SKENARIO I
STEP 1
Keluhan utama sesak nafas dan mudah Lelah
STEP 2
Diagram vein
Sesak Nafas
1. Penyakit Jantung Sesak Nafas &
Mudah Lelah Mudah Lelah
Hipertensi
2. Asma Bronkhial 1. Gagal Jantung
3. Miokarditis 2. Angina 1. Anemia
Pectoralis 2. Fibromyalgia
4. Stenosis Mitral 3. Sindrom
5. Edema paru Koroner Akut
6. Syndrome vena cava superior 4. Kardiomiopati
STEP 3
5. Gagal Jantung
a. Pengertian :
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan sesak napas
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung dan ketidakmampuan jantung
kiri untuk memompa darah memenuhi cardiac output.
b. Etiologi :
Disebabkan oleh banyak hal, seperti :
1) Usia
2) Jenis kelamin
Pada gagal jantung terjadi suatu kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan
pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Aktivasi
sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi
perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II
plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten
(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari
pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi
miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel
kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri
dan kardiomiopati hipertrofik. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan
disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
d. Manifestasi Klinis :
e. Diagnosis :
Kriteria Major :
Kriteria Minor :
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Takikardia (lebih dari 120 menit)
4) Efusi pleura
5) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
f. Pemeriksaan Penunjang :
g. Penatalaksanaan :
1) Diuretik oral maupun parenteral tujuan utuma untuk pengobatan gagal jantung.
2) Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT
lainnya).
3) Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien
dengan hipokalemia.
4) Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization Therapy (CRT), dan
pembedahan.
5) Pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) untuk mencegah awalnya gagal
jantung.
2. Kardiomiopati
a. Pengertian :
4. Asma Bronkhial
a. Pengertian :
Suatu penyakit dengan meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
b. Etiologi :
1) Genetik
2) Alergen
3) Stress
4) Aktivitas berat
5) Lingkungan kerja / tempat tinggal
c. Patogenesis :
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan susah bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut, seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibody ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat. Diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucul yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.Pada asma, diameter bronkiolus
lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan
tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kerusakan mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.
d. Manifestasi Klinis :
1) Batuk
2) Dispnea
3) Rasa nyeri pada dada
4) Gelisah
5) Bernapas dengan cepat
Ada beberapa tingkatan pada asma, yaitu :
1) Tingkat 1 :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul
bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
3) Tingkat III :
Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
4) Tingkat IV:
Pasien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan
fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma
pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada
asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
cyanosis, gangguan kesadaran, takikardia.
e. Diagnosis :
Diagnosis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Seperti :
1) Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan sputum
- Pemeriksaan darah berupa AGD, SGOT, LDH, dan IgE.
- Pemeriksaan radiologi untuk menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-
paru yaitu radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun.
- Elektrokardiografi
f. Tata Laksana :
1) Pemberian obat simpatomimetik/adrenergik, seperti fenoterol, terbutalin,
orsiprenalin.
2) Pemberian obat ketolifen, kromalin
3) Memberikan penyuluhan
4) Menghindari faktor pencetus
5) Pemberian cairan
6. Stenosis Mitral
a. Definisi :
Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.1
Penyebab stenosis mitral paling sering demam rematik, penyebab lain adalah
karsinoid, sistemik lupus erimatosus, reumatoid artritis, mukopolisakaridosis dan
kelainan bawaan
b. Patofisiologi :
Orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4 sampai 6 cm2. Adanya
obstruksi yang signifikan, misalnya, jika orifisium kurang lebih kurang dari 2 cm2 ,
darah dapat mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri hanya jika didorong oleh
gradien tekanan atrioventrikel kiri yang meningkat secara abnormal, tanda
hemodinamik stenosis mitral. Apabila orifisium katup mitral berkurang sampai 1 cm2,
tekanan atrium kiri kurang lebih 25 mmHg diperlukan untuk mempertahankan curah
jantung (cardiac output) yang normal. Tekanan atrium kiri yang meningkat,
selanjutnya, meningkatkan tekanan vena dan kapiler pulmonalis, yang mengurangi
daya kembang (compliance) paru dan menyebabkan dispnea pada waktu pengerahan
tenaga (exertional dyspnea, dyspnea d’ effort). Serangan pertama dispnea biasanya
dicetuskan oleh kejadian klinis yang meningkatkan kecepatan aliran darah melalui
orifisium mitral, yang selanjutnya mengakibatkan elevasi tekanan atrium kiri. Untuk
menilai beratnya obstruksi, penting untuk mengukur gradien tekanan transvalvuler
maupun kecepatan aliran. Gradien tekanan bergantung tidak hanya pada curah jantung
tapi juga denyut jantung. Kenaikan denyut jantung memperpendek diastolik secara
proporsional lebih daripada sistolik dan mengurangi waktu yang tersedia untuk aliran
yang melalui katup mitral. Oleh karena itu, pada setiap tingkat curah jantung tertentu,
takikardia menambah tekanan gradien transvalvuler dan selanjutnya meningkatkan
tekanan atrium kiri.
