Anda di halaman 1dari 141

Jun

18
LAPORAN PENDAHULUAN CHF (CONGESTIF HEART FAILURE)/ GAGAL
JANTUNG KONGESTIF
LAPORAN PENDAHULUAN
CHF (CONGESTIF HEART FAILURE)/ GAGAL JANTUNG KONGESTIF
KONSEP MEDIS
A.

Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien. (Diane C.
Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian

metabolisme

jaringan dan atau

tekanan pengisian

ventrikel kiri

(Braundwald )
B.

Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

Kelainan otot jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung.

Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup

ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.


Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung.

Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat).

Infark

miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload ) meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung
Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung.

Mekanisme biasanya terlibat

mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak
mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afteer load.
Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung.
Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalita elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion
Terbagi menjadi 4kelainan fungsional :
I.
II.
III.
IV.
C.

Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat


Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

Manifestasi Klinis
Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena
meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.Dapat terjadi
ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea ( PND)

Batuk

Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta menurunnya

pembuangan sisa

hasil katabolismeJuga terjadi karena

meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress
pernafasan dan batuk.
o

Kegelisahan dan kecemasan


Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Gagal jantung kanan:

1.

Kongestif jaringan perifer dan viseral.

2.

Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat
badan,

3.

Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar

4.

Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

5.

Nokturia

6.

Kelemahan.

D. Patofisiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan
cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan
kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan
emboli paru-paru. Pennganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan
penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penykit yang mendasarinya, tetapi juga
terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan
bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran

(forward failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistim sirkulasi aliran
darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk
mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah : dilatasi ventrikel, hipertrofi
ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan vasikonstriksi perifer, peninggian
kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan eksttraksi oksigen
oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri bersama-ama dalam keadaan gagal
akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut Gagal Jantung Kongestif
(CHF).
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme dengan
menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan kardiak output,
yaitu meliputi :
1)

Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor

2)

Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan volume

3)

Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin

4)

Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah sirkulasi
yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung.
Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya
COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding
akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi)
terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme
pemompaan.
(Patway Terlampir)

E.

Pemeriksaan Diagnostik

? Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura yang
menegaskan diagnosa CHF

? EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi (jika disebabkan
AMI), Ekokardiogram
? Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah
F.

Diagnosis Gagal Jantung Kongstif (Kriteria Framingham)


Kriteria Mayor :

1.

Dispnea Nocturnal Paroksimal atau Ortopnea

2.

Peningkatan Tekanan Vena Jugolaris

3.

Ronchi Basah tidak nyaring

4.

Kaerdiomegali

5.

Edema Paru Akut

6.

Irama Derap S3

7.

Peningkatan Tekanan Vena > 16 cm H2O

8.

Refluks Hepatojugular
Kriteria Minor :

1.

Edema Pergelangan Kaki

2.

Batuk Malam Hari

3.

Dyspneu d efford

4.

Hepatomegali

5.

Efusi Pleura

6.

Kapasitas Vital Berkurang menjadi 1/3 MAksimum

7.

Takikardi (> 120 x/menit)


Kriteria Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4,5 Kg dalam 5 hari setelah therapy
Diagnosa ditegakkan dari 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
harus ada pada saat bersamaan. Klasifikasi fungsional menurut new york heart associatium
dalam 4 kelas :

a.

Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa latihan

b.

Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa
keluhan

c.

Bila pasien ditak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan

d.
G.

Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :

Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan

Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik,
diit dan istirahat.
Terapi Farmakologis :

q Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume
darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema
q Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.Penggunaan hrs hati hati karena
efek samping hiponatremia dan hipokalemia
q Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Dukungan diet : Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan
edema.
Menurut prioritas penatalaksanaan terbagi atas 4 kategori :
1.

Memperbaiki kontraksi miokard/perfusi sistemik:

a.

Istirahat total/tirah baring dalam posisi semi fowler

b.

Memberikan terapi Oksigen sesuai dengan kebutuhan

c.

Memberikan terapi medik : digitalis untuk memperkuat kontraksi otot jantung

2.

Menurunkan volume cairan yang berlebihan

a.

Memberikan terapi medik : diuretik untuk mengurangi cairan di jaringan

b.

Mencatat intake dan output

c.

Menimbang berat badan

d.

Restriksi garam/diet rendah garam

3.

Mencegah terjadinya komplikasi

a.

Mengatur jadwal mobilisasi secara bertahap sesuai keadaan klien

b.

Mencegah terjadinya immobilisasi akibat tirah baring

c.

Merubah posisi tidur

d.

Memperhatikan efek samping pemberian medika mentosa; keracunan digitalis

e.

Memeriksa atau memonitor EKG

4.

Pengobatan pembedahan Komisurotomi


Hanya pada regurgitasi aorta akibat infeksi aorta, reparasi katup aorta dapat dipertimbangkan.
Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya umumnya harus diganti dengan katup
artifisial.

Indikasi pada keluhan sesak napas yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan

symptomatik. Bila ekhokardiografi menunjukkan sistole ventrikel kiri 55 mm, atau fractional
shortning 25% dipertimbangkan untuk tindakan operasi sebelum timbul gagal jantung.
5.

Pendidikan kesehatan, menyangkut penyakit, prognosis, pemakaian obat-obatan serta


mencegah kekambuhan

a.

Menjelaskan tentang perjalanan penyakit dan prognosisnya

b.

Menjelaskan tentang kegunaan obat-obat yang digunakan, serta memberikan jadwal pemberian
obat

c.

Merubah gaya hidup/ kebiasaan yang salah : merokok, stress, kerja berat, minum alkohol,
makanan tinggi lemak dan kolesterol

d.

Menjelaskan tentang tanda-tanda serta gejala yang menyokong terjadinya gagal jantung,
terutama yang berhubungan dengan kelelahan, lekas capai, berdebar-debar, sesak napas,
anoreksia, keringat dingin

e.
f.

Menganjurkan untuk kontrol semua secara teratur walaupun tanpa gejala


Memberikan dukungan mental; klien dapat menerima keadaan dirinya secara nyata/realitas
akan dirinya baik.
KONSEP KEPERAWATAN
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan
keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti
pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya
dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

1. Pengkajian
a.

Aktivitas/istirahat

Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea
pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda: Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
b.

Sirkulasi

Gejala: Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung ,
endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda :
TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
Irama Jantung ; Disritmia.
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas.
c.

Integritas ego

Gejala: Ansietas, kuatir dan takut.Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial
(pekerjaan/biaya perawatan medis)
Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
d.

Eliminasi

Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
e.

Makanan/cairan

Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses
dan penggunaan diuretic.

Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen,
tekanan dn pitting).
f.

Higiene

Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.


Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g.

Neurosensori

Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.


Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
h.

Nyeri/Kenyamanan

Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
i.

Pernapasan

Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa
pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda:
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j.

Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.


k.

Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.


h. Pembelajaran/pengajaran
Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
Tanda

: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.


2.

Diagnosa Keperawatan

1)

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya
penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Intervensi:

3.

1.

Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

2.

Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).

Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.

4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.


5.

Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.

6. Kolaborasi dalam:

Pemberian oksigen.

Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)

Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan narkosa

2) Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan Penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali
Kemungkinan dibukikan oleh : Perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan ,gangguan
pengembangan dada, GDA tidak normal.
Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal ,
tak ada bunyii nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan. Dan GDA Normal.
Intervensi :
Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
Tinggikan kepala

dan

Bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin.Kolaborasi

pemberian Oksigen dan px GDA


3)
1)

Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;


Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik

2)

Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik

3)

Perubahan structural
Ditandai dengan ;

1)

Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG

2)

Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).

3)

Bunyi ekstra (S3 & S4)

4)

Penurunan keluaran urine

5)

Nadi perifer tidak teraba

6)

Kulit dingin kusam

7)

Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.


Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan :

Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
dan bebas gejala gagal jantung

Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina

Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.


Intervensi:

1)

Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
2)

Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi /stenosis katup.
3)

Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4)

Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
5)

Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
6)

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas
dan menurunkan kongesti.
b.

Aktivitas intoleran berhubungan dengan :

1)

Ketidak seimbangan antar suplai okigen.

2)

Kelemahan umum

3)

Tirah baring lama/immobilisasi.


Ditandai dengan :

1)

Kelemahan, kelelahan

2)

Perubahan tanda vital, adanya disrirmia

3)

Dispnea, pucat, berkeringat.


Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1)

Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri.

2)

Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :

1)

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator,diuretic dan penyekat beta.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2)

Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat
dan pucat.

Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas


dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3)

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.


Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.

4)

Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali,

c.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :

1)

Ortopnea, bunyi jantung S3

2)

Oliguria, edema.

3)

Peningkatan berat badan, hipertensi

4)

Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.


Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1)

Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran,


bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan
tidak ada edema.

2)

Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.


Intervensi :

1)

Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang
membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
2)

Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.
3)

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4)

Pantau TD dan CVP (bila ada)

Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5)

Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.

6)

Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)

7)

Konsul dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
d.

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapileralveolus.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1)

Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh


oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.

2)

Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.


Intervensi :

1)

Pantau bunyi nafas, catat krekles


Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.

2)

Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.


Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.

3)

Dorong perubahan posisi.


Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

4)
-

Kolaborasi dalam
Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

e.

Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,
edema dan penurunan perfusi jaringan.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1)
2)

Mempertahankan integritas kulit


Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi

1)

Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi
atau kegemukan/kurus.

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
2)

Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia


jaringan.
3)

Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang
mengganggu aliran darah.

4)

Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.


Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.

5)

Hindari obat intramuskuler

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

f.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan


berhubungan dengan

kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi

jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
1)
2)

Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi


Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klin akan :

1)

Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah


komplikasi.

2)

Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.

3)

Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.


Intervensi

1)

Diskusikan fungsi jantung normal


Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat
memudahkan ketaatan pada program pengobatan.

2)

Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas
gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

3)

Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi
menghentikan tidur.
4)

Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi


Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC, Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Nursalam. M.Nurs, Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional,
2002, Salemba Medika, Jakarta
Russel C Swanburg, Pengantar keparawatan, 2000, EGC, Jakarta.

rbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996,
Hal. 443 - 450

enges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240
249.

nadi P, Atiek SS, Husna A, Kapita selekta

Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas

Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 - 208

lson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2,


Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.
Diposkan 18th June 2012 oleh aiezaraa Mursyidah
0
Add a comment

TumpukanASKEP

Classic

Flipcard

Magazine

Mosaic

Sidebar

Snapshot

Timeslide

1.
Jun
18

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

A. KONSEP MEDIS
1.

Pengertian Diabetes Mellitus


a.

