Anda di halaman 1dari 22

1

A. Skenario
KIPI

Seorang anak laki-laki berusia 2 bulan, dibawa ibunya ke puskesmas


karena demam dan terdapat luka pada area bekas suntikan setelah
mendapatkan imunisasi BCG beberapa hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nadi 120/menit, suhu 38,5oC. Status lokalis didapatkan luka
dengan nyeri tekan , hiperemis, dan teraba hangat pada lengan atas. Tidak
didapatkan pembesaran KGB.

B. Klarifikasi Istilah (STEP 1)


1. KIPI : kejadian medis yang tidak diinginkan yang terjadi setelah
pemberian imunisasi
2. Hiperemis : kemerahan, pembengkakan pembuluh darah
3. Demam : peningkatan suhu tubuh diatas normal

C. Rumusan Masalah (STEP 2)


1. Bagaimana mekanisme terjadinya demam?
2. Apa saja macam-macam demam?
3. Apa saja kejadian ikutan pasca imunisasi yang sering terjadi?
4. Apa saja tanda-tanda inflamasi?
5. Apa saja jenis dan mekanisme inflamasi?
6. Mengapa tidak terjadi pembesaran KGB?

D. Analisis Masalah (STEP 3)


1. – Demam dipicu oleh zat penghasil demam
- Pyrogen dibagi menjadi dua, yaitu : eksogen dan endogen
- Demam terjadi Bersama hiperemis pada inflamasi akut
- Demam terjadi karena agen infeksi, toxix pada inflamasi
2. – Demam septic
- Demam remitten
- Demam intermitten
- Demam kontinyu
- Demam siklik
2

3. – Induksi vaksin
- Provokasi vaksin
- Kesalahan pelaksanaan
- konsidensi
4. Tanda-tanda inflamasi yaitu : rubor, kalor dolor, tumor, functio laesa
5. Inflamasi terbagi menjadi dua :
a. Inflamasi akut
b. Inflamasi kronik
6. Karena tekanan dalam KGB normal

E. Sistematika Masalah (STEP 4)

1. Pirogen terbagi menjadi dua, pyrogen eksogen dan endogen.


a. Pyrogen eksogen : virus, bakteri, jamur, narkoba
b. Pyrogen endogen : IL-1, TNF, IL-6
Mekanisme demam : pyrogen IL-1 akan beredar ke hipotalamus, kemudian
memicu neuron-neuron menyekresikan prostaglandin dam membuat suhu
tubuh menjadi meningkat.
Termoregulasi : peningkatan produksi panas menghasilkan demam
2. a. Demam Septik
Suhu tubuh naik pada malam hari, suhu turun pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan demam hektik
b. Demam remitten
Suhu badan turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
tubuh normal
c. Demam Intermitten
Suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu
hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali maka
dinamakan tertiana, sedangkan bila terjadi 2 hari bebas diantara 2
serangan demam disebut kuartana
3

d. Demam kontinyu
Varian suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari 1 oC. pada tingkat
demam terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia
e. Demam siklik
Suhu badan naik selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas
untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti
awal.
Demam yang sangat tinggi bisa dikatakan hiperpireksia jika panas suhu
tubuh melebihi 410C. Hiperpireksia sangat berbahaya karena dapat merusak
sistem saraf pusat.
3. a. Induksi vaksin, disebabkan oleh faktor intrinsik vaksin terhadap
individu resipien
b. provokasi, gejala klinis yang dapat terjadi kapan saja
c. kesalahan program ; gejala kimia, timbul akibat kesalahan pada Teknik
pembuatan atau pengadaan vaksin
d. kolasidensi ; terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang
diderita
4. Rubor
Pada saat inflamasi, arteriol berdilatasi, yang menyebabkan kapiler yang
kosong akan terisi dengan cepat dan menyebabkan respon kemerahan local
Mekanisme terjadinya rubor : Seiring dengan dimulainya reaksi inflamasi,
arteriol yang mengaliri daerah tersebut berdilatasi sehingga pasokan darah
yang mengalir ke area tersebut lebih banyak, sehingga kapiler kapiler yang
semula kosong terisi sangat cepat. Keadaan ini yang membuat adanya
kemerahan atau rubor
Kalor
Daerah peradangan akan terasa lebih hangat kaena banyaknya aliran darah
yang mengalir ke area tersebut
Mekanisme terjadinya kalor : sama seperti rubor, kalor terjadi ketika
vascular berdilatasi dan membuat pasokan darah yang mengalir ke area
cedera menjadi lebih banyak dan membuat daerah yang sedang cedera
terasa hangat
4