c. Manifestasi klinis :
Berdebar (takikardia/ AF),Batuk darah, Sesak nafas saat aktivitas, Orthopnea
atau kesulitan bernafas saat berbaring terlentang, Paroxysmal nocturnal dyspnee,
Cepat lelah, dan denyut jantung tak teratur, Gejala karena tromboemboli seperti batuk
darah, Mitral facies karena sianosis atau darah yang kurang oksigen.
d. Pemeriksaan fisik :
Stenosis mitral yang murni dapat dikenal dengan terdengarnya bising mid
diastolik yang bersifat kasar, bising menggenderang, aksentuasi presistolik dan bunyi
jantung satu yang mengeras. Jika terdengar bunyi tambahan opening snap berarti
katup masih relatif lemah sehingga waktu terbuka mendadak saat diastol
menimbulkan bunyi yang menyentak seperti tali putus. jarak bunyi jantung kedua
dengan opening Snap memberikan gambaran beratnya stenosis. makin pendek jarak
ini berarti makin berat derajat penyempitannya.
Komponen pulmonal bunyi jantung kedua dapat mengeras disertai bising
sistolik karena adanya hipertensi pulmonal. jika sudah terjadi insufisiensi pulmonal
maka dapat terdengar bising diastolik Dini dari katup pulmonal. penyakit penyakit
penyerta bisa terjadi pada katup katup lain, misalnya stenosis aorta, insufisiensi aorta,
stenosis trikuspid atau insufisiensi trikuspid.
e. Pemeriksaan penunjang :
1) Elektrokardiogram
2) Foto Torak
Gambaran foto thorax pada stenosis mitral dapat berupa pembesaran Atrium
kiri pelebaran Arteri pulmonal karena peninggian tekanan, aorta yang relatif kecil
pada penderita penderita dewasa dan fase lanjut penyakit, dan pembesaran
ventrikel kanan. kadang-kadang terlihat perkapuran pada daerah katup mitral atau
perikard. Pada paru-paru terlihat tanda-tanda bendungan vena.
3) Laboratorium
Tidak ada gambaran yang khas, pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk
membantu penentuan adanya reaktivasi rheuma.
f. Tata laksana :
Prinsip dasar pengelolaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang
menyempit, tetapi indikasi intervensi ini hanya untuk penderita kelas fungsional 3
keatas. Intervensi dapat bersifat bedah (seperti kommissurotomy atau penggantian
katup) dan non bedah (seperti valvulotomi dengan dilatasi balon) pengobatan
farmakologis hanya diberikan Apabila ada tanda-tanda gagal jantung, aritmia ataupun
reaktivasi Rheuma. Profilaksis rheuma pada stenosis mitral harus diberikan sampai
umur 25 tahun walaupun sudah dilakukan intervensi. bila sesudah umur 25 tahun
masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis diteruskan lagi selama 5
tahun.
