamin akan semakin
tinggi. mengakibatkan fibrosis dan apoptosis miokardium yang bersifat progresif.1

C. Manifestasi Klinis

Pasien gagal jantung akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis. yaitu:

1. Acute decompansated heart failure (ADHF), dapat baru pertama kali (de nova) atau
dekompensasi dari gagal jantung kronis (acute on chronic);

2. Hypertensive acute heart failure. Gejala gagal jantung dengan tekanan darah tinggi dan
fungsi ventrikel yang masih baik, apabila ada gambaran edema paru akut;

3. Edema paru. Sesak napas hebat, dengan ronki basah kasar terutama di basal paru,
ortopnea, saturasi 0 2 < 90%, dikonfirmasi dengan foto rontgen dada:

4. Syok kardiogenik. Adanya bukti hipoperfusi jaringan walaupun volume telah dikoreksi
Oihat Bab Syok). Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, produksi urin 0,5 cc/KgBB/jam,
dengan laju nadi > 60 kali/ menit (tidak ada blok jantung) dengan atau tanpa kongesti organ/
paru;

5. High output failure. Gejala curah jantung tinggi, laju nadi yang cepat, akral hangat,
kongesti paru, kadang-kadang tekanan darah rendah seperti pada syok septik:

6. Gagal jantung kanan. Gejala curah jantung rendah, peningkatan tekanan vena jugularis,
serta pembesaran hati dan hipotensi.
D. Penegakan Diagnosis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria klinis menggunakan kriteria


klasik Framingham: bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.

 Pemeriksaan Fisik Thorax

 Pemeriksaan Penunjang

- EKG

- Foto torax

- Lab rutin: darah tepi, elektrolit, kreatinin, BUN, enzim hepar.

E. Tatalaksana
Rekomendasi Obat Gagal Jantung.3

3. Kardiomyopati

a. Definisi dan Etiologi

Kardiomiopati merupakan penyakit akibat kelainan pada otot jantung yang


menyebabkan berkurangnya kemampuan jantung untuk memompa darah.
Penyebab kardiomiopati sering kali tidak diketahui dengan pasti namun, kondisi
ini berkaitan dengan kelainan genetik atau penyakit tertentu. Penyakit yang sering
memicu terjadinya kardiomiopati pada orang dewasa adalah hipertensi kronis.
b. Patofisiologi
- Dilated Cardiomyopathy

Pelebaran ventrikel sinistra → jantung tidak dapat memompa darah secara maksimal.

- Hypertrophic Cardiomyopathy

Penebalan otot jantung → jantung sulit memompa darah dengan normal

- Restrictive Cardiomyopathy

Otot jantung kaku → pada fase diastolic jantung tidak melebar secara maksimal → isi
sekuncup menurun → curah jantung menurun

c. Manifestasi klinis
- Nafas pendek terutama saat beraktifitas fisik berat
- Edema tungkai
- Mudah lelah
- Sesak nafas, aritmia, palpitasi serta batuk terutama saat tidur terlentang
d. Penegakan Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
- Terdapat pulsasi irregular juga suara mur mur
- Ronkhi pada basal paru
- Peningkatan JVP
- Hepatosplenomegaly
- Asites
- Pitting edem tungkai
 Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen dada, melihat apakah ada kardiomegali
- EKG, dapat ditemukan :
o Left ventricular hypertrophy (LVH): dapat ditemukan pada
kardiomiopati dilatasi, restriktif, dan hipertrofi
o Kompleks QRS lebar, Q patologis, T inversi: ditemukan pada
kardiomiopati hipertrofi
o Low voltage dengan LVH: ditemukan pada kardiomiopati restriktif
o Gangguan repolarisasi dan gelombang amplitudo kecil pada akhir
kompleks QRS (gelombang Epsilon): kardiomiopati aritmogenik
o ST elevasi, ST depresi, Q patologis, T inversi: dapat ditemukan pada
kardiomiopati iskemi
- Pemeriksaan Lab
o Enzim jantung troponin: untuk menilai adanya iskemia / infark
miokard
o Elektrolit: untuk menilai adanya ketidakseimbangan elektrolit yang
dapat mengakibatkan gangguan irama jantung
o Brain natriuretic peptide  (BNP): untuk menilai ada/tidaknya gagal
jantung
- Echocardiografi, menentukan area jantung yang tidak berkontraksi dengan baik.
- Pemeriksaan Tredmill (Stress Test), dilakukan untuk melihat kinerja jantung
selama seseorang melakukan aktifitas fisik.
e. Tatalaksana