Tumor
Tumor lokal terjadi karena cairan dari sel-sel yang berpindah dari aliran
darah ke jaringan interstisial
Mekanisme terjadinya tumor : Tumor atau pembengkakan terjadi karena
cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial.
Cairan yang terkumulasi di jaringan interstisial akan menyebabkan
terjadinya tumor
Dolor
Mekanisme terjadinya dolor : perubahan pH local ion-ion tertentu
mengakibatkan ujung ujung saraf terangsang yang disertai dengan
pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti histamin atau zat-zat bioaktif lain
yang dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan daerah yang
cedera menyebabkan peningkatan tekanan local yang dapat menimbulkan
nyeri
Functio Laesa
Perubahan fungsi yang terjadi ada organ yang terkena peradangan
5. Inflamasi terbagi menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronik.
a. Inflamasi Akut : Inflamasi akut terjadi dengan cepat dan memakan
waktu dengan singkat dan berlangsung sampai beberapa menit hingga
beberapa hari. Memiliki ciri neutrofil yang banyak.
Perubahan vascular : vasukalr akan berdilatasi
b. Inflamasi kronik : Inflamasi kronik terjadi bertahap, berlangsung lama,
ditandai dengan penimbunan leukosit dan makrofag
Inflamasi akut timbul dengan cepat dalam hitungan menit atau jam,
infiltrat seluler yang banyak dijumpai pada inflamasi akut neutrofil.
Sedangkan inflamasi kronik timbul lambat, infiltrat yang sering dijumpai
pada peradangan kronik adalah monosit dan limfosit.
Tujuan terjadinya inflamasi yaitu membawa fagosit dan protein plasma
ke tempat peradangan untuk dapat mengsolasi, menghancurkan atau
menginfaktifkan penyerang, kemudian untuk membersihkan debris, dan
mempersiapkan proses penyembuhan dan perbaikan.
5

MIND MAP

STEP
5

1. Gambaran morfologi pada perdangan (serosa, purulen,


granulomatosa, ulkus)
2. Macam-macam inflamasi akut dan kronik
3. Efek sistemik inflamasi dan kronis
4. Mediator inflamasi (cara kerja dan komponen darah yang bekerja)

STEP 6

BELAJAR MANDIRI

STEP 7

1. Pola Morfologik Radang Akut Dan Radang Kronis


6

A. Radang Akut
Reaksi vaskular dan seluler yang menandai radang akut tercermin
pada gambaran morfologik akibat reaksi tersebut. Kerasnya respons
radang, penyebabnya yang spesifik, dan jenis jaringan yang terkena,
semuanya dapat mempengaruhi gambaran morfologik dasar pada
radang akut. Pentingnya mengenali gambaran morfologik tersebut
adalah karena sering ada kaitannya dengan etiologi dan keadaan klinis
yang berbeda.1
1. Radang serosum ditandai dengan pembentukan cairan seperti air, yang
miskin protein, yang bergantung dari tempat asal jejas, terbentuk dari
plasma atau sekresi sel mesotel yang melapisi rongga peritoneum,
pleura dan perikardium. Bula pada kulit akibat luka bakar atau infeksi
virus merupakan contoh yang tepat dari akumulasi efusi serosum pada
atau langsung di bawah epidermis kulit. Cairan di rongga serosum
disebut cairan efusi. 1

Gambar 1.1 Radang serosum pembesaran kecil potongan melintang lepuh kulit

menunjukkan epidermis terpisah oleh efusi serosum dari dermis1


2. Radang fibrinosa terjadi karena jejas yang lebih berat, mengakibatkan
peningkatan permeabilitas vaskular yang lebih parah sehingga molekul
7

besar (seperti fibrinogen) dapat melalui pembatas endotel. Secara


histologis, akumulasi fibrin ekstravaskular tampak sebagai jaringan
benang eosinofil atau kadang-kadang sebagai koagulasi amorfik.
Eksudat fibrin merupakan cirri khas radang pada lapisan rongga tubuh,
seperti meninges, perikardium, dan pleura. Eksudat tersebut akan
didegradasi melalui fibrinolisis, dan kemudian debris akan dipindahkan
oleh makrofag, menghasilkan restorasi struktur jaringan normal
(resolusi). Namun, eksudat kaya fibrin yang banyak, tidak seluruhnya
dapat dihilangkan, dan diganti dengan pertumbuhan fibroblast dan
pembuluh darah (organisasi), perikardium dan membatasi fungsi
miokardium.mengakibatkan jaringan parut yang dapat mengakibatkan
gangguan klinis yang signifikan. Sebagai contoh, organisasi dari
eksudat fibrin perikardium membentuk jaringan parut padat yang
menjembatani atau menghilangkan rongga perikardium dan
membatasi fungsi miokardium. 1

Gambar 1.2 Perikarditis fibrinosa. 1

3. Radang supuratif (purulen) dan pembentukan abses. Tampak sebagai


pembentukan cairan eksudat purulen dalam jumlah banyak (pus) yang
terdir atas neutrofil, sel nekrotik, dan cairan edema. Beberapa organism
(misalnya stafilokokus) sering mengakibatkan supurasi setempat dan
disebut kuman piogenik (membentuk pus). Abses adalah pengumpulan
nanah setempat yang terjadi akibat penempatan kuman piogenik di
jaringan atau akibat infeksi sekunder pada fokus nekrotik.Abses
biasanya ditandai daerah sentral yang kebanyakan nekrotik dibatasi
lapisan neutrofil yang masih baik, dikelilingi zona pembuluh yang
melebar dan proliferasi fibroblas tanda adanya upaya pemulihan.
Dengan berlalunya waktu, seluruh abses akan terisolasi dari jaringan
sekitarnya, dan akhirnya diganti dengan jaringan ikat. Akibat
8

terjadinya kerusakan jaringan, maka setelah pembentukan suatu abses


akan terbentuk jaringan parut. 1

Gambar 1.3 Radang purulen dengan pembentukan abses. 1

4. Ulkus merupakan defek lokal, atau ekskavasi, di permukaan organ atau


jaringan yang disebabkan oleh nekrosis sel dan pelepasan jaringan
nekrotik dan radang. Ulserasi hanya dapat timbul apabila nekrosis
jaringan dan peradangan terjadi pada atau dekat permukaan. Ulkus
sering dijumpai di: (1) mukosa mulut, lambung, usus, atau saluran
urogenital dan (2) jaringan subkutan ekstremitas bawah pada penderita
berumur lanjut dengan gangguan sirkulasi sehingga jaringan terkena
cenderung menderita nekrosis yang luas. Contoh terbaik ialah ulkus
peptikum di lambung atau duodenum, di mana dijumpai kedua jenis
radang akut dan kronik bersamaan. Pada tahap akut, dijumpai infiltrasi

leukosit yang kuat dan dilatasi vaskular di tepi daerah defek. Apabila
menjadi kronik, tepi dan dasar ulkus membentuk jaringan parut dengan
akumulasi limfosit, makrofag, dan sel plasma. 1
9

Gambar 1.4 Ulkus duodenum kronis dan ulkus duodenum dengan


magnifikasi rendah1
B. Radang Kronis
1. Radang GranulomatosaRadang granulomatosa merupakan radang
kronik dengan gambaran tertentu ditandai oleh agregrasi makrofag
yang teraktifkan dan dijumpai limfosit di antaranya. Granuloma
merupakan gambaran khas pada beberapa keadaan patologis tertentu,
sehingga pengenalan gambaran granuloma penting hanya akibat
beberapa kondisi tertentu (kadang-kadang membahayakan jiwa) yang
menyebabkannya. 1
10

Granuloma dapat terbentuk dari tiga keadaan :


a. Adanya respons tetap sel T terhadap beberapa mikroba (misalnya
Mycobacterium tuberculosis, T. pallidum, atau jamur), di mana sitokin
yang berasal dari sel T berperan mengaktifkan makrofag terus
menerus. Tuberkulosa merupakan prototype penyakit granuloma yang
disebabkan oleh infeksi dan selalu harus disingkirkan sebagai
penyebab apabila penyebabnya sudah ditemukan.
b. Granuloma juga dapat terjadi pada radang akibat gangguankekebalan,
misalnya penyakit Crohn, yang merupakan suatu jenis penyakit radang
usus dan merupakan penyebab penting radang granulomatosa di
Amerika Serikat.
c. Juga dijumpai pada penyakit dengan etiologi yang tidak diketahui,
yang disebut sebagai sarkoidosis, yang terjadi karena respons terhadap
benda asing inert (misal sutura atau serpihan kayu), dan akan
membentuk granuloma benda asing. Pembentukan granuloma akan
"membentuk benteng" mengelilingi agen perusak sehingga menjadi
mekanisme pertahanan yang berguna. Namun, pembentukan
granuloma tidak selalu berhasil memusnahkan agen penyebab, yang
biasanya resisten terhadap kehancuran atau kematian, dan radang
granulomatosa yang disertai fibrosis, dapat menjadi penyebab utama
disfungsi organ, seperti yang terjadi pada tuberkulosa. 1