7. Angina Pectoralis
a. Pengertian :
1) Angina pektoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai dengan episode atau
perasaan tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner,
menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain,
suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
2) Angina pektoris adalah suatu sindrom kronis dimana klien mendapat serangan
sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali
menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien
melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan
aktivitasnya
3) Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis
rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum.
b. Etiologi :
1) Ateriosklerosis
2) Spasme arteri koroner
3) Anemia berat
4) Artritis
5) Aorta Insufisiensi
c. Faktor risiko :
Dapat Diubah (dimodifikasi)
1) Diet (hiperlipidemia)
2) Rokok
3) Hipertensi
4) Stres
5) Obesitas
6) Kurang aktifitas
7) Diabetes Mellitus
8) Pemakaian kontrasepsi oral
Tidak dapat diubah
1) Usia
2) Jenis Kelamin
3) Ras
4) Herediter
Faktor Pencetus Serangan
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :
1) Emosi atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, mengakibatkan
frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya
tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat
2) Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan
kebutuhan oksigen jantung
3) Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk
pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. (pada
jantung yang sudah sangat parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri
angina semakin buruk).
4) Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen.
d. Patofisiologi :
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan
suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner (aterosklerosis koroner). Tidak diketahui secara
pasti apa penyebab aterosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan
penyakir arteri koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu
jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan
meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan mengalirkan
lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner
mengalami kekauan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik
(kekurangan suplai darah) miokardium. Berkurangnya kadar oksigen memaksa
miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik menjadi metabolisme yang
anaerobik. Metabolisme anaerobik dengan perantaraan lintasan glikolitik jauh lebih
tdak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik melalui fosforilasi
oksidatif dan siklus Kreb. Pembentukan fosfat berenergi tinggi mengalami penurunan
yang cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerobik ini, yaitu asam laktat, akan
tertimbun sehingga mengurangi pH sel dan menimbulkan nyeri. Kombinasi dari
hipoksia, berkurangnya jumlah energi yang tersedia serta asidosis menyebabkan
gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang
berkurang; serabut-serabutnya memendek sehingga kekuatan dan kecepatannya
berkurng. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi
abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel
berkontraksi.Berkurangya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah
hemodinamika. Respon hemodinamika dapat berubah-ubah, sesuai dengan ukuran
segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi oleh system
saraf otonom. Berkurangnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung
dengan mengurangi volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali
jantung berdenyut).Angina pectoris adalah rasa sakit dada yang berkaitan dengan
iskemia miokardium. Mekanismenya yang tepat bagaimana iskemi menimbulkan rasa
sakit masih belum jelas. Agaknya reseptor saraf rasa sakit terangsang oleh metabolik
yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui atau oleh sters
mekanik lokal akibat kontraksi miokardium yang abnormal. Jadi secara khas rasa
sakit digambarkan sebgai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun
kesisi medial lengan kiri. Tetapi banyak pasien tak pernah mengalami angina yang
pas; rasa sakit angina dapat menyerupai rasa sakit karena maldigesti atau sakit gigi.
Pada dasarnya angina dipercepat oleh aktivitas yang meningkatkan miokardium akan
oksigen, seperti latihan fisik. Sedangkan angina akan hilang dalam beberapa menit
dengan istirahat atau nitrogliserin.
e. Klasifikasi :
Angina Pektoris Stabil
- Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang
- meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.
- Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
- Durasi nyeri 3 – 15 menit.
Angina stabil dibedakan menjadi 3 yaitu :
1) Angina nocturnal
Nyeri terjadi malam hari, biasanya pada saat tidur tetapi ini dapat dikurangi
dengan duduk tegak. Biasanya angina noctural disebabkan oleh gagal ventrikel
kiri.
2) Angina decubitus
- Angina yang terjadi saat berbaring.
- Iskemia tersamar
Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes pada stress ) tetapi pasien tidak
menunjukan gejala.
3) Angina Pektoris Tidak Stabil
- Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris
stabil.
- durasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
- Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan.
- Kurang responsif terhadap nitrat.
- Lebih sering ditemukan depresi segmen ST.
- Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau
trombosit yang beragregasi.
4) Angina Prinzmental (Angina Varian)
- Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
- Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
- EKG menunjukkan elevasi segmen ST.
- Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
- Dapat terjadi aritmia.
f. Gejala klinis :
1) Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah
inter skapula atau lengan kiri.
2) Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-
kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
3) Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.
4) Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
5) Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin,
palpitasi, dizzines.
6) Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
7) Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
g. Pemeriksaan diagnostik :
1) Enzim atau isoenzim jantung,biasanya DBM : meningkat,menunjukkan
kerusakan miokard.
2) EKG : biasanya normal bila pasien istirahat tetapi datar atau depresi pada
segmen ST gelombang T menunjukkan iskemia.