Non Farmakologi
 Menjaga berat badan serta mengkonsumsi makanan bergizi
 Berhenti merokok
 Mengelola stress
 Berolarhaga rutin
 Menghindari konsumsi kafein serta alkohol
Farmakologi
 Diuretik: Furosemid 1 x 20-80mg atau Spironolakton mulai dari 1x12,5mg
 ACE-Inhibitor :Lisinopril mulai dari2,5 mg/ Kaptopril mulai dari 2 x 6,25mg/
Ramipril mulai dari1 x2,5mg, atau
 Angiotensin Receptor Blocker/ARB: Valsartan mulai dari 40 mg/ Losartan mulai
dari 25 mg/ Irbesartan mulai dari 150mg, atau Candesartan
 Beta-blocker: Bisoprolol mulai dari 1 x 1,25 mg/ Carvedilol mulai dari 2x 3,125 mg/
Metoprolol mulai dari 2x25mg.

4. Takikardia

a. Definisi dan Etiologi

Takikardi adalah suatu kondisi dimana denyut jantung istirahat seseorang secara
abnormal lebih dari 100 kali per menit. Sedangkan etiologi dari takikardia adalah sebagai
berikut:

- Kondisi medis: anemia, hipertiroidisme, hipertensi/hipotensi, demam


- Olahraga berat
- Gangguan elektrolit
- Obat-obatan : salbutamol, azithromycin
- Konsumsi kafein, alcohol, NAPZA
- Mengalami stress atau ketakutan.

b. Patofisiologi
Terbentuk focus etopic

Sinyal kelistrikan jantung berasal dari SA node dan Ectopic focus

Timbul takikardia

c. Manifestasi Klinis
- Palpitasi
- Sesak nafas
- Mudah lelah
- Nyeri pada dada
- Denyut nadi > 100x/menit
- Penurunan tekanan darah dapat terjadi pada kondisi yang tidak stabil

d. Penegakan Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
- Denyut jantung > 100 x/menit dan bisa menjadi sangat cepat dengan frekuensi > 150
x/menit pada keadaan SVT dan VT.
- Takipnea
- Hipotensi
- Kadang terjadi penurunan kesadaran.
 Pemeriksaan Penunjang
EKG:
- SVT: Kompleks QRS sempit (<0,12 mm/s)
- VT: Kompleks QRS melebar (>0,12 mm/s), tiga kali atau lebih secara berurutan
dengan frekuensi >150 x/menit.
e. Tatalaksana

5. Bradikardi

a. Definisi dan Etiologi

Kondisi dimana jantung berdetak lebih lambat dari biasanya, umumnya tidak
menimbulkan gejala namun jika sering terjadi dan disertai gangguan irama jantung, hal
ini akan berdampak pada organ dan jaringan tubuh lain yang tidak terpenuhi pasokan
darahnnya. Bradikardia terjadi akibat adanya gangguan pada pacemaker jantung sehingga
terjadi penurunan aliran konduksi jantung, hal ini dapat terjadi akibat berbagai hal
diantaranya :
- Bertambahnya usia
- Konsumsi obat-obatan (digoxin, beta blocker)
- Komplikasi operasi jantung
- Hipotensi, miokarditis, hipotiroidisme, anoreksia dan pendarahn otak.
b. Patofisiologi
Darah pada AV node, parasimpatis, konsumsi obat-obatan (digoxin, beta blocker), gangguan elektrolit