2. Macam-macam inflamasi akut dan kronik


Inflamasi adalah suatu respons jaringan bervaskular terhadap infeksi
dan kerusakan jaringan denganmendatangkan sel dan molekul pertahanan
tubuh dari peredaran darah ke lokasi yang diperlukan untuk mengeliminasi
penyebab yang mengganggu.2
Inflamasi dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis. Respon perdana
dan cepat terhadap infeksi dan kerusakan jaringan disebut inflamasi akut.
Biasanya terjadi dalam hitungan menit atau jam dan berdurasi pendek,
hanya berlangsung beberapa jam atau beberapa hari saja, biasanya terjadi
kurang lebih 14 hari. Ciri utama inflamasi akut adalah terdapat eksudasi
11

cairan dan protein plasma (edema) dan emigrasi leukosit, yang didominasi
oleh neutrofil (disebut juga dengan leukosit polimorfonuklear). Ketika
inflamasi akit mencapai tujuannya yaitu mengeliminasi penggangu, reaksi
ini berkurang dan sisa kerusakan diperbaiki. Tetapi jika respons awal gagal
mengeliminasi pemicu, reaksi akan berlanjut menjadi jenis inflamasi yang
memanjang yang disebut inflamasi kronis. 2
a. Inflamasi akut
Inflamasi akut mempunyai tiga komonen utama yaitu : (1) dilatasi
pembuluh darah kecil yang mengakibatkan peningkatan aliran darah.
(2) peningkatan permeabilitas mikrovaskular yang memungkinkan
protein plasma dan leukosit untuk meninggalkan sirkulasi, dan (3)
emigrasi leukosit dari mikrovaskulasi, terakumulasi di lokasi
kerusakan, dan aktivasi leukosit untuk mengeliminasi zat pengganggu.
2

Ada banyak variabel yang dapat memodifikasi proses dasar


inflamasi termasuk sifat alami dan intensitas kerusakan, lokasi dan
jaringan yang terlibat, dan tingkat respons tubuh, reaksi inflamasi akut
biasanya memiliki satu dari tiga hasil akhir, yaitu
1. Penyembuhan sempurna. Pada kondisi yang sempurna, semua raksi
inflamasi setelah berhasil mengeliminasi agen pengganggu harusnya
berakhir denganrestorasi lokasi inflamasi akut menjadi normal
kembali
2. Penyembuhan dengan penggantian jaringan ikat (parut atau
fibrosis). Ini terjadi setelah kerusakan jaringan yang cukup besar
atau ketika kerusakan inflamasi melibatkan jaringan yang tidak
mampu melakukan regenerasi atau ketika banyak terdapat eksudat
fibrinpada jaringan atau rongga serosa (pleura atau peritoneum)
yang tidak dapat dihilangkan dengan sempurna.
3. Respons berlanjut menjadi inflamasi kronis. Transisi dari akut
menjadi kronik terjadi ketika respons inflamasi akut tidak dapat
diselesaikan sebagai akibat kerusakan persisten dari agen perusak
atau adanya gangguan dalam proses penyembuhan normal2
12

b. Inflamasi kronis
Inflamasi kronis adalah respons dengan durasi memanjang
(minggu atau bulan) ketika inflamasi kerusakan jaringan, dan upaya
perbaikan ada bersamaan, dalam kombinasi yang berbeda. Inflamasi
kronis muncul pada kondisi-kondisi berikut :
1. Infeksi persisten oleh mikroorganisme yang sulit dibasmi seperti
mycobacteria dan beberapa jenis virus, jamur, dan parasit.
Organisme ini sering memicu reaksi imun yang disebut
hipersensitivitas tipe lambat. Respon inflamasi kadang berupa pola
spesifik yang disebut radang granumaltosa.
2. Penyakit hipersensitivitas. Inflamasi kronis memainkan peran
penting dalam kelompok penyakit yang disebabkan oleh aktivasi
sistem imun yang berlebih dan tidak sesuai. Pada penyakit
autoimun, antigen diri (sendiri) memicu reaksi imunitas diri sendiri
yang mengakibatkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan,
contohnya penyakit atritis reumatoid dan sklerosis multiple.
3. Paparan lama terhadap zat yang berpotensi toksik baik eksogen
maupun endogen. Sebuah contoh dari eksogen adalah partikel
silika, sebuah benda mati yang tidak dapat diurai, yang jika
diinhalasi untuk periode yang lama akan berakibat pada penyakit
inflamasi paru yang disebut silikosis.Aterosklerosis adalah proses
inflamasi kronis yang memengaruhi didnding arteri yang dianggap
diinduksi, setidaknya sebagian, oleh produksi berlebihan dan
deposisi jaringan kolesterol endogen dan lipid lain. 2

3. Efek sistemik radang


Tiap orang yang pernah menderita penyakit virus (misal influensa)
mengalami efek radang sistemik, disebut reaksi fase akut atau sindrom
respons sistemik radang. Sitokin TNF, IL-1,dan IL-6 merupakan mediator
terpenting pada reaksi fase akut. Sitokin ini diproduksi oleh leukosit (dan
sel lain) merespons infeksi atau reaksi imun dan dikeluarkan secara
13

sistemik. TNF dan IL-1 mempunyai aksi biologis yang mirip. IL-6
menstimulasi sintesa sejumlah protein plasma pada hati1

Gambar Sitokin TNF, IL-1, dan IL-6 merupakan mediator kunci untuk
mengumpulkan leukosit pada respon dalam sistemik radang1

Kedua TNF dan IL-1 menstimulasi ekspresi molekul adhesi pada sel
endotel, menghasilkan peningkatan ikatan dan pengerahan leukosit, dan
meningkatkan produksi sitokin tambahan (yaitu kemokin) dan eicosanoid.
TNF juga meningkatkan daya ikat trombosit pada endotel. IL-1
mengaktifkan fibroblas, yang menyebabkan peningkatan proliferasi dan
produksi ECM. 1

Walaupun TNF dan IL-1 disekresi oleh makrofag dan sel lain di daerah
radang, keduanya dapat masuk sirkulasi dan bekerja dari tempatnya berada
menginduksi reaksi fase akut sistemik yang sering berkaitan dengan
penyakit infeksi dan inflamasi. 1
14

Respons fase akut terdiri dari berbagai kelainan klinis dan patologis :

1. Demam, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, merupakan


manifestasi paling menonjol pada respons fase akut. Demam timbul
sebagai respons terhadap substansi pirogen yang terjadi melalui
stimulasi sintesa prostaglandin di sel vaskular dan perivaskular di
hipotalamus. Produk bakteri, misalnya liposakarida (LPS) (disebut
pirogen eksogen), menstimulasi leukosit untuk menghasilkan sitokin
seperti IL-1 dan TNF (disebut pirogen endogen), yang akan
meningkatkan kadar siklooksigenase yang mengubah AA menjadi
prostaglandin. Di hipotalamus prostaglandin, terutama PGE2, akan
menstimulasi produksi neurotransmitor, yang berfungsi mengatur
ulang titik suhu pada tingkat lebih tinggi. NSAID, termasuk aspirin,
menurunkan demam dengan mencegah siklooksigenase dan dengan
demikian menghentikan sintesa prostaglandin. Walaupun demam telah
dikenal sebagai tanda infeksi beberapa ratus tahun yang lalu, tidak
jelas tujuan timbulnya reaksi ini. Peningkatan suhu tubuh pada amfibi
dapat menghalau infeksi mikrobakteri, dan diperkirakan demam juga
memberi pengaruh yang sama pada mamalia, walaupun mekanisme
tidak diketahui. 1
2. Peningkatan kadar protein fase akut plasma. Protein plasma terutama
disintesa di hati, dan pada radang akut, konsentrasi akan meningkat
sampai beberapa ratus kali lipat. Tiga jenis protein terpenting
kelompok ini ialah protein C-reaktif (CRP), fibrinogen, dan protein
amiloida serum (SAA). Sintesa molekul ini oleh sel hati akan
menstimulasi sitokin, terutama IL-6. Banyak protein fase akut,
misalnya CRP dan SAA, akan melekat pada dinding sel mikroba, dan
berfungsi sebagai opsonin dan komplemen tetap, sehingga
meningkatkan eliminasi mikroba. Fibrinogen akan mengikat butir
darah merah sehingga terbentuk tumpukan (rouleaux) yang akan
mengendap lebih cepat ke dasar dibanding butir darah merah yang
terlepas lepas. Hal ini menjadi dasar pengukuran laju endap darah
15

(ESR) sebagai tes sederhana untuk mengetahui respons sistemik


inflamasi, yang disebabkan oleh berbagai jenis stimulus, termasuk
LPS. Pemeriksaan serial ESR dan CRP dipakai untuk menilai respons
pengobatan pada penderita dengan gangguan inflamasi misalnya
artritis rematoid. Peningkatan kadar serum CRP dipakai sebagai
petanda untuk meramalkan peningkatan risiko infark miokardium atau
stroke pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik.
Diperkirakan inflamasi berperan pada timbulnya aterosklerosis dan
peningkatan CRP merupakan tanda inflamasi. 1
3. Leukositosis merupakan reaksi radang yang umum dijumpai.
Khususnya apabila disebabkan oleh infeksi bakteri. Jumlah leukosit
biasanya meningkat menjadi 15.000 hingga 20.000 sel/mL, tetapi pada
keadaan tertentu dapat mencapai 40.000 hingga 100.000 sel/mL.
Peningkatan ekstrem ini disebut reaksi leukemoid karena mirip seperti
yang terlihat pada leukemia. Leukositosis biasanya terjadi karena
pengeluaran sel yang dipercepat (di bawah pengaruh sitokin, termasuk
TNF dan IL-1) dari tempat cadangan pasca mitosis sumsum tulang.
Kedua jenis neutrofil matur dan imatur dapat dijumpai di darah;
dijumpainya sel imatur yang beredar disebut sebagai "pergeseran ke
kiri". Infeksi yang berkelanjutan juga merangsang faktor stimulasi
koloni (CSF), yang akan meningkatkan output leukosit, untuk
mengkompensasi pemakaian sel tersebut pada reaksi radang. Infeksi
bakteri umumnya akan menimbulkan peningkatan jumlah neutrofil
darah, disebut neutrofilia. Infeksi virus, misalnya mononuldeosis
infeksiosa, parotitis, dan German measles, dikaitkan dengan
peningkatan limfosit (limfositosis). Asma bronkial, hay fever, dan
infestasi parasit semua melibatkan naiknya jumlah eosinofil absolut,
menyebabkan eosinofilia. Beberapa infeksi (demam tifus dan infeksi
yang disebabkan oleh beberapa virus, riketsia, dan protozoa tertentu)
dikaitkan dengan situasi berlawanan yaitu menurunnya jumlah sel
darah putih yang beredar (lekopenia), agaknya karena sekuestrasi
limfosit di kelenjar getah bening akibat induksi sitokin. 1
16

4. Manifestasi lain dari respons fase akut termasuk meningkatnya denyut


jantung dan tekanan darah, keringat menurun, terutama karena akibat
aliran darah semula dari daerah permukaan berubah mengalir ke
daerah vaskular yang letaknya lebih dalam, untuk mengurangi panas
yang hilang keluar dari kulit: dan rigor (gemetar), menggigil (persepsi
rasa dingin karena hipotalamus mengubah suhu tubuh), anoreksia,
somnolen, dan malaise, terjadi sekunder karena kerja sitokin pada sel
otak. Pada infeksi bakteri yang berat (sepsis), terdapatnya jumlah besar
produk bakteri di darah dan jaringan ekstravaskular menstimulasi
produksi beberapa sitokin, yaitu TNF, juga IL-12 danlL-1. TNF
menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata (KID), gangguan
metabolit termasuk asidosis, dan syok hipotensif. 1
Sebelum reaksi radang berakhir, tubuh telah memulai proses
perbaikan kerusakan dan mengembalikan struktur dan fungsi menjadi
normal. Proses ini disebut pemulihan, dan melibatkan proliferasi dan
diferensiasi beberapa jenis sel dan pengendapan jaringan ikat. Defek
pada pemulihan jaringan mengakibatkan akibat gawat. Sebaliknya
pengendapan jaringan ikat berlebihan (fibrosis) juga mengakibatkan
keadaan abnormal. Sehingga, mekanisme dan regulasi proses
penyembuhan penting dari segi fisiologis dan patologis. 1

4. Mediator inflamasi (cara kerjanya) dan komponen darah yang


bekerjanya
Inflamasi akut disebabkan oleh penglepasan berbagai mediator yang
berasal dari jaringan rusak sel mast leukosit dan komplemen. Meskipun
sebab pemicu berbeda, namun jalur akhir inflamasi adalah sama, kecuali
inflamasi yang disebabkan alergi ( IgE-sel mast ) yang terjadi lebih cepat
dan dapat menjadi sistemik.3
Mediator-mediator tersebut menimbulkan edem, bengkak, kemerahan,
sakit gangguan fungsi alat yang terkena serta merupakan petanda klasik
inflamasi. 3
17

1. Produk sel Mast


Produk sel mast merupakan mediator penting dalam proses
inflamasi. Beberapa diantaranya menimbulkan vasodilatasi dan edem
serta meningkatkan adhesi neutrofil dan monosit ke endotel. Sel mast
juga melepas mediator atas pengaruh pelepasan NP-Y atau NGF. Jadi
meskipun mediator inflamasi yang mengawali inflamasi akut berbeda,
jalur proses inflamasi akan melibatkan aktivitas sel mast. 3
a. Mediator performed
Penglepasan mediator preformed merupakan salah satu respons
pertama jaringan terhadap cedera. Agregasi trombosit yang segera
terjadi yang menyertai kerusakan pembuluh darah berhubungan
dengan penglepasan serotonin, yang memacu vasokontriksi,
selanjutnya agregasi trombosit dan pembentukan sumbatan
trombosit. 3
Mediator performed lainnya yang dilepas adalah histamine,
heparin, enzim lisosom dan protease, factor kemotaktik neutrofil
dan eusinofil. Faktor-faktor tersebut menginduksi vasodilatasi arus
darah ke tempat cedera dan mengarahkan sel inflamasi spesifik ke
tempat. 3
b. Mediator asal lipid
Oleh membran sel yang rusak, fosfolifid yang ditemukan pada
berbagai jenis sel (makrofag, monosit, neutrofil dan sel mast )
dipecah menjadi asam arakidonat dan LysoPAF. Yang akhir
dipecah menjadi PAF yang menimbulkan agregasi trombosit dan
berbagai inflamasi seperti kemotaksis, aktivasi dan degranulasi
eusinofil serta aktivasi neutrofil. 3
2. Anafilatoksin produk komplemen
Aktivasi system komplemen baik lewat jalur klasik dan alternatif
menghasilkan sejumlah produk komplemen yang merupakan mediator
inflamasi yang penting. Ikatan anafilaktosin (C3a dan C5a ) dan
reseptornya pada membran sel mast menginduksi degranulasi dengan
penglepasan histamin dan mediator aktif lainnya. Mediator-mediator
18

tersebut menginduksi kontraksi otot polos dan meningkatkan


permeabilitas vaskular. Jadi aktivitas komplemen mengakibatkan
keluarnya cairan yang membawa antibodi dan sel fagosit ke tempat
antigen masuk3

Tabel : kerja mediator utama pada radang 1

3. Mediator aktivasi kaskade reaksi larut


Kerusakan sel endotel vaskular meningkatkan faktor pembekuan
plasma ( faktor pembekuan XII, Haageman ) yang mengaktifkan
kaskade fibrin, fibrinolitik, dan kinin. 3
4. Respon terhadap mediator
a. Histamin
tersebar luas di dalam jaringan, terutama di dalam sel mast
yang berdekatan dengan pembuluh darah, meskipun terdapat juga
di dalam basofil dan trombosit sirkulasi. Sebelum terbentuk,
histamin tersimpan di dalam granula sel mast dan dilepaskan
sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yaitu cedera fisik
seperti trauma atau panas. 3
19

histamin menyebabkan dilatasi arteriol dan merupakan


mediator utama pada pe¬ningkatan permeabililas vaskular fase
cepat, yang menginduksi kontraksi endotel venula dan inter-
endothelial gap. Segera setelah dilepaskan, histamin diinaktivasi
oleh histaminase. 3
b. Serotonin (5-hidroksitriptamin)
merupakan mediator vasoaktif praformasi, yang berefek sama
dengan histamin. Serotonin ditemukan terutama di dalam granula
padat trombosit (bersama dengan his¬tamin, adenosin difosfat, dan
kalsium) dan dilepas¬kan saat terjadi agregasi trombosit. Akan
menginduksi vasokonstriksi selama terjadinya pembekuan.
Terutama diproduksi di beberapa neuron dan sel enterokromafin,
dan merupakan neurotransmitter dan mengatur motilitas usus. 3
c. Neuro-peptida
merupakan protein kecil, sepcrti subtausi P, yang
mentransmisikan sinyal nyeri, mengatur tonus pembuluh darah,
dan mengatur permeabilitas vas¬kular. Serabut saraf yang
menyekresi neuropeptida terutama banyak terdapat pada paru dan
traktus gastrointestinal. 3
d. Faktor Hageman (faktor XII)
merupakan suatu protein yang disinlesis oleh hati yang
bersirkulasi dalam bentuk inaktif sampai bertemu dengan kolagen,
membran basalis, atau trombosit yang teraktivasi (seperti pada
tempat terjadinya cedera endotel). Saat faktor Hageman teraktivasi
sedang menginduksi pembekuan/fibrin. Fibrin meningkatkan
permeabilitas vaskular, sementara plasmin (merupakan protease
mullifungsi yang memecah fibrin sehingga penting dalam
melisiskan bekuan) juga memecah komponen komplemen C3
menjadi C3a, mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan
permea¬bilitas vaskular. 3
20

e. C3a dan C5a


meningkatkan permeabililas vaskular dan menyebabkan
vasodilalasi dengan menginduksi sel mast untuk melepaskan
histaminnya. 3
f. Bradikinin
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, dilatasi
arteriol, dan kontraksi otot polos bronkus. Bradikinin juga
menimbulkan nyeri saat diinjeksikan ke dalam kulit. Bradikinin
bekerja singkat karena diinaktivasi dengan cepat oleh kininase
degradatif yang terdapat di plasma dan jaringan. 3
g. Asam arakidonat
Asam arakidonat ialah asam lemak tidak jenuh 20-karbon
(dengan empat ikatan ganda)terbentuk dari makanan dan terdapat
di tubuh dalam bentuk ester sebagai komponen membran sel
fosfolipid. Asam arakidonat terjadi melalui satu atau dua jalur
utama yaitu siklooksigenase, yang menyintesis prostaglandin dan
tromboksan, dan lipoksigenase, yang menyintesis leukotrien dan
lipoksin. Metabolit AA (juga disebut eikosanoid). 3
h. Tromboksan
trombosit mengandung enzim tromboksan sintase, sebagai
pengagregasi trombosit dan vasokonstriktor yang poten. 3
i. Prostaglandin
menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan pembentukan
edema serta berperan dalam patogenesis nyeri dan demam pada
inflamasi, PGE2 membantu meningkatkan sensitivitas nyeri
terhadap berbagai rangsang lainnya dan berinteraksi dengan sitokin
yang menyebabkan demam. 3
j. Leukotrien
menyebabkan vaso¬konstriksi, bronkospasme, dan peningkatan
permeabililas vaskular. Interaksi sel-ke-sel penting dalam
biosintesis leukotrien sehingga produk AA dapat melintas dari satu
sel ke sel lainnya. 3
21

k. Nitrogen Oksida
NO merupakan radikal bebas gas, yang berumur singkat, larut
air, diproduksi berbagai jenis sel dan mampu melakukan berbagai
fungsi. Di sistem saraf pusat mengatur pengeluran neurotransmitter
dan juga aliran darah. Makrofag menggunakannya sebagai agen
sitotoksik untuk memastikan mikroba dan sel tumor. Apabila
diproduksi oleh sel endotel akan mengakibatkan relaksasi otot
polos dan menyebabkan vasodilatasi.3
22

DAFTAR PUSTAKA
1. Komar,v. Cotran R.S. Robbins S.L. Buku Ajar Patologi, Edisi ke - 7,
EGC, Jakarta,2018.
2. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Edisi ke 11. Jakarta
FK UI 2016.
3. Sudayo Aw. Setiyohadi B, Alwi I. Simadribata, M. Setiati, S, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi ke- 6, Jakarta, 2014.

Anda mungkin juga menyukai