3) Foto Dada : biasanya normal, namun infiltrat mungkin ada menunjukkan
dekompensasi jantung atau komplikasi paru.
4) PCO2 kalium dan laktatmiokard : mungkin meningkat selama serangan angina.
5) Kolestrol / trigliserida serum : mungkin meningkat.
6) Kateterisasi jantung dengan angiografi : diindikasikan pada pasien dengan
iskemia yang diketahui dengan angina atau nyeri dada tanpa kerja, pada pasien
dengan kolesterolemia dan penyakit jantung keluarga yang mengalami nyeri dada
dan pasien dengan EKG istirahat abnormal.
h. Tata laksana :
Terapi Farmakologi
1) Nitrogliserin
Senyawa nitrat masih merupakan obat utama untuk menangani angina
pektoris. Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung
yang akan mengurangi iskemia dan mengurangi nyeri angina.Nitrogliserin adalah
bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteria sehingga
mempengaruhi sirkulasi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan
darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke
jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga
melemaskan anter terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya
hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan
pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anteriol sistemik dan menyababkan
penurunan tekanan darah (afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan
kebutuhan oksigen jantung,menciptakan suatu keadaan yang lebih seimbang
antara suplai dan kebutuhan.Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah
(sublingual) atau di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan nyeri iskemia
dalam 3 menit.
2) Penyekat Beta-adrenergik.
Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi
denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di arteri dan peregangan pada dinding
ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok
atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain : atenolol, metoprolol,
propranolol, nadolol.
3) Nitrat dan Nitrit
Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk
mengurangi symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek
antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard
melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan
tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah
terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi
dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 –
12jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid
mononitrat, nitrogliserin.
4) Kalsium Antagonis
Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran
kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga
terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium
antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan
resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin,
bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin,
verapamil.
Terapi Non Farmakologis
Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
jantung antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena merokok
mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung
bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi
kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat
menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan
kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius.
8. Miokarditis
a. Definisi :
Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. Pada
umumnya miokarditis disebabkan penyakit-penyakit infeksi tetapi dapat sebagai
akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toksik bahan-bahan kimia radiasi.
Miokarditis dapat disebabkan infeksi, reaksi alergi, dan reaksi toksik. Pada
miokarditis, kerusakan miokardium disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan basil
miosit. Toksin akan menghambat sintesis protein dan secara mikroskopis akan
didapatkan miosit dengan infiltrasi lema, serat otot mengalami nekrosis hialin.
Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada umumnya
disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi
terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi.
b. Etilogi :
Pada banyak kasus, penyebab miokarditis tidak diketahui. Namun ada
beberapa penyebab miokarditis seperti:
1) Bakteri : Beberapa bakteri yang bisa menyebabkan miokarditis adalah
staphylococcus, streptococcus, dan bakteri penyebab penyakit difteri serta
penyakit lyme.
2) Jamur : Beberapa infeksi jamur kadang bisa menyebabkan miokarditis.
3) Virus : Banyak virus yang bisa menyebabkan miokarditis, yang paling umum
adalah adenovirus dan Coxsackie B. Virus lain yang bisa menyebabkan
miokarditis adalah echoviruses, influenza, Epstein-Barr, rubella, varicella, cacar,
campak, dan lain-lain.
4) Parasit : Toksoplasma yang umumnya terdapat pada hewan peliharaan merupakan
salah satu parasit penyebab miokarditis.
5) Obat-obatan : Obat yang termasuk dalam kelompok antibiotik dan obat-obatan
terlarang bisa memicu reaksi alergi dan keracunan seperti miokarditis.
6) Bahan kimia atau radiasi : Paparan beberapa bahan kimia dan radiasi kadang bisa
menyebabkan munculnya miokarditis.
7) Penyakit lainnya : Misalnya lupus, granulomatosis Wegener, arteritis sel raksasa
dan arteritis Takayasu.
c. Patofisiologi :
Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme dasar:
1) Invasi langsung ke miokard.
2) Proses immunologis terhadap miokard.
3) Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.