Terhambatnya hantaran listrik dari atrium ke ventrikel

Cardiac output

Aliran ke paru : sesak


Aliran darah ke otak : sinkop
Aliran darah ke jantung : henti jantung

c. Manifestasi Klinis
- Pusing
- Sesak nafas
- Mudah lelah
- Nyeri dada
- Sianosis, kulit pucat juga gangguan penglihatan
- Pingsan
d. Penegakan Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
- Denyut jantung <50 x/menit
- Hipotensi
- Kadang terjadi penurunan kesadaran.
 Pemeriksaan Penunjang
EKG
- Sinus Bradikardia: HR < 50x/menit, regular dengan gelombang P, kompleks QRS,
interval PR dan gelombang T normal.
- AV Block : HR < 50 X/menit, irregular dengan pemanjangan interval PR.
e. Tatalaksana

6. PPOK (Penyakit Paru Obstuktif Kronik)

A. Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, dikarakteristikkan
dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya.
Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap keseluruhan keparahan tiap individu.

B. Patofisiologi

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK


yangdiakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan 8 adanya suatu inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran
nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding
luar salurannafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurangakibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat
sesuai beratsakit.

Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru.
Radikal bebasmempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru.

Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan


menyebabkanterjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan
kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar,
aktivasi sel tersebut akanmenyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti
interleukin 8 dan leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotactic
peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang
neutrofil melepaskan protease yang akanmerusak jaringan ikat parenkim paru sehingga
timbul kerusakan dinding alveolar danhipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8,selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses
inflamasi. Pada keadaan normal terdapatkeseimbangan antara oksidan dan antioksidan.
Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofagdan neutrofil 9 akan mentransfer satu
elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksidadengan bantuan enzim superoksid
dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH dengan
menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubah menjadi
anion hipohalida (HOCl).
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk
kronissehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.Penurunan fungsi paru terjadi
sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi
alveol yangmenuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh
leukosit dan polusidan asap rokok

Patogenesis PPOK.

C. Manifestasi Klinis

 Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh, “Perlu usaha untuk
bernapas”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak
berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko Asap rokok Debu
Bahan kimia di tempat kerja Asap
dapur
Riwayat keluarga

D. Penegakan Diagnosis

 Pemeriksaan Fisik
I. Inspeksi
o Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin ditemukan
o Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi paru termasuk
iga yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan
transversal sebanding) dan abdomen yang menonjol keluar
o Hemidiafragma mendatar.
o Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi
lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien
II. Palpasi dan Perkusi
Hiperinflasi menyebabkan hati letak rendah dan mudah di palpasi
III. Auskultasi
o Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan keterbatasan aliran udara.
Tetapi mengi yang hanya terdengar setelah ekspirasi paksa tidak spesifik
untuk PPOK
o Ronki basah kasar saat inspirasi dapat ditemukan
o Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus
o Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
o Peak flow meter (arus puncak respirasi)
o Pulse oxymetry

o Analisis gas darah


o Foto toraks
o Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)
E. Tatalaksana
o Oksigen
o Bronkodilatator
Misalnya: Adrenalin 0, 3 mg subkutan, digunakan dengan hati-hati. Aminofilin bolus 5
mg/kgBB (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit) utk menghindari efek
samping.dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam.

o Kortikosteroid
Diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2 minggu. Pemberian
selama 2 minggu tidak perlu tapering off.

o Konseling dan Edukasi

- Edukasi ditujukan untuk mencegah penyakit bertambah berat dengan cara


menggunakan obat-obatan yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan
aktivitas serta mencegah eksaserbasi.
- Pengurangan pajanan faktor risiko
- Berhenti merokok
- Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat, dapat diberikan
dalam porsi kecil tetapi sering.
- Rehabilitasi
o Latihan bernapas dengan pursed lip breathing

o Latihan ekspektorasi
o Latihan otot pernapasan dan ekstremitas
- Terapi oksigen jangka Panjang
-
7. Sindrom Koroner Akut
A. Definisi

SKA dapat dibedakan menjadi tiga jenis: angina pektoris tidak stabil, infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI).1

 Angina pektoris tidak stabil: Manifestasi khas angina, tanpa peningkatan enzim
biomarka jantung, dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia;

 Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Manifestasi khas angina, disertai
peningkatan enzim penanda jantung, tanpa adanya gambaran elevasi segmen ST pada
EKG;

 Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI). Manifestasi khas angina, disertai
peningkatan enzim penanda jantung, dengan adanya gambaran elevasi segmen ST
pada EKG.

B. Patofisiologi

Berbeda dengan APS, iskemia pada SKA lebih disebabkan oleh penurunan suplai
mendadak dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan. biasanya akibat plak yang ruptur.
Gejala yang ditimbulkan bervariasi. tergantung dari derajat penyempitan yang dipengaruhi
oleh komponen vasospasme arteri dan oleh ukuran trombus. Dalam hal ini, trombus
terbentuk karena adanya ruptur/erosi plak aterosklerotik yang telah ada sebelumnya. Proses
terjadinya trombus bersifat dinamis: proses pembentukan, pembesaran. dan lisis terjadi
bersamaan; dalam hal ini proses pembentukan lebih dominan dari pada proses lisis trombus.2

lskemia dan infark pada miokard yang luas, akan mengakibatkan penurunan curah
jantung sehingga terjadi kongesti paru. Di samping itu, kematian sel-sel miokard akan
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit fokal dengan manifestasi terburuk berupa aritmia
maligna. Dua patofisiologi tersebut yang menjadi penyebab kematian utama pada SKA,
yakni edema paru (akibat kongesti) atau aritmia maligna (VF/VT).2
Perbedaan Patogenesis PJK.1

C. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis SKA.1

D. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan SKA.1

E. Tatalaksana

1. Evaluasi dan penanganan awal pada pasien dengan nyeri dada atau diduga suatu iskemia
atau inf ark jantung:

a. Lakukan ABC, pemasangan monitor, serta siapkan alat resusitasi dan defibrilasi

b. Berikan 0 2, nitrogliserin sublingual atau spray, aspirin dosis awal 160-325 mg, dan
morfin intravena bila diperlukan

c. Pasang EKG 12 sadapan. Bila ditemukan STEMI, rujuk atau persiapkan terapi
reperfusi.

2. Terapi reperfusi segera, wajib pada pasien STEMI dalam 12 jam pertama setelah awitan
nyeri dada. Pilihan metode reperfusi berupa terapi fibrinolitik (lihat penjelasan di bawah),
maupun intervensi percutaneous coronary intervention (PCI) atau CABG, sesuai dengan
risiko pasien, penyakit komorbid, serta berat dan banyaknya lesi berdasarkan angiografi
koroner.

Pada kasus NSTEMI, intervensi PC! atau CABG mendesak dalam jangka waktu 2 jam
(urgent PCI) diperlukan bila ditemui minimal satu tanda berikut: angina pektoris yang tidak
dapat diatasi dengan medikamentosa, gaga! jantung berat. instabilitas hemodinamik, atau
aritmia ventrikular maligna.

3. Tata laksana awal NSTEMI dan Angina tidak stabil:

a. Terapi antiiskemia: nitrogliserin sublingual 0.4 mg atau isosorbid dinitrat OSDN) 5 mg


setiap 5 menit. Nitrogliserin intravena dapat dipertimbangkan bila angina tidak membaik,
diberikan dosis awal 5 µg/menit. Bila tidak ada respon pada dosis 20 µg/menit, dapat
ditingkatkan sebesar I 0-20 µg/menit hingga dosis maksimal 400 µg/ menit. ISDN
diberikan dengan dosis awal 1 mg/jam,ditingkatkan secara titrasi 1 mg/jam setiap 3-5
menit hingga dosis maksimal I 0 mg/jam.
b. Penggunaan morfin intravena dapat dipertimbangkan untuk mengatasi nyeri dada dan
ansietas. Dosis awal 2-4 mg, dapat ditingkatkan hingga 8 mg dan diulang setiap 5-15
menit. Waspadai efek samping depresi napas.

c. Penggunaan penyekat beta berguna untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung


(menurunkan laju jantung, kontraktilitas, dan tekanan darah), serta mencegah terjadinya
iskemia berulang, aritmia ventrikular. dan memperbaiki prognosis.

d. lnisiasi terapi antitrombotik (antiplatet dan antikoagulan) untuk mencegah trombosis


baru dan embolisasi dari plak yang ruptur atau erosi.

8. Atrial Fibrilasi

A. Definisi dan Etiologi

Fibrilasi atrial didefinisikan sebagai aritmia jantung yang memiliki karakteristik :1

- RR interval yang ireguler dan tidak repetitif pada gambaran EKG


- Tidak terdapatnya gelombang P yang jelas pada gambaran EKG
- Siklus atrial (interval diantara dua aktivasi atrial) bila dapat dilihat, bervariasi dengan
kecepatan >300 x/ menit (<200 ms).

Fibrilasi Atrial (FA) mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat
penyakit jantung. Dari beberapa literatur didapatkan penyebab yang paling sering dari FA
adalah hipertensi, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner dan diabetes melitus." Diet asupan
makanan, gaya hidup, stres emosional dan fisik, intake alkohol serta kafein yang berlebihan juga
ikut andil dalam timbulnya FA.

Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan FA:1

 Penyakit jantung koroner


 Kardiomiopati dilatasi
 Kardiomiopati hipertrafik
 Penyakit katup jantung reumatik maupun non- reumatik
 Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick
sinus syndrome.
 Perikarditis

Penyakit di luar Jantung yang berhubungan dengan FA:1

 Hipertensi sistemik
 Diabetes melitus
 Hipertiroidisme
 Penyakit paru penyakit paru obstruktif kronik, hiper- tensi pulmonal primer,
emboli paru akut Neurogenik: sistem saraf autonom dapat mencetus- kan FA
pada pasien yang sensitif melalui peninggian tonus vagal atau adrenergik.

B. Patofisiologi

Area atrium yang diduga menjadi fokus utama adalah area muskulatur sekitar vena
pulmonalis. Dampak dari FA adalah hilangnya kemampuan kontraksi atrium, statis, dan
terbentuknya pembekuan darah (clot) di apendiks atrium yang dapat menyebabkan tromboemboli
serta terjsdi respon venterikel yang sangat cepat sehingga dapat terjdi disfungsi diastolik,
hipotensi, dan hipoperfusi jaringan.

C. Manifestasi Klinis

- Umumnya asimtomatis
- Palpitasi ringan/berat
- Mudah lelah
- Angina
- Kongesti paru
- Hipotensi
- Sinkop
- Denyut nadi irregular

D. Penegakan Diagnosis

- Anamnesis
Spektrum presentasi klinis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga syok
kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50% episode FA tidak
menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin
dikeluhkan pasien antara lain:2
 Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang,
gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
 Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
 Presinkop atau sinkop
 Kelemahan umum, pusing
- Pemeriksaan fisik
 Hemodinamik dapat stabil atau tidak stabil
 Denyut nadi tidak teratur
 Denyut nadi dapat lambat, jika disertai dengan kelainan irama block
 Jika hemodinamik tidak stabil dengan denyut yang cepat sebagai kompensasi,
maka terdapat tanda2 hipoperfusi (akral dingin, pucat)2

- Pemeriksaan Penunjang
 EKG
Terjadi depolarisasi di banyak fokus di atrium dengan frekuensi yang sangat tinggi,
menyebabkan gelombang P hampir tidak dapat diidentifikasidisertai respon
ventrikel irreguler yng cepat. Respon ventrikel dapat normal atau bahkan
bradikardia bila terjadi aktivasi tonus vagal atau jika mendapatkan pengobatan.
 Foto torax : Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi kadangkadang dapat
ditemukan bukti gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru
(misalnya emboli paru, pneumonia).2
 Laboratorium darah: Hematologi rutin, faktor koagulasi, fungsi tiroid, HbsAg, HCV ,
fungsi ginjal dan elektrolit.2