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang


mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan
berkembang

menjadi

komplikasi

makrovaskuler,

mikrovaskuler

dan

neurologis (Barbara C. Long, 1995).


b.

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan


gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner
dan Sudarta, 1999).

c.

Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan


oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).

d.

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh


dunia dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 6 % (John MF
Adam).

2.

Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 100 gram. Letak pada
daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya
menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.

Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :


a.

Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan


umbilical dalam lekukan duodenum.

b.

Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah


lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.

c.

Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :


a.
b.

Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.


Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa,
beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat
pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan
sel-sel delta mengekresi somatostatin.
Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
a.

Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk


getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas
adalah :
1.)

Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan


polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan
monosakarida.

2.)

Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi


asam amino.

3.)

Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak


dan gliserol gliserin.

b.

Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam


pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara
alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung
diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan
hormon tersebut. Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah
insulin dan glukagon
1).

Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk
manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain

dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa


darah dan asam amino yang memegang peranan penting. Perangsang
sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80 90
mg/ml.
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a.) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan
konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat
sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian
disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.
b.) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah
normal.
c.)

Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah


terhadap hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya
epinefrin

yang

disekresikan

oleh

kelenjar

adrenalin

masih

menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga


membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
a.) Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b.) Mengurangi konsentrasi gula darah
c.)
2).

Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.

Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan
insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa

dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat


molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
a.) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b.) Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah
mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon
dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan glukosa darah dapat
menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun 70 mg/100 ml
darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak
yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu
melindungi terhadap hypoglikemia.

3.

Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan
yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
1.

Dibetes melitus tipe I


Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang
merupakan kombinasi dari beberapa faktor:

a. Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan ditmukannya
tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge) teertentu pada individu
tertentu
a. Faktor imunologi
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody
terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut
seolah-olah sebagai jeringan abnormal
a. Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor ekternal yang
dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta

2.

Diabetas Melitus Tipe II


Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko teetentu yang
berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II yaitu:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

d. Kelopok etnik tertentu


3.

Faktor non genetik


a.
Infeksi
Virus dianggap sebagai trigger pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
b.

Nutrisi
a.) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b.) Malnutrisi protein
c.) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.

c.

Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hyperglikemia sementara.

d.

Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena
konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar
katekolamin meningkat

4.

Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :


a.

Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)


yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita
tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis

dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat
disebabkan karena keturunan.
b.

Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus


(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu :
1.)

Non obesitas

2.) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan
obesitas.
c.

Diabetes Mellitus type lain


1.)

Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan


hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.

2.) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :


Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.)

Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama


kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan
kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam
amino dan glukosa ke fetus.

5.

Patofisiologi

Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari
tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan
glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah
setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari
daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak
maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan
aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes
Mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine penderita
Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi
glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah
bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang
terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa
meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke
metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua
energinya pada lemak, kadar asam aseto asetat dan asam Bihidroksibutirat
dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10
Meq/Liter.
6.

Gambaran Klinik

Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :


Pada tahap awal sering ditemukan :
a.

Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic

diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
penderita mengeluh banyak kencing.
b.

Polidipsi (banyak minum)


Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih banyak minum.

c.

Polipagi (banyak makan)


Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar).

d.

Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein.

e.

Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

7.

Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah untuk mengatur
glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil
mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau
hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga
faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral
dan insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu
klien mengatasi kondisi ini.

8.

Komplikasi
a.

Akut
1.)

Hypoglikemia

2.) Ketoasidosis
3.)
b.

Diabetik

Kronik
1.)

Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah


jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

2.)

Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik,


nefropati diabetic.

3.)
9.

Neuropati diabetic.

Test Diagnostik
Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada orang
dewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:
1.
2.
3.

Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)


Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl (11,1
mmol/L)

Bukan DM

Belum Pasti DM

DM

Kadar GD Sewaktu:
I.

Plasma vena

<110

110 199

> 200

II. Darah kapiler

< 90

90 199

> 200

III. Plasma vena

<110

110 125

> 226

IV. Darah kapiler

< 90

90 109

> 110

Kadar GD Puasa:

10. Penatalaksanaan Medik


1.

Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam
hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
a.

KH 60 70 %

b.

Protein 10 15 %

c.

Lemak 20 25 %
Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui
perhitungan mennurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB 100) 10%
kg
1). BB ideal x 30% untuk laki-laki
BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
Ringan : 100 200 Kkal/jam
Sedang : 200 250 Kkal/jam

Berat

: 400 900 Kkal/jam

2). Kebutuhhan basal dihituubbng seperti 1), tetapi ditambah kalori


berdasarkan persentase kalori basal:
Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal
Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal
Kerja berat ditambah 40 100 % dari kalori basal
Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang
hamil atau menyesui, ditambah 20 30-% dari kalori basal
3)

2.

Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:


Pasien kurus

: 2300 2500 Kkal

Pasien nermal

: 1700 2100 Kkal

Pasien gemuk

: 1300 1500 Kkal

Latihan jasmani
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 4 x seminggu) selama kurang
lrbih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging,
lari, renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona sasaran yaitu
75 85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam tahun)

3.

Pengelolaan farmakologi
a.

Obat hipoglikemik oral (OHO)


1)

Golongan sulfonilures bekerja dengan cara:

Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

Menurunkan ambang sekresi insulin

Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

2)

Biguanid
-

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah


normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk

3)

Inhibitor alfa glukosidase


-

Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di


dalam saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca
pransial

4)

Insulin sensitizing agent


-

Thoazolidinediones

adalah

golongan

obat

baru

yang

mempunyai sfek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin


sehingga bisa mengatasi nasalah resistensi insulin dan berbagai
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

B. KONSEP KEPERAWATAN
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat
melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara
sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status

kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi


mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.
1.

Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a.

Aktivitas dan istirahat :


Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

b.

Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.

c.

Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.

d.

Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

e.

Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.

f.

Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.

g.

Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.

h.

Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

i.

Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

2.

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu :
a.

Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.

b.

Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.

c.

Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.

d.

Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.

e.
f.

Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.


Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif
yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.

g.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.

3.

Rencana Keperawatan
a.

Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine
tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1.)

Pantau tanda-tanda vital.


Rasional

Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan


takikardia.

2.) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional

: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume


sirkulasi yang adekuat.

3.)

Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.


Rasional

: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,


fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

4.) Timbang berat badan setiap hari.

Rasional

: Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan


yang

sedang

berlangsung

dan

selanjutnya

dalam

memberikan cairan pengganti.


5.) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional

Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat


kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.

b.

Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan :
-

Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat

Menunjukkan tingkat energi biasanya

Berat badan stabil atau bertambah.

Intervensi :
1.)

Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional

Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari


kebutuhan terapeutik.

2.) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.


Rasional

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk


absorbsi dan utilisasinya).

3.)

Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan


etnik/kultural.

Rasional

: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam


perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan
setelah pulang.

4.) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.


Rasional

: Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi


pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.

5.) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.


Rasional

: Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan


cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke
dalam sel.

c.

Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.


Tujuan :
-

Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko


infeksi.

Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah


terjadinya infeksi.

Intervensi :
1).

Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.


Rasional

: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah


mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami
infeksi nosokomial.

2). Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk
pasiennya sendiri.
Rasional
3).

: Mencegah timbulnya infeksi silang.

Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.


Rasional

: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media


terbaik bagi pertumbuhan kuman.

4). Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.


Rasional

: Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien


pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada
kulit/iritasi kulit dan infeksi.

5).

Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.


Rasional

Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan


memobilisasi sekret.

d.

Resiko tingi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
-

Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.

Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.

Intervensi :
1.)

Pantau tanda-tanda vital dan status mental.


Rasional

: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal

2.)

Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan


kebutuhannya.
Rasional

Menurunkan

kebingungan

dan

membantu

untuk

mempertahankan kontak dengan realitas.


3.)

Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk


melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional

: Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan


realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.

4.) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada
paha/kaki.
Rasional

: Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman


yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang
mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan
gangguan keseimbangan.

e.

Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.


Tujuan :
-

Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.


Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.

Intervensi :
1.)

Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.

Rasional

Pendidikan

dapat

memberikan

motivasi

untuk

meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin


sangat lemah.
2.) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional
3.)

: Mencegah kelelahan yang berlebihan.

Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah


melakukan aktivitas.
Rasional

: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi


secara fisiologis.

4.)

Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari


sesuai toleransi.
Rasional

Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif


sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

f.

Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif


yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan :
-

Mengakui perasaan putus asa

Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.

Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara


mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.

Intervensi :

1.)

Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang


perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional

: Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara


pemecahan masalah.

2.) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.


Rasional

: Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang


lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan
frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping.

3.)

Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam


perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan
usaha yang dilakukannya.
Rasional

: Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

4.) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan
diri sendiri.
Rasional
g.

: Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi
informasi.
Tujuan :
-

Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.

Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan


menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.

Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan


rasional tindakan.

Intervensi :
1.)

Ciptakan lingkungan saling percaya


Rasional

: Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum


pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.

2.) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.


Rasional

Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat


membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.

3.)

Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.


Rasional

: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu


pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.

4.)

Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan


jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.
Rasional

: Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih


ketat.

4.

Pelaksanaan
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan

kepada klien sesuai dengan rencana asuhan keperawatan. Pada tahap ini perawat
menerapkan keterampilannya dan pengetahuannya berdasarkan ilmu keperawatan dan
ilmu lain, yang terkait secara integrasi. Pada waktu perawat memberikan asuhan
keperawatan, proses pengumpulan data berjalan terus-menerus guna
perubahan/penyesuaian tindakan keperawatan.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan rencana asuhan keperawatan,


antara lain sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta
lingkungan fisik dimana asuhan keperawatan dilakukan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan pasien (empat tindakan yang utama) :
a.

Melaksanakan prosedur keperawatan

b.

Melakukan observasi

c.

Memberikan pendidikan kesehatan (penyuluhan kesehatan).

d.

Melaksanakan program pengobatan.

Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan, dilakukan


berdasarkan standar asuhan keperawatan dan sistem pendelegasian yang telah ditetapkan.
5.

Evaluasi

Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :


a.

Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ?

b.

Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ?

c.

Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ?

d.

Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ?

e.

Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan


sesuai kebutuhan ?

f.

Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan


perawatannnya sendiri ?

g.

Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit ?

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, (1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doenges, E. Marylinn, dkk, (1994), Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Sistem Endokrin, EGC Jakarta.

Doenges, E. Marylin, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3), EGC,
Jakarta.

Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC,


Jakarta.

Guyton and Hall, (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC. Jakarta.

Long, C. Barbara, (1996), Perawatan Medikal Bedah , Ikatan Alumni Pendidikan


Padjajaran Bandung.