Proses miokarditis viral ada dua tahap, yaitu:
1) Fase pertama (akut) berangsung kira-kira 1 minggu (pada tikus) di mana terjadi
invasi virus ke miokardium, replikasi virus dan lisis sel. Kemudian terbentuk
neutralizing antibody dan virus akan dibersihkan atau dikurangi jumlahnya
dengan bantuan makrofag dan neutral killer cell (sel NK).
2) Fase kedua miokardium akan diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan sistem imun akan
diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibodi terhadap miokardium, akibat
perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus. Fase ini berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan dan diikuti kerusakan miokardium dan yang
minimal sampai yang berat.
Enterovirus sebagai penyebab miokarditis viral juga merusakkan sel-sel endotel dan
terbentuknya antibodi endotel, diduga sebagai penyebab spasme mikrovaskular.
Walaupun etiologi kelainan mikrovaskular belum pasti, tetapi sangat mungkin berasal
dari respon imun atau kerusakan endotel akibat infeksi virus.
Jadi pada dasarnya terjadi spasme sirkulasi mikro yang menyebabkan proses berulang
antara obstruksi dan reperfusi yang mengakibatkan larutnya matriks miokardium dan
habisnya otot jantung secara fokal menyebabkan rontoknya serabut otot, dilatasi
jantung, dan hipertrofi miosit yang tersisa. Akhirnya proses ini mengakibatkan
habisnya kompensasi mekanis dan biokimiawi yang berakhir dengan payah jantung.
d. Manifestasi Klinis :
Manifestasi klinis miokarditis bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai
terjadi syok kardiogenik. Tergantung pada tipe infeksi, derajat kerusakan miokardium,
kemampuan miokardium memulihkan diri. Gejala bisa ringan atau tidak ada sama
sekali. Gejala bisa ringan atau tidak sama sekali, biasanya : Kelelahan dan dispneu,
Demam, Nyeri dada, Palpitasi.
Gejala klinis mungkin memperlihatkan :
Gejala klinis tidak khas, kelainan ECG pada segmen ST dan gelombang T.
1) Takikardia, peningkatan suhu akibat infeksi menyebabkan frekuensi denyut nadi
akan meningkat lebih tinggi.
2) Bunyi jantung melemah, disebabkan penurunan kontraksi otot jantung Katub-
katub mitral dan trikuspid tidak dapat ditutup dengan keras
3) Auskultasi: gallop, gangguan irama supraventrikular dan ventrikular.
4) Gagal jantung (Dekompensasi jantung) terutama mengenai jantung sebelah kanan.
e. Pemeriksaan penunjang :
1) Pemeriksaan EKG : tidak khas
ST-T changes inferior, gangguan konduksi jantung.
2) Foto thorax : tidak khas
Pembesaran jantung dengan efusi perikard dan pleura
3) Ekokardiografi
Pembesaran jantung kiri
f. Tata laksana :
1) Istirahat, bed rest
2) Diet
3) Medikamentosa
Obat pertama :
- Pengobatan infeksi
- Kortikosteroid pada kasus berat.
9. Edema Paru
a. Definisi :
Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular
yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepaat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia.
Edema paru didefinisikan sebagai akumulasi cairan di interstisial dan alveolus.
Penyebab edem paru :
1) Kardiogenik atau edem paru hidrostatik atau edem hemodinamik. Kausa: infark
miokars, hipertensi, penyakit jantung katup, eksaserbasi gagal jantung sistolik/
diastolik dan lainnya.
2) Nonkardiogenik/ edem paru permeabilitas meningkat. Kausa: ALI dan ARDS.
b. Etiologi :
Edema paru non kardiogenik Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari
transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang
interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung.
Walaupun edema paru dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun dalam
tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap merupakan temuan yang menakutkan.
Terjadinya edema paru seperti di atas dapat diakibatkan oleh berbagai sebab,
diantaranya seperti :
Penyebab edeme paru non kardiogenik
1) Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
- Secara langsung : Aspirasi asam lambung, Tenggelam, Kontusio paru,
Pnemonia berat, Emboli lemak, Emboli cairan amnion, Inhalasi bahan kimia,
Keracunan oksigen.
- Tidak langsung : Sepsis, Trauma berat, Syok hipovolemik, Transfusi
darah berulang, Luka bakar, Pankreatitis, Koagulasi intravaskular diseminat,
Anafilaksis.
