i
KATA PENGANTAR
AssalamualaikumWr.Wb.
Puji syukur hamdullilah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan
jiwa, kami panjatkan kepada kehadirat Allah yang senantiasa melimpahkan
rahmat karunia dan hidayahnya, sehingga makalah ini dapat terselesai dengan
judul “Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Masalah Inkontinensia Urine”
Sholawat serta salam kami tunjukan kapada Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan pencerahan kepada kita dengan agama rahmatan lilalamin agama
islam.
Dengan selesainya penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan serta
dukungan dari semua pihak baik moril ataupun materil sehingga makalah ini
dapat terselesai dengan baik. Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua terlebih – lebih bagi saya yang mengerjakan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik sangat
dibutuhkan demi penyempurnaanya. Akhirnya, cukup itu dari kami kurang
lebihnya kami mohon maaf yang sebesar – besarnya.
WassalamualaikumWr.Wb.
ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3.Tujuan ............................................................................................ 4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Pengertian inkontinensia urine ...................................................... 6
2.2. Etiologi inkontinensia urine .......................................................... 7
2.3. Klasifikasi inkontinensia urine ...................................................... 7
2.4. Manifestasi klinis inkontinensia urine .......................................... 9
2.5. Patofisiologi inkontinensia urine................................................... 9
2.6. Pathway inkontinensia urine ........................................................ 10
2.7. Komplikasi inkontinensia urine .................................................... 11
2.8. Faktor resiko inkontinensia urine .................................................. 11
2.9. Pemeriksaan penunjang inkontinensia urine ................................. 12
2.10. Penatalaksanaan inkontinensia urine .......................................... 13
2.11. Asuhan keperawatan pada kasus inkontinensia urine ................. 16
BAB 3 PENUTUP
3.1.Kesimpulan .................................................................................... 38
3.2.Saran .............................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
perubahan kepribadia, perubahan memori dan perubahan intelegensi.
Sedangkan perubahan psikososial dapat berupa kehilangan pekerjaan dan
kesepian (Darmojo & Soetojo, 2006 dalam Kamariyah, 2020).
Semua perubahan fisiologis yang dialami ini bukan merupakan proses
patologis, tetapi hanya perubahan fisiologis umum yang perlu untuk
diantisipasi (Potter PA & Perry AG, 2005 dalam Kamariyah, 2020). Saat ini
Indonesia memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan
umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lansia.
Di Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduklansia dari 18
juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun
2019, dan diperkiraan akan terus meningkat dimana pada tahun 2035 menjadi
48,2 juta jiwa (15,77%) (KEMENKES RI, 2019). Berdasarkan hasil Statistik
Penduduk Lanjut Usia 2020, Dalam waktu hampir lima dekade, persentase
lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2020), yakni menjadi
9,92% (26 juta-an) di mana lansia perempuan sekitar satu persen lebih banyak
dibandingkan lansia laki (10,43 % berbanding 9,42 %). Dari seluruh lansia
yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69 tahun) jauh mendominasi dengan
besaran yang mencapai 64,29 %, selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70-79
tahun) dan lansia tua (80+ tahun) dengan besaran masing-masing 27,23% dan
8,49 %. Pada tahun 2020 sudah ada enam provinsi yang memiliki struktur
penduduk tua di mana penduduk lansianya sudah mencapai 10 %, yaitu: DI
Yogyakarta (14,71%), Jawa Tengah (13,81%), Jawa Timur (13,38%), Bali
(11,58%), Sulawesi Utara (11,51%), dan Sumatera Barat (10,07%)
(Subdirektorat Statistik Pendidikan, 2020 dalam Kamariyah, 2020).
Pada lanjut usia sering terjadi masalah “empat besar" yang memerlukan
perawatan segera yaitu : imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental dan
inkontinensia. Masalah inkontinensia mtidak disebabkan langsung oleh
proses penuaan, pemicu terjadinya masalah inkontinensia pada lanjut usia ini
dikarenakan kondisi yang terjadi pada lanjut usia yang dikombinasikan
dengan perubahan terkait usia dalam sistem urinaria (Stanley & Beare, 2007
dalam Kamariyah, 2020).
2
Dari hasil Statistik Penduduk Lanjut Usia 2010 didapatkan masih ada
sekitar separuh lansia yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan
terakhir. Angka kesakitan lansia cenderung menurun setiap tahun. Pada tahun
2020, sekitar 24 dari 100 lansia sakit dalam sebulan terakhir. Kesadaran
lansia terhadap keluhan kesehatan yang dideritanya cukup tinggi.
Dari data WHO (2012) menunjukkan 200 juta penduduk dunia yang
mengalami masalah inkontinensia urine. Sedangkan data dari DEPKES
(2012) didapatkan data bahwa 5,8% penduduk Indonesia yang mengalami
inkontinensia urine. Inkontinensia urine merupakan masalah kesehatan yang
cukup sering terjadi dan sijumpai pada lansia. Inkontinensia urin merupakan
keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu yang tidak dikehendaki
tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang akan menyebabkan
masalah sosial dan higienis penderitanya. Selain masalah sosial dan hieginis
inkontinensia urin mempunyai komplikasi yang cukup serius seperti infeksi
saluran kemih, kelainan gangguan tidur, problem psikososial seperti depresi,
mudah marah dan terisolasi (Setiati & Pramantara, 2007).
Inkontinensia urine yang lama bisa berdampak pada penurunan kualitas
hidup lansia. Keadaan ini bisa menimbulkan berbagai permasalahan diantara
lain masalah medik, sosial, maupun ekonomi. Masalah medik bisa berupa
kerusakan kulit disekitar kemaluan, masalah sosial bisa berupa malu dan
menarik diri dari orang lain, masalah ekonomi bisa berupa tentang pemakaian
diapers atau perlengkapan lain guna menjaga agar tidak basah terkena urine
yang memerlukan biaya yang tudak sedikit. Dampak lain yang bisa
ditimbulkan antara lain lansia kurang percaya diri dengan kondisi tersebut
sehingga menutup diri dari orang lain. Diperlukan sosialisasi untuk mengatasi
masalah inkontinensia urine menggunakan terapi latihan berkemih (LeMone,
Burke, & Bauldoff, 2015 dalam Kamariyah, 2020).
Upaya yang biasanya dilakukan untuk mengurangi keluhan dari
inkontinensia urine pada lansia yang selama ini digunakan yakni senam Kegel
(Kegel Exercise) dan latihan berkemih yang bertujuan untuk membangun
kembali kekuatan otot dasar panggul (Jayanti & Witarsa, 2015 dalam
3
Kamariyah, 2020). Peran perawat kepada penderita inkontinensia urine yaitu
memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan tentang pentingnya senam
kegel dan latihan berkemih. Latihan kegel yang dilakukan secara teratur dan
terjadwal dapat menguatkan otot rangka pada dasar panggul, sehingga
memperkuat fungsi sfingter eksternal pada kandung kemih yang bisa
menyebabkan seseorang untuk menahan berkemih (Simbolon & Boyoh, 2017
dalam Kamariyah, 2020).
Berdasarkan uraian diatas untuk mengatasi inkontinensia urine pada
lansia saya sebagai peneliti tertarik melakukan peneltian dengan judul
“Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Masalah Inkontinensia Urine
Urgensi melalui Metode Latihan Berkemih di UPT Pelayanan Sosial Tresna
Werdha Pasuruan".
1.2. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud inkontinensia urine?
2. Apa saja etiologi inkontinensia urine?
3. Apa saja klasifikasi inkontinensia urine?
4. Bagaimana manifestasi klinis inkontinensia urine?
5. Seperti apa patofisiologi inkontinensia urine?
6. Apa saja komplikasi inkontinensia urine?
7. Apa saja faktor inkontinensia urine?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan asuhan keperawatan
pada pasien dengan inkontinensia urin
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan pengertian
inkontinensia urine
2. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan etiologi inkontinensia
urine
3. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan klasifikasi
inkontinensia urine
4
4. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan manifestasi
inkontinensia urine
5. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan manifestasi klinis
inkontinensia urine
6. Mahasiswa mampu mengerti dan menjelaskan patofisiologi
inkontinensia urine
7. Mahasiswa mampu mengerti pathway inkontinensia urine
8. Mahasiswa mampu mengerti komplikasi inkontinensia urine
9. Mahasiswa mampu mengerti faktor inkontinensia urine
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari, dalam
jumlah dan rekuansi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan atau sosial. Inkontensia urin lebih sering pada usia lanjut. salah
satu dampak dari inkontinensia urin adalah timnulnya masalah fisik pada
pasien misalnya kerusakan kulit, dan menyebabkan kondisi psikososial
seperti arasa malu, isolasi, menarik diri dari pergaulan dan depresi.
7
2. Inkontinensia aliran berlebih (overflow)
Pengeluaran urin involunter akibat distensi kandung kemih yang
berlebihan. bisa terdapat penetesan urin yang sering atau berupa
inkontinensia dorongan atau tekanan. dapat disertai dengan kandung
kemih, obat-obatan, inpaksi feses, nefropati diabetik, atau defisiensi
vitamin b12, atau keluarnya urin tanpa dapat dikontrol pada keadaan
volume urin dibuli-buli melebihi kapasitasnya. contoh: over distensi
kandung kemih/retensi urin
3. Inkontinensia stress
Inkontinensia stress adalah keluarnya urin dari uretra pada saat
terjadi pengingkatan intra abdominal.
pembagian inkontinensia stress:
a. Tipe 0: pasien mengeluh tentang inkontinensia stress tetapi pada
pemeriksaan tidak ditemukan adanya kebocoran urin. pada vidio
urodinamika setelah manover valsava, leher buli-buli dan uretra
menjadi terbuka
b. Tipe I : jika terdapat penurunan <2 cm dan kadang-kadang disertyai
dengan sistokel yang masih kecil
c. Tipe II : jika penurunan >2cm dan sering kali disertai dengan adanya
sistokel; dalam hal ini sistokel mungkin berada didalam vagina (tipe
IIa) atau diluar vagina (tipe IIb)
d. Tipe III : leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanya
kontraksi detrusor maupun manover valsava, sehingga urin selalu
keluar karena faktor grafitasi atau penambahan tekanan intravesika
(gerakan) yang minimal. tipe ini disebabkan defisiensi sfingter intrinsik
(ISD),
4. Inkontinensia urgensi (urge)
Inkontinensia urgensi adalah keinginan kuat yang tiba-tiba ingin
berkemih disertai keluarnya urin.
8
5. Inkotinensia refleks
Hal ini terjadi karena kondisi sistem syaraf pusat yang terganggu,
seperti demensia. dalam hal ini rasa ingin bekemih dan berhenti berkmih
Ttidak ada.
2.4. Manifestasi Klinis Inkontinensia Urin
1. Melaporkan merasakan desakan berkemih, disertai ketidakmampuan
mencapai kamar mani karena telah mulai berkemih.
2. Desakan, frekuensi, an nokturia
3. Inkontinensia stress, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil uine ketika
tertawa, berin, melompat, batuk, atau membungkuk.
4. Inkontinensia overflow,dicirikan dengan aliran urine buruk atau lambat
dan merasa menunda atau mengejan.
5. Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urine yang
adekuat.
6. Hygine buruk atau tanda tanda infeksi
7. Kandung kemih terletak diatas simfisis pubis.
2.5. Patofisiologi Inkontinensia Urin
1. Perubahan terkait usia pada sistem perkemihan
Menurut Stanley M & Beare G Patrecia, (2006) dalam Aspiani (2014)
kapasitas kandung kemih (vesika urinaria) yang normal sekita 300-600ml.
dengan sensasi atau keinginan berkemih diantara 150-350ml. berkemih
dapat ditunda 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. keinginan
berkemih terjadi pada otot detrusor yang kontraksi dan sfingter dan
internal serta sfingter eksternal relaksasi, yang membuka uretra. pada
lansia terdapat residu urin 50 ml atau kurang dianggap adekuat. jumlah
residu lebih dari 100 ml mengindikasikan retensi urin. perubahan lain pada
proses pada penuaan adalah terjadinya kontrakasi kandung kemih tanpa
disadari. pada seorang wanita lanjut usia terjadinya penurunan hormon
estrogen mengakibatkan atropi pada jaringan uretra dan efek dari
melahirka menyebabkan lemahnya otot-otot dasar panggul
9
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih
Menurut Aspiani (2014) adanya hambatan pengeluaran urin karena
pelebaran kandung kemih, urin terlalu banyak dalam kandung kemih
sehingga melebihi kapasitas normal kandung kemih. fungsi sfingter yang
terganggu mengakibatkan kandung kemih mengalami kebocoran ketika
bersin atu batuk.
10
2.7. Komplikasi Inkontinensia Urin
Dalam simon (2012), dampak akibat inkontinensia urine ada 3 yaitu:
1. Dampak emosional
Inkontinensia urine mempengaruhi emosional pendrita cukup
besar. pada perempuan yang menderita inkontinensia sering kali
mengalami depresi. karena tanpa disadari urine keluar secara tidak sadar
membuat penderita merasa bahwa ia sedang ngompol. penderita merasa
11
dirinya menyebabkan bau yang tiak sedap sehingga penderita sering
menyalahkan dirinya sendiri, lalu menyendiri, dan akhirnya manarik diri
dari pergaulan.
2. Pengaruh spesifik
Bila inkontinensia yang berat penderita memerlukan pemasangan
kateter permanen, sehingga mobilitas penderita terganggu. inkontinensia
juga akan membuat penderita tidak bisa hidup bebas dan terikat dengan
orang lain. pada penderita sering mengalami jatuh dan kecelakaan. hal ini
berkaitan dengan keadaan imana penderita tergesa-gesa untuk mencapai
toilet sehingga bila tidak hati-hati bisa jatuh dan mengalami kecelakaan.
3. Gangguan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman ini disebabkan karena tanpa disadari urine
keluar secara tiba-tiba. hal ini juga akan mengganggu pola tidur klien.
12
5. Penyakit lain
Ada beberapa penyakit lain yang turut berperan dalam meningkatkan
inkontinensia urin. misalnya penyakit syaraf atau diabetes
13
2.10. Penatalaksanaan Inkontinensia Urin
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Aspiani (2014) yaitu
dengan mengurangi faktor risiko, mempertahankan homeostatis, mengontrol
inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis, dan
pembedahan. Dari beberapa hal tersebut, dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat dalam kartu catatan yaitu waktu berkemih, jumlah
urin yang keluar baik secara normal maupun karena tak tertahan.
Banyaknya minuman yang diminum, jenis minuman yang diminum, dan
waktu minumnya juga dicatat dalam catatan tersebut.
b. Terapi non farmakologi
Terapi ini dilakukan dengan cara mengoreksi penyebab timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, dan hiperglikemi. Cara yang dapat dilakukan adalah:
1. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dilakukan dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga
waktu berkemih 6-7x/hari. Lansia diharapkan mampu menahan
keinginan berkemih sampai waktu yang ditentukan. Pada tahap awal,
diharapkan lansia mampu menahan keinginan berkemih satu jam,
kemudian meningkat 2- 3 jam.
2. Promited voiding yaitu mengajari lansia mengenali kondisi berkemih.
Hal ini bertujuan untuk membiasakan lansia berkemih sesuai dengan
kebiasaannya. Apabila lansia ingin berkemih diharapkan lansia
memberitahukan petugas. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan
gangguan fungsi kognitif.
3. Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel. Latihan
kegel ini bertujuan untuk mengencangkan otot-otot dasar panggul dan
mengembalikan fungsi kandung kemih sepenuhnya serta mencegah
prolaps urin jangka panjang.
c. Terapi farmakologi
6
Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan (urge)
yaitu antikolenergik atau obat yang bekerja dengan memblokir
neurotransmitter, yang disebut asetilkolin yang membawa sinyal otak
untuk mengendalikan otot. Ada beberapa contoh obat antikolenergik
antara lain oxybutinin, propanteline, dyclomine, flsavoxate, dan
imipramine. Pada inkontinensia tipe stress diberikan obat alfa adregenic
yaitu obat untuk melemaskan otot. Contoh dari obat tersebut yaitu
pseudosephedrine yang berfungsi untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter yang mengalami relaksasi diberikan obat kolinergik agonis
yang bekerja untuk meningkatkan fungsi neurotransmitter asetilkolin
baik langsung maupun tidak langsung. Obat kolinergik ini antara lain
bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk
menstimulasi kontraksi.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urge, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Pada
inkontinensia overflow biasanya dilakukan pembedahan untuk mencegah
retensi urin. Terapi ini biasanya dilakukan terhadap tumor, batu,
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvis.
e. Modalitas lain
Terapi modalitas ini dilakukan bersama dengan proses terapi dan
pengobatan masalah inkontinensia urin, caranya dengan menggunakan
beberapa alat bantu bagi lansia antara lain pampers, kateter, dan alat
bantu toilet seperti urinal dan bedpan
7
2.11. Asuhan keperawatan
1. Kasus
Tn.A umur 80 tahun dibawa ke Puskesmas pada tanggal 9 oktober
2021 jam 08.00 dengan keluhan selalu ngompol dan buang air kecil
sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya berlangsung lama,
tetapi selesai buang kecil dia merasa tidak puas. Keadaannya ini dialami
klien selama 7 hari yang lalu. Pasien mengeluh sakit pada kedua lututnya.
Menurut keluarganya, setahun terakhir ini, watak klien selalu marah.
Sejak 7 tahun terakhir ini klien mengkonsumsi obat-obatan kencing
manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Tiga tahun yang lalu
klien menderita serangan stroke. Pada saat pengkajian pada tanggal 10
oktober 2021 jam 08.00 didapatkan klien tampak lemah, hasil TTV TD:
150/90 mmHg N: 80x/menit S: 36,5°C RR: 21x/menit, klien di bantu
keluarga untuk mandi, makan dan mengenakan pakaian
8
Telp : 085708803566
B. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :
Keterangan :
: perempuan
: laki-laki
: meninggal
: garis keturunan
9
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan sebelum di panti : Petani
Alamat Pekerjaan : Suwaan Modung Bangkalan
Berapa Jarak Dari Rumah : < 1Km
Alat Tarnsportasi : Jalan kaki
Sumber-Sumber Pendapatan & Kecukupan terhadap kebutuhan :
a. Sebelum di panti : sebelum dipanti klien bekerja dan
mendapatkan uang dari hasil bertani jagung dan kacang-kacangan
dan menjualnya dipasar
b. Di panti : -
E. RIWAYAT REKREASI
Hobbi / Minat : Hobi klien adalah bermain catur
Keanggotaan Organisasi : -
Liburan / Perjalanan : keluarga klien mengatakan klien terakhir
liburan sekitar 5 tahun yang lalu bersama
anak-anaknya
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi : Perawat dan bidan
Jarak dari wisma : - Km
Rumah Sakit : RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
Bangkalan Jaraknya : 20 Km
Klinik : Puskesmas Modung Jaraknya : 1 Km
Pelayanan Kesehatan di wisma : -
10
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan di wisma : -
Lain – lain : -
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan ritual : Sholat berjamaah dan pengajian
Yang lainnya : Bersih-bersih lingkungan rumah
H. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu: Sakit Kepala, darah
tinggi, sakit lutut
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu: . kencing manis,
tekanan darah tinggi, jantung dan rematik
sejak 7 tahun yang lalu. 3 tahun yang lalu
klien menderita serangan stroke.
Keluhan Utama : keluhan selalu ngompol dan buang air kecil
sedikit-sedikit dan tidak tuntas
Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : klien mengerti
bahwa klien sudah tua dan sering merasakan
sakit
Obat-Obatan : klien mengkonsumsi obat-obatan kencing
manis, tekanan darah tinggi, jantung dan
rematik.
No Nama Obat Dosis Keterangan
.
1 Metformin 500 mg 2-3 x sehari
2 Captopril 12,5 mg 2 x sehari
3 Naproxen 500 mg 1 x sehari
11
Alergi : pasien tidak memiliki alergi makanan atau
obat
Obat-obatan :-
Makanan :-
Faktor Lingkungan :-
Penyakit Yang Diderita :
()Hipertensi () Rheumatoid ( ) Asthma ( ) Dimensia
Lain – Lain : Diabetes, jantung, riwayat stroke
Cairan & Elektrolit: Tn.A rutin minum 8 gelas perhari (setara dengan
1.500 cc) jenis air putih
Istirahat & Tidur : Tn.A jarang tidur siang, tidur malam sekitar 5-6
jam
12
Rekreasi : keluarga klien mengatakan klien terakhir liburan 5
tahun lalu bersama keluarganya
J. TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Baik
Tingkat Kesadaran : Compos mentis
Skala Koma Glasgow :Verbal = 4 Psikomotor = 5 Mata = 6
(compos mentis)
Tanda-Tanda Vital : Pols = 80x/ menit Temp=36,5°C RR=21
x/menit Tensi=150/90 mmHg
1. Penilaian umum
Kelelahan : () ya ( ) tidak
Perubahan BB satu tahun yang lalu : () ya ( ) tidak
Perubahan nafsu makan : ()ya ( ) tidak
Demam : ( ) ya () tidak
Keringat malam : ( ) ya ()tidak
Kesulitan tidur : ()ya ( ) tidak
Sering pilek, infeksi : ( ) ya () tidak
Penialaian diri terhadap seluruh status kesehatan : () ya ( ) tidak
Kemampuan melakukan ADL : ( ) ya () tidak
13
2. Integumen
Lesi/luka : ( ) ya () tidak
Pruritus : ( ) ya () tidak
Perubahan pigmentasi : ( ) ya () tidak
Perubahan tekstur : () ya ( ) tidak
Sering memar : ( ) ya () tidak
Perubahan rambut : () ya ( ) tidak
Perubahan kuku : ( ) ya () tidak
Kalus : ( ) ya ( ) tidak
Pemajanan lama terhadap matahari : ( ) ya () tidak
Turgor : saat dicubit kulit kembali >3 detik
Pola penyembuhan lesi, memar : -
3. Hemopoetik
Perdarahan/memar abnormal : ( ) ya ()tidak
Pembengkakan kelenjar limfe : ( ) ya ()tidak
Anemia : ( ) ya ()tidak
Riwayat transfusi darah : ( ) ya ()tidak
4. Kepala
Sakit kepala : ( ) ya ()tidak
Trauma : ( ) ya ()tidak
Pusing : ( ) ya ()tidak
Gatal pada kulit kepala : ( ) ya ()tidak
5. Mata
Perubahan penglihatan : ()ya ( )tidak
Kacamata/lensa kontak : ( ) ya ()tidak
Nyeri : ( ) ya ()tidak
Air mata berlebihan : ( ) ya ()tidak
Bengkak sekitar mata : ( ) ya ()tidak
Floater : ( ) ya ()tidak
Diplopia : ( ) ya ()tidak
14
Pandangan kabur : ( ) ya ()tidak
Fotofobia : ( ) ya ()tidak
Skotomata : ( ) ya ()tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ()tidak
Tanggal pemeriksaan paling akhir : 1 Oktober 2021
Tanggal pemeriksaan glukoma paling akhir : 1 Oktober 2021
Dampak pada penampilan ADL :-
6. Telinga
Perubahan pendengaran : ()ya ( ) tidak
Rabas : ( ) ya ()tidak
Tinitus : ( ) ya ()tidak
Vertigo : ( ) ya ()tidak
Sensitivitas pendengaran : ( ) ya ()tidak
Alat-alat protesa : ( ) ya ()tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ()tidak
Tanggal pemeriksaan paling akhir : 1 Oktober 2021
Kebiasaan perawatan telinga : telinga klien rutin dibersihkan oleh
keluarga rutin setiap 1 x semiggu
menggunakan cotton bud
Dampak pada penampilan ADL : Tn.A saat dipanggil atau saat
mengobrol kurang mendengar dan
harus diulang kembali
15
Alergi : ( ) ya ()tidak
Riwayat infeksi : ( ) ya ()tidak
Penilaian diri pada kemampuan olfaktori : kemampuan olfaktori
Tn.A baik, tidak ada gangguan
penciuman seperti sinusitis, anosmia
dan lain-lain
9. Leher
Kekuan : ( ) ya ()tidak
Nyeri/nyeri tekan : ( ) ya ()tidak
Benjolan/ massa : ( ) ya ()tidak
Keterbatasan gerak : ( ) ya ()tidak
10. Payudara
Benjolan/ massa :-
Nyeri/nyeri tekan :-
Bengkak :-
Keluar cairan dari puting susu :-
16
Perubahan pada puting susu : -
Pola pemeriksaan payudara sendiri :-
Tanggal dan hasil pemeriksaan mamogram paling akhir : -
11. Pernafasan
Batuk : ( ) ya ()tidak
Sesak nafas : ( ) ya ()tidak
Hemoptisis : ( ) ya ()tidak
Sputum : ( ) ya ()tidak
Asma/alergi pernafasan: ( ) ya ()tidak
Tanggal dan hasil pemeriksaan foto thorak terakhir : 2/2/2021
12. Kardiovaskular
Ditensi vena jugularis: ( ) ya ()tidak
Nyeri/ketidaknyamanan dada : ()ya ( ) tidak
Palpitasi : ( ) ya ()tidak
Sesak nafas : ( ) ya ()tidak
Dispnea nocturnal paroksimal : ( ) ya ()tidak
Ortopnea : ( ) ya ()tidak
Murmur : ( ) ya ()tidak
Edema : ( ) ya ()tidak
Varises : ( ) ya ()tidak
13. Gastrointestinal
Disfagia : ( ) ya ()tidak
Tidak dapat mencerna : ( ) ya ()tidak
Nyeri ulu hati : ( ) ya ()tidak
Mual/muntah : ( ) ya ()tidak
Hematemesis : ( ) ya ()tidak
Perubahan nafsu makan : ( ) ya ()tidak
Intoleransi makanan : ( ) ya ()tidak
Ulkus : ( ) ya ()tidak
Nyeri : ( ) ya ()tidak
17
Ikterik : ( ) ya ()tidak
Benjolan/massa : ( ) ya ()tidak
Perubahan kebiasaan defekasi : ( ) ya ()tidak
Diare : ( ) ya ()tidak
Konstipasi : ( ) ya ()tidak
Melena : ( ) ya ()tidak
Hemoroid : ( ) ya ()tidak
Perdarahan rektum : ( ) ya ()tidak
Pola defekasi biasanya : pola defekasi Tn.A teratur 1x sehari
14. Perkemihan
Disuria : ( ) ya ()tidak
Frekuensi BAK : 6-8 kali sehari
Urine menetes : ()ya ( ) tidak
Dorongan miksi : ( ) ya () tidak
Hematuria : ( ) ya () tidak
Poliuria : ( ) ya () tidak
Oliguria : ( ) ya () tidak
Nokturia : ( ) ya () tidak
Inkontinensia : ya ( ) tidak
Nyeri saat berkemih : ( ) ya () tidak
Batu infeksi : ( ) ya () tidak
16. Muskuloskeletal
Nyeri persendian : () ya ( ) tidak
18
Kekakuan : ( ) ya () tidak
Pembengkakan sendi : ( ) ya () tidak
Deformitas : ( ) ya () tidak
Spasme : ( ) ya () tidak
Kelemahan otot : () ya ( ) tidak
Masalah cara berjalan : ( ) ya () tidak
Nyeri punggung : ( ) ya () tidak
Prostesa : ( ) ya () tidak
Kekuatan otot : 3 (mampu melakukan gerakan
mengangkat eksremitas tapi tidak
bisa melawan tahanan sedang)
Tes koordinasi/keseimbangan
No. Aspek penilaian Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal 4
2 Berdiri dengan postur normal (dengan 4
mata tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki Kanan : 3
Kiri : 3
4 Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke 3
posisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk 3
6 Berjalan, tempatkan salah satu tumit di 3
depan jari kaki yang lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus 3
8 Berjalan mengikuti tanda gambar pada 3
lantai
9 Berjalan mundur 3
10 Berjalan mengikuti lingkaran 3
11 Berjalan dengan tumit 3
12 Berjalan dengan ujung kaki 3
JUMLAH 38
Kriteria penilaian
4 :melakukan aktifitas dg lengkap
3 :sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
2 :dg bantuan sedang – maksimal
1 :tidak mampu melakukan aktivitas
19
Keterangan
42 – 54 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
28 – 41 : Sedikit bantuan (untuk keseimbangan)
14 – 27 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
< 14 : Tidak mampu melakukan aktifitas
Dampak pada penampilan ADL : kekuatan otot klien menurun
karena klien merasa sakit pada lututnya dan kurang
bisa menjaga keseimbangan
20
K. STATUS KOGNITIF/AFEKTIF/SOSIAL
1. Short Porteble Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Tidak ada kerusakan gangguan pada fungsi intelektual Tn.A setelah
dilakukan pemerikasaan menggunakan metode SPMSQ, semua
pertanyaan dijawab dengan benar serta menunjukkan hasil fungsi
intelektual Tn.A dalam kondisi normal.
4. APGAR Keluarga
Tidak ada kerusakan atau ganggguan pada fungsi sosial Tn.A
setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan metode APGAR
keluarga, semua pertanyaan dijawab dengan benar serta
menunjukkan hasil fungsi sosial Tn,A dalam kondisi normal.
21
L. DATA PENUNJANG
1) Laboratorium : -
2) Radiologi :-
3) EKG :-
4) USG :-
5) CT – Scan :-
6) Obat-Obatan : -
22
ANALISA DATA
Nama : Tn.A
Usia : 80 tahun
Wisma :-
Kamar :-
23
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS MASALAH)
1. Gangguan eliminasi urine (D.01490 b.d kelemahan otot pelvis d.d mengompol
(SDKI, 2017; hal, 96)
2. Inkontinensia urin Fungsional (D.0044) b.d kehilangan sensorik dan motorik
d.d mengompol sebelum mencapai toilet (SDKI, 2017; hal, 104)
3. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d penurunan kekuatan otot d.d kekuatan
otot menurun (SDKI, 2017; hal, 124)
4. Risiko jatuh (D.0143) b.d usia >65 tahun (SDKI, 2017; hal, 306)
24
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx. Kep.I : gangguan eliminasi urine (D.01490 b.d kelemahan otot pelvis d.d
mengompol (SDKI, 2017; hal, 96)
SLKI SIKI
25
Dx. Kep. II : Inkontinensia urin Fungsional (D.0044) b.d kehilangan sensorik dan
motorik d.d mengompol sebelum mencapai toilet (SDKI, 2017; hal,
104)
SLKI SIKI
26
Dx. Kep.III : Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b.d penurunan kekuatan otot d.d
kekuatan otot menurun (SDKI, 2017; hal, 124)
SLKI SIKI
27
IMPLEMENTASI & EVALUASI
28
tekanan darah O:pasien sudah bisa berjalan ke
- memfasilitasi aktivitas mobilisasi kamar mandi dan beraktivitas
dengan alat bantu secara mandiri
- menjelaskan tujuan dan prosedur A: masalah teratasi
mobilisasi
P: intervensi dihentikan
- membantu pasien melakukan
mobilisasi duduk ditempat tidur
dan berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda
29
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki dan tidak melihat jumlah mauoun
frekuensinya, keadaan ini dapat menyebabkan masalah fisik emosional, sosial
dan kebersihan
1.2 Saran
Bagi mahasiswa, diharapkan sebagai perawat nantinya bisa
mengaplikasikan ilmu ini atau menerapkannya dalam memberikan asuhan
keperawatan gerontik dengan baik dan benar.
30
DAFTAR PUSTAKA
31