Purmoharjo, Hotma, SKp, (1994), Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Endokrin, EGC, Jakarta.

Price, A. Sylvia dan Lorraine M. Wilson, (1995), Patofisiologi, Edisi IV, EGC. Jakarta.

Tjokronegoro, Arjatmo, Prof. dr. Ph.D, Hendra Utama,(1999), Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Edisi III, EGC. Jakarta.

Diposkan 18th June 2012 oleh aiezaraa Mursyidah


0
Add a comment
2
Jun
18

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOFILIA

LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOFILIA

A.

KONSEP MEDIS
1.
PENGERTIAN

Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi


herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi ( Wong,2003 ).
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang
disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah,yaitu faktor VIII dan
faktor IX. Faktor VIII dan faktor IX adalah merupakan protein plasma yang
merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah,faktor faktor
tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada daerah trauma.
(Hidayat,2006 ).
Hemofilia adalah suatu gangguan yang mengenai faktor pembekuan darah
yang diturunkan melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex.
Hemofilia ada 3 macam :
1.
2.
3.

2.

Hemofilia A : Gangguan pada faktor VIII ( Anti hemophilic factor )


Hemofilia B : Gangguan pada faktor IX ( Christmas factor )
Penyakit van willebrand

ETIOLOGI
1.

Faktor Kongenital. Bersifat resesif autosomal herediter,kelainan timbul


akibat sintesis faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa
mudahnya timbul kebiruan pada kulit / perdarahan spontan atau perdarahan
yang berlebihan setelah suatu trauma.

2.

Faktor Didapat. Biasanya disebabkan oleh defisiensi factor II (protrombin)


yang terdapat pada keadaan berikut:
Hemofilia berdasarkan etiologinya di bagi menjadi dua jenis:

a.

Hemofilia A. Hemofilia A dikenal juga dengan nama Hemofilia


Klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah. Kekurangan faktor VIII
protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses

b.

pembekuan darah.
Hemofilia B. Hemofilia B dikenal juga dengan nama Chrismas
disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang
bernama Steven Chrismas asal kanada.
Hemofilia ini di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan
IX . dapat muncul dengan bentuk yang sama dengan tipe A. Gejala
ke dua tipe hemofilia adalah sama, namun yang membedakan tipe
A / B adalah dari pengukuran waktu tromboplastin partial
deferensial.

Hemophilia A atau Hemofilia B adalah suatu penyakit yang jarang


ditemukan, hemophilia A terjadi sekurang kurangnya 1 di antara 10.000
orang, Hemofilia B lebih jarang ditemukan , yaitu 1 di antara 50.000 orang.
Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.
a.
b.
c.

3.

Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)


Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).

GEJALA KLINIS
1.
Masa bayi (untuk diagnosis)
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b.
Ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4

2.
3.

bulan)
c.
Hematoma besar setelah infeksi
d.
Perdarahan dari mukosa oral
e. Perdarahan jaringan lunak
Episode perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal, yaitu nyeri
b.
Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
Sekuela jangka panjang

Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf


dan fibrosis otot.
4.

PATOFISIOLOGI
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan
yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena
gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas
gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan
gangguan mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan
mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali
ketika seseorang berusia 3 bulan atau saat saat akan mulai merangkak maka akan
terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan
berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat fatal.
Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh
darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) darah keluar dari
pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil Keping darah (trombosit) akan
menutup luka pada pembuluhKekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurnadarah tidak
berhenti mengalir keluar pembuluh perdarahan (normalnya: Faktor-faktor
pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan
menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh).

5.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)
Uji skrining untuk koagulasi darah
a.
Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b.
Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c.
Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor

2)

koagulasi intrinsik)
d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e.
Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.

3)

Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya


penyakit hati

(misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum

glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin). (Betz &


Sowden, 2002)
6.

PENATALAKSANAAN
1)
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX
yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung
8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh faktor VIII
adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada
defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi
pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan
setiap hari sampai perdarahan berhenti.
Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk melawan faktor pembekuan
tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita defisiensi faktor VIII dan lebih
jarang pada faktor IX infase selanjutnya dari faktor tersebut membentuk anti bodi
lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasma resesif untuk membuang
inhibitor dan kompleks protombin yang memotong faktor VIII dan faktor IX yang
terdapat dalam plasma beku segar. Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1deamino 8-Dargirin vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita
hemofilia sedang. Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang
aktivitas faktor VIII sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP
merupakan produk sintetik maka resiko transmisi virus yang merugikan dapat
terhindari.
Hematosis bisa dikontrol jika klien diberi AHF pada awal perdarahan.
Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi sendi)
bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk
mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan mulai

menghilang klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat badan untuk
mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot.
Prognosis untuk seorang yang menderita hemofilia semakin bertambah
baik ketika ditemukannya AHF. 50% dari penderita hemofilia meninggal sebelum
mencapai umur 5 tahun. Pada saat ini kejadian kematian jarang terjadi setelah
trauma minor. Infusi di rumah menggunakan AHF meyakinkan pengobatan bahwa
manifestasi pertama dari perdarahan dan komplikasi diatasi. Program training
dengan panduan yang ketat. Ketika panduan ini diikuti dengan baik seseorang
yang menderita hemofili akan sangat jarang berkunjung ke ruang imergensi.
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan
kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak
diperlukan untuk AHF. sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya sementara,
sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan meliputi transfuse
untuk menggantikan kekurangan faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan
di dalam plasma dan dalam jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma
konsentrat.
Beberapa penderita membentuk antibodi terhadap faktor VIII dan faktor
IX yang ditransfusikan, sehingga transfusi menjadi tidak efektif.Jika di dalam
darah contoh terdapat antibodi, maka dosis plasma konsentratnya dinaikkan atau
diberikan factor pembekuan yang berbeda atau diberikan obat-obatan untuk
mengurangi kadar antibodi.Kandungan :

2)

Kriopresipitas: fresh frozen plasma


8-100 unit antihemophilic globulin
Faktor VIII : 2332 asam amino
AHF : fresh frozen plasma
Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita hemofilia harus menyadari keadaan yang bisa menimbulkan
perdarahan. Mereka harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar tidak
perlu menjalani pencabutan gigi. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Bila

kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat Bantu seperti tongkat.


Kompreslah bagian tubuh yangterluka dan daerah sekitarnya dengan es atau
bahan lain yang lembut & beku/dingin. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh
yang mengalami perdarahan tidak dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban
elastis namun perlu di ingat, jangan tekan & ikat terlalu keras. Letakkan bagian
tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda
yang lembut seperti bant.

B.

ASUHAN KEPERAWATAN HEMOFILIA


1.
PENGKAJIAN
Riwayat keluarga mengenai kelainan perdarahan
Tanyakan perdarahan tak biasa (perdarahan yang sulit berhenti lama)
Perdarahan spontan (perdarahan tanpa trauma)
2.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Aktivitas
Tanda

: Kelemahan otot

Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.


b.

Sirkulasi
Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda
perdarahan serebral
Gejala : Palpitasi

c.

Eliminasi
Gejala : Hematuria

d.

Integritas Ego
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.

e.

Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
f.
Nyeri
Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
g.
Keamanan
Tanda : Hematom
Gejala : Riwayat trauma ringan.
Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang
-

disertai dengan rasa nyeri dan terjadi bengkak.


Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulakan
Atropati hemofilia dengan ruang sendi, krista tulang dan gerakan

3.
-

4.

sendi yang terbatas.


Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal,

hematuria yang berlebihan, dan juga perdarahan otak.


Terjadi Hematoma pada Extrimitas.
Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan

PSIKOLOGI
Kaji konsep diri pasien body image, peran, dll
Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang kondisi dan tindakan
Kaji dampak kondisi pada gaya hidup paru

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif ditandai
dengan kesadaran menurun, perdarahan.

b.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat


perdarahan ditandai dengan mukosa mulut kering,turgor kulit lambat

c.

kembali.
Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan

sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera


5.
RENCANA KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif ditandai
dengan kesadaran menurun, perdarahan.
Tujuan/Kriteria hasil: Tidak terjadi penurunan kesadaran, pengisian
kapiler baik, perdarahan dapat teratasi
Intervensi :
1)
Kaji penyebab perdarahan
2) Kajiwarna kulit,hematom, sianosis
3)
Kolaborasi dalam pemberian IVFD adekuat
4) Kolaborasi dalam pemberian tranfusi darah.
Rasional
1)
Dengan mengetahui penyebab dari perdarahan maka akan
membantu dalam menentukan intervensi yang tepat bagi pasien
2)
Memberikan informasi tentang derajat /keadekuatan perfusi
3)

jaringan dan membantu dalam menentukan intervensi yang tepat


Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
memaksimalkan kontraktilitas/curah jantung sehingga sirkulasi

4)

menjadi adekuat
Memperbaiki / menormalakn jumlah sel darah merah dan
meningkatkan kapasitas pembawa oksigen sehingga perfusi

b.

jaringan menjadi adekuat.


Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan akibat
perdarahan ditandai dengan mukosa mulut kering,turgor kulit lambat
kembali.
Tujuan/Kriteria hasil: Menunjukan perbaikan keseimbangan cairan,
mukosa mulut lembab, turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
Intervensi :
1)
Awasi TTV
2) Awasi haluaran dan pemasukan
3)
Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan adekuat
Rasional :

1)

Perubahan TTV kearah yang abnormal dapat menunjukan


terjadinya peningkatan kehilangan cairan akibat perdarahan /

2)

dehidrasi
Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian

cairan dan membantu mengevaluasi status cairan


3)
Memberikan informasi tentang derajat hipovolemi dan

c.

membantu menentukan intervensi


4) Mempertahankan keseimbangan cairan akibat perdarahan
Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder
akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera
Tujuan/Kriteria hasil: Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak
terjadi.
Intervensi :
1)
Pertahankan keamanan tempat tidur klien, pasang pengaman
2)
3)
4)

pada tempat tidur


Hindarkan dari cedera, ringan berat
Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cedera
Anjurkan pada orangtua untuk segera membawa anak ke RS jika

terjadi injuri
5) Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cedera.
Rasional :
1)
Jaringan rapuh dan gangguan mekanisme pembekuan
2)

menigkatkan resiko perdarahan meskipun cidera /trauma ringan


Pasien hemofilia mempunyai resiko perdarhan spontan tak
terkontrol sehingga diperlukan pengawasan setiap gerakan yang

3)

memungkinkan terjadinya cidera


Identifikasi dini dan pengobatan dapat membatasi beratnya

komplikasi
4) Orang tua dapat mengetahui mamfaat dari pencegahan cidera/
5)

6.

resiko perdarahan dan menghindari injuri dan komplikasi.