2) Peningkatan tekanan kapiler paru
- Pemberian cairan yang berlebih
- Transfusi darah
- Gagal ginjal
3) Sindrom kongesti vena
4) Edema paru neurogenik
5) Edema paru karena ketinggian tempat (Altitude)
6) Penurunan tekanan onkotik
7) Sindrom nefrotik
8) Malnutrisi
9) Hiponatremia
c. Patogenesis :
Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru
1) Membran kapiler alveoli
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam keadaan
normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke
ruangan interstisial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum Starling
dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik.
2) Sistem Limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan
balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstisial
peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstisium
alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika
kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas
dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema.
Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas
sistem limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem
limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika
terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami
hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam
jumlah yang lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edem. Sehingga sebagai
konsekuensi terjadinya edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh
darah akan terkompresi.
Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edem paru, misalnya adanya
riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung kronik. Edem
paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi pada kapiler paru
secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang menakutkan bagi
pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang yang akan tenggelam. Khas
pada edem paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit ini berbeda-
beda , tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita sering sekali mengeluh
tentang kesulitan bernapas atau perasaan tertekan atau perasaan nyeri pada dada.
Biasanya terdapat batuk yang sering menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah
muda. Terdapat takipnue serta denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita
tampak sangat pucat dan mungkin sianosis.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan).
Takikardia, hipotensi atau teknan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi
duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat
respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela
interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural
yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna
kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan
terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4.
Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis (sda). Dan pada edem paru
non kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi
terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan
bergelembung pada bagian bawah dada.
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan labolatorium
2) Radiologi
3) Eochocardiografi
4) EKG
5) Katerisasi pulmonal
f. Tata laksana :
Penatalaksanaan edem paru non kardiogenik
1) Supportif Mencari dan menterapi penyebabnya. Yang harus dilakukan adalah :
- support kardiovaskular
- terapi cairan
- renal support
- pengelolaan sepsis
2) Ventilasi
Menggunakan ventlasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS net
Penatalaksanaan edem paru kardiogenik
Sasarannya adalah mencapai oksigenasi adekuat, memelihara stabilitas hemodinamik
dan mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan afterload.
1) Posisi setengah duduk
2) Oksigen terapi
3) Morphin IV 2,5 mg
4) Diuretik
5) Nitroglyserin
6) Inotropik
1) Bekuan darah dari organ tubuh lain, yang terbawa dan terjebak pada arteri
koroner.
2) Komplikasi dari operasi jantung.
3) Konsumsi kokain, yang dapat menyebabkan spasme arteri koroner.
4) Luka tusuk pada jantung.
5) Peradangan pada arteri koroner.
c. Patofisiologis :
d. Penegakan Diagnosis :
Anamnesis
Gejala yang dirasakan oleh pengidap sindrom koroner akut, antara lain:
Pemeriksaan Penunjang
Pemberian obat-obatan:
Prosedur operasi:
11. Anemia
a. Definisi :
Penyakit anemia merupakan kondisi ketika jumlah sel darah merah lebih
rendah dari jumlah normal. Selain itu, anemia terjadi ketika hemoglobin di dalam sel-
sel darah merah tidak cukup, seperti protein kaya zat besi yang memberikan warna
merah darah.
Berikut adalah beberapa jenis anemia yang dapat terjadi:
b. Etiologi :
c. Patofisiologis :
d. Penegakan Diagnosis :
Anamnesis
Gejala :
1) Selalu merasa mudah marah.
2) Tubuh lebih sering merasa lemah atau lelah atau saat berolahraga.
3) Sakit kepala.
4) Mengalami masalah sulit berkonsentrasi atau berpikir.
Pemeriksaan Penunjang
Tes darah untuk mengetahui jenis umum dari anemia yang terdiri dari:
1) Kadar zat besi, vitamin B12, asam folat, dan vitamin dan mineral lainnya.
2) Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin.
3) Jumlah retikulosit.
e. Tata Laksana :
1) Transfusi darah.
2) Pemberian obat yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh.
3) Pemberian obat dengan tujuan untuk memperbanyak sel darah dalam tubuh.
4) Mengonsumsi suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin, serta mineral
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA