CR SKENARIO 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
SKENARIO CR 1
Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke poliklinik Rumah Sakit dengan keluhan
sesak napas dan mudah lelas.
STEP 2
Keluhan utama sesak napas dan mudah Lelah.
MIND MAP
STEP 3
Daftar Isi:
1, Penyakit Jantung Hipertensi
2. Gagal jantung
3. Kardiomyopati
4. Takikardi
5. Bradikardi
6. PPOK
7. Sindrom Koroner Akut
8. Atrial Fibrilasi
9. Anemia Defisiensi Besi
Step 4
1. Penyakit Jantung Hipertensif
A. Definisi
Kelainan jantung yang disebabkan oleh hipertensi. Organ lain yang turut mengalami
kerusakan akibat hipertensi ialah otak, ginjal, arteri perifer, serta mata.1
B. Patofisiologi
Kompensasi jantung berupa dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri tidak akan bertahan lama,
seiring dengan semakin banyaknya kerusakan miosit dan perubahan struktur jaringan.
Sebaliknya, kerusakan sel dan jaringan akan turut meningkatkan kadar angiotensin II dan
nor.epinefrin yang pada akhirnya menyebabkan hipertrofi dan dilatasi semakin progresif.
Aktivasi sistem RAA dan simpatis telah terbukti mengakibatkan proses fibrosis, apoptosis,
hipertrofi seluler, perubahan molekular, dan miotoksisitas. Proses ini berujung pada
remodeling ventrikel kiri (aritmia dan gagal jantung), dan/atau perubahan hemodinamik dan
retensi air-garam (gejala gagal jantung akut).1
Pada umumnya proses kerusakan jantung akibat hipertensi bersifat asimptomatik. Pasien
hanya ditemukan memiliki tekanan darah tinggi. Pada tahap lebih lanjut, manifestasi klinis
akan sesuai dengan kerusakan organ:1
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan kanan dengan dua posisi: tidur dan
duduk;
Penilaian funduskopi untuk mendeteksi retinopati hipertensif;
Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk mendeteksi stenosis atau oklusi;
Pemeriksaan jantung: menilai tanda-tanda gaga! jantung atau kerusakan lainnya;
Pemeriksaan paru: ada/tidaknya bunyi napas tambahan akibat kelainan jantung;
Pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi aneurisma, pembesaran hepar dan limpa,
ginjal, serta tanda-tanda asites;
Perabaan pulsasi arteri perifer: radialis, femoralis, dan dorsalis pedis. Pada hipertensi
usia muda, dianjurkan untuk memeriksan tekanan darah betis.
E. Tatalaksana
Pada tahap asimtomatik, kontrol tekanan darah adalah target utama terapi baik dengan
medikamentosa, diet, dan aktivitas fisik. Beberapa obat pun telah diketahui manfaatnya
dalam mencegah kerusakan dan remodeling jantung dalam jangka panjang, yaitu penghambat
ACE atau ARB. penyekat beta, dan golongan statin (efek antiinflamasi). Namun, penggunaan
obat tersebut harus disesuaikan dengan indikasi-kontraindikasi, dan kondisi pasien. Apabila
terjadi gagal jantung akut atau kronis, pemeriksaan dan terapi disesuaikan dengan kondisi
pasien.1
2. Gagal Jantung
A. Etiologi
Suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan:
Gejala gagal jantung: sesak napas atau lelah bila beraktivitas; pada kondisi berat dapat
muncul saat istirahat.
Tanda-tanda retensi cairan, seperti kongesti paru atau bengkak pergelangan kaki.