Menurunkan resiko cidera /trauma

EVALUASI
a.
Tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran, pengisian kapiler berjalan
normal, perdarahan dapat teratasi.
b.
Menunjukkan perfusi yang adekuat misalnya:

c.

Membran mukosa berwarna merah muda.


Mental kembali seperti biasa.
Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat dibuktikan oleh
haluaran urine individu tepat dengan berat jenis mendekati normal, tanda
vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian
kapiler normal

DAFTAR PUSTAKA

Betz,Cecily Lynn.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta : ECG


Hidayat,Aziz Alimul.2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta : Salemba medika.
Permono,Bambang.2005.Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.Ikatan dokter anak.
www.indonesia hemophilia society.com
www.info-sehat_com.htm

Diposkan 18th June 2012 oleh aiezaraa Mursyidah


0
Add a comment
3
Jun
18

LAPORAN PENDAHULUAN POST OP LAPARATOMY KOLELITIASI

LAPORAN PENDAHULUAN
POST OP LAPARATOMY KOLELITIASI

KONSEP MEDIS
A.

PENGERTIAN
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau
pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah
kolesterol. (Williams, 2003)
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price &
Wilson, 2005).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai
pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki
faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik

B.

INSIDEN
Menurut (Ignatavicius, 2006) kasus kolelitiasis terjadi lebih banyak pada
wanita dibandingkan pria karena wanita memiliki beberapa faktor resiko, diantaranya
kehamilan, obesitas, pemakaian KB dan genetik. Tampaknya ada beberapa hal yang
menyebabkan keluarga menjadi faktor terhadap perkembangan kolelitiasis, tapi ini
mungkin terkait dengan kebiasaan makan keluarga (asupan kolesterol berlebihan
dalam makanan) dan gaya hidup menetap di beberapa keluarga. Batu empedu terlihat
lebih sering pada orang obesitas, mungkin sebagai akibat gangguan metabolisme
lemak. Kehamilan cenderung memperburuk pembentukan batu empedu. Kehamilan
dan obat-obatan seperti pil estrogen dan pil KB yang mengubah kadar hormon dan

menunda kontraksi otot kandung empedu, menyebabkan tingkat penurunan


mengosongkan empedu.

C.

KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1.

Batu kolesterol. Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung

2.

lebih dari 70% kolesterol


Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat). Berwarna coklat atau coklat tua,
lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai

komponen utama.
3. Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk,
seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
D.

ETIOLOGI
Penyebab yang jelas belum diketahui tetapi beberapa faktor etiologi dapat
diidentifikasi :
1.

Batu Pigmen. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Risiko terbentuknya


batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi
percabangan bilier, dimana terbentuknya bilirubin yang berlebihan. Batu ini
dapat terjadi akibat faktor :
a.
Statis. Karena adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier,
b.

dan parasit
Infeksi saluran empedu. Seperti Escherichia coli, maka kadar enzim glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kemudian kalsium mengikat

2.

blirubun menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut.


Batu Kolesterol. Para ilmuwan meyakini bahwa batu kolesterol terbentuk
ketika empedu terlalu jenuh oleh kolesterol, bilirubin berlebihan, atau kurangnya

garam empedu, serta ketika kandung empedu tidak dapat mengosongkan isinya
3.

karena suatu alasan tertentu (hipomotilitas kandung empedu)


Faktor Lain
a.
Obesitas. Obesitas mengurangi pengosongan kandung empedu dan
b.

garam empedu sehingga menyebabkan pembentukan batu empedu.


Estrogen. Estrogen sebagai akibat kehamilan, penggunaan terapi
hormone, pil KB akan meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu dan
mengurangi gerakan kandung empedu sehingga terjadi pembentukan batu

c.

empedu.
Suku bangsa. Suku tertentu mempunyai kecenderungan untuk
menghasilkan kolesterol tinggi dalam empedu yang menyebabkan

pembentukan batu empedu.


d.
Jenis Kelamin. Wanita antara usia 20-60 tahun dua kali lebih besar
e.

kemungkinan mengalami batu empedu dibandingkan pria.


Usia. Mereka yang berusia di atas 60 tahun lebih besar kemungkinan

f.

mengalami batu empedu dibandingkan dengan usia lebih muda.


Obat penurun kolesterol. Obat yang mengurangi kadar kolesterol dalam
darah sebenarnya justru meningkatkan jumlah sekresi kolesterol dalam

empedu dan menjadi risiko terbentuknya batu empedu


g.
Diabetes. Penderita diabetes cenderung mengalami peningkatan kadar
h.

trigliserid yang mempermudah terjadinya batu empedu


Kehilangan berat badan cepat. Kehilangan berat badan yang cepat dapat
menyebabkan pengeluaran lebih banyak kolesterol oleh hati dan

i.

menyebabkan pembentukan batu.


Puasa. Puasa menyebabkan gerakan kandung empedu lambat dan
menyebabkan empedu menjadi pekat sehingga mempermudah terjadinya
batu empedu.

E.

PATOFISIOLOGI

Etiologi merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah


penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol menyekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol (Price A & Wilson, 2003).
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang
terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal tersebut bertambah
ukuran, melebur dan membentuk batu. Faktor predisposisi merupakan pembentukan batu
empedu :
1.

Batu kolesterol
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a.
Supersaturasi atau penumpukan kolesterol didalam kantung empedu
b.
Berkurangnya kemampuan kandung empedu
c.
Nukleasi atau pembentukan nidus cepat.
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien
dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi kolesterol
(promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang menghalangi
terjadinya nukleasi.
Proses degenerasi dan adanya penyakit hati

Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol


Berperan sebagai penunjang
iritan pada kandung empedu Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh
kolesterol

Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol


kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu


Penyakit kandung

empedu (kolesistitis)
Pengendapan kolesterol

Batu empedu
2.
Batu kalsium bilirunat (pigmen cokelat)
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya
enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu


Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
3.

Batu pigmen hitam


Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pa-da pasien dengan

hemolisis kronik atau sirosis hati. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.
Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang
steril.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial ataupun
komplit sehingga menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase berulang batu empedu
melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan
sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila
batu berhenti di dalam duktus sistikus dikarenakan diameter batu yang terlalu
besar atau pun karena adanya striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu
duktus sistikus
4.

Batu campuran. Batu campuran dapat terjadi akibat kombinasi antara batu
pigmen dan batu kolesterol atau salah satu dari batu dengan beberapa zat lain
seperti kalsium karbonat, fosfat, dan garam empedu.

F.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi yang biasa tampak pada pasien dengan penyakit kolelitiasis antara
lain :
1.

Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu
empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.
Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran
kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan ; biasanya disertai
dengan mual dan muntah. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat
tersumbatnya saluran oleh batu.

Mekanisme mual dan muntah


Obstruksi saluran empedu

Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu, kolesterol)

Proses peradangan disekitar hepatobiliar

Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT

Peningkatan SGOT dan SGPT

Bersifat iritatif di saluran cerna

Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)

Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis

Penurunan peristaltik sistem Akumulasi gas usus


pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan

Makanan tertahan di lambung Rasa penuh dengan gas

Peningkatan rasa mual Kembung

Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan,


serta neuron-neuron motorik spinalis
ke otot-otot abdomen dan diafragma

Muntah

2.

Iktrerus akibat tersumbatnya duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah


empedu ke dalam duodenum menyebabkan getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu

3.

ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.


Perubahan warna urin dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urin berwarna gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen

4.

empedu akan tampak kelabu.


Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu mengganggu absorpsi vitamin
A, D, E, dan K yang larut dalam lemak.

5.

G.

Manifestasi klinis post laparatomy


Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya:
a.
Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b.
Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c.
Kelemahan
d.
Mual, muntah, anoreksia
e.
Konstipasi

KOMPLIKASI
1.
Komplikasi yang umumnya terjadi :
a.
Obstruksi duktus sistikus
b.
Kolik bilier
c.
Kolesistitis akut
d.
Perikolesistitis
e.
Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga
f.
Perforasi
g.
Kolesistitis kronis
h.
Hidrop kandung empedu
i.
Empiema kandung empedu
j.
Fistel kolesistoenterik
k.
Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali

2.

dan batu empedu muncul lagi) angga


l.
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Komplikasi post op laparatomi kolelitiasis
a.
Perdarahan

b.
c.
d.

H.

Infeksi
Kerusakan organ internal
Adhesi organ viseral

DIAGNOSIS
1.
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, Pasien biasanya datang
dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik
pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari
15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahanlahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Kadang pasien dating dengan
mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti
teh, tinja berwarna seperti dempul dan Penyebaran nyeri pada punggung bagian
tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada
waktu menarik nafas dalam. Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada
pasien adalah:
perjalanan penyakit akut/kronis
riwayat keluarga
nyeri atau tidak; ikterus tanpa nyeri biasanya disebabkan karena
-

1.

keganansan
riwayat minum obat sebelumnya
kelainan gastrointestinal, seperti nyeri epigastrium, mual, muntah
demam, nafsu makan menurun; lebih cenderung ke hepatitis
anemia ada atau tidak

Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan
dalam pemeriksaan fisis. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolesistitis
akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi / nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif

apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneus dan sklera dan bisa teraba hepar

I.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1)
1. Uji eksresi empedu
Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresikan
pigmen.
Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh
sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati
untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan

meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi.


Nilai normal : 0,1-0,3 mg/dl
Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam

lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah).


Nilai normal : 0,2-0,7 mg/dl
Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat

pada penyakit hepatoselular


Nilai normal : 0,3-1,0 mg/dl
Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam
urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi
pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul
busa berwarna kuning.
Nilai normal : 0 (nol)

2.

Uji enzim serum


Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT /
SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan
jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau
terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati.
Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml. Alkaline posfatase
dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya akan

meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4
unit/dl.
3. Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi.
Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara
yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam
kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
4. Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia
atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver
tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami
obstruksiSonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah
5.

dinding kandung empedu telah menebal.


ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini
memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat
pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah
kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier. Pemeriksaan darah
-

Kenaikan serum kolesterol

Kenaikan fosfolipid

Penurunan ester kolesterol

Kenaikan protrombin serum time

Kenaikan bilirubin total, transaminase

Penurunan urobilirubin

Peningkatan sel darah putih

Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utamA

J.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien kolelitiasis dapat dilakukan dengan intervensi bedah
dan non bedah.
1. Non Bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diit
- Mencapai perbaikan dengan istirahat, cairan IV, penghisapan nasogastrik,
analgesik, dan antibiotik
- Diit segera setelah serangan biasanya cairan rendah lemak.
b. Farmakoterapi
- Analgesik seperti meperidin mungkin dibutuhkan ; hindari penggunaan
morfin karena dapat meningkatkan spasme sfingter Oddi
- Asam senodeoksikolik (chenodiol) adalah efektif dalam menghancurkan
batu kolesterol utama
- Tindak lanjut jangka panjang dan pemantauan enzim-enzim hepar harus
dilakukan.
2. Litotripsi
a. Litotripsi syok gelombang ekstrakorporeal : Kejutan gelombang berulang
yang diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu atau
b.

duktus empedu komunis untuk memecahkan batu empedu.


Litotripsi syok gelombang intrakorporeal : batu dapat dipecahkan dengan
ultrasound, tembakan laser, atau litotripsi hidrolik yang dipasang melalui

3.

endoskopi yang diarahkan pada batu empedu.


Bedah
a. Koleksistektomi : kandung empedu diangkat setelah ligasi duktus sistikus dan
arteri sistikus.

b. Minikoleksistektomi : kandung empedu diangkat melalui insisi 4 cm


c. Koleksistektomi laparoskopi : dilakukan melalui insisi kecil atau pungsi yang
dibuat melalui dinding abdomen dalam umbilicus.
d. Koledokostomi : insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan
e.

batu.
Kolesistostomi : Kandung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta

getah empedu atau cairan drainase yang purulen dikeluarkan.


4. Laparatomy
a. Pengertian
Laparatomy disebut juga laparatomy eksplorasi adalah suatu pembedahan pada
rongga abdomen yang dilakukan untuk memeriksa nyeri pada abdomen yang
belum diketahui penyebabnya atau pada trauma abdomen dan perlu didiagnosa.
b.

Tujuan
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri
abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami
trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber
nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.

c. Indikasi
Indikasi dilakukannya laparotomy diantaranya yaitu :
1)
Kanker pada organ abdomen (seperti pada ovarium, kolon, pancreas,
2)
3)
4)
5)

atau hati)
Peritonitis appendicitis
Kolelitiasis, kolesistitis
Pankreatitis akut atau kronik
Abses retroperitoneal, abdominal, atau pelvis (kantong/benjolan yang

infeksi)
6)
Divertikulitis (inflamasi kantong usus)
7)
Adhesi (perlengketan jaringan pada abdomen)
8)
Perforasi usus
9)
Kehamilan ektopik (kehamilan di luar uterus)
10) Perdarahan internal
11) Trauma abdomen
d. Perawatan post operasi secara umum antara lain :
1)
Memantau tanda-tanda vital
2)
Mempertahankan volume sirkulasi adekuat
3)
Memantau keadaan luka terhadap tanda-tanda infeksi (kemerahan,
nyeri sekitar insisi, bengkak), dan keadaan drainase

4)
5)
6)
7)

Melakukan perawatan luka secara rutin


Meredakan rasa nyeri
Memperbaiki status nutrisi secara bertahap
Membantu meningkatkan aktivitas secara bertahap

K.

PROGNOSIS
Batu empedu asimptomatik yang berubah menjadi simptomatik yaitu rata-rata 2%
per tahun. Gejala pada umumnya kolik bilier kemudian menjadi komplikasi biliar
mayor. Bila gejala bilier dimulai, keluhan nyeri muncul pada 20-40% pasien per
tahun, 1-2% pasien pertahun terjadi komplikasi berupa kolesistitis, koledokolithiasis,
kolangitis, dan pancreatitis batu empedu. Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar
500.00 orang dengan perkembangan gejala atau komplikasi batu empedu
memerlukan cholecystecomy. Penyakit batu empedu menyebabkan 10.000 kematian
tiap tahun. Sekitar 7.000 kematian diakibatkan oleh komplikasi batu empedu akut
seperti pancreatitis akut. Sekitar 2.000 sampai 3.000 kematian disebabkan oleh
kanker batu empedu (80% terjadi pada penyakit batu empedu dengan kolesistitis
kronik).

KONSEP KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk
sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan
masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan
dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode
ilmiah.
Proses keperawatan adalah proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian
keperawatan,

identifikasi/analisa

implementasi, dan evaluasi .

masalah

(diagnosa

keperawatan),

perencanaan,

Lima tahapan proses keperawatan tersebut, yaitu :

A.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap pertama dari proses keperawatan, dimana datadata dasar klien dikumpulkan.
Data dasar klien adalah kombinasi data yang dikumpulkan dari wawancara
untuk pengambilan riwayat kesehatan klien (metode mendapatkan informasi
subjektif dengan berbicara pada klien dan/atau orang terdekat dan mendengarkan
respon mereka), pemeriksaan fisik (mendapatkan informasi objektif dengan
menggunakan

tangan),

dan

data

yang

diperoleh

dari

hasil

pemeriksaan

laboratorium/diagnostik.

Pengkajian keperawatan pada klien post laparatomy meliputi :


1.

Biodata
a.
Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
b.

2.

3.

medis, tindakan medis.


Identitas Penanggung jawab
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

hubungan dengan klien, sumber biaya.


Lingkup Masalah Keperawatan
Keluhan utama : klien dengan post laparatomy ditemukan adanya keluhan nyeri
pada luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.
Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang
dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST, yaitu:
P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal apa yang menyebabkan gejala dan
apa saja yang dapat mengurangi atau memperberatnya. Biasanya klien

mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri bertambah bila
klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak
bergerak atau beristirahat dan setelah diberi obat.
Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau
terdengar, den sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala 5 (0-10) dan biasanya
membuat klien kesulitan untuk beraktivitas.
R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah menyebar?
Nyeri dirasakan di area luka post operasi, dapat menjalar ke seluruh
daerah abdomen.
S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai
mengganggu aktivitas atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu
karena kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri luka post
operasi.
T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan berapa
lama nyeri itu hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul
maupun menetap sepanjang hari.
b.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi.
Biasanya klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
c.
Riwayat kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan
klien, penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota
d.

keluarga yang memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.


Riwayat Psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan

e.

pembedahan seperti cemas.


Riwayat Sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan.

f.

Biasanya klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.


Riwayat Spiritual
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan
klien akan kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk
kesembuhannya. Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena

keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri luka post operasi.


g.
Kebiasaan sehari-hari

Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi


gangguan atau tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi :
makan, minum, eliminasi Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan ketergantungan. Biasanya klien
kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan minum mengalami
penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK mengalami
4.

penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.


Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum: Kesadaran dapat compos mentis sampai koma
tergantung beratnya kondisi penyakit yang dialami, tanda-tanda vital
biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih lanjut, badan tampak
b.

lemas.
Sistem Pernapasan: Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasan

menjadi lebih cepat akibat nyeri, penurunan ekspansi paru.


c.
Sistem Kardiovaskuler: Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai
syok, tanda-tanda kelemahan, kelelahan yang ditandai dengan pucat,
mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan darah dan nadi meningkat.
d. Sistem Pencernaan: Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut
kembung, penurunan bising usus karena puasa, penurunan berat badan,
e.

dan konstipasi.
Sistem Perkemihan: Jumlah output urin mungkin sedikit karena
kehilangan cairan tubuh saat operasi atau karena adanya muntah. Biasanya

f.

terpasang kateter.
Sistem Persarafan: Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS
dan dikaji semua fungsi nervus kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada

g.

sistem persarafan.
Sistem Penglihatan: Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya
sekret/lesi, reflek pupil terhadap cahaya, visus (ketajaman penglihatan).

Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan pada sistem penglihatan.


h. Sistem Pendengaran: Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya
sekret/lesi, ada tidaknya nyeri tekan, uji kemampuan pendengaran dengan
tes Rinne, Webber, dan Schwabach. Biasanya tidak ada keluhan pada
sistem pendengaran.

i.

Sistem

Muskuloskeletal:

Biasanya

ditemukan

kelemahan

dan

keterbatasan gerak akibat nyeri.


j.
Sistem Integumen: Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor
kulit menurun akibat kurangnya volume cairan.
k. Sistem endokrin: Dikaji riwayat dan gejala-gejala yang berhubungan
dengan penyakit endokrin, periksa ada tidaknya pembesaran tiroid dan
5.

6.

kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada keluhan pada sistem endokrin.
Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
a.
Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat
kehilangan cairan berlebihan
b. Hemoglobin : dapat menurun akibat kehilangan darah
c.
Leukosit : dapat meningkat jika terjadi infeksi
Terapi: Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk
mengurangi nyeri, antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk
mengurangi rasa meal.

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) mendefinisikan bahwa

diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial.
Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada klien post laparatomy adalah:
1.

Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah, distensi abdomen, batuk, mual

muntah, adanya selang Nasogastrik.


2.
Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan berlebihan melalui muntah, diare, penghisap Nasogastrik/ intestinal.
3.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder
4.

terhadap pembedahan.
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif adanya luka
insisi pembedahan dengan kemungkinan kontaminasi.

5.

Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan atau mengabsorpsi,

6.
7.

status puasa.
Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan insisi bedah.
Konstipasi berhubungan dengan efek-efek anestesi, manipulasi pembedahan,

8.

ketidakaktifan fisik, immobilisasi.


Kurang perawatan diri (uraikan) berhubungan dengan kelemahan, kehilangan

mobilitas
9.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dam kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpapar informasi, kesalahan interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi.

B.

PERENCANAAN/INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan merupakan bukti tertulis dan tahap dua dan tiga
proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah/kebutuhan klien, tujuan/hasil
perawatan, dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan menangani
masalah/kebutuhan klien.

C.

IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana perawatan dilaksanakan; melaksanakan intervensi /aktivitas yang telah
ditentukan.

D.

EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dan proses keperawatan. Proses kontinyu yang
penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, dilakukan
dengan meninjau respons klien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien.
Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan
keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk mendapatkan kasus sebagai data
dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk

mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang


berkesinambungan.
Evaluasi adalah proses yang terus menerus karena setiap intervensi dikaji
efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan. Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, recana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai.
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya.
-

S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah
yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien

Diposkan 18th June 2012 oleh aiezaraa Mursyidah


0
Add a comment
4
Jun
18

LAPORAN PENDAHULUAN CHF (CONGESTIF HEART FAILURE)/ GAGAL


JANTUNG KONGESTIF

LAPORAN PENDAHULUAN
CHF (CONGESTIF HEART FAILURE)/ GAGAL JANTUNG KONGESTIF

KONSEP MEDIS
A.

