Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH


INKONTINENSIA URINE

Dosen Pengampu: Agus Priyanto S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 3

1. Fajar Mustafa (18142010086)


2. Zulkiflih Ramadhan (18142010115)
3. Zilullah Yulihendika P (18142010103)
4. Nurur Rohmah (18142010097)
5. Evi meilina (18142010107)
6. Diyah Rachmawati (18142010083)
7. Siti Nur Halimah (18142010099)
8. Siti Aminah (18142010100)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDIA HUSADA MADURA

TAHUN AJARAN 2021-2022

i
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb.
Puji syukur hamdullilah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan
jiwa, kami panjatkan kepada kehadirat Allah yang senantiasa melimpahkan
rahmat karunia dan hidayahnya, sehingga makalah ini dapat terselesai dengan
judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Masalah Inkontinensia Urine”
Sholawat serta salam kami tunjukan kapada Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan pencerahan kepada kita dengan agama rahmatan lilalamin agama
islam.

Dengan selesainya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan serta
dukungan dari semua pihak baik moril ataupun materil sehingga makalah ini
dapat terselesai dengan baik. Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua terlebih – lebih bagi saya yang mengerjakan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik sangat
dibutuhkan demi penyempurnaanya. Akhirnya, cukup itu dari kami kurang
lebihnya kami mohon maaf yang sebesar – besarnya.
WassalamualaikumWr.Wb.

Bangkalan,2 Oktober 2021


Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3.Tujuan ............................................................................................ 4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Pengertian inkontinensia urine ...................................................... 6
2.2. Etiologi inkontinensia urine .......................................................... 7
2.3. Klasifikasi inkontinensia urine ...................................................... 7
2.4. Manifestasi klinis inkontinensia urine .......................................... 9
2.5. Patofisiologi inkontinensia urine................................................... 9
2.6. Pathway inkontinensia urine ........................................................ 10
2.7. Komplikasi inkontinensia urine .................................................... 11
2.8. Faktor resiko inkontinensia urine .................................................. 11
2.9. Pemeriksaan penunjang inkontinensia urine ................................. 12
2.10. Penatalaksanaan inkontinensia urine .......................................... 13
2.11. Asuhan keperawatan pada kasus inkontinensia urine ................. 16
BAB 3 PENUTUP
3.1.Kesimpulan .................................................................................... 38
3.2.Saran .............................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 39

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Inkontinensia urine sering sekali tidak dilaporkan oleh para lansia
karena dianggap masalah tersebut merupakan masalah yang tabu dan
memalukan untuk diceritakan. Banyak juga lansia yang tidak mengerti
masalah inkontinensia urine dan banyak yang beranggapan bahwa kondisi
tersebut merupakan suatu kondisi yang wajar terjadi pada lansia dan tidak
memerlukan pengobatan (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2015 dalam
Kamariyah, 2020). Secara umum inkontinensia urine disebabkan oleh
perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih lansia, obesitas, dan
menopause. Proses persalinan juga dapat mengakibatkan inkontinensia urine
yang disebabkan dari otot-otot dasar panggul rusak akibar tegangan otot dan
jaringan penunjang serta robekan jalan lahir.
Penyebabnya dihubungkan dengan kondisi seperti sistitis, obstruksi
aliran keluar, cedera spinal pada bagian suprasakral, dan stroke. 40% sampai
70% inkontinensia pada lansia adalah jenis inkontinensia urgensi (Stanley &
Bearce, 2006).Faktor jenis kelamin juga berperan dalam terjadinya
inkontinensia urine khususnya pada wanita karena menurunnya hormon
esterogen pada usia menopause yang bisa mengakibatkan penurunan tonus
otot vagina dan otot pintu saluran kemih sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urine (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2015 dalam Kamariyah,
2020).
Pada masa lanjut usia sesorang secara bertahap mengalami berbagai
kemunduran, baik kemunduran fisi, mental, dan sosial (Azizah & Lilik
Ma'rifatul, 2011). Perubahan fisik yang terjadi pada setiap lansia sangat
bervasriasi, perubahan ini terjadi dalam berbagai sistem yang ada pada tubuh,
dimulai dari sistem integumen, sistem kardiovasikular, sistem
muskuloskeletal, sistem gastrointetinal, sistem reproduksi, sistem neurologis
dan urologi. Perubahan- perubahan mental pada lansia yang sering yaitu

1
perubahan kepribadia, perubahan memori dan perubahan intelegensi.
Sedangkan perubahan psikososial dapat berupa kehilangan pekerjaan dan
kesepian (Darmojo & Soetojo, 2006 dalam Kamariyah, 2020).
Semua perubahan fisiologis yang dialami ini bukan merupakan proses
patologis, tetapi hanya perubahan fisiologis umum yang perlu untuk
diantisipasi (Potter PA & Perry AG, 2005 dalam Kamariyah, 2020). Saat ini
Indonesia memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan
umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia.
Di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduklansia dari 18
juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun
2019, dan diperkiraan akan terus meningkat dimana pada tahun 2035 menjadi
48,2 juta jiwa (15,77%) (KEMENKES RI, 2019). Berdasarkan hasil Statistik
Penduduk Lanjut Usia 2020, Dalam waktu hampir lima dekade, persentase
lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi
9,92% (26 juta-an) di mana lansia perempuan sekitar satu persen lebih banyak
dibandingkan lansia laki (10,43 % berbanding 9,42 %). Dari seluruh lansia
yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69 tahun) jauh mendominasi dengan
besaran yang mencapai 64,29 %, selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70-79
tahun) dan lansia tua (80+ tahun) dengan besaran masing-masing 27,23% dan
8,49 %. Pada tahun 2020 sudah ada enam provinsi yang memiliki struktur
penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10 %, yaitu: DI
Yogyakarta (14,71%), Jawa Tengah (13,81%), Jawa Timur (13,38%), Bali
(11,58%), Sulawesi Utara (11,51%), dan Sumatera Barat (10,07%)
(Subdirektorat Statistik Pendidikan, 2020 dalam Kamariyah, 2020).
Pada lanjut usia sering terjadi masalah “empat besar" yang memerlukan
perawatan segera yaitu : imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental dan
inkontinensia. Masalah inkontinensia mtidak disebabkan langsung oleh
proses penuaan, pemicu terjadinya masalah inkontinensia pada lanjut usia ini
dikarenakan kondisi yang terjadi pada lanjut usia yang dikombinasikan
dengan perubahan terkait usia dalam sistem urinaria (Stanley & Beare, 2007
dalam Kamariyah, 2020).

2
Dari hasil Statistik Penduduk Lanjut Usia 2010 didapatkan masih ada
sekitar separuh lansia yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan
terakhir. Angka kesakitan lansia cenderung menurun setiap tahun. Pada tahun
2020, sekitar 24 dari 100 lansia sakit dalam sebulan terakhir. Kesadaran
lansia terhadap keluhan kesehatan yang dideritanya cukup tinggi.
Dari data WHO (2012) menunjukkan 200 juta penduduk dunia yang
mengalami masalah inkontinensia urine. Sedangkan data dari DEPKES
(2012) didapatkan data bahwa 5,8% penduduk Indonesia yang mengalami
inkontinensia urine. Inkontinensia urine merupakan masalah kesehatan yang
cukup sering terjadi dan sijumpai pada lansia. Inkontinensia urin merupakan
keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu yang tidak dikehendaki
tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang akan menyebabkan
masalah sosial dan higienis penderitanya. Selain masalah sosial dan hieginis
inkontinensia urin mempunyai komplikasi yang cukup serius seperti infeksi
saluran kemih, kelainan gangguan tidur, problem psikososial seperti depresi,
mudah marah dan terisolasi (Setiati & Pramantara, 2007).
Inkontinensia urine yang lama bisa berdampak pada penurunan kualitas
hidup lansia. Keadaan ini bisa menimbulkan berbagai permasalahan diantara
lain masalah medik, sosial, maupun ekonomi. Masalah medik bisa berupa
kerusakan kulit disekitar kemaluan, masalah sosial bisa berupa malu dan
menarik diri dari orang lain, masalah ekonomi bisa berupa tentang pemakaian
diapers atau perlengkapan lain guna menjaga agar tidak basah terkena urine
yang memerlukan biaya yang tudak sedikit. Dampak lain yang bisa
ditimbulkan antara lain lansia kurang percaya diri dengan kondisi tersebut
sehingga menutup diri dari orang lain. Diperlukan sosialisasi untuk mengatasi
masalah inkontinensia urine menggunakan terapi latihan berkemih (LeMone,
Burke, & Bauldoff, 2015 dalam Kamariyah, 2020).
Upaya yang biasanya dilakukan untuk mengurangi keluhan dari
inkontinensia urine pada lansia yang selama ini digunakan yakni senam Kegel
(Kegel Exercise) dan latihan berkemih yang bertujuan untuk membangun
kembali kekuatan otot dasar panggul (Jayanti & Witarsa, 2015 dalam

3
Kamariyah, 2020). Peran perawat kepada penderita inkontinensia urine yaitu
memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan tentang pentingnya senam
kegel dan latihan berkemih. Latihan kegel yang dilakukan secara teratur dan
terjadwal dapat menguatkan otot rangka pada dasar panggul, sehingga
memperkuat fungsi sfingter eksternal pada kandung kemih yang bisa
menyebabkan seseorang untuk menahan berkemih (Simbolon & Boyoh, 2017
dalam Kamariyah, 2020).
Berdasarkan uraian diatas untuk mengatasi inkontinensia urine pada
lansia saya sebagai peneliti tertarik melakukan peneltian dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Masalah Inkontinensia Urine
Urgensi melalui Metode Latihan Berkemih di UPT Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Pasuruan".
1.2. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud inkontinensia urine?
2. Apa saja etiologi inkontinensia urine?
3. Apa saja klasifikasi inkontinensia urine?
4. Bagaimana manifestasi klinis inkontinensia urine?
5. Seperti apa patofisiologi inkontinensia urine?
6. Apa saja komplikasi inkontinensia urine?
7. Apa saja faktor inkontinensia urine?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan asuhan keperawatan
pada pasien dengan inkontinensia urin
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan pengertian
inkontinensia urine
2. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan etiologi inkontinensia
urine
3. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan klasifikasi
inkontinensia urine

4
4. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan manifestasi
inkontinensia urine
5. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan manifestasi klinis
inkontinensia urine
6. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan patofisiologi
inkontinensia urine
7. Mahasiswa mampu mengerti pathway inkontinensia urine
8. Mahasiswa mampu mengerti komplikasi inkontinensia urine
9. Mahasiswa mampu mengerti faktor inkontinensia urine

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Inkontinensia Urin


Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah mauoun
frekuensinya, keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik emosional, sosial
dan kebersihan (Kurniasari,2016). Proses berkemih yang normal adalah suatu
proses dinamik yang secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan
koordinasi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi di daerah sacrum. Sensasi
pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume kandung kemih
mencapai 150-350ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urine
sampai kurang lebih 500 ml tanpa mengalami kebocoran.
Inkontinensia urin adalah kehilangan kontrol berkemih. Inkontinensia
dapat bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat lagi mengontrol
sfingter uretra eksterna. Merembesnya urin dapat berlangsung terus menerus
atau sedikit-sedikit. Lima tipe inkontinensia adalah inkontinensia fungsional,
inkontinensia refleks (overflow), inkontinensia stress, inkontinensia urge, dan
inkontinensia total.(Perry & Potter)
Inkontinensia Urin merupakan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urin. Inkontinensia urin dapat berupa pengeluaran urin yang
terkadang hanya sangat sedikit (beberapa tetes) atau sangat banyak.
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin involunter (tidak disadari atau
pmengompol) pada waktu dan tempat yang tidak tepat diluar keinginan
(Setyoadi,2011)
Inkontinensia Urin merupakan pengeluaran urin involunter (tidak
disadari atau mengompol) pada waktu dan tempat yang tidak tepat diluar
keinginan. Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin secara spontan pada
sembarang waktu diluar kehendak (infolunter). Keadaan ini umumnya
dijumpai pada manula (Agoes,2010)

6
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari, dalam
jumlah dan rekuansi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan atau sosial. Inkontensia urin lebih sering pada usia lanjut. salah
satu dampak dari inkontinensia urin adalah timnulnya masalah fisik pada
pasien misalnya kerusakan kulit, dan menyebabkan kondisi psikososial
seperti arasa malu, isolasi, menarik diri dari pergaulan dan depresi.

2.2. Etiologi Inkontinensia Urin


Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi
dan fungsi organ kemih, antara lain:
1. Melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali.
2. Kebiasaan mengejen yang salah, misal batuk kronis.
3. Adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih,
sehingga. walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah
menimbulkan rasa ingin berkemih
4. Gangguan disaluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi.
5. Efek obat-obatan.
6. Produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan keinginan ke
toilet.
7. Gangguan metabolik, seperti diabetes melitus
8. Asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi
asupan cairan yang bersifat dioretik seperti kafein
9. Gagal jantung kongestif
10. Masalah psikologis
2.3. Klasifikasi Inkontinensia Urin
1. Inkontinensia Fungsional (true)
Inkontinensia fungsional terjadi akibit mobilitas atau kerusakan
kognitif dengan saluran kemih bawah tetap uttuh sebenarnya pasien ini
kontinen, tetapi karena danya hambatan tertentu pasien tidak mampu untuk
menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul sehingga kencingnya
keluar tanpa dapat ditahan.

7
2. Inkontinensia aliran berlebih (overflow)
Pengeluaran urin involunter akibat distensi kandung kemih yang
berlebihan. bisa terdapat penetesan urin yang sering atau berupa
inkontinensia dorongan atau tekanan. dapat disertai dengan kandung
kemih, obat-obatan, inpaksi feses, nefropati diabetik, atau defisiensi
vitamin b12, atau keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada keadaan
volume urin dibuli-buli melebihi kapasitasnya. contoh: over distensi
kandung kemih/retensi urin
3. Inkontinensia stress
Inkontinensia stress adalah keluarnya urin dari uretra pada saat
terjadi pengingkatan intra abdominal.
pembagian inkontinensia stress:
a. Tipe 0: pasien mengeluh tentang inkontinensia stress tetapi pada
pemeriksaan tidak ditemukan adanya kebocoran urin. pada vidio
urodinamika setelah manover valsava, leher buli-buli dan uretra
menjadi terbuka
b. Tipe I : jika terdapat penurunan <2 cm dan kadang-kadang disertyai
dengan sistokel yang masih kecil
c. Tipe II : jika penurunan >2cm dan sering kali disertai dengan adanya
sistokel; dalam hal ini sistokel mungkin berada didalam vagina (tipe
IIa) atau diluar vagina (tipe IIb)
d. Tipe III : leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanya
kontraksi detrusor maupun manover valsava, sehingga urin selalu
keluar karena faktor grafitasi atau penambahan tekanan intravesika
(gerakan) yang minimal. tipe ini disebabkan defisiensi sfingter intrinsik
(ISD),
4. Inkontinensia urgensi (urge)
Inkontinensia urgensi adalah keinginan kuat yang tiba-tiba ingin
berkemih disertai keluarnya urin.

8
5. Inkotinensia refleks
Hal ini terjadi karena kondisi sistem syaraf pusat yang terganggu,
seperti demensia. dalam hal ini rasa ingin bekemih dan berhenti berkmih
Ttidak ada.
2.4. Manifestasi Klinis Inkontinensia Urin
1. Melaporkan merasakan desakan berkemih, disertai ketidakmampuan
mencapai kamar mani karena telah mulai berkemih.
2. Desakan, frekuensi, an nokturia
3. Inkontinensia stress, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil uine ketika
tertawa, berin, melompat, batuk, atau membungkuk.
4. Inkontinensia overflow,dicirikan dengan aliran urine buruk atau lambat
dan merasa menunda atau mengejan.
5. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urine yang
adekuat.
6. Hygine buruk atau tanda tanda infeksi
7. Kandung kemih terletak diatas simfisis pubis.
2.5. Patofisiologi Inkontinensia Urin
1. Perubahan terkait usia pada sistem perkemihan
Menurut Stanley M & Beare G Patrecia, (2006) dalam Aspiani (2014)
kapasitas kandung kemih (vesika urinaria) yang normal sekita 300-600ml.
dengan sensasi atau keinginan berkemih diantara 150-350ml. berkemih
dapat ditunda 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. keinginan
berkemih terjadi pada otot detrusor yang kontraksi dan sfingter dan
internal serta sfingter eksternal relaksasi, yang membuka uretra. pada
lansia terdapat residu urin 50 ml atau kurang dianggap adekuat. jumlah
residu lebih dari 100 ml mengindikasikan retensi urin. perubahan lain pada
proses pada penuaan adalah terjadinya kontrakasi kandung kemih tanpa
disadari. pada seorang wanita lanjut usia terjadinya penurunan hormon
estrogen mengakibatkan atropi pada jaringan uretra dan efek dari
melahirka menyebabkan lemahnya otot-otot dasar panggul

9
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih
Menurut Aspiani (2014) adanya hambatan pengeluaran urin karena
pelebaran kandung kemih, urin terlalu banyak dalam kandung kemih
sehingga melebihi kapasitas normal kandung kemih. fungsi sfingter yang
terganggu mengakibatkan kandung kemih mengalami kebocoran ketika
bersin atu batuk.

2.6. Pathway Inkontinensia Urin

10
2.7. Komplikasi Inkontinensia Urin
Dalam simon (2012), dampak akibat inkontinensia urine ada 3 yaitu:
1. Dampak emosional
Inkontinensia urine mempengaruhi emosional pendrita cukup
besar. pada perempuan yang menderita inkontinensia sering kali
mengalami depresi. karena tanpa disadari urine keluar secara tidak sadar
membuat penderita merasa bahwa ia sedang ngompol. penderita merasa

11
dirinya menyebabkan bau yang tiak sedap sehingga penderita sering
menyalahkan dirinya sendiri, lalu menyendiri, dan akhirnya manarik diri
dari pergaulan.
2. Pengaruh spesifik
Bila inkontinensia yang berat penderita memerlukan pemasangan
kateter permanen, sehingga mobilitas penderita terganggu. inkontinensia
juga akan membuat penderita tidak bisa hidup bebas dan terikat dengan
orang lain. pada penderita sering mengalami jatuh dan kecelakaan. hal ini
berkaitan dengan keadaan imana penderita tergesa-gesa untuk mencapai
toilet sehingga bila tidak hati-hati bisa jatuh dan mengalami kecelakaan.
3. Gangguan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman ini disebabkan karena tanpa disadari urine
keluar secara tiba-tiba. hal ini juga akan mengganggu pola tidur klien.

2.8. Faktor Resiko Inkontinensia Urin


1. Jenis kelamin
Kaum wanita lebih beresiko mengalami stress inkontinensia dari
pada pria. kehamilan, proses kehamilan, menopause, dan strukturnsistem
reproduksi wanita turut andil meningkatkan resiko kondisi ini. sementara
kaum pria yang mengalami masalah prostat lebih beresiko untuk terkena
urge dan overglow inkontinensia.
2. Obesitas
Kondisi kegemukan atau obesitas dapat meningkatkan tekanan pada
kandung kemih dan otot disekelilingnya, sehingga resiko stress
inkontinensia akan bertambah.
3. Merokok
Merokok juga diyakini bisa meningkatkan resiko inkontinensia urin.
4. faktor keturunan
Orang yang memiliki anggota keluarga kandung dengan
inkontyinensia urin juga beresiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi
yang sama.

12
5. Penyakit lain
Ada beberapa penyakit lain yang turut berperan dalam meningkatkan
inkontinensia urin. misalnya penyakit syaraf atau diabetes

2.9. Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia Urin


Menurut Artinawati (2014) terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
untuk masalah inkontinensia urine, antara lain:
1. Urinalisis
Spesimen urine yang bersih diperiksa untuk mengetahui penyebab
inkontinensia urine seperti hepaturia, piuria, bakteri uria, glukosuria, dan
proteinuria.
2. Pemeriksaan darah
Dalam pemeriksaan ini akan dilihat elektrolit, ureum, kreatinin,
glukosa, dan kalsium serum untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi
yang menyebebabkan poliuria.
3. Tes laboratorium tambahan
Tes ini meliputi kultur urine, blood urea nitrogen, kreatinin, kalsium,
glukosa, dan sitologi.
4. Tes diagnostik lanjutan
a. Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih
bagian bawah.
b. Tes tekanan uretra untuk menuntut tekanan didalam uretra saat istirahat
dan saat dinamis
c. Imaging tes untuk saluran kemih bagian atas dan bawah.
5. Catatan berkemih (voiding record)
Catatan berkemih ini dilakukan selama 1-3 untuk mengetahui pola
berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin
saat mengalami inkontinensia urine dan tidak inkontinensia urine, serta
gejala yang berhubungan dengan inkontinensia urine.

13
2.10. Penatalaksanaan Inkontinensia Urin
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Aspiani (2014) yaitu
dengan mengurangi faktor risiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol
inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis, dan
pembedahan. Dari beberapa hal tersebut, dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat dalam kartu catatan yaitu waktu berkemih, jumlah
urin yang keluar baik secara normal maupun karena tak tertahan.
Banyaknya minuman yang diminum, jenis minuman yang diminum, dan
waktu minumnya juga dicatat dalam catatan tersebut.
b. Terapi non farmakologi
Terapi ini dilakukan dengan cara mengoreksi penyebab timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, dan hiperglikemi. Cara yang dapat dilakukan adalah:
1. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dilakukan dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga
waktu berkemih 6-7x/hari. Lansia diharapkan mampu menahan
keinginan berkemih sampai waktu yang ditentukan. Pada tahap awal,
diharapkan lansia mampu menahan keinginan berkemih satu jam,
kemudian meningkat 2- 3 jam.
2. Promited voiding yaitu mengajari lansia mengenali kondisi berkemih.
Hal ini bertujuan untuk membiasakan lansia berkemih sesuai dengan
kebiasaannya. Apabila lansia ingin berkemih diharapkan lansia
memberitahukan petugas. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan
gangguan fungsi kognitif.
3. Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel. Latihan
kegel ini bertujuan untuk mengencangkan otot-otot dasar panggul dan
mengembalikan fungsi kandung kemih sepenuhnya serta mencegah
prolaps urin jangka panjang.
c. Terapi farmakologi

6
Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan (urge)
yaitu antikolenergik atau obat yang bekerja dengan memblokir
neurotransmitter, yang disebut asetilkolin yang membawa sinyal otak
untuk mengendalikan otot. Ada beberapa contoh obat antikolenergik
antara lain oxybutinin, propanteline, dyclomine, flsavoxate, dan
imipramine. Pada inkontinensia tipe stress diberikan obat alfa adregenic
yaitu obat untuk melemaskan otot. Contoh dari obat tersebut yaitu
pseudosephedrine yang berfungsi untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter yang mengalami relaksasi diberikan obat kolinergik agonis
yang bekerja untuk meningkatkan fungsi neurotransmitter asetilkolin
baik langsung maupun tidak langsung. Obat kolinergik ini antara lain
bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk
menstimulasi kontraksi.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urge, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Pada
inkontinensia overflow biasanya dilakukan pembedahan untuk mencegah
retensi urin. Terapi ini biasanya dilakukan terhadap tumor, batu,
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvis.
e. Modalitas lain
Terapi modalitas ini dilakukan bersama dengan proses terapi dan
pengobatan masalah inkontinensia urin, caranya dengan menggunakan
beberapa alat bantu bagi lansia antara lain pampers, kateter, dan alat
bantu toilet seperti urinal dan bedpan

7
2.11. Asuhan keperawatan
1. Kasus
Tn.A umur 80 tahun dibawa ke Puskesmas pada tanggal 9 oktober
2021 jam 08.00 dengan keluhan selalu ngompol dan buang air kecil
sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya berlangsung lama,
tetapi selesai buang kecil dia merasa tidak puas. Keadaannya ini dialami
klien selama 7 hari yang lalu. Pasien mengeluh sakit pada kedua lututnya.
Menurut keluarganya, setahun terakhir ini, watak klien selalu marah.
Sejak 7 tahun terakhir ini klien mengkonsumsi obat-obatan kencing
manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Tiga tahun yang lalu
klien menderita serangan stroke. Pada saat pengkajian pada tanggal 10
oktober 2021 jam 08.00 didapatkan klien tampak lemah, hasil TTV TD:
150/90 mmHg N: 80x/menit S: 36,5°C RR: 21x/menit, klien di bantu
keluarga untuk mandi, makan dan mengenakan pakaian

FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU


Tangal Pengkajian : 10 Oktober 2021
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Tn.A
Tempat & Tgl Lahir : 4 Maret 1941 Gol. Darah : B
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Duda ( Cerai : Mati )
TB / BB : 160 Cm / 50 Kg
Penampilan : Bersih, rapi
Ciri-Ciri Tubuh : postur tubuh tidak terlalu tinggi, tubuh
kurus, warna kulit sawo matang
Alamat : Suwaan Modung Bangkalan
Telp : 083628064862
Orang Yang Dekat Dihubungi : Sdr.A
Hubungan dengan Usila : Anak
Alamat : Suwaan Modung Bangkalan

8
Telp : 085708803566

B. RIWAYAT KELUARGA

Genogram :

Keterangan :

: perempuan

: laki-laki

: meninggal

: garis keturunan

9
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan sebelum di panti : Petani
Alamat Pekerjaan : Suwaan Modung Bangkalan
Berapa Jarak Dari Rumah : < 1Km
Alat Tarnsportasi : Jalan kaki
Sumber-Sumber Pendapatan & Kecukupan terhadap kebutuhan :
a. Sebelum di panti : sebelum dipanti klien bekerja dan
mendapatkan uang dari hasil bertani jagung dan kacang-kacangan
dan menjualnya dipasar
b. Di panti : -

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Tipe Tempat Tinggal/wisma : permanen/ rumah pribadi
Jumlah Kamar :6 Jumlah Tongkat : -
Kondisi Tempat Tinggal/wisma : bersih, barang tertata rapi, berlantai
keramik dan ventilasi udara cukup
Jumlah orang yang tinggal di wisma : Laki-laki = 4 orang
Perempuan : 2 orang
Tetangga Terdekat/di wisma : Ny.M dan keluarga
Alamat/Telepon : 083827487888

E. RIWAYAT REKREASI
Hobbi / Minat : Hobi klien adalah bermain catur
Keanggotaan Organisasi : -
Liburan / Perjalanan : keluarga klien mengatakan klien terakhir
liburan sekitar 5 tahun yang lalu bersama
anak-anaknya

F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi : Perawat dan bidan
Jarak dari wisma : - Km
Rumah Sakit : RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
Bangkalan Jaraknya : 20 Km
Klinik : Puskesmas Modung Jaraknya : 1 Km
Pelayanan Kesehatan di wisma : -

10
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan di wisma : -
Lain – lain : -

G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan ritual : Sholat berjamaah dan pengajian
Yang lainnya : Bersih-bersih lingkungan rumah

H. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu: Sakit Kepala, darah
tinggi, sakit lutut
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu: . kencing manis,
tekanan darah tinggi, jantung dan rematik
sejak 7 tahun yang lalu. 3 tahun yang lalu
klien menderita serangan stroke.
Keluhan Utama : keluhan selalu ngompol dan buang air kecil
sedikit-sedikit dan tidak tuntas
Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : klien mengerti
bahwa klien sudah tua dan sering merasakan
sakit
Obat-Obatan : klien mengkonsumsi obat-obatan kencing
manis, tekanan darah tinggi, jantung dan
rematik.
No Nama Obat Dosis Keterangan
.
1 Metformin 500 mg 2-3 x sehari
2 Captopril 12,5 mg 2 x sehari
3 Naproxen 500 mg 1 x sehari

Status Immunisasi : (catat tanggal terbaru)


Tetanus, Difteri : tidak terkaji
Influensa : tidak terkaji
Pneumovaks : tidak terkaji

11
Alergi : pasien tidak memiliki alergi makanan atau
obat
Obat-obatan :-
Makanan :-
Faktor Lingkungan :-
Penyakit Yang Diderita :
()Hipertensi () Rheumatoid ( ) Asthma ( ) Dimensia
Lain – Lain : Diabetes, jantung, riwayat stroke

I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)


Indeks Katz :A/B/C/D/E/F/G
Oksigenasi : Tn.A bernafas secara normal tanpa membutuhkan
alat bantu (oksigen) RR: 21x menit

Cairan & Elektrolit: Tn.A rutin minum 8 gelas perhari (setara dengan
1.500 cc) jenis air putih

Nutrisi : pola makan Tn.A normal 3 x sehari, porsi cukup


terdiri dari nasi, lauk pauk dan sayuran

Eliminasi : pola BAB Tn.A normal 1 kali sehari dengan


konsistensi lunak berwarna kuning serta bau khas
feses, sedangkan pola BAK klien 6-8 kali sehari,
sering mengompol, dan merasa tidak puas saat BAK

Aktivitas : Tn. A tidak mampu melakukan aktivitas sendiri,


dan dibantu oleh keluarga

Istirahat & Tidur : Tn.A jarang tidur siang, tidur malam sekitar 5-6
jam

Personal Hygiene: Tn.A mandi 2 kali sehari, keramas 2 kali seminggu

Seksual : gairah seksual Tn.A menurun karena faktor usia


yang sudah tua

12
Rekreasi : keluarga klien mengatakan klien terakhir liburan 5
tahun lalu bersama keluarganya

Psikologis : Menurut keluarganya, setahun terakhir ini, watak


klien selalu marah dan sering lupa setelah
mengerjakan sesuatu yang baru saja dilakukannya.

Persepsi Klien : Tn.A terkadang suka marah karena sering sakit

Konsep diri : Tn.A kadang sudah merasa putus asa

Emosi : Tn.A sering marah-marah

Adaptasi :Tn.A mampu beradaptasi dengan lingkungan


sekitar dengan baik

Mekanisme Pertahanan Diri : cukup

J. TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Baik
Tingkat Kesadaran : Compos mentis
Skala Koma Glasgow :Verbal = 4 Psikomotor = 5 Mata = 6
(compos mentis)
Tanda-Tanda Vital : Pols = 80x/ menit Temp=36,5°C RR=21
x/menit Tensi=150/90 mmHg
1. Penilaian umum
Kelelahan : () ya ( ) tidak
Perubahan BB satu tahun yang lalu : () ya ( ) tidak
Perubahan nafsu makan : ()ya ( ) tidak
Demam : ( ) ya () tidak
Keringat malam : ( ) ya ()tidak
Kesulitan tidur : ()ya ( ) tidak
Sering pilek, infeksi : ( ) ya () tidak
Penialaian diri terhadap seluruh status kesehatan : () ya ( ) tidak
Kemampuan melakukan ADL : ( ) ya () tidak

13
2. Integumen
Lesi/luka : ( ) ya () tidak
Pruritus : ( ) ya () tidak
Perubahan pigmentasi : ( ) ya () tidak
Perubahan tekstur : () ya ( ) tidak
Sering memar : ( ) ya () tidak
Perubahan rambut : () ya ( ) tidak
Perubahan kuku : ( ) ya () tidak
Kalus : ( ) ya ( ) tidak
Pemajanan lama terhadap matahari : ( ) ya () tidak
Turgor : saat dicubit kulit kembali >3 detik
Pola penyembuhan lesi, memar : -

3. Hemopoetik
Perdarahan/memar abnormal : ( ) ya ()tidak
Pembengkakan kelenjar limfe : ( ) ya ()tidak
Anemia : ( ) ya ()tidak
Riwayat transfusi darah : ( ) ya ()tidak

4. Kepala
Sakit kepala : ( ) ya ()tidak
Trauma : ( ) ya ()tidak
Pusing : ( ) ya ()tidak
Gatal pada kulit kepala : ( ) ya ()tidak

5. Mata
Perubahan penglihatan : ()ya ( )tidak
Kacamata/lensa kontak : ( ) ya ()tidak
Nyeri : ( ) ya ()tidak
Air mata berlebihan : ( ) ya ()tidak
Bengkak sekitar mata : ( ) ya ()tidak
Floater : ( ) ya ()tidak
Diplopia : ( ) ya ()tidak

14
Pandangan kabur : ( ) ya ()tidak
Fotofobia : ( ) ya ()tidak
Skotomata : ( ) ya ()tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ()tidak
Tanggal pemeriksaan paling akhir : 1 Oktober 2021
Tanggal pemeriksaan glukoma paling akhir : 1 Oktober 2021
Dampak pada penampilan ADL :-

6. Telinga
Perubahan pendengaran : ()ya ( ) tidak
Rabas : ( ) ya ()tidak
Tinitus : ( ) ya ()tidak
Vertigo : ( ) ya ()tidak
Sensitivitas pendengaran : ( ) ya ()tidak
Alat-alat protesa : ( ) ya ()tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ()tidak
Tanggal pemeriksaan paling akhir : 1 Oktober 2021
Kebiasaan perawatan telinga : telinga klien rutin dibersihkan oleh
keluarga rutin setiap 1 x semiggu
menggunakan cotton bud
Dampak pada penampilan ADL : Tn.A saat dipanggil atau saat
mengobrol kurang mendengar dan
harus diulang kembali

7. Hidung dan sinus


Rinorea : ( ) ya ()tidak
Rabas : ( ) ya ()tidak
Epistaksis : ( ) ya ()tidak
Obstruksi : ( ) ya ()tidak
Mendengkur : ( ) ya ()tidak
Nyeri pada sinus : ( ) ya ()tidak
Drip postnasal : ( ) ya ()tidak

15
Alergi : ( ) ya ()tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ()tidak
Penilaian diri pada kemampuan olfaktori : kemampuan olfaktori
Tn.A baik, tidak ada gangguan
penciuman seperti sinusitis, anosmia
dan lain-lain

8. Mulut dan tenggorokan


Sakit tenggorokan : ( ) ya ()tidak
Lesi/ulkus : ( ) ya ()tidak
Serak : ( ) ya ()tidak
Perubahan suara : ( ) ya ()tidak
Kesulitan menelan : ( ) ya ()tidak
Perdarahan gusi : ( ) ya ()tidak
Karies : ( ) ya ()tidak
Alat-alat protesa : ( ) ya ()tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ()tidak
Tanggal pemeriksaan gigi paling akhir :-
Pola menggosok gigi : klien sudah tidak punya gigi
Pola flossing : klien tidak pernah melakukan flossing
Gigi palsu : ( ) ya ()tidak

9. Leher
Kekuan : ( ) ya ()tidak
Nyeri/nyeri tekan : ( ) ya ()tidak
Benjolan/ massa : ( ) ya ()tidak
Keterbatasan gerak : ( ) ya ()tidak

10. Payudara
Benjolan/ massa :-
Nyeri/nyeri tekan :-
Bengkak :-
Keluar cairan dari puting susu :-

16
Perubahan pada puting susu : -
Pola pemeriksaan payudara sendiri :-
Tanggal dan hasil pemeriksaan mamogram paling akhir : -

11. Pernafasan
Batuk : ( ) ya ()tidak
Sesak nafas : ( ) ya ()tidak
Hemoptisis : ( ) ya ()tidak
Sputum : ( ) ya ()tidak
Asma/alergi pernafasan: ( ) ya ()tidak
Tanggal dan hasil pemeriksaan foto thorak terakhir : 2/2/2021

12. Kardiovaskular
Ditensi vena jugularis: ( ) ya ()tidak
Nyeri/ketidaknyamanan dada : ()ya ( ) tidak
Palpitasi : ( ) ya ()tidak
Sesak nafas : ( ) ya ()tidak
Dispnea nocturnal paroksimal : ( ) ya ()tidak
Ortopnea : ( ) ya ()tidak
Murmur : ( ) ya ()tidak
Edema : ( ) ya ()tidak
Varises : ( ) ya ()tidak

13. Gastrointestinal
Disfagia : ( ) ya ()tidak
Tidak dapat mencerna : ( ) ya ()tidak
Nyeri ulu hati : ( ) ya ()tidak
Mual/muntah : ( ) ya ()tidak
Hematemesis : ( ) ya ()tidak
Perubahan nafsu makan : ( ) ya ()tidak
Intoleransi makanan : ( ) ya ()tidak
Ulkus : ( ) ya ()tidak
Nyeri : ( ) ya ()tidak

17
Ikterik : ( ) ya ()tidak
Benjolan/massa : ( ) ya ()tidak
Perubahan kebiasaan defekasi : ( ) ya ()tidak
Diare : ( ) ya ()tidak
Konstipasi : ( ) ya ()tidak
Melena : ( ) ya ()tidak
Hemoroid : ( ) ya ()tidak
Perdarahan rektum : ( ) ya ()tidak
Pola defekasi biasanya : pola defekasi Tn.A teratur 1x sehari

14. Perkemihan
Disuria : ( ) ya ()tidak
Frekuensi BAK : 6-8 kali sehari
Urine menetes : ()ya ( ) tidak
Dorongan miksi : ( ) ya () tidak
Hematuria : ( ) ya () tidak
Poliuria : ( ) ya () tidak
Oliguria : ( ) ya () tidak
Nokturia : ( ) ya () tidak
Inkontinensia : ya ( ) tidak
Nyeri saat berkemih : ( ) ya () tidak
Batu infeksi : ( ) ya () tidak

15. Genitalia pria


Lesi : ( ) ya () tidak
Rabas : ( ) ya () tidak
Nyeri testikular : ( ) ya () tidak
Massa testikular : ( ) ya () tidak
Masalah prostate : ( ) ya () tidak
Penyakit kelaminn : ( ) ya () tidak

16. Muskuloskeletal
Nyeri persendian : () ya ( ) tidak

18
Kekakuan : ( ) ya () tidak
Pembengkakan sendi : ( ) ya () tidak
Deformitas : ( ) ya () tidak
Spasme : ( ) ya () tidak
Kelemahan otot : () ya ( ) tidak
Masalah cara berjalan : ( ) ya () tidak
Nyeri punggung : ( ) ya () tidak
Prostesa : ( ) ya () tidak
Kekuatan otot : 3 (mampu melakukan gerakan
mengangkat eksremitas tapi tidak
bisa melawan tahanan sedang)
Tes koordinasi/keseimbangan
No. Aspek penilaian Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal 4
2 Berdiri dengan postur normal (dengan 4
mata tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki Kanan : 3
Kiri : 3
4 Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke 3
posisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk 3
6 Berjalan, tempatkan salah satu tumit di 3
depan jari kaki yang lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus 3
8 Berjalan mengikuti tanda gambar pada 3
lantai
9 Berjalan mundur 3
10 Berjalan mengikuti lingkaran 3
11 Berjalan dengan tumit 3
12 Berjalan dengan ujung kaki 3
JUMLAH 38

Kriteria penilaian
4 :melakukan aktifitas dg lengkap
3 :sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 :dg bantuan sedang – maksimal
1 :tidak mampu melakukan aktivitas

19
Keterangan
42 – 54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28 – 41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14 – 27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
< 14 : Tidak mampu melakukan aktifitas
Dampak pada penampilan ADL : kekuatan otot klien menurun
karena klien merasa sakit pada lututnya dan kurang
bisa menjaga keseimbangan

17. Sistem saraf pusat


Sakit kepala : ( ) ya () tidak
Kejang : ( ) ya () tidak
Sinkope/serangan jatuh: ( ) ya () tidak
Paralisis : ( ) ya () tidak
Paresis : ( ) ya () tidak
Masalah koordinasi : ( ) ya () tidak
Tc/tremor/spasme : () ya ( ) tidak
Masalah memori : ( ) ya () tidak

18. 19. Sistem endokrin


Intoleransi panas : ( ) ya () tidak
Intoleransi dingin : ( ) ya () tidak
Goiter : ( ) ya () tidak
Pigmentasi kulit/tekstur: ( ) ya () tidak
Perubahan rambut : () ya ( ) tidak
Polifagia : ( ) ya () tidak
Polidipsia : ( ) ya () tidak
Poliuria : ( ) ya (√ ) tidak

20
K. STATUS KOGNITIF/AFEKTIF/SOSIAL
1. Short Porteble Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Tidak ada kerusakan gangguan pada fungsi intelektual Tn.A setelah
dilakukan pemerikasaan menggunakan metode SPMSQ, semua
pertanyaan dijawab dengan benar serta menunjukkan hasil fungsi
intelektual Tn.A dalam kondisi normal.

Jumlah kesalahan 0: fungsi intelektual utuh

2. Mini-Mental State Exam (MMSE)


Tidak ada kerusakan atau gangguan pada aspek kognitif dan fjngsi
mental Tn.A setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan metode
MMSE, semua pertanyaan dijawab dengan benar serta
menunjukkan hasil fungsi aspek kognitif dan fungsi mental Tn.A
dalam kondisi normal

Nilai total= 32: tidak ada indikasi adanya kerusakan kognitif

3. Yesavage Depression Scale


Tidak ada kerusakan atau gangguan pada fungsi tingkat depresi
Tn.A setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan metode
Yesavage depression scale, semua dijawab dengan benar serta
menunjukkan hasil dungsi tingkat depresi dalam kondisi normal

Nilai total= 9: kemungkinan mengalami depresi

4. APGAR Keluarga
Tidak ada kerusakan atau ganggguan pada fungsi sosial Tn.A
setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan metode APGAR
keluarga, semua pertanyaan dijawab dengan benar serta
menunjukkan hasil fungsi sosial Tn,A dalam kondisi normal.

Total APGAR keluarga adalah 9

21
L. DATA PENUNJANG
1) Laboratorium : -
2) Radiologi :-
3) EKG :-
4) USG :-
5) CT – Scan :-
6) Obat-Obatan : -

22
ANALISA DATA
Nama : Tn.A
Usia : 80 tahun
Wisma :-
Kamar :-

Data ( Sign / Symptom ) Masalah Etiologi


No
1 DS: Gangguan eliminasi Kelemahan otot
urine pelvis
- Pasien mengatakan selalu mengompol
dan buang air kecil sedikit-sedikit dan
merasa tidak puas saat berkemih
DO:

- Tampak berkemih tidak tuntas


2 DS: Inkontinensia urin Kehilangan sensorik
fungsional dan motorik
- pasien mengatakan selalu mengompol
dan buang air kecil sedikit-sedikit dan
merasa tidak puas saat berkemih
DO:-

3 DS: gangguan mobilitas Penurunan kekuatan


fisik otot
- Pasien mengatakan sakit pada kedua
lututnya
DO:

- Kekuatan otot menurun 3 (mampu


melakukan gerakan mengangkat
eksremitas tapi tidak bisa melawan
tahanan sedang)
- Klien dibantu oleh keluarga untuk
beraktivitas

23
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS MASALAH)
1. Gangguan eliminasi urine (D.01490 b.d kelemahan otot pelvis d.d mengompol
(SDKI, 2017; hal, 96)
2. Inkontinensia urin Fungsional (D.0044) b.d kehilangan sensorik dan motorik
d.d mengompol sebelum mencapai toilet (SDKI, 2017; hal, 104)
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d penurunan kekuatan otot d.d kekuatan
otot menurun (SDKI, 2017; hal, 124)
4. Risiko jatuh (D.0143) b.d usia >65 tahun (SDKI, 2017; hal, 306)

24
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx. Kep.I : gangguan eliminasi urine (D.01490 b.d kelemahan otot pelvis d.d
mengompol (SDKI, 2017; hal, 96)

SLKI SIKI

Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen eliminasi urine (I.04152)


selama 7 x 24 jam diharapkan eliminasi urine Observasi:
(L.04034) membaik dengan kriteria hasil:
a. Identifikasi tanda dan gejala inkontinensia
a. Sensasi berkemih cukup meningkat (1-5) urine
b. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) b. Monitor eliminasi urine
menurun (1-5) Terapeutik:
c. Mengompol menurun (1-5) (SLKI, 2019;
a. Catat waktu-waktu dan haluran berkemih
hal, 24)
b. Batasi asupan cairan, jika perlu
Edukasi:

a. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan


waktu yang tepat untuk berkemih
b. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-
otot pangguk/perkemihan
c. Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur (SIKI, 2018; hal. 175)

25
Dx. Kep. II : Inkontinensia urin Fungsional (D.0044) b.d kehilangan sensorik dan
motorik d.d mengompol sebelum mencapai toilet (SDKI, 2017; hal,
104)

SLKI SIKI

Setelah dilakukan intervensi keperawatan Latihan berkemih (I.04145)


selama 7 x 24 jam diharapkan kontinensia Observasi:
urine (L.04036) membaik dengan kriteria
a. Periksa kembali penyebab gangguan
hasil:
berkemih
a. Kemampuan berkemih cukup meningkat b. Monitor pola dan kemampuan berkemih
(1-4) Terapeutik:
b. Verbalisasi pengeluaran urine tidak tuntas
a. Siapkan area toilet yang aman
menurun (1-5)
b. Sediakan peralatan yang dibutuhkan dekat
c. Sensasi berkemih cukup membaik (1-4)
dan mudah dijangkau
(SLKI, 2019; hal, 53)
Edukasi:

a. Anjurkan intake cairan adekuat untuk


mendukung output urine
b. Anjurkan eliminasi normal dengan
beraktivitas dan olahraga sesuai
kemampuan (SIKI, 2018; hal. 142)

26
Dx. Kep.III : Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d penurunan kekuatan otot d.d
kekuatan otot menurun (SDKI, 2017; hal, 124)

SLKI SIKI

Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen mobilitas


selama 7 x 24 jam diharapkan mobilitas fisik Observasi:
(L.05042) meningkat dengan kriteria hasil:
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
a. Pergerakan eksremitas cukup meningkat lainnya
(2 ke 4)
- Identifikasi toleransi fisik melakuakn
b. Kekuatan otot cukup meningkat (2 ke 4) pergerakan
c. Kelemahan fisik cukup menurun (1 ke 4) - Monitor frekuensi jantung dan tekanan
(SLKI, 2018; hal, 65) darah sebelum memulai mobilisasi
- Monitor kondis umun selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik:

- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat


bantu (mis. Pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi


- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi

27
IMPLEMENTASI & EVALUASI

NO IMPLEMENTASI EVALUASI (SOAP)


1 - Memonitor eliminasi urine S:pasien mengatakan sudah dapat
- Memonitor tanda dan gejala berkemih ke kamar mandi dengan
inkontinensia urine lancar dan sudah tidak mengompol
- Mencatat waktu dan haluran lagi
berkemih O:pasien sudah tampak mengompol
- Membatasi asupan cairan
A: masalah teratasi
- Mengajarkan pengenalan tanda
berkemih P: intervensi dihentikan
- Mengajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot perkemihan
- Menganjurkan untuk mengurangi
minum menjelang tidur
2 - Memonitor pola dan kemampuan S:pasien mengatakan buang air kecil
berkemih sudah lancar dan tidak tersendat-
- Menyiapkan area toilet yang sendat lagi
aman O:pasien tampak sudah tidak
- Menyiadakan alat yang mengompol dan sudah bisa buang
dibutuhkan didekat pasien air kecil ke kamar mandi
- Menganjurkan beraktivitas dan
A: masalah teratasi
berolahraga sesuai kemampuan
pasien P: intervensi dihentikan

3 - mengidentifikasi adanya nyeri S:pasien mengatakan nyeri lutut


atau keluhan fisik lainnya sudah agak berkurang
- memonitor frekuensi jantung dan

28
tekanan darah O:pasien sudah bisa berjalan ke
- memfasilitasi aktivitas mobilisasi kamar mandi dan beraktivitas
dengan alat bantu secara mandiri
- menjelaskan tujuan dan prosedur A: masalah teratasi
mobilisasi
P: intervensi dihentikan
- membantu pasien melakukan
mobilisasi duduk ditempat tidur
dan berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda

29
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah mauoun
frekuensinya, keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik emosional, sosial
dan kebersihan
1.2 Saran
Bagi mahasiswa, diharapkan sebagai perawat nantinya bisa
mengaplikasikan ilmu ini atau menerapkannya dalam memberikan asuhan
keperawatan gerontik dengan baik dan benar.

30
DAFTAR PUSTAKA

Kamariyah, K, dkk. 2020. Pengaruh latian kegel terhadap inkontinensia urine


pada Lansia di PSTW budi luhur kota jambi. https://scholar.google.com
.diakses pada 26 Oktober 2021

Karjoyo, JD, dkk.2017. Pengaruh senam kegel terhadap frekuensi inkontinensia


urine pada lanjut usia diwilayah kerja puskesmas tumpaan Minahasa
Selatan. https://ejournal.unsrat.ac.id. Diakses pada 26 Oktober 2021

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

31

Anda mungkin juga menyukai