B. Patofisiologi
Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pompa jantung, seperti iskemia, hipertensi, infeksi, dan sebagainya. Penurunan kapasitas
awalnya akan dikompensasi oleh mekanisme neurohormonal: sistem saraf adrenergik, sistem
renin-angiotensin-aldosteron, dan sistem sitokin. Kompensasi awal bertujuan untuk menjaga
curah jantung dengan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel (preload) dan kontraksi
miokardium. Namun seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas sistem tersebut akan
menyebabkan kerusakan sekunder pada ventrikel. seperti remodelling ventrikel kiri dan
dekompensasi jantung. Kadar angiotensin II, aldosteron, dan katekolamin akan semakin
tinggi. mengakibatkan fibrosis dan apoptosis miokardium yang bersifat progresif.1
C. Manifestasi Klinis
Pasien gagal jantung akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis. yaitu:
1. Acute decompansated heart failure (ADHF), dapat baru pertama kali (de nova) atau
dekompensasi dari gagal jantung kronis (acute on chronic);
2. Hypertensive acute heart failure. Gejala gagal jantung dengan tekanan darah tinggi dan
fungsi ventrikel yang masih baik, apabila ada gambaran edema paru akut;
3. Edema paru. Sesak napas hebat, dengan ronki basah kasar terutama di basal paru,
ortopnea, saturasi 0 2 < 90%, dikonfirmasi dengan foto rontgen dada:
4. Syok kardiogenik. Adanya bukti hipoperfusi jaringan walaupun volume telah dikoreksi
Oihat Bab Syok). Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, produksi urin 0,5 cc/KgBB/jam,
dengan laju nadi > 60 kali/ menit (tidak ada blok jantung) dengan atau tanpa kongesti organ/
paru;
5. High output failure. Gejala curah jantung tinggi, laju nadi yang cepat, akral hangat,
kongesti paru, kadang-kadang tekanan darah rendah seperti pada syok septik:
6. Gagal jantung kanan. Gejala curah jantung rendah, peningkatan tekanan vena jugularis,
serta pembesaran hati dan hipotensi.
D. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
- EKG
- Foto torax
E. Tatalaksana
Rekomendasi Obat Gagal Jantung.3
3. Kardiomyopati
Pelebaran ventrikel sinistra → jantung tidak dapat memompa darah secara maksimal.
- Hypertrophic Cardiomyopathy
- Restrictive Cardiomyopathy
Otot jantung kaku → pada fase diastolic jantung tidak melebar secara maksimal → isi
sekuncup menurun → curah jantung menurun
c. Manifestasi klinis
- Nafas pendek terutama saat beraktifitas fisik berat
- Edema tungkai
- Mudah lelah
- Sesak nafas, aritmia, palpitasi serta batuk terutama saat tidur terlentang
d. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
- Terdapat pulsasi irregular juga suara mur mur
- Ronkhi pada basal paru
- Peningkatan JVP
- Hepatosplenomegaly
- Asites
- Pitting edem tungkai
Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen dada, melihat apakah ada kardiomegali
- EKG, dapat ditemukan :
o Left ventricular hypertrophy (LVH): dapat ditemukan pada
kardiomiopati dilatasi, restriktif, dan hipertrofi
o Kompleks QRS lebar, Q patologis, T inversi: ditemukan pada
kardiomiopati hipertrofi
o Low voltage dengan LVH: ditemukan pada kardiomiopati restriktif
o Gangguan repolarisasi dan gelombang amplitudo kecil pada akhir
kompleks QRS (gelombang Epsilon): kardiomiopati aritmogenik
o ST elevasi, ST depresi, Q patologis, T inversi: dapat ditemukan pada
kardiomiopati iskemi
- Pemeriksaan Lab
o Enzim jantung troponin: untuk menilai adanya iskemia / infark
miokard
o Elektrolit: untuk menilai adanya ketidakseimbangan elektrolit yang
dapat mengakibatkan gangguan irama jantung
o Brain natriuretic peptide (BNP): untuk menilai ada/tidaknya gagal
jantung
- Echocardiografi, menentukan area jantung yang tidak berkontraksi dengan baik.
- Pemeriksaan Tredmill (Stress Test), dilakukan untuk melihat kinerja jantung
selama seseorang melakukan aktifitas fisik.
e. Tatalaksana
Non Farmakologi
Menjaga berat badan serta mengkonsumsi makanan bergizi
Berhenti merokok
Mengelola stress
Berolarhaga rutin
Menghindari konsumsi kafein serta alkohol
Farmakologi
Diuretik: Furosemid 1 x 20-80mg atau Spironolakton mulai dari 1x12,5mg
ACE-Inhibitor :Lisinopril mulai dari2,5 mg/ Kaptopril mulai dari 2 x 6,25mg/
Ramipril mulai dari1 x2,5mg, atau
Angiotensin Receptor Blocker/ARB: Valsartan mulai dari 40 mg/ Losartan mulai
dari 25 mg/ Irbesartan mulai dari 150mg, atau Candesartan
Beta-blocker: Bisoprolol mulai dari 1 x 1,25 mg/ Carvedilol mulai dari 2x 3,125 mg/
Metoprolol mulai dari 2x25mg.
4. Takikardia
Takikardi adalah suatu kondisi dimana denyut jantung istirahat seseorang secara
abnormal lebih dari 100 kali per menit. Sedangkan etiologi dari takikardia adalah sebagai
berikut:
b. Patofisiologi
Terbentuk focus etopic
Timbul takikardia
c. Manifestasi Klinis
- Palpitasi
- Sesak nafas
- Mudah lelah
- Nyeri pada dada
- Denyut nadi > 100x/menit
- Penurunan tekanan darah dapat terjadi pada kondisi yang tidak stabil
d. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
- Denyut jantung > 100 x/menit dan bisa menjadi sangat cepat dengan frekuensi > 150
x/menit pada keadaan SVT dan VT.
- Takipnea
- Hipotensi
- Kadang terjadi penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Penunjang
EKG:
- SVT: Kompleks QRS sempit (<0,12 mm/s)
- VT: Kompleks QRS melebar (>0,12 mm/s), tiga kali atau lebih secara berurutan
dengan frekuensi >150 x/menit.
e. Tatalaksana
5. Bradikardi
Kondisi dimana jantung berdetak lebih lambat dari biasanya, umumnya tidak
menimbulkan gejala namun jika sering terjadi dan disertai gangguan irama jantung, hal
ini akan berdampak pada organ dan jaringan tubuh lain yang tidak terpenuhi pasokan
darahnnya. Bradikardia terjadi akibat adanya gangguan pada pacemaker jantung sehingga
terjadi penurunan aliran konduksi jantung, hal ini dapat terjadi akibat berbagai hal
diantaranya :
- Bertambahnya usia
- Konsumsi obat-obatan (digoxin, beta blocker)
- Komplikasi operasi jantung
- Hipotensi, miokarditis, hipotiroidisme, anoreksia dan pendarahn otak.
b. Patofisiologi
Darah pada AV node, parasimpatis, konsumsi obat-obatan (digoxin, beta blocker), gangguan elektrolit
Cardiac output
c. Manifestasi Klinis
- Pusing
- Sesak nafas
- Mudah lelah
- Nyeri dada
- Sianosis, kulit pucat juga gangguan penglihatan
- Pingsan
d. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
- Denyut jantung <50 x/menit
- Hipotensi
- Kadang terjadi penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Penunjang
EKG
- Sinus Bradikardia: HR < 50x/menit, regular dengan gelombang P, kompleks QRS,
interval PR dan gelombang T normal.
- AV Block : HR < 50 X/menit, irregular dengan pemanjangan interval PR.
e. Tatalaksana
A. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, dikarakteristikkan
dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif dan berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya.
Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap keseluruhan keparahan tiap individu.
B. Patofisiologi
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru.
Radikal bebasmempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru.
Patogenesis PPOK.
C. Manifestasi Klinis
Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh, “Perlu usaha untuk
bernapas”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak
berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko Asap rokok Debu
Bahan kimia di tempat kerja Asap
dapur
Riwayat keluarga
D. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
I. Inspeksi
o Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin ditemukan
o Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi paru termasuk
iga yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan
transversal sebanding) dan abdomen yang menonjol keluar
o Hemidiafragma mendatar.
o Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi
lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien
II. Palpasi dan Perkusi
Hiperinflasi menyebabkan hati letak rendah dan mudah di palpasi
III. Auskultasi
o Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan keterbatasan aliran udara.
Tetapi mengi yang hanya terdengar setelah ekspirasi paksa tidak spesifik
untuk PPOK
o Ronki basah kasar saat inspirasi dapat ditemukan
o Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus
o Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
o Peak flow meter (arus puncak respirasi)
o Pulse oxymetry
o Kortikosteroid
Diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2 minggu. Pemberian
selama 2 minggu tidak perlu tapering off.
o Latihan ekspektorasi
o Latihan otot pernapasan dan ekstremitas
- Terapi oksigen jangka Panjang
-
7. Sindrom Koroner Akut
A. Definisi
SKA dapat dibedakan menjadi tiga jenis: angina pektoris tidak stabil, infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI).1
Angina pektoris tidak stabil: Manifestasi khas angina, tanpa peningkatan enzim
biomarka jantung, dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia;
Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Manifestasi khas angina, disertai
peningkatan enzim penanda jantung, tanpa adanya gambaran elevasi segmen ST pada
EKG;
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI). Manifestasi khas angina, disertai
peningkatan enzim penanda jantung, dengan adanya gambaran elevasi segmen ST
pada EKG.
B. Patofisiologi
Berbeda dengan APS, iskemia pada SKA lebih disebabkan oleh penurunan suplai
mendadak dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan. biasanya akibat plak yang ruptur.
Gejala yang ditimbulkan bervariasi. tergantung dari derajat penyempitan yang dipengaruhi
oleh komponen vasospasme arteri dan oleh ukuran trombus. Dalam hal ini, trombus
terbentuk karena adanya ruptur/erosi plak aterosklerotik yang telah ada sebelumnya. Proses
terjadinya trombus bersifat dinamis: proses pembentukan, pembesaran. dan lisis terjadi
bersamaan; dalam hal ini proses pembentukan lebih dominan dari pada proses lisis trombus.2
lskemia dan infark pada miokard yang luas, akan mengakibatkan penurunan curah
jantung sehingga terjadi kongesti paru. Di samping itu, kematian sel-sel miokard akan
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit fokal dengan manifestasi terburuk berupa aritmia
maligna. Dua patofisiologi tersebut yang menjadi penyebab kematian utama pada SKA,
yakni edema paru (akibat kongesti) atau aritmia maligna (VF/VT).2
Perbedaan Patogenesis PJK.1
C. Manifestasi Klinis
D. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan SKA.1
E. Tatalaksana
1. Evaluasi dan penanganan awal pada pasien dengan nyeri dada atau diduga suatu iskemia
atau inf ark jantung:
a. Lakukan ABC, pemasangan monitor, serta siapkan alat resusitasi dan defibrilasi
b. Berikan 0 2, nitrogliserin sublingual atau spray, aspirin dosis awal 160-325 mg, dan
morfin intravena bila diperlukan
c. Pasang EKG 12 sadapan. Bila ditemukan STEMI, rujuk atau persiapkan terapi
reperfusi.
2. Terapi reperfusi segera, wajib pada pasien STEMI dalam 12 jam pertama setelah awitan
nyeri dada. Pilihan metode reperfusi berupa terapi fibrinolitik (lihat penjelasan di bawah),
maupun intervensi percutaneous coronary intervention (PCI) atau CABG, sesuai dengan
risiko pasien, penyakit komorbid, serta berat dan banyaknya lesi berdasarkan angiografi
koroner.
Pada kasus NSTEMI, intervensi PC! atau CABG mendesak dalam jangka waktu 2 jam
(urgent PCI) diperlukan bila ditemui minimal satu tanda berikut: angina pektoris yang tidak
dapat diatasi dengan medikamentosa, gaga! jantung berat. instabilitas hemodinamik, atau
aritmia ventrikular maligna.
8. Atrial Fibrilasi
Fibrilasi Atrial (FA) mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat
penyakit jantung. Dari beberapa literatur didapatkan penyebab yang paling sering dari FA
adalah hipertensi, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner dan diabetes melitus." Diet asupan
makanan, gaya hidup, stres emosional dan fisik, intake alkohol serta kafein yang berlebihan juga
ikut andil dalam timbulnya FA.
Hipertensi sistemik
Diabetes melitus
Hipertiroidisme
Penyakit paru penyakit paru obstruktif kronik, hiper- tensi pulmonal primer,
emboli paru akut Neurogenik: sistem saraf autonom dapat mencetus- kan FA
pada pasien yang sensitif melalui peninggian tonus vagal atau adrenergik.
B. Patofisiologi
Area atrium yang diduga menjadi fokus utama adalah area muskulatur sekitar vena
pulmonalis. Dampak dari FA adalah hilangnya kemampuan kontraksi atrium, statis, dan
terbentuknya pembekuan darah (clot) di apendiks atrium yang dapat menyebabkan tromboemboli
serta terjsdi respon venterikel yang sangat cepat sehingga dapat terjdi disfungsi diastolik,
hipotensi, dan hipoperfusi jaringan.
C. Manifestasi Klinis
- Umumnya asimtomatis
- Palpitasi ringan/berat
- Mudah lelah
- Angina
- Kongesti paru
- Hipotensi
- Sinkop
- Denyut nadi irregular
D. Penegakan Diagnosis
- Anamnesis
Spektrum presentasi klinis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik hingga syok
kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50% episode FA tidak
menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin
dikeluhkan pasien antara lain:2
Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang,
gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
Presinkop atau sinkop
Kelemahan umum, pusing
- Pemeriksaan fisik
Hemodinamik dapat stabil atau tidak stabil
Denyut nadi tidak teratur
Denyut nadi dapat lambat, jika disertai dengan kelainan irama block
Jika hemodinamik tidak stabil dengan denyut yang cepat sebagai kompensasi,
maka terdapat tanda2 hipoperfusi (akral dingin, pucat)2
- Pemeriksaan Penunjang
EKG
Terjadi depolarisasi di banyak fokus di atrium dengan frekuensi yang sangat tinggi,
menyebabkan gelombang P hampir tidak dapat diidentifikasidisertai respon
ventrikel irreguler yng cepat. Respon ventrikel dapat normal atau bahkan
bradikardia bila terjadi aktivasi tonus vagal atau jika mendapatkan pengobatan.
Foto torax : Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi kadangkadang dapat
ditemukan bukti gagal jantung atau tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru
(misalnya emboli paru, pneumonia).2
Laboratorium darah: Hematologi rutin, faktor koagulasi, fungsi tiroid, HbsAg, HCV ,
fungsi ginjal dan elektrolit.2
E. Tatalaksana
Kondisi Akut :
Untuk Hemodinamik tidak stabil :
Kardioversi elektrik :
Ekokardiografi transtorakal harus dilakukan untuk identifikasi adanya
trombus di ruang-ruang jantung. Bila trombus tidak terlihat dengan
pemeriksaan ekokardiografi trans-torakal, maka ekokardiografi
transesofagus harus dikerjakan apabila FA diperkirakan berlangsung >48
jam sebelum dilakukan tindakan kardioversi. Apabila tidak
memungkinkan dilakukan ekokardiografi transesofagus, dapat diberikan
terapi antikoagulan (AVK atau dabigatran) selama 3 minggu sebelumnya.
Antikoagulan dilanjutkan sampai dengan 4 minggu pascakardioversi
(target INR 2-3 apabila menggunakan AVK).2
Untuk laju denyut ventrikel dalam keadaan stabil:2
1.) Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv dalam 10 menit, dilanjutkan 0,35
mg/kgBB iv
2.) Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus dalam 2 menit sampai 3 kali dosis.
3.) Amiodaron 5 mg/kgBB dalam satu jam pertama, dilanjutkan 1 mg/
menit dalam 6 jam, kemudian 0,5 mg/ menit dalam 18 jam via vena
besar
4.) Verapamil 0,075- 0,15 mg/kgBB dalam 2 menit
5.) Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam sampai 1,5 mg.
Kondisi stabil jangka panjang untuk kendali laju :2
Metoprolol 2x50-100 mg po
Bisoprolol 1x5-10 mg po
Atenolol 1x25-100 mg po
Propanolol 3x10-40 mg po
Carvedilol 2x3,125-25 mg po
CCB: Verapamil 2x40 sampai 1x240 mg po (lepas lambat)
Digoksin 1x0,125-0,5 mg po
Amiodaron 1x100-200 mg po
Diltiazem 3x30 sampai 1x200 mg po (lepas lambat)
b. Patofisiologi
Faktor resiko penurunan zat besi
Hemoglobin menurun
c. Manifestasi Klinis
d. Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
- Konjungtiva anemis
- Atrofi papil lidah
- Stomatitis angularis (cheilosis)
- Koilonichia (kuku sendok)
Pemeriksaan Penunjang
- Kadar hemoglobin menurun <11 g/dl
- Apusan darah tepi
f. Tatalaksana
- Modifikasi diet (konsumsi daging, telur juga sayuran berdaun hijau)
- Terapi besi oral : fero sulfat 3 x 200 mg/hari
- Transfusi darah
Keberhasilan terapi ditandai dengan peningkatan hemoglobin 2 mg/dl dalam 3 minggu.
Pengobatan harus dilanjutan selama paling tidak 6 bulan untuk memastikan pesediaan besi dalam
darah sudah kembali normal dan menghindari rekurensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Reksodiputro AH, Rudijanto A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI, Jilid I.
Jakarta: Interna Publishing; 2017.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktik Klinis dan
Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembukuh Darah. Edisi Pertama. Jakarta: PERKI;
2016.
3. Lilly LS. Patofisiologi Penyakit Jantung. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
MEDIK. CV Pentasada Media Edukasi; 2019.
4. Kusumoto, et al. ACC/AHA/HRS Guideline on the Evaluation and Management of
Patients with Bradycardia and Cardiac Conduction Delay. 20 Agustus 2019.
5. Brieler, et al. Cardiomyopathy: An Overview Am Fam Physician. 2017;96(10): 640-646.
6. Mayo Clinic. Iron Deficiency Anemia. 2016. Tersedia dari:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/iron-deficiency-anemia/symptoms-
causes/syc-20355034