Definisi
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan
nutrien. (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung
gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Braundwald )

B.

Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung.

Kondisi yang mendasari penyebab

kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan


penyakit degeneratif atau inflamasi.

Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena


terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpuikan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)

biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit


miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi
yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas
menurun.
Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload ) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung
Peradangan dan penyakit

myocardium degeneratif, berhubungan dengan

gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk
jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afteer load.
Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung.

Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam,

tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung


untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.

Asidosis respiratorik atau

metabolik dan abnormalita elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas


jantung
Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion
Terbagi menjadi 4kelainan fungsional :

I.
II.
III.
IV.
C.

Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat


Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

Manifestasi Klinis
Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti
dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi
yaitu :
o

Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas.Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda
malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)

Batuk

Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya

pembuangan sisa

hasil

katabolismeJuga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk


bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
o

Kegelisahan dan kecemasan


Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Gagal jantung kanan:


1.

Kongestif jaringan perifer dan viseral.

2.

Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,


penambahan berat badan,

3.

Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar

4.

Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.

5.

Nokturia

6.

Kelemahan.

D. Patofisiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis

yang

menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan


beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada imfark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui


penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan
infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Pennganan yang efektif terhadap gagal
jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap
mekanisme fisiologis dan penykit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktorfaktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan
menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward
congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya
gejala backward failure dalam sistim sirkulasi aliran darah. Mekanisme
kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk
mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah : dilatasi
ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan
vasikonstriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan
cairan badan dan peningkatan eksttraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung
bagian kanan dan bagian kiri bersama-ama dalam keadaan gagal akibat gangguan
aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal
jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut Gagal
Jantung Kongestif (CHF).
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan
metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk
mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :
1)

Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor

2)

Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap


peningkatan volume

3)

Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin

4)

Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi


terhadap cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume

darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler


oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian
ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi
yang tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi
menyebabkan peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi)
terutama pada jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan
mekanisme pemompaan.

(Patway Terlampir)

E.

Pemeriksaan Diagnostik
? Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau
efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
? EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram
? Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan
retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah
F.

Diagnosis Gagal Jantung Kongstif (Kriteria Framingham)

Kriteria Mayor :
1.

Dispnea Nocturnal Paroksimal atau Ortopnea

2.

Peningkatan Tekanan Vena Jugolaris

3.

Ronchi Basah tidak nyaring

4.

Kaerdiomegali

5.

Edema Paru Akut

6.

Irama Derap S3

7.

Peningkatan Tekanan Vena > 16 cm H2O

8.

Refluks Hepatojugular

Kriteria Minor :
1.

Edema Pergelangan Kaki

2.

Batuk Malam Hari

3.

Dyspneu d efford

4.

Hepatomegali

5.

Efusi Pleura

6.

Kapasitas Vital Berkurang menjadi 1/3 MAksimum

7.

Takikardi (> 120 x/menit)

Kriteria Mayor atau Minor


Penurunan berat badan > 4,5 Kg dalam 5 hari setelah therapy
Diagnosa ditegakkan dari 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor harus ada pada saat bersamaan. Klasifikasi fungsional menurut new
york heart associatium dalam 4 kelas :

a.

Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa latihan

b.

Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari
hari tanpa keluhan

c.

Bila pasien ditak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan

d.

Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring.

G.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah :

Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.


Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan
preparat farmakologi, dan

Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan


terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis :
q Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan
mengurangi edema
q Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air mlalui ginjal.Penggunaan
hrs hati hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia

q Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi
terhadap

penyemburan

impadansi tekanan

darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki

pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan


engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Dukungan diet : Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau
menghilangkan edema.
Menurut prioritas penatalaksanaan terbagi atas 4 kategori :
1.

Memperbaiki kontraksi miokard/perfusi sistemik:


a.

Istirahat total/tirah baring dalam posisi semi fowler

b.

Memberikan terapi Oksigen sesuai dengan kebutuhan

c.

Memberikan terapi medik : digitalis untuk memperkuat kontraksi otot


jantung

2.

Menurunkan volume cairan yang berlebihan


a.

Memberikan terapi medik : diuretik untuk mengurangi cairan di


jaringan

b.

Mencatat intake dan output

c.

Menimbang berat badan

d.

Restriksi garam/diet rendah garam

3.

Mencegah terjadinya komplikasi


a.

Mengatur jadwal mobilisasi secara bertahap sesuai keadaan klien

b.

Mencegah terjadinya immobilisasi akibat tirah baring

c.

Merubah posisi tidur

d.

Memperhatikan efek samping pemberian medika mentosa; keracunan


digitalis

e.
4.

Memeriksa atau memonitor EKG

Pengobatan pembedahan Komisurotomi


Hanya pada regurgitasi aorta akibat infeksi aorta, reparasi katup aorta dapat
dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya
umumnya harus diganti dengan katup artifisial. Indikasi pada keluhan sesak
napas yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan symptomatik. Bila
ekhokardiografi menunjukkan sistole ventrikel kiri 55 mm, atau fractional
shortning 25% dipertimbangkan untuk tindakan operasi sebelum timbul
gagal jantung.

5.

Pendidikan kesehatan, menyangkut penyakit, prognosis, pemakaian obatobatan serta mencegah kekambuhan
a.
b.

Menjelaskan tentang perjalanan penyakit dan prognosisnya


Menjelaskan tentang kegunaan obat-obat yang digunakan, serta
memberikan jadwal pemberian obat

c.

Merubah gaya hidup/ kebiasaan yang salah : merokok, stress, kerja


berat, minum alkohol, makanan tinggi lemak dan kolesterol

d.

Menjelaskan tentang tanda-tanda serta gejala yang menyokong


terjadinya gagal jantung, terutama yang berhubungan dengan kelelahan,
lekas capai, berdebar-debar, sesak napas, anoreksia, keringat dingin

e.

Menganjurkan untuk kontrol semua secara teratur walaupun tanpa

gejala
f.

Memberikan dukungan mental; klien dapat menerima keadaan


dirinya secara nyata/realitas akan dirinya baik.

KONSEP KEPERAWATAN
Gagal

serambi

kiri/kanan

dari

jantung

mengakibtkan

ketidakmampuan

memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan


menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan
teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Pengkajian
a.

Aktivitas/istirahat
Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada istirahat atau pada pengerahan
tenaga.
Tanda: Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.

b.

Sirkulasi
Gejala: Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung
, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda :
TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

Tekanan Nadi ; mungkin sempit.


Irama Jantung ; Disritmia.
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke
kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada


ekstremitas.

c.

Integritas ego
Gejala: Ansietas, kuatir dan takut.Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.

d.

Eliminasi

Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari


(nokturia), diare/konstipasi.
e.

Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan
penggunaan diuretic.
Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta
edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

f.

Higiene
Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

g.

Neurosensori
Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.

h.

Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

i.

Pernapasan

Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,
batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda:
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j.

Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit
lecet.

k.

Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

h. Pembelajaran/pengajaran
Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :
penyekat saluran kalsium.
Tanda
2.

: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

Diagnosa Keperawatan

1)

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu
menunjukan adanya penurunan rasa nyeri dada, menunjukan adanya penuruna
tekanan dan cara berelaksasi.

Intervensi:
1.

Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.

2.

Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran).

3.

Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.

4. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.


5.

Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.

6. Kolaborasi dalam:
-

Pemberian oksigen.

Obat-obatan (beta blocker, anti angina, analgesic)

Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan pengobatan dengan


narkosa

2) Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan Penurunan volume paru,
hepatomegali, splenomigali
Kemungkinan dibukikan oleh : Perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan
,gangguan pengembangan dada, GDA tidak normal.
Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS,
RR Normal , tak ada bunyii nafas tambahan
pernafasan. Dan GDA Normal.

dan penggunaan otot Bantu

Intervensi :
Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
Tinggikan kepala

dan

Bantu untuk mencapi posisi yang senyaman

mungkin.Kolaborasi pemberian Oksigen dan px GDA


3)

Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;


1)

Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik

2)

Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik

3)

Perubahan structural

Ditandai dengan ;
1)

Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan


gambaran pola EKG

2)

Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).

3)

Bunyi ekstra (S3 & S4)

4)

Penurunan keluaran urine

5)

Nadi perifer tidak teraba

6)

Kulit dingin kusam

7)

Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan :

Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia


terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung

Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina

Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi:
1)

Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung


Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.

2)

Catat bunyi jantung


Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.
Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi /stenosis katup.

3)

Palpasi nadi perifer


Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi
mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulse alternan.

4)

Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.

5)

Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis


Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder
terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan
anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area
yang sakit sering berwarna biru atu belang karena
peningkatan kongesti vena.

6)

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat


sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat
digunakan

untuk

meningkatkan

volume

sekuncup,

memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.


b.

Aktivitas intoleran berhubungan dengan :


1)

Ketidak seimbangan antar suplai okigen.

2)

Kelemahan umum

3)

Tirah baring lama/immobilisasi.

Ditandai dengan :
1)

Kelemahan, kelelahan

2)

Perubahan tanda vital, adanya disrirmia

3)

Dispnea, pucat, berkeringat.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :

1)

Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan


diri sendiri.

2)

Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,


dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi :
1)

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya


bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau
pengaruh fungsi jantung.

2)

Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,


diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional

Penurunan/ketidakmampuan

miokardium

untuk

meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat


menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3)

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.


Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.

4)

Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)


Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan

perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi


jantung tidak dapat membaik kembali,
c.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju


filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
1)

Ortopnea, bunyi jantung S3

2)

Oliguria, edema.

3)

Peningkatan berat badan, hipertensi

4)

Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :


1)

Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan


masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital
dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema.

2)

Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :
1)

Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana


diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu
diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan

selama tirah baring.


2)

Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24


jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites
masih ada.

3)

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama


fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

4)

Pantau TD dan CVP (bila ada)


Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan
kongesti paru, gagal jantung.

5)

Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen


dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.

6)

Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)

7)

Konsul dengan ahli diet.


Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

d.

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :


perubahan menbran kapiler-alveolus.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1)

Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada


jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernapasan.

2)

Berpartisipasi

dalam

program

pengobatan

dalam

btas

kemampuan/situasi.
Intervensi :
1)

Pantau bunyi nafas, catat krekles


Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

2)

Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.


Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.

3)

Dorong perubahan posisi.


Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

4)

Kolaborasi dalam
-

Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.


Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

e.

Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1)
2)

Mempertahankan integritas kulit


Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi
1)

Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area


sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi
fisik dan gangguan status nutrisi.

2)

Pijat area kemerahan atau yang memutih


Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.

3)

Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak


pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang
mengganggu aliran darah.

4)

Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.


Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.

5)

Hindari obat intramuskuler


Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorbsi

obat

dan

predisposisi

untuk

kerusakan

kulit/terjadinya infeksi.

f.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan


program

pengobatan

pemahaman/kesalahan

berhubungan
persepsi

tentang

dengan
hubungan

kurang
fungsi

jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
1)
2)

Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi


Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klin akan :


1)

Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode


berulang dan mencegah komplikasi.

2)

Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik


untuk menangani.

3)

Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi
1)

Diskusikan fungsi jantung normal


Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat

memudahkan ketaatan pada program pengobatan.


2)

Kuatkan rasional pengobatan.


Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang
dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa
lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi
gejala.

3)

Anjurkan makanan diet pada pagi hari.


Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum
waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan
tidur.

4)

Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu


indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC,
Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
Nursalam. M.Nurs, Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional, 2002, Salemba Medika, Jakarta
Russel C Swanburg, Pengantar keparawatan, 2000, EGC, Jakarta.
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran
Bandung, September 1996, Hal. 443 - 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku
Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240 249.
Junadi P, Atiek SS, Husna A, Kapita selekta

Kedokteran (Efusi Pleura), Media

Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206


- 208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2,
Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.

Diposkan 18th June 2012 oleh aiezaraa Mursyidah


0

Add a comment
5
Jun
18

LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/LUKA

LAPORAN PENDAHULUAN
COMBUSTIO/LUKA

A.

KONSEP MEDIS
1.
PENGERTIAN
Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan panas, listrik, dll).
Atau zat-zat yang bersifat membakar (asam, kuat, basa kuat). Luka bakar
merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami oleh tiap orang,
terutama anak-anak, setelah kecelakaan. Derajatnya berbeda-beda, dari luka
bakar yang paling ringan yaitu akibat sengatan matahari, hingga yang terberat,
menyebabkan kematian. Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu
tinggi, dapat disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik
seperti kabel listrik yang terbuka, petir atau bahan kimiawi seperti asam atau
2.

basa kuat.
ETIOLOGI
Combustio disebabkan oleh 3 golongan yaitu :
a.
Panas ( thermis ) misalnya : Api, Pasir, Air panas, Aliran listrik, Minyak
panas, Suhu yang tinggi dan Logam panas.

b.

Zat kimia ( Chemist ) misalnya : Lisol , Prostek, Alkohol, Zat phosper,

Kreolin, Pepsida, Nitrat argentin , dan Asam kuat.


c.
Sinar ( Radiasi ) misalnya : Sinar matahari, Sinar laser, dan Sinar X
( Rontgen )

3.

PATHOFISIOLOGI
Akibat yang terlihat pada individu yang mengalami luka bakar merupakan
hasil dari penyebab efek panas itu sendiri terhadap kulit, efek dari panas
terhadap elemen darah atau pembuluh darah serta kelainan metabolik yang
terjadi secara umum.
Efek terhadap kulit adalah merusak lapisan kulit sehingga mudah terjadi
infeksi menyebabkan panas dan cairan tubuh yang hilang bertambah banyak.
Efek terhadap pembuluh darah adalah berupa permeabilitas kapiler yang
meningkat sehingga cairan dan protein merembes menyebabkan hipovolemi dan
syok. Fase syok sering terjadi dalam 24 jam pertama.

4.

Fase Luka Bakar


1)
Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada
fase

akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2)

akibat cedera termal yang berdampak sistemik


Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan:

a)
b)

Proses inflamasi dan infeksi.


Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ

organ fungsional.
c)
Keadaan hipermetabolisme.
3)
Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
5.

Klasifikasi Luka Bakar


a. Dalamnya luka bakar.

Kedalaman

Penyebab

Penampilan

Ketebalan

Jilatan api, sinarKering

partial

ultra

superfisial

(terbakar

(tingkat I)

matahari).

Warna
tidak

Perasaan

adaBertambah

violetgelembung.

Nyeri

merah.

olehOedem minimal atau tidak


ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali

Lebih
dari

bila tekanan dilepas.


denganBlister besar dan lembabBerbintik-bintik Sangat nyeri

dalamKontak
ketebalanbahan

air

atauyang ukurannya bertambahyang

partial

bahan padat.

(tingkat II)

Jilatan api kepadaPucat bial ditekan dengancoklat,

- Superfisial

pakaian.

- Dalam

Jilatan

besar.

jelas,

ujung jari, bila tekanandaerah


langsungdilepas berisi kembali.

kurang
putih,
pink,
merah

coklat.

kimiawi.
Ketebalan

Sinar ultra violet.


Kontak
denganKering

sepenuhnya

bahan

(tingkat III)

padat.

Pembuluh

Nyala api.

arang terlihat dibawah kulitHitam.

mudah lepas

Kimia.

yang mengelupas.

bila dicabut.

cair

Kontak
arus listrik.

disertai

kulitPutih,

ataumengelupas.

hitam,
darah

denganGelembung
dindingnya

kering,Tidak

sakit,

coklatsedikit sakit.

sepertitua.
Merah.

Rambut

jarang,
sangat

tipis,

tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.

b.

Luas luka bakar


Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1)
Kepala dan leher : 9%
2)
Lengan masing-masing 9% : 18%
3)
Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%

5)

Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
c.
Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa
faktor antara lain :
1)
Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2)
Kedalaman luka bakar.
3)
Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5)
Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
1)
Parah critical:
a)
Tingkat II : 30% atau lebih.
b)
Tingkat III : 10% atau lebih.
c)
Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d)
Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung,
fractura, soft tissue yang luas.
2)
Sedang moderate:
a)
Tingkat II : 15 30%
b)
Tingkat III : 1 10%
3)
Ringan minor:
a)
Tingkat II : kurang 15%
b)
Tingkat III : kurang 1%

6.

Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

7.

Komplikasi
Combustio dapat menyebabkan masalah atau komplikasi pada pasien antara lain :
1)
Curling Ulcer. Curling Ulcer ( Tukak Curling ) merupakan komplikasi yang
muncul pada hari ke 5 10, terjadi ulkur pada duodenum atau lambung, kadangkadang dijumpai hematemesis, antasida harus diberikan secara rutin pada
2)

penderita luka bakar sedang hingga berat.


Infeksi. Infeksi merupakan masalah utama, bila infeksi berat maka penderita

dapat mengalami sepsis antibiotik dengan spektrum luas perlu diberikan.


3)
Gangguan jalan nafas. Paling muncul dini pada hari pertama, terjadi karena
lnhalasi aspirasi, oedema paru-paru infeksi, penanganan dengan cara
membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen traceostomi, pemberian
kortikosteroid dosisi tinggi dan antobiotik.

4)

Konvulsi. Ini adalah komplikasi yang paling unik karena sering terjadi pada
anak-anak. Konvulsi disebabkan karena ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia,
infeksi obat-obatan ( Aminopillin, Dipenhidramin ) dan 33 % oleh sebab tidak

8.

diketahui.
5)
Komplikasi luka bakar lain adalah timbulnya kontraktur gangguan kosmotik.
Pemeriksaan diagnostik:
a)

LED: mengkaji hemokonsentrasi.

b)

Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini


terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam
pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

c)

Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.

d)
e)

BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.


Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.

f)

Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

g)

Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka


bakar masif.

h)
9.

Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

Penatalaksanaan :
a)
Menurut derajat Luka Bakar.
Derajat 1 : cuci larutan antiseptik dan beri analgesik. Bila mengenai daerah
muka, genital rawat inap.
Derajat 2 : inj. TAS 1500 IU im atau inj. Tetanus Toksid (TT) 1 ml im.

Derajat 2 : tidak luas tetapi terbuka : dicuci dengan larutan antiseptik, ditutup
kasa steril, beri zalf levertran. Bila tidak ada tanda infeksi, kasa diganti
tiap 2 minggu.
Derajat 3 : rujuk ke RSUD dengan infus terpasang.
b)

Menurut Berat Luka Bakar


Ringan tanpa komplikasi : berobat jalan
Sedang : sebaiknya rawat inap untuk observasi
Berat : rujuk ke RSUD dengan infus terpasang.

c)

Indikasi Rawat Inap


Luka bakar didaerah wajah dan leher
Luka bakar didaerah tangan
Luka bakar di daerah mata
Inhalasi
Luka bakar bisa membuat seseorang menderita, bahkan meninggal. Semua
ini tergantung derajat kedalaman dan kerusakan jaringan yang diakibatkan luka
bakar itu. Misalnya kita harus memberikan perhatian pada luas dan bagian tubuh
yang terbakar. Luas luka yang lebih dari 25 persen permukaan tubuh harus
diwaspadai. Demikian juga halnya dengan bagian tubuh yang penting, misalnya
wajah, jalan nafasm leher, dan alat kelamin.

d)

Perawatan
Terdapat tiga prioritas penting dalam perawatan luka bakar ringan.
Selalu dahulukan tindakan medis dan bedah. Sebagai contoh dalam
menghadapi seorang pasien yang mengalami kesulitan bernafas, prioritas
pertama kita ialah mengatasi msalah pernafasan.

Setelah tuntas dengan urusan emergency, baru kita berupaya


memeprtahankan bentuk dan fungsi bagian tubuh yang terkena luka

bakar.
Prioritas berikutnya ialah upaya mencintapkan penampakan jaringan parut
sebaik mungkin. Hal ini merupakan problem utama dari pasien-pasien
luka bakar. Upaya terpenting yang bisa dikaerjakan ialah dengan
pemberian tekanan diatasnya selama 6 12 bulan.
Pasien dapat menunggu terjadinya pertumbuhan kulit baru. Penantian ini
umunya memakan waktu yang lebih lama. Lternatif yang lebih cepat ialah dengan
skin graft (cangkok kulit).
Cara ini dikerjakan dengan mengambil kulit dari suatu bagian tubuh yang
kemudian ditanam pada daerah yang memerlukan. Lokasi pengambilan (donor
site) biasanya di daerah paha karena ini lebar dan gampang sembuh. Agar
pertumbuhan terjadi, dibutuhkan beberapa syarat.
Kulit donor haruslah kulit yang sehat. Lokasi resipien (tempat donor
ditanam) mesti memiliki jaringan pembuluh darah yang baik. Jika tidak, kulit
donor tidak akan bisa tumbuh. Stetelah kulit donor diletakkan, satu-satunya hal
yang mesti dikerjakan ialah membiarkannya.
Jangan memberi tekanan apapun. Kita hanya melindungi cangkok tersebut
dan menantinya tumbuh. Umumnya petumbuhan akan terjadi dalam 4 -7 hari.
e)

Pengobatan
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan penderitanya tidak perlu dirawat di
rumah sakit. Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih
lanjut, sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita. Kulit segera dibersihkan dari
bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa organik) dengan mennguyurnya
dengan air.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika :

Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki


Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan
benar di rumah
Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
Terjadi luka bakar pada organ dalam

B.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Pengkajian
a)

Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

b)

Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan
oedema jaringan (semua luka bakar).

c)

Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.

d)

Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
e)

Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f)

Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi
korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik);
ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).

g)

Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka
bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada
luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf;
luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

h)

Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).