E. Tatalaksana
Kondisi Akut :
 Untuk Hemodinamik tidak stabil :
Kardioversi elektrik :
Ekokardiografi transtorakal harus dilakukan untuk identifikasi adanya
trombus di ruang-ruang jantung. Bila trombus tidak terlihat dengan
pemeriksaan ekokardiografi trans-torakal, maka ekokardiografi
transesofagus harus dikerjakan apabila FA diperkirakan berlangsung >48
jam sebelum dilakukan tindakan kardioversi. Apabila tidak
memungkinkan dilakukan ekokardiografi transesofagus, dapat diberikan
terapi antikoagulan (AVK atau dabigatran) selama 3 minggu sebelumnya.
Antikoagulan dilanjutkan sampai dengan 4 minggu pascakardioversi
(target INR 2-3 apabila menggunakan AVK).2
 Untuk laju denyut ventrikel dalam keadaan stabil:2
1.) Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv dalam 10 menit, dilanjutkan 0,35
mg/kgBB iv
2.) Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus dalam 2 menit sampai 3 kali dosis.
3.) Amiodaron 5 mg/kgBB dalam satu jam pertama, dilanjutkan 1 mg/
menit dalam 6 jam, kemudian 0,5 mg/ menit dalam 18 jam via vena
besar
4.) Verapamil 0,075- 0,15 mg/kgBB dalam 2 menit
5.) Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam sampai 1,5 mg.
Kondisi stabil jangka panjang untuk kendali laju :2
 Metoprolol 2x50-100 mg po
 Bisoprolol 1x5-10 mg po
 Atenolol 1x25-100 mg po
 Propanolol 3x10-40 mg po
 Carvedilol 2x3,125-25 mg po
 CCB: Verapamil 2x40 sampai 1x240 mg po (lepas lambat)
 Digoksin 1x0,125-0,5 mg po
 Amiodaron 1x100-200 mg po
 Diltiazem 3x30 sampai 1x200 mg po (lepas lambat)

9. Anemia Defisiensi Besi


a. Definisi dan Etiologi
Anemia defisiensi besi adalah satu jenis anemia yang disebabkan kekurangan zat besi
sehingga terjadi penurunan jumlah sel darah merah yang sehat. Pada anemia defesiensi
besi, sel darah merah mengalami kekurangan hemoglobin sehingga tubuh tidak mendapat
oksigen yang memadai sehingga dapat merasa lemas dan lelah. Faktor penyebab
terjadinya anemia defesiensi zat besi yaitu :
- Jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi (daging, telur atau
sayuran berdaun hijau)
- Masa kehamilan
- Perdarahan
- Malabsorpsi zat besi.

b. Patofisiologi
Faktor resiko penurunan zat besi

Hemoglobin menurun

Pasokan oksigen tubuh tidak terpenuhi

Mudah lelah dan lemas

c. Manifestasi Klinis

- Mudah lelah dan lemah


- Nafsu makan menurun
- Nyeri dada, takikardi
- Pucat
- Pusing
- Akral dingin juga kesemutan pada ekstremitas

d. Penegakan Diagnosis

 Pemeriksaan Fisik
- Konjungtiva anemis
- Atrofi papil lidah
- Stomatitis angularis (cheilosis)
- Koilonichia (kuku sendok)
 Pemeriksaan Penunjang
- Kadar hemoglobin menurun <11 g/dl
- Apusan darah tepi
f. Tatalaksana
- Modifikasi diet (konsumsi daging, telur juga sayuran berdaun hijau)
- Terapi besi oral : fero sulfat 3 x 200 mg/hari
- Transfusi darah
Keberhasilan terapi ditandai dengan peningkatan hemoglobin 2 mg/dl dalam 3 minggu.
Pengobatan harus dilanjutan selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan pesediaan besi dalam
darah sudah kembali normal dan menghindari rekurensi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Reksodiputro AH, Rudijanto A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI, Jilid I.
Jakarta: Interna Publishing; 2017.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktik Klinis dan
Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembukuh Darah. Edisi Pertama. Jakarta: PERKI;
2016.
3. Lilly LS. Patofisiologi Penyakit Jantung. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
MEDIK. CV Pentasada Media Edukasi; 2019.
4. Kusumoto, et al. ACC/AHA/HRS Guideline on the Evaluation and Management of
Patients with Bradycardia and Cardiac Conduction Delay. 20 Agustus 2019.
5. Brieler, et al. Cardiomyopathy: An Overview Am Fam Physician. 2017;96(10): 640-646.
6. Mayo Clinic. Iron Deficiency Anemia. 2016. Tersedia dari:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/iron-deficiency-anemia/symptoms-
causes/syc-20355034

Anda mungkin juga menyukai