Tanda:

serak;

batuk

mengii;

partikel

karbon

dalam

sputum;

ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.


Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

i)

Keamanan:
Tanda:
-

Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti


selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn


dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu
hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada
faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.


Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara

umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan


jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
-

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di


bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,


kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

2.

Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning
and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1)

Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar
daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan
pengembangan dada.

2)

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan


cairan

melalui

rute

abnormal.

Peningkatan

kebutuhan

status

hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.


3)

Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi


asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar
sirkumfisial dari dada atau leher.

4)

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak


adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan
sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.

5)

Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan


edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.

6)

Resiko

tinggi

kerusakan

perfusi

jaringan,

perubahan/disfungsi

neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah


arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
7)

Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


status hipermetabolik (sebanyak 50 % 60% lebih besar dari proporsi
normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.

8)

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,


nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

9)

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan


permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).

10)

Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis


situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.

11)

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi tidak
mengenal sumber informasi.

3.

Rencana Intervensi
a.

Diagnosa Keperawatan : Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif


berhubungan dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompresi
jalan nafas .
Tujuan dan Kriteria Hasil : Bersihan jalan nafas tetap efektif. Kriteria Hasil
: Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal, bebas dispnoe/cyanosis.
Intervensi :

Kaji refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur,


ketidakmampuan menelan, serak, batuk mengi.
Rasional : Dugaan cedera inhalasi

Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya


pucat/sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.
Rasional : Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan
sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan
kebutuhan intervensi medik.

Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi


nafas, batuk rejan.
Rasional : Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat
cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang
cidera.
Rasional : Dugaan adanya hipoksemia atau karbon monoksida.

Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah


kepala, sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan.
Bilakepala/leher

terbakar, bantal

dapat

menghambat

pernafasan,

menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar dan


meningkatkan konstriktur leher.

Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.


Rasional : Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase
sekret.

Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik


steril.
Rasional : Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus
dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik
steril menurunkan risiko infeksi.

Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara


dan/atau menelan sekret oral secara periodik.
Rasional : Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan
menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan
kebutuhan untuk intubasi.

Selidiki perubahan perilaku/mental contoh gelisah, agitasi, kacau


mental.
Rasional : Meskipun sering berhubungan dengan nyeri, perubahan
kesadaran dapat menunjukkan terjadinya/memburuknya hipoksia.

Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.


Rasional : Perpindahan cairan atau kelebihan penggantian cairan
meningkatkan

risiko

edema

paru.

Catatan

Cedera

inhalasi

meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.

Lakukan program kolaborasi meliputi : Berikan pelembab O2 melalui


cara yang tepat, contoh masker wajah.
Rasional

O2

memperbaiki

hipoksemia/asidosis.

Pelembaban

menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas


sputum.

Awasi/gambaran seri GDA.

Rasional : Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan


dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar
dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya
pneumonia/SDPD.

Kaji ulang seri rontgen.


Rasional : Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat
terjadi selama 2 3 hari setelah terbakar.

Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.


Rasional : Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, sementara
spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, sehingga
meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis.

Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi.


Rasional : Intubasi/dukungan mekanikal dibutuhkan bila jalan nafas
edema atau luka bakar mempengaruhi fungsi paru/oksigenasi.

b.

Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kekurangan volume cairan


berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan
kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan
perdarahan.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan
dan biokimia membaik. Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi,
resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas
30 ml/jam.
Intervensi :

Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji
respon kardiovaskuler.

Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine


dan hemates sesuai indikasi.
Rasional : Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2
pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna
merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya
mioglobin.

Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak.


Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses
inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi
volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

Timbang berat badan setiap hari.


Rasional : Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan
perubahan selanjutnya.

Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi.


Rasional : Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang
mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

Selidiki perubahan mental.


Rasional : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan
ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral.

Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam.


Rasional : Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien
yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).

Hemates drainase NG dan feces secara periodik.

Rasional : Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks
urine.

Lakukan program kolaborasi meliputi :


Pasang / pertahankan kateter urine. Rasional : Memungkinkan infus
cairan cepat.
Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV. Rasional : Resusitasi cairan
menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah
komplikasi.
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma,
albumin. Rasional : Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan
SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ).
Rasional : Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan
tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
Berikan obat sesuai idikasi : Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol),
Kalium, Antasida. Rasional : Penggantian lanjut karena kehilangan
urine dalam jumlah besar, Menurunkan keasaman gastrik sedangkan
inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk
menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi
gaster.

Pantau: Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2


jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi.
Warna urine. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat,
setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode
rehabilitasi. Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit. Berat badan setiap

hari. CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan. Status umum
setiap 8 jam.
Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam
pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia
yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat.
Inspeksi adekuat dari luka bakar.

Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan


dari area luka bakar. Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum
lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar.
Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala
syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral
untuk pemantauan CVP.
Rasional : Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal
ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang
terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral
memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.

Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia,


CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD
di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap.
Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya
peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang
intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.

Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi.

Rasional : Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular


selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen
interstitial pada kompartemen intravaskuler.

Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan
temuan-temuan positif.
Rasional : Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan
GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curlings).

Berikan antasida yang diresepkan atau antagonis reseptor histamin


seperti simetidin.
Rasional : Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan
pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormonhormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.

c.

Diagnosa Keperawatan : Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan


dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder
terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi
adekuat. Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal, GDA dalam
renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Intervensi :

Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.


Rasional : Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang
diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi
pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.

Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan. Pasang atau


bantu dengan selang endotrakeal dan tempatkan pasien pada ventilator

mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan (dibuktikan


dengan hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Rasional : Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia
untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan
sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.

Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri insentif


setiap 2 jam selama tirah baring.
Rasional : Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan
resiko atelektasis.

Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.


Rasional : Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen
terhadap diafragma.

Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila terjadi dispnea
disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan eskarotomi
sesuai pesanan.
Rasional : Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi adda.
Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.

d.

Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan


Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan
traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan
respons inflamasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien bebas dari infeksi. Kriteria evaluasi: tak
ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Intervensi :

Pantau: Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status
balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam.

Suhu setiap 4 jam. Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali


makan.
Rasional

Mengidentifikasi

indikasi-indikasi

kemajuan

atau

penyimapngan dari hasil yang diharapkan.

Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik
(debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan,
implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang
dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site.
Rasional : Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan
pembentukan granulasi.

Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru.


Gunakan sarung tangan steril dan beriakan krim antibiotika topikal
yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim
secara menyeluruh di atas luka.
Rasional : Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti
prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul
menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan bakteri.

Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari
area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka
dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan.
Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu
mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang
tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap
5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.

Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan


untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen

tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril,
sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan
perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan
pasien untuk menghilangkan kebosanan.
Rasional : Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan
terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan
lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang
ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.

Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus


manusia (hyper-tet) sesuai pesanan.
Rasional : Melindungi terhadap tetanus.

Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori.
Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara
makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau
makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.
Rasional : Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi
paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat membantu
penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.

e.

Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan Kerusakan


kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh
debridemen luka.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari
ketidaknyamanan. Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan
perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Intervensi :

Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan dokter dan diberikan


sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi
keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas.
Rasional : Analgesik narkotik diperlukan untuk memblok jaras nyeri
dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka
bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler.

Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan


berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.
Rasional : Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar,
menyebabkan

hipotermia.

Tindakan

eksternal

ini

membantu

menghemat kehilangan panas.

Berikan ayunan di atas tempat tidur bila diperlukan.


Rasional : Menururnkan nyeri dengan mempertahankan berat badan
jauh dari linen tempat tidur terhadap luka dan menurunkan pemajanan
ujung saraf pada aliran udara.

Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan.


Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien
tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen.
Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu
meminimalkan ketidaknyamanan.

f.

Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan,


perubahan/disfungsi

neurovaskuler

perifer

berhubungan

dengan

Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar


ekstremitas dengan edema.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.


Kriteria evaluasi: warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan,
nadi perifer dapat diraba.
Intervensi :

Untuk luka bakar yang mengitari ekstermitas atau luka bakar


listrik, pantau status neurovaskular dari ekstermitas setiap 2 jam.
Rasional : Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Pertahankan ekstermitas bengkak ditinggikan.


Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
pembengkakan.

Beritahu dokter dengan segera bila terjadi nadi berkurang,


pengisian kapiler buruk, atau penurunan sensasi. Siapkan untuk
pembedahan eskarotomi sesuai pesanan.
Rasional : Temuan-temuan ini menandakan kerusakan sirkualsi
distal. Dokter dapat mengkaji tekanan jaringan untuk menentukan
kebutuhan terhadap intervensi bedah. Eskarotomi (mengikis pada
eskar) atau fasiotomi mungkin diperlukan untuk memperbaiki
sirkulasi adekuat.

g.

Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan


permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Memumjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi :

Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan


nekrotik dan kondisi sekitar luka.

Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan


penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada
aera graft.

Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol


infeksi.
Rasional : Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan
resiko infeksi/kegagalan kulit.

Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.


Rasional : Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine
peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau
mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.

Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang


diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.
Rasional

Menurunkan

pembengkakan

/membatasi

resiko

pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah


posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.

Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor


sesuai indikasi.
Rasional : Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan
tembus pandang tak reaktif.

Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim,
beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan
penyembuhan selesai.

Rasional : Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan
perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.

Lakukan program kolaborasi : Siapkan / bantu prosedur


bedah/balutan biologis.
Rasional : Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain
untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang
itu siap ditanam.

DAFTAR PUSTAKA

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Brunner & Suddarth, (2000) Text Book of Medical-Surgical Nursing, Kuncara, et.al.
(2001) (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
http://nursingbegin.com/askep-combustio/
Diposkan 18th June 2012 oleh aiezaraa Mursyidah
0
Add a comment

Memuat
Kirim masukan
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai