Anda di halaman 1dari 312

PENYAKIT ALAT

KARDIOVASKULER
PENGELOMPOKAN PRAKTIS
PENYAKIT KARDIOVASKULER
SELAYANG PANDANG

1. F(x) utama Jantung  Keseimbangan Sirkulatoris (KS)


(Pertukaran Cairan,Elektrolit, O2, Nutrisi dan Metabolit)
2. Kegagalan memelihara KS = Gagal Sirkulatorik
3. GAGAL sirkulatorik Konsep Penyakit Jantung
4. Dikenal:
4.1. Gagal Jantung (Heart Failure ~cardiac instability)
4.2. Gagal periferi (Venous Return Failure)
PENGELOMPOKAN PRAKTIS
PENYAKIT KARDIOVASKULER

I. GANGGUAN KONDUKSI LISTRIK:

II. KARDIOMIOPATHI

III. MIOKARDIOPATHI

IV. KOMPLIKASI
I. GANGGUAN KONDUKSI LISTRIK JANTUNG:

≈ ARRHYTHMIA ( = ARITMIA ?)

KLASIFIKASI:

Supraventrikuler (+ Atrium):
Sinus rhythm Atrial tachycardia (TC)
Sinus arhythmia Supraventricular TC
Sinus Bradycardia Atrial Flutter
Sinus Tachycardia Atrial Fibrillation
Atrial Premature Complexes AV Junction Rhythm
Sinus Block and or Arrest
Ventricular Rhythm:
Ventricular escape (Rhythm) Ventricular TC
Ventricular Premature Cmplexes Ventricular Asystole
Ventricular Fibrillation Idioventricular TC
Gangguan konduksi:
Atrial Stillstand
AV Block I,II,III
Gangguan Rhythm dan Konduksi:
Ventricular Pre Excitation
Wolff – Parkinson- White Symdrome
II. KARDIOMIOPATHI (KM)

Prinsip Klinis :
1. Kerusakan Struktur dan Fungsional
2. Tidak termasuk: katub, vaskuler, pulmoner,
perikard, kongenital, sistemik
3. ada idiopathis/primer dan sekunder
4. KLASIFIKASI :
1. DILATATIO
2. HIPERTROFI
3. RESTRIKTIF
III. MIOKARDIOPATHI

Prinsip KLINIS :
1. Perubahan miokard yang INFEKTIF, TOKSIS, DEGENERATIF
2. Termasuk : Endokarditis Valvularis, Perikarditis & Effusio
Epikarditis
3. Tidak Termasuk : Endokarditis Bakteriel, Endokarditis Muralis
4. KLASIFIKASI :
PRIMER
SEKUNDER


KARDIOMIOPATHI
 Kardiomiopathi (CM) umumnya menyinggung
tentang “Penyakit Otot Jantung=Miokard”, baik
primer karena ototnya yang metabolically altered,
atau sekunder karena penyakit sistemiknya
 Myocardial failure dapat terjadi akibat peningkatan
kinerja otot disebut CM of overload
 Ada 3 bentuk
 Dilatatio (mostly in dogs)
 Hypertrofi (mostly in cats)
 Restriktif= intermediate
Dilatatio cordis (DCM) pada Anjing

 Kausa dan Predisposisi

Breed spesific DCM:


Idiopathik (mostly)
Defisiensi Carnitine
Keracunan Doxorubicin Dobermann Pincher
Iskhemia sistemik Boxer
Cocker Spaniel
Giant Breed dogs
Springer Spaniel
PATOGENESIS:

1. Diawali myocardial failure terjadi “systolic


dysfuntion syndrome”
2. Dilatasi, khususnya Dilatasi annulus katub AV
atau perubahan otot-2 papillaris, menyebabkan
insuffisensi katub (Bi dan Tri)
3. Insuffisensi , akibat dilatasi berlebihan
menyebabkan penurunan Diastolic Compliance
4. Ventricular tachycardia, Arrhythmia dan atrial
fibrillation menupakan simptom kardinal
5. ventricular arrhythmia Sudden death
6. Final: CHF dan aritmia permanen
GAMBARAN KLINIS:

 Kardinal: Ventricular tachycardia, Arrhythmia dan


atrial fibrillation
 Sudden death sering karena acute-severe
ventricular arrhythmia
 Simptom pernafasan:
takhipnoe/dispnoe/orthopnoe, batuk
 Umum: exercise intolerance, lethargia, lesu
 Syncope (hanya jika arrhythmia )
DIAGNOSIS:

 Anamnesis
 Gambaran klinis/PE : kardinal dan final
 EKG: murmur sistolik (Bi dan Tri)
 Radiografi: kardiomegali, edema Pulmonum dan
Liquidothoraks
 USG: “golden standard”  dilatasi lumen LV – RV
dan Atrium, dinding miokard menipis
 Lab: azotemia prerenal, alkalosis metabolik
(hipoK, hipoCl, hipoNa)
PROGNOSIS:

 When cardinal: Guarded with treatment


 Sudden death when ventricular arrhythmia
 CHF unresponsive to therapy  EUTHANASIA
THERAPI:

 Lihat topik CHF


HIPERTROFI CORDIS PADA KUCING
 Kausa Dan Predisposisi

Genetic basis:
Unknown:
Persia
Maine coon
idiopathik
Ragdoll
Akromegali
Hipertensi
Urban cats
Hipertiroid
Defisiensi taurine (+/-)
Old cats (6-9)
PATOGENESIS:

1. Secara massa, hipertrofi otot papillaris


memenuhi LV, menyebabkan end diastolic
volume (EDV) LV menurun
2. LDV-LV ↓  pengisian LV dengan Atrial
Pressure tinggi  lead to ↑ pulmonary venous
pressure (PVP)
3. PVP ↑ pulmonary edema
4. Altered papillary muscle support Mitral
Regurgitation (MR)  shortens Ventricular
Filling
5. Promotes myocardial ischemia
GAMBARAN KLINIS
1. Asymptomatic
2. Non spesific signs: anorexia, depression,
inactivity/reluctance to move, vomit
3. Brief: respiratory distress, thromboemboli rear
limbs/posterior (kadang forelimbs)
4. Final: CHF
DIAGNOSIS:

1. Anamnesis: tanda-2 non spesifik


2. Gambaran Klinis
3. Radiografi: concentric LV Hypertrophy, apex shifting
to the midline, double apexes, L-CHF
4. EKG: sinus tachycardia/rhythm, Left Atrial
Enlargment (P wave elevate and elongate)
5. USG: wall thickness ↑,left atrial size ↑, ventricular
shortening fraction, pericardial effusion (common),
valvular regurgitation
6. Lab: variable; prerenal Azotemia, GOT + GPT + CK ↑,
DIC (rare, only when thrombosis/paralysis )
PROGNOSIS:

1. Asymptomatic  lifelong (guarded)


2. Progressive LA dilattion to CHF is poor
THERAPY:

1. Beta-blockers
2. Diltiazem
3. Furosemid
4. ACE-Inhibitor
5. Nitroglyserin
6. Digoxin
7. Anticoagulant drug
GAGAL JANTUNG
PEMBENDUNGAN (CHF)

Deskripsi klinis:
Akkumulasi cairan didalam jaringan
disertai peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler dan tekanan diastolik intra atrial
dan ventrikuler
ANAMNESIS

 Syncope/lethargia
 lemah/ Stamina menurun
 Dyspnea/bersin/batuk/Orthopnea
 Pembesaran Abdominal (ascites dan atau
Hepatomegali/Splenomegali)
Lihat lampiran
Anamnesis (1)

ANAMNESIS (lanjutan)

 SISI PEMILIK HEWAN:


 Apakah CHF suatu penyimpangan yang FATAL?
 Berapa lama lagi mereka (bertahan) hidup?
 Menderitakah?
 Bagaimana mengetahui jika menderita
 Perlukah Euthanasia? Bagaimana memberitahu
Owner?
KAUSA

 Abnormalitas terletak di:

 Sistim konduksi jantung (brady-/tachycardia)


 Sistim katub (valvulus stenosis, valvular
insufficiency)
 Preload tak memadai (blood loss, peripheral
vasodilation, pericardial effusion, pulmonary artery
hypertension)
KAUSA (LANJUTAN)

 Pada otot jantung ( otot jantung melemah: taurin


defisiency, idiophatic, tachycardia induced; impaired
distensibility: concentric hypertrophy, myocardial
infiltrate; infection: bacterial, viral, protozoal,
rickettsial fungal; shunting: left to right shunt, right
to left shunt)
PATOFISIOLOGI

 CHF adalah keadaan (state) dimana jantung GAGAL


memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Berarti
CO tak memadai untuk kebutuhan jaringan =
HIPOPERFUSI.
 Hanya terjadi ketika ada tekanan ventrikuler kiri
meningkat di akhir diastoli
PATOFISIOLOGI (lanjutan)

 Ada 2 kejadian CHF: a) relative CHF dimana CO


normal namun kebutuhan jaringan meningkat,
misalkan pada hyperthyroidismus dan anemia; b)
absolute CHF: true patofisiologi
PATOFISIOLOGI (lanjutan)
 Peningkatan tekanan ventrikuler kiri menghasilkan
pulmonary edema
 CHF bukan Heart Disease. Contoh HD adalah Murmur
 Banyak bentuk HD tidak memerlukan Terapi
 SEMUA CHF MEMERLUKAN INTERVENSI TERAPI
PATOFISIOLOGI (lanjutan)
 Ada 3 fase:
 Fase kecederaan
 Fase kompensasi
 Fase dekompensasi/congestif
PATOFISIOLOGI (lanjutan)

Fase Fase
Fase kompensasi
kecederaan dekompensasi

Frank Starling-
Myocardial failure
Mechanism Circulus
Valvular
RAAS
insufficiency vitiosus
SNS Activation
Excessive afterload
Myocardial -
Inadequate preload
hypertrophy
Diastolic
dysfunction
A
State
Kaskade RAAS

 hati Reabsorbsi
ginjal Natriun & air
pro- renin Volume darah
angiotensi naik
nogen

angiotensinogen
aldosteron

Vasokon
Angiotensin l -striksi
adrenal
ACE

Angiotensin ll & lll


Kaskade Sympathetic Nervous Systems
(SNS)
Pdrh drop baroreceptor Vasomotor centre

Peningkatan tonus sysmpathetik

vasokonstriksi perifer Reseptor

Kekuatan kontraksi Heart rate

Peningkatan Pdrh Peniongkatan CO


Tanda klinis

TANDA-TANDA KLINIS

 Capillary Refill Time (CRT) lamban (> than 2 sec)


 Membrana mukosa pucat atau sianotik
 Membrana mukosa kering atau tacky (= Lekat)
 Suhu rektal subnormal, ekstrimitas dingin
 Distensi Jugular vein
 Dyspnea, batuk, suara paru-2 harsh (keras),
mendesah (wheeze), auscultasi gemericik
 Palpasi precordial: teraba
Tanda klinis

TANDA-TANDA KLINIS (lanjutan)


 Hepatomegaly dan atau splenomegaly
 Effusio Abdominal (Ascites)
 Edema subcutanea
 Pulsus arteri femoralis lemah
 Pulse defisit
 Muffled heart sound, gallop rhythms, heart murmurs
atau arrhythmias
Tanda klinis

TANDA-TANDA KLINIS (lanjutan)

 PULSE DEFICITS berarti rataan pulsus lebih rendah


dari HR
 HEPATO-JUGULAR REFLUX RESPONSE berarti uji
adanya jugular distention atau jugular pulsations
ketika regio kranial abdomen kearah ventrodorsal
ditekan
Diagnosis 1

DIAGNOSIS
 Palpasi
 Auskultasi
 Radiografi thoraks
 Elektrokardiografi (EKG)
 Blood work
 Echokardigrafi (USG)
 Other invasive, sophisticated test
Diagnosis 2

DIAGNOSIS (lanjutan)
1. Palpasi

 BY CARDIAC PALPATION:
 sensasi getar teraba (ada turbulensi cairan dalam
 dysrhythmia ,
 kardiomegaly
 Lokasi Apex beat (left, or shift to right)
Diagnosis 3

DIAGNOSIS (lanjutan)
2. Auscultasi
 BY AUSCULTATION:
 Heart rate: brady, tachy, normal,
 Rhythm: dibedakan dari respiratory arrhythmias,
 Membedakan muffled atau tiadanya heart sound
 Membedakan extra sounds: murmurs, gallop
sounds (S3 or S4) , systolic clicks split heart sound
(S1 or S2)
Diagnosis 4

DIAGNOSIS (lanjutan)
3. Radiografi Thoraks
 CANNOT detect reduction of CO
 Memberikan gambaran kongesti paru-2
 Memberikan gambaran distensi pulmoner
 Gambaran radiografis: vena-2 mengendur, interstitial
edema paru-2 (clouding/silhuette) , alveolar edema
 Lokasi edema: a) DOG  area perihilar kaudodorsal b)
CAT  bervariasi, patchy dan irregular
 Air Bronchogram
 Detil jantung: a) pembesaran lumen, b) pembesaran
buluh darah besar, c) heartworm disease, d) pleural
effusion atau pericardial effusion
Diagnosis 5

DIAGNOSIS (lanjutan)
4. Elektrokardiografi
 pada banyak kasus, EKG CHF NORMAL
 Berdasar distribusi purkinje system, anjing dan
kucing (and human) digolongkan CLASS II with
minimal branching of purkinje fibers
 Dapat juga memberikan gambaran:
 electrolyte imbalance
 myocardial ischemia/hypoxemia
 drug intoxication
 thoracic effusion
 pericardial effusion
Diagnosis 6

DIAGNOSIS (lanjutan)
5. blood work

 TIDAK ADA blood test yang definitely menentukan adanya


CHF
 Bio-markers (hormon and enzymes) sangat membantu
diagnosis CHF:
 Reduce GFR  increase BUN/Creatinine,

 reduce serum sodium,

 Elevate lactate levels

 Depress venous oxygen tension (venous p02) level

 Elevation in muscle enzyme : CPK, SGOT, LDH


Diagnosis 7

DIAGNOSIS (lanjutan)
5. blood work ...

 Elevation in Circulating Cardiac Troponin l (cTn l)


due to myocyte injury
 Elevation in plasma norepinephrine in all cases of
HF  prognostic value
 Elevation in plasma Aldosteron and Angiotensin
ll
 Elevation in ANP (atrial Natriuretic Peptide) and
BNP (brain Natriuretic Peptide)
Diagnosis 8

DIAGNOSIS (lanjutan)
6. echocardiography

 Perubahan dimensi lumen dan penebalan dinding


 Chronic valvular disease
 DCM
 HCM
 Pericardial Disease
 Bacterial Endocarditis
 Cardiac tumors
 Diastolic disorder of myocardial function
 Special: Doppler Echo for abnormal blood flow
pattern

Diagnosis 9

DIAGNOSIS (lanjutan)
7. Non invasive Moderate supports:

 Ketidakseimbangan elektrolit
 Ketidakseimbangan asam-basa
 Ketidakseimbangan hormon tiroid
 Agen imfeksius termasuk Cacing jantung
 Serum taurine/carnitine
 Assay untuk lyme’s disease
PROGNOSTIC VALUES
Kompensasi bagi circulatory failure:
 Disebut FAILURE atas alasan 2 hal:
 Kegagalan sirkulatorik akibat kekurangan volume
sirkulatori oleh sebab HILANG DARAH atau
kejadian SYOK
 Suatu kegagalan karena satu bagian jantung gagal
memenuhi CO Akibat Heart Disease
 In both cases BP falls
Prognostic values (1)

PROGNOSTIC VALUES (lanjutan)


 Respon atas circulatory system ketika ada SYOK
adalah:
 Activasi sympathetic nervous system (peningkatan
HR meningkatkan CO, meningkatkan
contractility meningkatkan SV, meningkatkan
arterial vasomotor tone BP kembali normal,
peningkatan venomotor tone increase preload)
 Activasi RAAS, menghasilkan angiotensin II dan
aldosteron
 Meningkatkan rasa haus  meningkatkan preload
Prognostic values (2)

PROGNOSTIC VALUE (lanjutan)

 Aktivasi berkelanjutan atas sympathetic nervous


system akan memburuk karena:
 Pengkatan HR sebabkan peningkatan MVO2
menurunkan waktu pengisian vventrikuler
(diastole) dan waktu time bagi perfusi koroner
 Peningkatan kontraktiliti meningkatan MVO2

Guard to Doubt
THERAPI

 TUJUAN
 Reverse the cause of CHF
 Identify and correct any precipitating cause of CHF
 Extend the quality of life (reduce the risk of morbid
events)
 Extend survivals
Therapi ...2
 There are TWO (2) APPROACHES to management:
 Modify vascular volume
 Apply therapies to improve hemodynamic
performance ( ABC-Staging)
Therapi ...3

 MODIFY VASCULAR VOLUME


 The classes of drug used to treat CHF:
 Diuretics

 Vasodilators

 ACE inhibitors

 Positive inotropes

 Negative chronotropes

 Antiarrhythmias

 Beta blockers Lihat lampiran


Therapi ...4

 Calcium channel blockers


 Aldosteron receptor blockers
 Angiotensin ll receptor blockers
 ANP antagonist inhibitors
 Anti cytokine therapy

Lihat lampiran
 APPLY THERAPIES TO IMPROVE HEMODYNAMIC
PERFORMANCE ( ABC-STAGING)
 Stage A  berisiko, tanpa terapi kecuali hipertensi

 Stage B  ada penyakit jantung, tanpa simptom

 Inisiasikan (selected): Ace inhibitor, Pimobendan,


digitalisasi, beta blockers
 Stage C  mild to severe CHF

 all possible in Modify Vascular Volume

 Stage D  for refractory, chronic CHF

 Repeated centesis, diuretics, low Na intake


Therapi 5

Therapi ...5
 Nutritional Management:

ACT with SPEED

Lihat lampiran
DEFINISI:

kegagalan jantung (kiri) untuk


memacu darah pada tingkat cukup
(sufficient) bagi kebutuhan
metabolisme sistemik atau kegagalan
jantung (kanan) untuk mencegah
penimbunan darah dalam sirkulasi
p u l m o n e r
 STANDPOINT 3:

GAGAL JANTUNG PEMBENDUNGAN


(=CHF) bukan suatu DIAGNOSIS
melainkan SINDROM KLINIS
KAUSA:
Kegagalan otot-otot :
DCM idiopathis, kardiotoksisitas doxorubicin
Tekanan berlebih :
Hipertensi, Stenosis subaorta,
Volume berlebih :
Endokardiosis mitralis, displasia mitralis
Hambatan pengisian :
tamponade jantung, HCM, Perikarditis,tumor atrium kiri,
tromboemboli pulmoner, Gangguan ritmus: bradikardia (AV-
block), Takhikardia
ANAMNESIS:

Lethargia, exercise intolerance, weakness, Batuk


(anjing)
PATOGENESIS 1:

DEFEK INTRINSIK menurunkan keseimbangan


sirkulatorik dan terjadi Pembendungan Sirkit
Venosa yang diTANDAI:
Dilatasi Pb Darah,
Edema Pulmonum dan Perifer,
Pembesaran Hati dan
Peningkatan HR
PATOGENESIS 2

KEGAGALAN OTOT-OTOT jantung untuk memompa


akan menyebabkan tekanan berlebihan kepada otot-
otot tersebut dan berakibat pada volume berlebih
didalam lumen atrium dan ventrikel. Hal ini akan
semakin mengurangi daya kontraksi dan berakhir
dengan kegagalan ritmus
CHF dapat :
KIRI saja,
KANAN saja atau
KIRI & KANAN
(Pada kenyataan dalam Praktek sering
ditemukan CHF Kiri dan Kanan)
KIRI 
Gagal mencukupi sirkulasi dan laju perfusi
metabolisme pada sistim vena pulmoner
(Contoh:Regurgitasi Katub Mitralis)

KANAN
Gagal mencukupi sirkulasi dan laju perfusi
metabolisme sistim vena sistemik
(Contoh: Pembendungan Vena Cava)
MEKANISME KEJADIAN EDEMA PADA
CHF:

1. Stimulasi symphatoadrenal merupakan mekanisme


primer pengaturan workload jantung sehat
2. HF menurunkan SV dan CO
3. P Drh intra renal ↓↓  RAS aktif  efek karambol:
3.1. Aldosteron ↑↑  Reabs Na & Cl
3.2. vasokonstriksi ↑↑  GFR↓↓
 Plasma Vol ↑↑
3.2.1. P Oncotik ↓↓ Edema
3.2.2. P Hdr↑↑
PERBANDINGAN KAUSA L - DAN R - CHF

kausa L - CHF R - CHF


Gagal memompa Idiopathic D CM Idiopathic D CM
Trypanosoma Trypanosoma
Keracunan Doxorubisin Keracunan Doxorubisin
Hipotiroid

Tekanan Stenosis Subaorta Heart Worm Infection


Berlebihan Hipertensi Sistemik Obstruksi Paru Kronis
Tumor Jantung Kiri Stenosis Paru
Tumor Jantung Kanan
Hipertensi Pulmoner
Primer
Kelebihan Volume Endokardosis Katub
Mitralis -
Displasia KatubMitralis -
PERBANDINGAN L DAN R CHF (Lanjutan 2)

Kausa L CHF R CHF


Impediment Effusio Perikard-tamponade Effusio Perikard-Tamponade
Pengisian Perikarditis Restriktif Perikarditif Restriktif
R CM Caval Syndrome
H CM Stenosis Trikuspidalis
Tromboemboli pulmoner
Massa dia Atrium Kiri

Gangguan Rhythm Bradycardia – AV Block Bradycardia – AV Block


Tachycardia (Atrial Tachyarrhythmia
Fibrillation, Atrial Tachycardia, (Supraventricular)
Ventricular Tachycardia
GAMBARAN KLINIS:

CHF merupakan komplikasi.


Bervariasi tergantung kepada penyakit yang mendahuluinya:
1. lethargi
2. Kelemahan
3. Exercise intolerance
4. Batuk (pada anjing nyata)
5. pembendungan vena-vena perifer
6. edema ventral (CHF-R), Edema pulmonum (L)
DIAGNOSIS:

Anamnesis
1. Gambaran klinis
2. Radiografi X ray:
2.1. pembesaran silhuette jantung  double apex
2.2. Cor pulmonale + edema ventrl  CHF-R
2.3. edema pulmonun  CHF-L
3. USG
retrograde mediocanial (DV):
perluasan lumen atrium/ventrikel (R/L)
turbulensi aliran darah
PROGNOSIS:

CHF adalah komplikasi, dikembalikan kepada


penyebab dasarnya
Koreksi ECR terjadi  doubt s/d baik
Stabilitas jantung terpelihara  good
THERAPI:

1. Diuretik
2. Diet rendah garam Kurangi preload
3. Venodilator  dopamin
4. Digitalisasi inotrop positif
5. Epinefrine
6. ACE inhibitor
7. Beta (adrenergic receptor) blocker
8. Ancillary
Furosemid = 1-4 mg/kgbb
Dopamin = 3-10 mcg/kgbb
Epinefrin = 5 mcg/kgbb (resusitasi)
Captopril = 2 mg/kgbb
Propanolol = o,1 – 0,2 mg/kgbb
Teofillin = 10 mg/kgbb
Digoxin = 0.005-0,010 mg/kgbb, 2x/d for dog, 1x /d for cat
 end
SISTIM PENCERNAAN PADA R
E
RUMINANSIA T
N
O

W
U
L
A
N
S
A
R
I
PEMERIKSAAN KHUSUS ALAT PENCERNAAN
DAN ABDOMEN PADA RUMINANSIA

a. Riwayat /Anamnesis:
Riwayat lengkap , sedetail mungkin  meliputi : stadium siklus
kebuntingan, laktasi, hari sejak partus, produksi, sifat diet,
kecepatan serangan dan lamanya sakit

b. Keadaan systemik, habitus dan nafsu makan.


Tanda penting  menunjukkan keparahan penyakit dan
memberi kesan  bersifat akut, sub akut atau khronis.
c. Inspeksi Visual Abdomen
Bentuk luar dan bayangan abdomen

 diperiksa dari belakang dan masing-masing wilayah lateral dari


sudut miring.

 Pemeriksaan bentuk luar  membantu dalam menentukan


penyebab distensi abdominal. Distensi abdominal dapat unilateral,
bilateral, simetris atau asimetris, lebih menonjol pada separuh atas
atau separuh bawah.
d. Abdomen kiri dan Rumen

1. Inspeksi Visual dan Palpasi


Siklus kontraksi primer dan sekunder dari motilitas rumen
ditentukan dengan auskultasi , palpasi fossa paralumbar kiri dan
daerah abdomen lateral kiri secara simultan.

2. Auskultasi Rumen dan Flank kiri:

- Siklus Primer : berulang setiap menit ,


kontraksi difasik pada retikulum kontraksi monofasik pada
kantung dorsal rumen  kontraksi pada ventral kantung rumen.
- Siklus Sekunder : yang terjadi pada interval sekitar 2 menit,
terbatas pada rumen
 kontraksi kantung dorsal diikuti dengan kontraksi kantung
ventral  isi cairan yang terbentuk dari kantung dorsal
dipaksa ke ventral dan lapisan gas menjadi dipaksa ke cranial
pada wilayah cardia dimana eruktasi berlangsung

e. Abdomen Kanan

Bentuk luar flank kanan


inspeksi visual
distensi yang dapat (viscus diisi oleh cairan, gas, bahan
makanan, ascites atau uterus bunting. )
distensi parah pada rumen, kantung ventral separuh bawah flank
kanan juga distensi.
Kombinasi palpasi dalam , ballottement dan secara simultan
perkusi dan auskultasi serta menggoyangkan hewan,
 mendeteksi adanya organ viscera yang distensi dengan gas dan/
atau cairan atau bahan makanan

f. Pemeriksaan isi rumen


 menentukan diagnosa  penyakit rumen.
 Warna tergantung pada makanan sampai pada batasan yang
luas  hijau, hijau pucat atau coklat-hijau.
Pada pangonan  sangat hijau,
akar sisa panen  cenderung abu-abu
 silage atau jerami  kuning kecoklatan.
terlalu banyak biji-bijian  isi rumen dapat abu-abu susu
rumen tertahan pada waktu yang lama dan dimana pembusukan
terjadi dalam rumen  hitam-kehijauan.

Konsistensi isi rumen secara normal agak lengket, dan isi rumen
yang berair menunjukkan bakteri dan protozoa inaktif. Busa yang
berlebihan berhubungan dengan tympani berbusa  akibat tympani
rumen primer atau indigesti vagus
Bau dari isi rumen secara normal  aromatis, dan walaupun sesuatu
yang tajam, pada hidung tidak dapat objektif.
Pembusukan protein  bau apak, busuk
pembentukan asam laktat berlebihan disebabkan oleh karena biji-
bijian atau distensi karena karbohidrat  secara intensif bau asam

PH rumen :
- Jenis makanan dan interval waktu antara makanan terakhir dan
pengambilan sampel untuk pemeriksaan pH.(normal antara 6,2 – 7.3.)
- pH yang tinggi (8 – 10 )  pembusukan protein terjadi dalam
rumen atau jika sampel tercampur dengan saliva.
- pH rendah ( 4 – 5 )  setelah makan karbohidrat, secara umum nilai
pH dibawah 5 menunjukkan distensi karbohidrat
G. Explorasi Rectal pada abdomen
Suatu abnormalitas spesifik dari alat pencernaan  dipalpasi
pada pemeriksaan rectal

h. Pemeriksaan feses secara luas


Penampilan umum feses sapi
 indikator dari penyakit alat pencernaan
 petunjuk yang bernilai untuk diferensial diagnosa penyakit
kapanpun.

Jumlah feses Konsistensi feses


Warna feses Derajat Kerapuhan feses
Bau dari feses
Senyawa lain dalam feses:
- Mucus  pe↑an waktu transit bhn mak.dlm usus besar
- Fibrin  enteritis fibrinosa
-Darah  perdrhan abomasum, usus halus(feses merah gelap),
usus besar (merah segar)

Mendeteksi Nyeri abdominal


- Uji tinju tekan dengan tinju pada proc. xyphoideus ngorok (+)
- Uji Alu  tekan dengan menggunakan kayu pada proc.
xyphoideus  ngorok (+)
MANIFESTASI DISFUNGSI
SALURAN PENCERNAAN

a. Gangguan prehensi, mastikasi dan menelan


b. Diarrhea dan konstipasi
c. Vomitus/muntah
d. Perdarahan saluran pencernaan
e. Nyeri abdominal
f. Tenesmus
g. Syok dan dehidrasi
h. Distensi abdominal
i. Gangguan nutrisi
GEJALA UMUM GANGGUAN
PENCERNAAN

- Tidak nafsu makan  anoreksia, gagal regurgitasi

- Distensi abdominal asimetris/simetris


- Abdomen cekung/kosong
- Rumen abnormal  lunak/berisi gas/ tidak terpalpasi
- Atoni ruminal
- Nyeri abdominal
- Feses abnormal
- Suhu, Freq.napas dan pulsus  bervariasi
- Penurunan regurgitasi bahan makanan
PRINSIP PENGOBATAN PENYAKIT
SALURAN PENCERNAAN

a. Memperbaiki gangguan peristaltik


b. Memperbaiki cairan dan elektrolit
c. Memperbaiki distensi /pemuaian
d. Memperbaiki mikroflora rumen dan pH isi rumen
e. Menghilangkan rasa sakit
f. Menghilangkan tenesmus
PENYAKIT PADA RUMEN,
RETIKULUM DAN OMASSUM

A. INDIGESTI SEDERHANA
a.Definisi:
Gangguan ringan fungsi saluran pencernaan ruminant  akibat
atoni lambung (makanan sulit dicerna)
b. Etiologi:
- Faktor diet yang merubah lingkungan ruminal
- Faktor kualitas dan kuantitas makanan  Abnormalitas diet
* Protein rendah * Berjamur * Terlalu panas
* Beku * Biji-bijian * Makanan sulit dicerna

* Konsentrat berlebihan * Benda asing/placenta


* Antibiotika/sulfonamid yang terlalu panjang
c. Patogenesis:
*) Proses pembusukan berlebihan bahan makanan 
Perubahan pH tiba-tiba  Mempengaruhi gerakan rumen
 Atoni rumen
Penimbunan makanan yang tidak dapat dicerna secara fisik
mengganggu aktivitas rumen

*) Proses pembusukan rumen  Amida dan amin beracun


 Atoni rumen
d. Gejala Klinis

- Penurunan nafsu makan  Penurunan produksi susu


- Depresi ringan dan lesu
- Ruminasi terhenti/ pergerakan rumen terhenti
- Rumen lebih besar dari normal
- Tympani ringan
- Jumlah feses berkurang (lebih kering dari normal) 
24/48 jam kemudian  Diarrhea  Feses sangat halus
jumlahnya sangat banyak dan berbau tidak enak
- P, R, To  N
- Nyeri Pada palpasi abdominal  (-)
e. Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis

f. Differensial diagnosa
- Semua penyakit lambung bagian depan
- Acetonemia
- Retikulitis traumatika
- Konsumsi karbohidrat yang berlebihan
- Dislokasi abomasum kearah kiri
- Stadium awal hypocalsemia
- Allergi dan reaksi anafilaksis
- Dilatasi abomasum
- Indigesti vagus
g. Pengobatan

- Secara symtomatis terutama untuk memperbaiki atoni rumen


dan memperbaiki faktor diet

- Tartar emetik ( 10 – 12 g)
- Stimulan parasympatomimetik
- Carbamyl
- cholin chlorida -Neostigmin
- Physostigmin
(2.5 mg/45kgBB)
- Laxansia
- Magnesium sulfat (0.1 – 1 kg/hwn dewasa)

- Pencucian lambung dengan larutan salin


B. INDIGESTI pada PEDET AKIBAT PENGGANTIAN SUSU

Indigesti akibat minuman ruminal  anak sapi

a. Etiologi :

- Penutupan yang tidak cukup pada sulcus reticuler saat minum susu 
susu masuk  rumen dalam jumlah besar (harusnya masuk
abomasum).

- PH rumen menurun  konsentrasi asam laktat tiba-tiba meningkat

 hiperkeratosis ruminal (hipertrofi lapisan tanduk), atrofi villi (bag.


Prox. Jejenum) disertai pengurangan aktivitas enzym permukaan ).
b. Gejala klinis :

- Suhu, frek. Jantung dan napas  normal

- Abdominal  membesar  ½ abdominal ventral Kiri

- Uji Ballotement  sisi kiri abdomen  suara spt percikan air

- Auskultasi fossa paralumbar  saat minum suara percikan air keras

- Sejumlah besar volume cairan rumen  berbau /asam


berwarna putih abu-abu dapat disedot dari rumen

-Pemeriksaan isi rumen setelah anak sapi minum susu  bekuan kasein

- Pemeriksaan X-ray  air susu yang ditelan  masuk rumen, retikulum


 bergerak lambat ke abomasum

- Hewan yang terkena tetap tumbuh lambat selama tetap minum susu
c. Terapi dan Pencegahan :

- Penyapihan  ganti dengan hay dan konsentrat

Pergerakan rumen melalui refleks eruktasi dan ruminasi 


memperbaiki kondisi (dalam wktu 1 – 2 mg)

- Pemberian colostrum pada pedet baru lahir  gunakan


esofageal feeder

- Hewan yang terkena  induksi  mengisapkan tangan


peternak pada pedet
C. TYMPANI RUMEN

a. Definisi :
Pemuaian (distensi) abnormal dari rumen dan retikulum
karena adanya retensi gas hasil fermentasi secara
berlebihan

b. Etiologi :
- Tympani ruminal primer (gelembung busa)
 Makanan :
(pangonan --> kacang-kacangan
kereman --> biji-bijian)
- Tympani ruminal sekunder (gelembung gas bebas)
 Obstruksi esofagus

c. Predisposisi :
- Protein yang larut pada daun kacang-kacangan, saponin,
hemicellulosa merupakan bahan pembentuk busa primer 
membentuk makromolekular sekeliling gelembung gas rumen
 sangat stabil pada pH 6
- Mucin Salivary  anti pembentuk busa
dengan adanya air yang tinggi pada rumput  produksi
saliva berkurang
d. Patogenesis :

Secara normal, gelembung gas diproduksi oleh timbunan


cairan rumen, yang terpisah dari isi rumen
 Akan membentuk kantung gas bebas diatas level ingesta
 kemudian hilang oleh eruktasi
Eruktasi  merupakan tonus normal serta gerakan
otot rumen dan retikulum

Tympani busa  Gelembung gas tetap


menyebar pada seluruh isi
rumen

Tympani gas bebas  Timbunan gas terpisah dari cairan


rumen tetapi hewan tidak dapat
eruktasi
Cattle Digestive System
Produksi dan Pengeluaran Gas (Normal)
Timpani primer

•Daun kacang -kacangan lebih cepat dicerna dibandingkan rumput non


pembentuk gelembung oleh m.o di rumen ruptur sel mesofil daun 
melepas partikel chloroplast

•Partikel ini  mudah dikolonisasi oleh m.o rumen  gelembung gas


terperangkap diantara partikel mencegah pengaliran cairan rumen
diantara gelembung  mencegah penggabungan gelembung

•Busa pada sapi kereman  viscositas cairan ruminal ↑


Karena adanya produk bahan kental (yang tidak terlarut) oleh
bakteri ttt yang berploriferasi (karena diet KH tinggi)

• bahan kental  akan memerangkap gas hasil fermentasi


• isi rumen mengandung zat pembentuk busa

• pH rumen sesuai untuk pertumbuhan kuman mucolitik yang


mampu menghancurkan mucin saliva

• Produk saliva terlalu sedikit dapat terjadi :


 karena makanan tidak menggertak produksi saliva
 gangguan kelenjar saliva.

• Stadium awal terjadi hiperperistaltik  gas yang terbentuk


bercampur dengan isi rumen  campuran berbusa 
penyumbatan cardia menghambat refleks eruktasi dan vomitus
Timpani sekunder:

- Obstruksi esofagus  tidak terjadi eruktasi, akibat adanya:


- benda asing
- stenosis esofagus
- tekanan akibat pembesaran diluar esofagus 
limphadenitis tuberculosis (ln.bronchial)
Bovine viral leucosis (obstruksi cardia dari dalam)

- Gangguan fungsi sulcus esofagus (indigesti vagus, hernia


diafragmatika)
- Spasmus esofagus (mis. Pada tetanus; infeksi jamur Rhizoctonia l
leguminicola)

- Gangguan syaraf yang bertanggung jawab untuk mempertahankan


refleks eruktasi (n.vagus)

- Perubahan tiba-tiba pH rumen karena keasaman ataupun alkalis


 atoni rumen (timpani ringan)

- Hipokalsemia  atoni rumen


e. Gejala klinis :

- Kematian mendadak  Sering pada Sapi feedlot/kering


kandang
- Distensi nyata rumen  Flank sebelah kiri atas/tegang

- Garis fossa paralumbar Menonjol diatas columna


vertebralis

- Hewan berhenti merumput

- Gelisah  bangun ,berbaring ,menendang perut


Berguling-guling

- Sering defikasi/urinasi
-Dyspnoe, nafas dengan mulut terbuka, lidah menjulur
keluar,salivasi, kepala/leher diregangkan kedepan

- Pada perkusi terdengar suara tympanis


Bila dilakukan trokarisasi atau sonde lambung  jumlah
gas yang dapat dikeluarkan sedikit trokar/sonde
lambung tersumbat isi rumen

- jika timpani berlanjut/memburuk > koma, mati


kematian dapat  1 jam setelah merumput,
sering  3 - 4 jam setelah gejala klinis muncul.

- Pada timpani sekunder gas bebas tersumbat pada


bagian atas isi rumen dan cairan
- Murmur sistolik  penyimpangan basis jantung oleh
pergeseran diafragma kedepan.
Tingkat Keparahan “bloat”
A – ringan, B - sedang, C – berat/parah
Isi rumen Isi rumen
lembut kasar
f. Diagnosis
lihat gejala klinis
g. Differensial diagnosa
Bedakan antara tympani primer dan sekunder

h. Terapi :  gunakan Stomach tube

- Taruh sepotong kayu pada mulut hewan


Bagian muka lebih tinggi ,lilitkan sabun pada lidah
- Hewan dipindahkan dari pangonan sumber tympani
- Kasus berat  Rumenotomi  Trocarisasi
Standard size stomach tube (inside diameter 1.5 - 2
cm x 2 m)

Frick speculum - used to pass a stomach tube through the oral cavity, speculum
prevents the animal from chewing the tube
Position of stomach tube
used with a Frick speculum
through the oral passage into the rumen
Standard trocar (inserted into cannula)

Standard trocar and cannula shown separately


Insertion point for trocar and cannula
- dotted triangle is the left paralumber fossa,
where the hollow of the flank is found in a normal cow
D. RETICULITIS TRAUMATIKA

a. Definisi :
Perforasi dinding retikulum oleh benda asing
tajam menghasilkan awal dari peritonitis lokal akut :
- Menyebar  peritonitis difusa akut

- Terlokalisir  kerusakan berikutnya


termasuk indigesti vagus dan
hernia diapragmatika

b. Etiologi
Termakannya benda asing seperti paku, kawat pengikat
rumput, yang tercampur dalam makanan dan potongan
pagar yang terlewat dalam penghancur makanan
(dedak)
C. Patogenesis

Kurangnya kemampuan untuk membedakan benda asing


per oral pada sapi menyebabkan ingesti benda asing

 Didalam retikulum benda asing dapat tinggal tanpa


menimbulkan suatu kerusakan

struktur mukosa retikulum yang menyerupai jala 


mempermudah terjadinya fiksasi benda-benda asing tersebut ,
 kontraksi yang hebat dari retikulum akan menekan objek
tajam melalui dinding retikulum
 -Jika benda asing bertaut pada retikulum tanpa penetrasi
permukaan serosa biasanya tidak menimbulkan gejala klinis
-Benda asing tsb akan tetap tertahan pada tmpt tsb untuk
periode waktu lama dan perlahan-lahan akan rusak

 Jika terjadi penetrasi dinding retikulum dapat menyebabkan


terjadinya nekrosa disekitar objek yang penetrasi dan dapat
terjadi peritonitis akut lokal
d. Gejala Klinis
1. Peritonitis lokal akut :
- anoreksia kompleks dengan penurunan yang tajam dari
produksi susu
- sakit abdominal subakut
- hewan enggan untuk bergerak dan sangat lamban
- Pada saat berjalan menu run akan disertai dengan erangan
(ngorok)

- lebih suka berdiri dan bila hendak berbaring sangat hati-hati

- kiposis
- otot-otot bagian abdomen menegang
- kesakitan pada saat defikasi dan urinasi
2.Peritonitis lokal kronis

- Rasa sakit menjadi tidak nyata walaupun langkah dapat


lambat dan hati-hati,
- Selalu merintih selama ruminasi, defikasi dan urinasi.
- Ruminasi tertekan,
- Dapat terjadi tympani ringan kronis walaupun pergerakan
ruminal biasanya normal
- Feses keras dan kering

- Jumlah cairan peritoneal biasanya meningkat


3. Peritonitis diffusa Akut
- Toxemia yang menonjol dalam 1 – 2 hari dari serangan
peritonitis lokal.

- Pergerakan saluran pencernaan terhenti seluruhnya

- Terdapat depresi parah,


- Rasa sakit dapat didiagnosa dengan palpasi dimanapun
diatas ventral dinding abdomen.

- Kolaps akut atau kegagalan sirkulasi perifer

- Berbaring, coma
e. Diagnosa
Berdasarkan gejala klinis :
- Serangan tiba-tiba
- Rintihan rasa rasit
- Stasis rumen
- anoreksia
- produksi susu  sangat turun
- palpasi profundal ventral abdomen  sakit
- Demam  sedikit tapi nyata
- Hemogram  leukositosis  left  shift
- Sampel peritoneal  peradangan
f. Differential Diagnosa
- ‘ephemeral fever’
- ketosis,

- obstruksi intestinal akut

- indigesti simple

- dislokasi atau torsio abomasum

- indigesti karbohidrat akut


- metritis akut dan pyelonefritis
g. Penanganan dan Pengobatan

- Penanganan konservatif dengan atau tanpa magnet

- Prasarat bedah (Rumenotomi)

Penanganan konservatif :

- Immobilisasi hewan  diikat pada tiang penyangga (10 – 14 hari).


- Kaki depan lebih tinggi 25 cm
- Serat kasar dikurangi sampai setengah dari yang biasa diberikan
- Immobilisasi  mempermudah adhesi tenunan  logam lebih
mudah disingkirkan

- Pemberian antibiotika berspektrum luas 3 – 5 hari


PENYAKIT ABOMASUM

Merupakan Penyakit yang berkaitan dengan kegagalan/


gangguan metabolik, stres laktasi dan gangguan nutrisi.

Terdiri dari : - Dislokasi abomasum pada sisi kanan (RDA)


- Dislokasi abomasum pada sisi kiri (LDA),
- Torsio abomasum,
- Ulcus abomasum,
- Impaksi makanan pada abomasum
1. IMPAKSI ABOMASUM
Impaksi abomasum dapat terjadi akibat diet serat kasar
yang berkualitas buruk.

Etiologi :
- Konsumsi sejumlah serat kasar yang berkualitas buruk
baik protein yang dapat dicerna ataupun energinya.
-Akibat makan ‘hay’/’silage ‘ pada tanah yang berpasir
ataupun akar sisa potongan yang berpasir dan kotor.
-Penyakit ini umum terjadi pada sapi potong muda yang
bunting dilepas di padang penggembalaan sepanjang tahun
makan serat kasar yang terdapat pada
rumput/dedaunan /jerami gandum dengan ataupun tanpa
biji-bijian.
-Impaksi umumnya terjadi karena serat kasar yang tidak
dapat dicerna.
-Karena cairan tidak bergerak melebihi abomasum kedalam
duodenum untuk penyerapan  Berbagai derajat dehidrasi
- Ion potasium juga terpisah dari abomasum hypokalemia.
-Hampir tidak ada bahan makanan atau cairan bergerak
melebihi pylorus  dehidrasi, alkalosis, ketidakseimbangan
elektrolit dan menderita kelaparan yang cepat.
-Impaksi abomasum biasanya cukup parah  atoni abomasal
yang permanen.
Patogenesa :
- Serat kasar yang dipotong-potong dan tanah halus
lewat lambung depan lebih cepat dari pada serat kasar
yang panjang ,kombinasi daya cerna yang rendah/ makan yang
berlebihan  akumulasi berlebihan pada lambung depan dan
abomasum.
- Jika sejumlah pasir ditelan, omasum, abomasum , usus
besar dan sekum dapat menjadi impaksi. Pasir terakumulasi
dalam abomasum atoni abomasum dan dilatasi khronis.
Sekali impaksi abomasum terjadiobstruksi sub acut alat
pencernaan bagian atas terjadi.
- Ion H dan Cl secara terus menerus disekresi kedalam
abomasum meskipun impaksi dan atoni, terjadi alkalosis
dengan hypochloremia.
- Rumen statis/diam dan penuh, isi rumen kering atau
dapat terdiri dari jumlah cairan yang berlebihan jika sapi
yang bersangkutan telah makan makanan ampas yang
halus.
- pH rumen dalam kisaran normal ( 6,5 – 7). Aktivitas
protozoa dapat normal sampai berkurang dengan jelas
baik dalam jumlah dan aktivitasnya.
-Impaksi abomasum biasanya terletak seperempat kanan
bawah abdomen pada lantai dinding abdomen  meluas
kebelakang melebihi arcus costalis kanan, tetapi dapat
-atau tidak dapat dengan mudah dipalpasi karena uterus
bunting, tetapi impaksi omasum dapat juga dipalpasi.
Sulit untuk membedakan impaksi omasum dan abomasum.
Gejala Klinis :
- Anoreksia komplit, feses sedikit, distensi ringan.
Serangan biasanya lambat, setelah beberapa hari menjadi
cepat, sapi yang terkena kehilangan berat badan dalam
beberapa hari, terlalu lemah untuk bangkit.
- Suhu tubuh biasanya normal tetapi dapat subnormal
- Kecepatan jantung bervariasi dari normal dapat
meningkat. Pada kasus lanjut alkalosis, hypokhloremia dan
dehidrasi menjadi jelas.
- Kecepatan napas pada umumnya meningkat, suara lenguh
pada ekspirasi disebabkan distensi abomasal yang terutama
terdengar pada saat sapi berbaring.
- Discharge nasal mukoid biasanya berkumpul pada hidung
bagian luar dan moncong biasanya kering serta retak-retak
karena gagalnya hewan untuk menjilat hidung juga pengaruh
dehidrasi
Perjalanan penyakit  tergantung pada perluasan impaksi
,keparahan ketidak seimbangan asam-basa dan elektrolit
parah dapat mati dalam waktu 3 – 6 hari setelah
serangan/tanda klinis muncul. Pada beberapa kasus 
ruptura abomasum dan kematian akibat peritonitis difusa
akut , shock  dalam beberapa jam.
- Pada impaksi pasir terjadi penurunan berat badan,
diarrhea kronis dengan pasir dalam feses, lemah, berbaring
 mati dalam beberapa minggu.
- Impaksi parah dan distensi rumen serta abomasum
dapat terjadi pada sapi yang diberi jumlah berlebihan
potongan jerami halus, terjadi distensi abomasum yang
besar , anoreksia, feses kering –jumlahnya sedikit, hewan
akan berhenti memamah serabut/serat yang kering.
-Rumen  membesar
 dapat atonik atau hypermotility tergantung
pada lesi
dapat terjadi netrofilia diduga sebagai infeksi
khronis.
- Hypochloremia umum sebagai akibat impaksi diet. Pada
banyak kasus sulit untuk membedakan antara 2 penyebab
impaksi abomasum, sehingga perlu diadakan laparotomy
untuk eksplorasi abdomen untuk bukti adanya lesi
peritoneal. Adanya leukopenia dan netropenia/netrofilia
yang jelas dapat membantu dalam diagnosa.

Diferential diagnosa :
Peritonitis difusa - Obstruksi usus
Patologi-klinis :
- Alkalosis metabolik - Hypokhloremia
- Hypokalemia - Hemokonsentrasi
- Jumlah total serta diferensial leukosit dalam kisaran
normal.

Diagnosa :
Tergantung pada sejarah nutrisi, penemuan klinis yang
nyata dan hasil laboratorium..
Impaksi abomasum sebagai komplikasi retikulitis
traumatika --> terjadi pada akhir kebuntingan, pada
umumnya hanya pada 1 hewan, demam ringan dapat/tidak
terjadi , hewan dapat melenguh pada palpasi dalam dari
proc. xyphoideus.
Terapi :
- Tantangan pada treatment  mampu atau tidak dapat
mengenal kasus yang akan berespos terhadap terapi  dapat
mengambil keputusan untuk pengamanan (dipotong).
-Larutan elektrolit diinfus secara terus menerus selama 72
jam pada dosis 100 – 150 ml / Kg BB periode diatas 24 jam
- Dioctyl Sodium Sulfosuccinat  kedalam rumen dengan
sonde lambung dosis 120 – 180 ml larutan 25 %/450 Kg/hari
selama 3 – 5 hari, dicampur dengan 10L air hangat dan 10 L
mineral oil. Jumlah mineral oil dapat ditingkatkan menjadi 15 L
setelah hari ke 3--> beberapa hari sampai persembuhan
tampak.
-abomasotomy , rumenotomi,
-Pada sapi yang terkena impaksi akibat pasir, pasirnya harus
dikeluarkan dan beri makanan hay yang baik serta rumput
campuran yang terdiri dari mollases dan mineral.
2. Dislokasi Abomasum ke sisi Kiri (LDA)

adanya dislokasi dari posisi normal pada


lantai abdominal ke sisi kiri abdomen
diantara rumen dan dinding abdominal kiri

a. Etiologi
a.1 . Atoni abomasum:
-adanya pengaruh stress : -setelah partus
- produksi susu yang tinggi
-toxaemia  - mastitis, ,
- indigesti
- makan yang tinggi kadar konsentrat
a.2. Kausa mekanis :
- pada uterus yang gravid
- aktif pada masa birahi.

b. Patogenesis

- gas di abomasum berasal dari rumen.

-penurunan volume rumen pada periode sesaat


setelah partus, abdominal kosong  dislokasi
- gangguan fungsi sulcus oesofagus karena perputaran
ringan dari lambung  penyaluran isi pencernaan
terhambat
- Alkalosis metabolik ringan dengan hypochloremia dan
hypokalemia umumnya disebabkan kemungkinan atoni
abomasum dan sekresi HCl yang berlanjut kedalam
abomasum
c. Gejala Klinis.

- beberapa hari/ minggu setelah partus, tidak nafsu


makan kadang-kadang anoreksia hampir komplit,

- ketosis yang bervariasi derajatnya.


- lateral abdomen kiri biasanya pipih
- Suhu, pulsus dan respirasi biasanya dalam kisaran normal,
- feses biasanya berkurang volumenya dan
konsistensinya lebih halus dari normal , dapat terjadi
diare profus.
- Pergerakan ruminal  frekuensinya dan intensitasnya
menurun
- Auskultasi pada wilayah legok lapar kiri tepat dibawah
tulang rusuk terakhir terdengar suara abnormal dari
abomasum.
- Perkusi diantara tulang rusuk ke 9 dan 12, diatas 1/3
atas dinding abdominal  suara tympanitic yang tinggi
nadanya merupakan suara khas pada LDA.

- palpasi rektal terasa kosong pada abdomen kanan


atas, rumen mengecil

d. Differensial Diagnosa.

- Retikuloperitonitis traumatika

- Indigesti vagus
- Hernia diafragmatika
e. Pengobatan.

- Abomapexy paramedian kanan


- Omentopexy fossa paralumbar kanan
- Rolling dan manipulasi
- glukosa dan glycol propylene perlu untuk mengatasi
ketosis dan menghindari ‘fatty liver syndrom’ sebagai
komplikasi
3. Dislokasi kesisi kanan dan Volvulus Abomasum
(RDA)

- Dislokasi abomasum kearah kanan (umum terjadi pada


hewan perah dewasa dalam beberapa minggu setelah partus

- Volvulus abomasum yang merupakan suatu obstruksi akut

a. Etiologi

kemungkinan sama dengan dislokasi abomasum kesisi kiri

Atoni abomasal  dilatasi dan dislokasi  volvulus


abomasum.
- biji-bijian yang menghasilkan gas asam lemak jenuh
dengan jumlah yang berlebihan

- obstruksi pylorus atau atoni primer otot abomasum

b. Patogenesis

-atoni abomasum  akumulasi cairan dan gas dalam


viskus
distensi perlahan-lahan dan dislokasi ke arah

caudal pada sisi kanan (fase dilatasi).
- distensi abomasum dapat terputar dengan arah atau
berlawanan dengan jarum jam langsung dalam bidang
vertikal mengelilingi aksis horisontal.
 obstruksi akut dengan pelemahan sirkulasi lokal
dan nekrosis dischemia pada abomasum
c. Gejala Klinis

- tidak napsu makan -produksi susu menurun,


- feses berkurang jumlahnya dan abnormal.
- depresi, dehidrasi, tidak tertarik pada makanan,
- kadang haus dan kelemahan otot. Hewan terus menerus minum
- membrana mukosa pucat dan kering
- rumen biasanya statik dan pada perabaan rumen terasa lunak
-Ballotement pada pertengahan pertiga flank kanan tepat
disisi arcus costalis kanan bersamaan dengan auscultasi
-->suara percikan air

- Auskultasi dan perkusi simultan di atas flank kanan


secara umum akan menimbulkan suara ‘ping’.
d. Diagnosa dan Diferensial Diagnosa
- resonansi timpani sisi kanan  dilatasi dan distensi :
(‘ping’) abomasum, sekum,
duodenum cranial,
bagian dari usus halus,
kolon yang menurun,
rektum
pneumoperitonium

-Impaksi abomasum berhubungan dengan indigesti


vagus
e. Terapi
- 500 ml Ca boroglukonas 25% /i.v

- diberikan silase yang baik mutunya tanpa biji-


bijian (3 - 5 hari) dan setiap hari dimonitor.
- Minyak mineral (5-10 liter per hari per oral) dan
Mg(OH)2 500 gr / sapi dewasa / per oral tiap 2 hari
- Larutan isotonis dari KCl dan amonium chlorida
(KCl 108 gram, NH4Cl 80 gram, H2O 20 liter
- Campuran 2 liter larutan saline (0,85%), 1 liter KCl
isotonis (1,1%) dan 1 liter dekstrosa isotonis (5%)
diberikan secara i.v.
DIARRHEA PADA PEDET

Kasus diarrhea neonatus pada umumnya penyebab


wabah yang sering adalah multifactorial (bakteri
enteropatogen dan virus, protozoa, kekebalan hewan
yang kurang dan pengaruh lingkungan).

Bakteri :
-E. coli bakteri terpenting penyebab diarrhea pada
pedet
-E. coli bertaut pada usus  suatu pertautan dan
menghilangkan lesi dengan pemutusan ‘brush border’
dan menghilangkan struktur mikrovilli pada tempat
pertautan, menurunkan aktivitas enzym dan merubah
transport ion dalam usus.
- Salmonella spp. Terutama S. typhimurium dan S.dublin ,
tetapi --> diarrhea pada pedet berumur 2 minggu.
Salmonella --> enterotoxin, --> peradangan pada usus halus.
Pada pedet infeksi oleh organisme --> cepat menjadi
bakterimia
- Clostridium perfingens : type A, B, C dan E menghasilkan
variasi toksin nekrotis dan perdarahan cepat  enteritis
pedet dapat fatal. Penyakit ini jarang pada pedet dan
biasanya sporadis. Infeksi dengan tipe B dan C umumnya
menyebabkan enteritis dan dysentri pada anak domba.
- Compylobacter jejuni dan Yersinia enterolitica -->
ditemukan pada feses pedet dan anak domba penderita
diarrhea tetapi juga dapat dijumpai pada feses hewan
sehat.
Virus :
- Rota virus. Terdiri dari : grup A dan B
Grup A --> diarrhea dengan beberapa serotype yang
berbeda virulensinya.
Rota virus akan bereplikasi dalam enterosit dewasa
(yang memproduksi enzym pada vili usus halus)  ruptur
dan terkelupasnya enterosit dengan melepas virus 
menginfeksi sel yang bersebelahan. Rota virus tidak
menginfeksi sel muda dari crypta. Akibat strain virulent
Rota virus hilangnya enterosit melebihi kemampuan
crypta usus untuk menggantikannya, sehingga tinggi vili
akan berkurang  penurunan wilayah permukaan usus
yang absorbtif dan aktivitas enzym pencernaan usus.
- Corona virus umum berkaitan dengan diare pada pedet.
Virus ini akan bereplikasi pada epithelium tractus
respiratorius bagian atas , enterosit usus  lesi yang sama
dengan rota virus selain itu juga menginfeksi sel epitel usus
besar  terjadi atropi tepian colon.
- Virus lain termasuk : Breda virus, calici virus, astro virus dan
parvo virus dapat ditemukan pada feses pedet yang diare,
tetapi juga dapai ditemukan pada feses hewan sehat.
Protozoa :
- Cryptosporidium parvum penyebab umum dari diarrhea
pedet dan anak domba. Parasit tersebut tidak menyerang
tetapi melekat pada ujung permukaan enterosit bagian distal
usus halus dan colon  mengakibatkan hilangnya mikrovili,
penurunan aktivitas enzym mukosa dengan villi tumpul dan
bergabung ( pengurangan wilayah absorbtif pada permukaan
villi) dan perubahan inflamatori pada submukosa.
Penyebab lain :
- Susu atau susu formula pengganti yang tidak sesuai 
volume feses yang banyak dengan konsentrasi cairan lebih
banyak dari normal tetapi tidak mengandung diarrhea dan
berat badan menurun.
- Susu pengganti yang buruk kualitasnya, protein yang rusak
oleh panas atau sejumlah kacang kedelai yang berlebihan atau
protein ikan atau karbohidrat yang berasal bukan dari susu 
beresiko tinggi terhadap diarrhea.
- Pemberian chloramphenicol, tetracyclin peroral pada pedet
selama 3-5 hari  perubahan pada villi  malabsorbsi dan
diarrhea ringan. Pemberian antibiotika terlalu lama dengan
dosis tinggi menyebabkan terjadinya diarrhea karena
superinfeksi bakteri pada usus.
Patogenesa:
Diarrhea pada ruminansia neonatus biasanya berhubungan
dengan penyakit pada usus halus akibat  hypersekresi
atau malabsorbsi.

- Diarrhea Hyperseksesi  jika jumlah abnormal dari cairan


disekresi kedalam perut melebihi kapasitas resorbsi mukosa.
- Diarrhea malabsorbsi kapasitas mukosa untuk absorbsi
cairan dan bahan makanan lemah sampai meluas yang tidak
dapat mengimbangi pemasukan normal dari cairan yang
dimakan dan disekresi.  akibat atropi villi, dimana kehilangan
enterosit matang pada ujung villi mengakibatkan penurunan
tinggi villi ( dengan akibat penurunan wilayah permukaan
absorbsi) dan hilangnya enzym pencernaan pada‘brush border’.
Perluasan dan distribusi atropi villi bervariasi dengan patogen
yang berbeda dan dapat menjelaskan keparahan penyakit
secara klinis.
Gejala Klinis :
Diarrhea akibat enteroxigenik (K99) E.coli 
- pedet berumur kurang dari 3 – 5 hari jarang yang lebih.
- serangan tiba-tiba,
- feses yang keluar sangat profus
- pedet cepat menjadi depresi dan berbaring.
-Pedet dapat kehilangan ciran lebih dari 12 % berat badan,
Hypovolemic schock dan kematian waktu 12 – 24 jam.
- Suhu dapat tinggi tetapi pada umumnya normal atau
subnormal.,

Jika treatment dengan cairan dan elektrolit diberikan awal ,


respons biasanya baik
-Diarrhea akibat salmonella 
-pedet berumur kurang dari 14 hari.
-feses berbau tengik terdiri dari darah, fibrin dan mucus
yang banyak, -septicemia dengan demam, depresi dan cepat
menjadi lemah serta coma.
-Walaupun terjadi diarrhea kematian biasanya lebih sering
akibat septicemia dibandingkan schock hypovolemic. Pedet
dengan salmonellosis  cepat kehilangan berat badan 
kematian walaupun terapi kuat.

-Haemorrhagi enterotoxemia yang disebabkan C. perfingens


tipe B atau C 
-Akut  depresi, kelemahan, diarrhea berdarah,
-nyeri abdominal  kematian dalam beberapa jam.
-Pedet yang terkena biasanya mati sebelum ditreatment.
Cryptosporidiosis  pedet berumur sekitar 2 minggu. -
diarrhea persisten yang tidak berespons terhadap
pengobatan
-diarrhea bila hanya di sebabkan oleh cryptosporidia -->
ringan dan tidak menular
- keparahan berkaitan dengan daya tahan umum pedet
dan intensitas terkena organisme tsb.
-Diarrhea akibat Rota virus dan Corona virus serta virus
lainnya  pedet berumur (5 – 15 hari) - pedet berumur
beberapa bulan. :
-Depresi ringan, sering tetap menghisap/minum susu,
-feses banyak , halus sampai berair dan sering terdiri dari
sejumlah besar mukus.
-Diarrhea pada umumnya selama 3 – 7 hari. Pada kasus
diarrhea Corona virus dapat menjadi khronis.
-Jika tidak komplikasi dengan patogen lainnya  berespons
baik dalam beberapa hari terhadap terapi cairan dan elektrolit
serta
- nutrisi pendukung yang cukup.
Diagnosa :
- Sejarah/anamnesa, Gejala klinis
- Isolasi dan identifikasi feses secara laboratorium.

Treatment:
-Penggantian cairan dan elektrolit, merubah diet, anti
mikroba dan Imunoglobulin, penggunaan obat anti diarrhea
dan adsorbsi
-Cairan untuk rehidrasi peroral harus diformulasikan untuk
memicu co-transport Na dengan glukosa dan asam amino
-Kekurangan cairan basal yang dapat diperbaiki dengan
pemberian awal isotonis (13 g /L) larutan sodium bicarbonat,
--> 100 mL/Kg BB selama 4 – 6 jam. Karena pedet sering
hipoglisemia 25 – 50 g Dextrosa ditambahkan pada larutan
bicarbonat .
Larutan bicarbonat sebaiknya diikuti dengan terapi cairan
secara iv larutan keseimbangan fisiologis 5 – 8 mL/Kg BB/jam
selama 20 jam.

- Anti bakterial hanya untuk diarrhea akibat bakteri :


- E. coli  gentamycin/ sulfonamid potasium
- Salmonellosis  Flunixin meglumin
Indomethacin
Loperamide
Diphenoxate
Bishmut subsalisilat.
!
GANGGUAN/PENYAKIT TRAKTUS
DIGESTIVUS PADA ANJING DAN
KUCING

Pendahuluan:
1.Merupakan Problema klinis yang paling
sering ditemukan sehari-hari
2.Bervariasi dari yang tidak spesifik - spesifik
3.Keluhan pemilik umumnya: dysphagia,
regurgitasi, vomitus dan diarrhea
Penampilan klinis utama dari gangguan traktus
digestivus
(berdasarkan fungsi fisiological)
Problem pada fungsi Gejala klinis
organ fisiologis utama
Oropharynx Taste,prehensi, penurunan napsu mkn
mastikasi, - anoreksia,
pembentukan bolus, dysphagia, ptyalism,
intake cairan, halitosis, tersedak or
memulai proses mengais wajah
penelanan, melunakan
dan melicinkan
ingesta, melembabkan Continued………….
rongga mulut
Esophagus Transport Regurgitasi, gejala
ingesta,mempermudah bronchopulmonary
passage aboral dari yg persistent ,
ingesta dan mencegah ptyalism, tidak dapat
baliknya melalui menelan
relaksasi reflesif
Lambung menampung ingesta Vomitus
(temporer), sekresi (pengeluaran ingesta
asam HCl dan dengan paksa),
pepsin digesti kasar, berbagai bahan yang
sekresi mucus dimuntah = kuning,
melicinkan ingesta, bercak darah, seperti
mengatur kopi dan jernih
penghantaran ke usus
halus

Continued……..
Usus Halus mencernakan dan Diare (cair dan
penyerapan nutrisi, banyak),melena atau
sekresi air dan lemak,
electrolit, motilitas vomitus,kehilangan
aboral (segmental dan berat badan
peristaltik),
mempertahankan
immunitas lokal,
produksi hormon GI
Usus Besar penyerapan air dan Diare sangat frequent,
Elektrolit (proximal feces semi terbentuk,
colon, penyimpanan mucus pada feces,
bahan fecal kering , darah segar dalam
motilitas aboral feces, tenesmus,
(segmental and dyschezia*, rasa sakit
peristaltik) pada rektum

* Dyschezia = kesulitan dan rasa sakit


saat mengeluarkan feces dari rectum
Flora Normal Oral Pada Anjing:
(Saphir DA & Carter GR, 1976: J of Clin Microbiol 3: 344 in Jones’s
Canine & Feline Gastroenterology)

Aerobic Bacteria Incidence (%)


Streptococcus 82
Staphylococcus 60
Actinomyces 14
E. coli 22
Corynebacterium 26
Pasteurella 22
Caryophanon 20
Mycoplasma 83
Antinobacter 10
Moraxella 40
Neisseria 20
Enterobacter 2
Bacillus 12
Perbedaan Aspek and Frekuensi Fecal pada
gangguan Usus halus dan Usus besar

parameter Small Large interstine


intestine
Frequency of n
defecation
Flatulent + -
BW -
Tenesmus-constipatio - +
PU/PD -/+ -/-
Fecal
Water n
Mocous - +
Blood - +
Volume
• Diarrhea merupakan suatu kondisi dengan feces yang mengandung
air berlebihan.
• Pada gangguan usus halus frekuensi defekasi biasanya normal (n)
sampai sedikit meningkat, sedangkan gangguan pada usus besar
ditandai dengan frekuensi defikasi yang sangat meningkat.
• Adanya penurunan berat badan terjadi pada gangguan usus halus,
pada gangguan usus besar jarang disertai penurunan berat badan ,
kecuali bila gangguan melibatkan colon.
• Tenesmus dan konstipasi saat defikasi biasanya nyata pada
gangguan usus besar, pada gangguan usus halus jarang namum
dapat terjadi pada kasus kronis lanjut
• Gejala poliuri/ polidipsi nyata pada gangguan usus besar akibat dari
dehidrasi
• Volume faeces meningkat pada gangguan usus halus . Sedangkan
pada gangguan usus besar akan menurun karena frekuensinya
meningkat
• Mucous dan darah segar pada feces merupakan gejala gangguan
pada usus besar
Penyakit pada Oropharynx
Problem Dental:
malocclusion (prognathism, retrognathism), fractur, caries, necrosis of
the pulp, abscess/fistule dentis, enamel hypoplasia, periodontitis in
poodle, dental deposits: plaque, supragingival calculus, subgingival
calculus)
Problem Periapical :
Carnassial abscess
Problem Mucosal & Lymphnode :
gingivitis (necrotizing ulcerative)
Stomatitis, tonsilitis
Problem lidah :
Glossitis
Tumors:
papillomatosis, SCC, Epulis, Malignant melanoma, mucocele/sistik
salivary
Ket :
-malocclusion = malposisi pada gigi akibat pertemuan gigi depan rahang atas dan
rahang bawah yang tidak tepat, terdiri dari :

-prognathism= penonjolan abnormal terutama rahang bawah

-retrognathism= kondisi akibat dari tidak berkembangnya maxilla dan/atau


mandibula

-Carnassial abscess = abscess pada akar gigi carnassial (gigi carnassial ,


merupakan gigi yang menyentuh pipi pada premolar 4 atas dan molar1 bawah pada
anjing ; gigi premolar3 atas dan molar1 bawah pada kucing)
Adanya carnassial abscess , diawali dengan reaksi peradangan kemudian
membentuk fistula wajah dibawah mata.

-Papillomatosis= keadaaan penyakit yang ditandai dengan perkembangan multipel


Papilloma (papiloma = tumor benigna yang berasal dari epitel kulit, konjungtiva,
membrana mukosa atau duktus kelenjar. Bervariasi dari keratinasi sampai
fibrovascular, squamousa)
papillomatosis
Epulis = tumor benigna campuran sel yang muncul berasal dari residu sel
squamousa periodontal

Mucocele salivary = keluarnya saliva kedalam jaringan subcutan setelah


adanya perlukaan pada kelenjar atau duktus salivary

Mucocele
1. STOMAGOGI
(Abbv.: stomatitis,glossitis and gingivitis)

Definisi:
1. proses inflamatori pada mukosa rongga
mulut, lidah dan gusi menyebabkan
ulserasi,necrosis and infeksi II.
2. Dapat melibatkan jaringan lunak rongga mulut tunggal
atau multipel
Causa :
-Infeksius
Bacterial  Fusiform bacilli (Bacteriodes melaninogenicus) dan
spirochete
Viral  FRV, FCV, FeLV
Mycotic  Candida albicans, Blastomyces dermaditidis,
Histoplasma capsulatum
- Sistemik uremia (ulser),
- Metabolik diabetes mellitus (Penyakit Periodontal ),
hypothyroidism ( periodontitis persistent),
hyperparathyroidism (ulser dan penyakit
periodontal )
-Trauma  material asing (phycogranulomatosis),
senyawa caustik
-Obat & toxin logam berat (thallium),
Sod. Diphenylhydantoin/dilantin,
-Immune  pemphigus vulgaris, bullous pemphigoid,
SLE, DLE, dermatitis allergic contact
terhadap plastic
Pathogenesis:
Permukaan epitel pada rongga mulut kontak dengan sejumlah besar
m.o dan menjadi subjek terhadap berbagai pengaruh trauma
rongga mulut; adanya penurunan mekanisme pertahanan rongga
mulut (dan sistemik) menyebabkan terjadinya infeksi II. mis:.

- FeLV dan terapi kortikosteroid --> ginggivitis dan stomatitis kronis


- Penggunaan antibiotika jangka lama--> dapat merubah flora
normal rongga mulut, membiarkan pertumbuhan berlebihan dari
Candida albicans

- uremia menyebabkan stomagogi ulcerative

- Produksi autoantibodies terhadap komponen normal dari epidermis


--> bullous pemphigoid secara tidak langsung

- Diabetes mellitus berimplikasi untuk menurunkan mekanisme


pertahanan mukosa rongga mulut
Gejala Klinis
1.History  keluhan pemilik: penurunan napsu makan -
anorexia, halitosis, dysphagia, mengais-
ngais mulut, ptyalism and vomitus
2. P.E.rongga mulut

Infeksius  nyeri, hyperemia- hemorrhagi, vesicular -


ulserasi, lessi kream dgn plaque putih
(Candida), plaque atau nodul granulomatous
(Blastomyces)
Metabolik  hemorrhage oral - ulceration/nekrotik (Uremia),
absces periodontal persisten (Diabetes
mellitus), periodontitis parah dan reaktif
(Hypothyroidism), gingivitis ulceratif
(Hypoparathyroidism)
Trauma  glossitis kronis dan diffuse, glossitis erosive
superficial - ulceratif (caustic toxins)
Obat  erythema parah, stomatitis ulcerative dan
gingivitis (pertemuan mucocutaneous ) ,
hyperplasia gingiva (sod. Diphenylhydantoin)

Immune  ulser terpisah- meluas pada mukosa bibir


dan mulut (Pemphigus), lessio (pemphigoid),
depigmentasi pd hidung, bibir dan mukosa
oral dgn kadang-kadang ulcer (SLE),
depigmentasi pada planum nasale, bibir dan
gusi tanpa ulcer (DLE)

Diagnosis:
1. History
2. Gejala klinis
3. Pemeriksaan Lab. spesifik (berdasarkan kausa):
1. Infeksius  tests thdp FeLV, FCV, FHV, Cytology (elemen
Blastomyces dan Histoplasma), Culture: Gram’s stain (candida)
2. Metabolic  Tests T3/T4, Diabetes mellitus,PTH, Uremia
4. Biopsy
1. Membedakan lesi inflammatori non spesifik dari neoplasia
2. menegaskan lesi dari kelainan yang diperantarai immune
5. Hematology : bervariasi anaemia, leucocytosis, eosinophilia

Differential Diagnosis:
1. Oral Neoplasia
2. Kelainan Oral Idiopatik
3. Semua yang berpotential penyebab of inflammatori pada oral

Treatment:
1. Antimicrobial  Amoxillin, Lyncomycin, Cephalexin,
Tetracycline, Metronidazole
2. Antifungals  Ketoconazole, Amphotericin B
3. Pembersih oral  Chlorhexidine 0,2%, Hydrogen Peroxide 1,0%
or Povidone Iodine dalam Saline 1:10
2. TONSILOPHARYNGITIS

Definisi:
1. Inflammasi pada mukosa pharynx and Lymphnodus tonsil
dgn akibat hyperplasia lymphoid pada jaringan tonsils

2. Lebih sering terjadi bersama daripada tunggal

Causa:

1. Tonsilitis Primer  Penurunan mechanisme pertahanan pharyngeal


thd m.o
2. T Sekunder  timbul akibat vomitus, batuk, discharge nasal
dan benda asing

3. Pharyngitis Primer  pharyngitis primer , Feline coronavirus,

4. P sekunder  FeLV, FIV, Stomagogi Difusa


Predisposisi:
1. Breed : Cat (Abyssinian, persian, himalayan, siamese ,
burmese); dog (small breed)
2. Umur : Anjing muda

Pathogenesis:

M.o. penetrate epithelium tonsil, difagositosis oleh macrophag dan


di presentasikan pada Lymphocyte B and T . Sejumlah besar m.o.
secara chronis menyebabkan hyperplasia lymphoid parah . Pada
kucing tonsilopharyngitis dapat dipengaruhi oleh sel plasma
gingivitis

Gejala Klinis :
1. History : Batuk, regurgitasi, vomitus dan discharge nasal
2. P.E. : dysphagia, ptyalism, halitosis, gagging, inappetenze
- anorexia, demam (anjing muda)
Oral cavity : erythematous, lesi ulcerative, proliferative .
Pembesaran tonsillar Bilateral (menonjol dari
crypta)
Diagnosis:
1. History
2. Gejala klinis (pada keadaan darurat dengan sedasi tonsils
merah, bengkak kadang menonjol)
3. Culture M.o  membantu jika material purulenta nyata

4. Biopsy  untuk mengenyampingkan neoplasia (SCC)


5. Radiography  untuk benda asing dan kualitas gigi pada
kucing

Differential Diagnosis :

1. Neoplasia (Squamous Cell Cascinoma/SCC, Lymphosarcoma)


2. Gangguan menelan ( dysfungsi Esophageal)
3. Metastatic dari malignancy oral
Prognosis:
Baik jika causa primer dihilangkan
Operasi (tonsilectomy) lihat prasarat bedah

Treatment :
1. Identifikasi dan eliminate kausa primer
2. Antibiotik Broadspectrum selama 5-7 hari
3. Tonsilectomy
Figure 1: Esophagitis (conformed) in a dog
Figure 2: esophagitis (conformed) in a dog
(same patient as figure 1)
Figure 3 : Esophageal nodular growth
(unconformed) in a cat
Figure 4 : canine esophagus with dysphagia
(unconformed)
Pertemuan II GIT
PENYAKIT PADA LAMBUNG
Fisiologi Lambung

3 Fungsi utama lambung :

• Memberikan tempat penyimpanan yang dapat menyesuaikan


melalui adaptasi secara cepat terhadap makanan yang masuk,
tanpa berkembang tekanan yang berlebihan dalam lambung

• Isi lambung bercampur dengan sekresi lambung

• Isi lambung secara perlahan masuk kedalam saluran usus untuk


penyerapan akhir dan absorpsi
3 tipe sel pada kelenjar lambung yang memproduksi cairan
lambung :

- Mucus cell  mensekresi mucus yang melicinkan dan


melindungi sel permukaan lambung

- Chief cell  mensekresi pepsinogen , enzim in aktif yang


dirubah menjadi pepsin untuk mencernakan protein

- Parietal cell  mensekresi HCl , membuat pH cairan


lambung lebih rendah

Cairan lambung  merubah makanan menjadi asam Chyme


Pengisian lambung :

- Pada derajat tertentu lambung yang kosong secara mudah


membentang untuk menampung bagian dari volume yang
ditelan  Relaksasi adaptif (reseptif)

- Untuk mempertahankan tekanan normal intra gastrik  tonus


otot polos lambung berubah  sesuai dengan variasi volume.
Kemampuan untuk mempertahankan tekanan basal
intragastrik  kerja dua pusat yang diperantarai oleh reflex
vagus

1. Relaksasi reseptif  dimulai jika terjadi hambatan


kontraksi tonus pada prox. Lambung dalam respons
terhadap penelanan

2. Penampungan lambung  refleks lokal  jika distensi


lambung menghasilkan aktivasi serat yang direlaksasi oleh
vagus
SEKRESI ASAM LAMBUNG

• Lambung mensekresi : - HCl


- Elektrolit lain (K,Na,Cl)
- Pepsinogen
- Gastrin
- Mucus
Produksi HCl:
• Sel parietal mensekresi HCl kedalam lumen lambung.

• Konsentrasi ion hidrogen dalam cairan lambung 3juta x lebih


tinggi dari pada dalam darah dan jaringan

• Untuk sekresi tiap ion H+ , molekul CO2 berasal dari darah


arterial atau metabolisme mukosa  dirubah menjadi
bicarbonat  masuk kedalam cairan usus

• Perubahan ini dikatalisa oleh enzim karbonik anhidrase yang


terdapat dalam sel parietal

• Bikarbonat memasuki darah selama eksresi asam secara


langsung sesuai dengan jumlah asam yang disekresi dan
menghasilkan alkalosis sementara  Alkalin tide
Tiga stimulan utama sekresi asam lambung :
• Acetylcholin (ACH)
• Gastrin
• Histamin

Mekanisme yang mengontrol sekresi


asam lambung secara berutan:

- Fase cephalik 
Sekresi gastrin distimulasi oleh :
kondisi yang diharapkan, melihat, merasakan , membaui dan
lewatnya makanan melalui oropharynx.
Serat efferent vagus berakhir pada sel G, sel parietal dan Chief cell 
pelepasan gastrin, HCl, pepsinogem
• Fase Gastrik
Penentu yang sangat penting dari sekresi lambung : dimulai oleh:
- distensi lambung dan
- protein yang dicerna

Distensi pada area kel. Parietal (fundus dan Body) atau are kel. Pyloric
 aktivitas sel G dan sel parietal
(spt yang dilakukan oleh reflex vagal cephalik)
Fase intestinal :
pemasukan protein kedalam usus halus  respons sekresi asam
yang berbeda
3 komponen pada fase ini dapat berbeda terhadap :
- Stimulasi langsung sekresi asam
- Penambahan respon maksimal terhadap histamin dan gastrin
- Pelepasan gastrin ke dalam ruang-lekukan lambung
(semua menurun)
• Histamin terdapat dalam eosinofil dan mast cell pada mukosa
lambung

• Beberapa histamin akan keluar dari mukosa lambung pada awal


sekresi lambung  memasuki cairan lambung

• Pada membran basalis sel parietal terdapat reseptor H2  jika


ditempati oleh histamin dan dengan adanya ACH dan gastrin
 menstimulasi sekresi asam

• Jika semua reseptor ditempati dan kemudian salah satu tempat


diblok (mis atropin memblok ACH, atau cimetidin memblok
histamin) stimulasi pada reseptor lain  respon kurang
maksimal.
Reseptor H2 pada sel parietal  pengontrol utama dari
produksi ion hidrogen sel

Penggunaan
Antagonis
Reseptor H2
 Untuk
Mengontrol
Sekresi lambung
Sekresi Elektrolit

• Elektrolit penting yang ditemukan pada konsentrasi tinggi pada


asam lambung  Cl, K, Na
• Akibat dari sekresi elektrolit  permukaan mukosa lambung secara
elektrik negatif jika dibandingkan permukaan serosa

• Transport aktif ion Cl dari rongga intraseluler terhadap konsentrasi


dan elektrik yang tajam merupakam sumber utama dari perbedaan
kekuatan

• Selama sekresi asam, sekresi proton (ion H+) berpasangan dengan


sekresi jumlah yang sama ion Cl sehingga kekuatan tidak berubah
• konsentrasi ion sodium dan ion hidrogen dalam cairan
lambung bervariasi

• Membran basalis sel epitel sangat permeabel terhadap Cl dan


kurang permeabel terhadap Na

• Saat ion Na dan Cl intraselluler lebih rendah daripada cairan


ekstraselluler  kedua ion berdifusi kedalam sel

• Sodium kemudian secara aktif dipompa keluar sel

• Konsentrasi potasium dalam sekresi lambung 2 -4 X lebih


tinggi daripada dalam plasma
• Ketika kecepatan sekresi lambung meningkat  potasium
dalam cairan lambung meningkat

• Tetapi setelah periode yang berkepanjangan potasium dalam


cairan lambung akan menurun tajam  diduga potasium
intraselluler menurun

• Sebagian besar potasium dalam cairan lambung berasal dari


penyimpanan intraselluler

• Penurunan penyimpanan tsb  tidak dicerminkan oleh


rendahnya potasium plasma
Pepsin
• Pepsinogen merupakan prekursor inaktif dari pepsin 
enzim proteolitik utama dari cairan lambung
(pada bagian fundus dari chief cell)

• Pepsinogen disekresi kedalam lumen lambung  sekretin


ditingkatkan oleh stimulasi yang sama pada sekresi asam
kmdn sekretin menghambat sekresi asam dan menstimulasi
pepsinogen

• Dengan adanya pH asam pepsinogen secara autokatalitik


dirubah menjadi pepsin melalui pemecahan beberapa peptida
kecil

• Aktivitas pepsin berhenti jika chyme meninggalkan lambung


dan memasuki duodenum yang lebih netral
Mucus
• Sel mukosa lambung  dilapisi oleh bahan seperti gelatin 
Mucus tdd glikoprot., protein dan KH
• Stimulasi sekresi mukus  respon terhadap iritasi mukosa
lokal dan stimulasi cholinergik
• Mukus  memberikan pelicin terhadap isi lambung dan
melindungi terhadap iritan fisik.

Mucus 
• sedikit menghalangi pergerakan air dan elektrolit
• Tidak melindungi terhadap asam lambung atau aktivitas
proteolitik dari pepsin
Gastrin

• Sel G :-mensintesis peptida gastrin


- melepaskan hormon kedalam sirkulasi ketika
terjadi stimulasi yang tepat
• Ketika konsentrasi gastrin meningkat  sel parietal lambung
dirangsang untuk mensekresi asam
• Saat mukosa terendam asam  pelepasan gastrin lebih lanjut
akan dihambat
• Makanan merupakan pengatur yang sangat penting dari
pelepasan gastrin:
- Protein yang dicerna sebagian sebagai asam amino
- Distensi lekukan fundus
- Ca
Aksi gastrin :

-Sekresi asam

-sekresi pepsin

-Meningkatkan aliran darah mukosa

- aksi yang berkaitan dengan nutrisi


Pengaturan sekresi Asam

Peptida, protein tercerna, ACH dan peptida pelepas gasrin


dalam lumen  stimulasi sel G 
-sekresi gastrin
-mempengaruhi pelepasan histamin dari ELC

Pada keadaan tidak ada bahan makanan :


- sekresi asam lambung minimal
- H+ /K+ -ATPase
- Pompa asam
 Terdapat pada “tubulo vesicle” sitoplasma sel parital
Pada keadaan terstimulasi (ada makanan)

- H+/K+ -ATPase , KCl transporter bergabung kedalam membran


canaliculi sel parietal

- Ion hidrogen yang berasal dari ionisasi air dalam sel parietal,
dipindahkan kedalam lumen lambung dalam pertukaran dgn K
oleh H+/K+ATPase

-Potasium dan chlorida transporter dalam membran kanaliculi


memungkinkan pertukaran potasium dan chlorida
• OH- kombinasi dengan CO2 dikatalisa oleh carbonic
anhidrase membentuk HCO3- (berdifusi kedalam
darah)  Alkalin tide

• Stimulasi menyebabkan peningkatan sekresi cairan dan


hidrogen yang cepat  pH menurun  1

• Konsentrasi K dan Cl dalam cairan lambung lebih tinggi


daripada didalam plasma

• Produksi PGE2 lokal  memodulasi aliran darah,


sekresi bikarbonat , pembaharuan sel epitel.
PENYAKIT PADA LAMBUNG
1 GASTRITIS AKUT

Definisi :
1. Inflamasi sampai kerusakan pada mucosa lambung akibat dari
suatu perlukaan
2. Spontaneous

Causes:
Asal dari Lambung :
mekanik  tulang, batu, plastik, hairballs
chemicals Obat, toxin tanaman, makanan basi,
infectious  bacterial enterotoxins,
mycotoxins, distemper, parvo,
hepatitis, corona virus, Physaloptera spp.,
Ollulanus tricuspis
Allergen  alergi makanan
Non lambung:
Penyakit sistemik yang mempengaruhi perubahan mukosa lambung

Pathogenesis:

1. Kerusakan pada mukosa lambung, lokal atau


diffus  nekrose sel epithel  Lamina propria 
hemorrhage, edematous dan erosive + PMN

2. HCl diffus tertahan pada lapisan lambung pH lambung ↓


 rupture pembuluh drh  kontraksi muscularum 
vomitus
Gejala klini s:

1. Menonjol  serangan akut dari vomitus yang frequent


dan nyeri abdominal

2. Variasi  lethargy, diarrhea, dehydrasi


Diagnosis:

1. History  vomitus tiba-tiba


2. Gejala klinis
3. Laboratory  hypopotassemia
Fecal test thd Parvo +
4. Radiology  benda asing
penebalan dinding lambung
5. Endoscopy  benda asing
Differential Diagnosis:

VOMITUS:
-Asal Lambung :
neoplasia, retensi (disebabkan oleh
dysfungsi pylorus), GASTRITIS CHRONIC

-Non gastric :
-Obstruksi pada usus halus, penyakit pada
pancreas/ ginjal/hati.

-Systemic /metabolik : Diabetic KA, HE, Uremia


,
-Hypoadrenocorticosims, toksin (obat)

- -Penyakit syaraf :Gangguan pada cerebellar/vestibular,


Prognosis:

Asal lambung  responsif terhdp therapy

Nongastric/Systemik  tergantung pada


penyakit systemik
Treatment:
Symptomatis untuk yang berasal dari lambung:
1.Tidak diberikan apa-apa per os (puasa)
selama 24-48 hours
2. Larutan Ringer’s Lactate
3. KCl 20 mEq/ Body
4. Antiemetik/Antivomitus:
Atropin Sulfate 0,05 mg/kg BB
Chlorpromazine 0,05 mg/kg BB

5. Blocker receptor H-2


Cimetidine 5 mg/kg BB, QID
6. Benda asing : SURGERY

Non Gastric/ Penyakit Systemic ditujukan pada penyakit sistemik


2. GASTRITIS KRONIS

Definisi :

1. Timbul setelah adanya perlukaan yang berulang (dari


gastritis akut) pada mukosa lambung  inflamasi yang tidak
lama berrespon thd therapy

2. Mucosa yang inflamasi bertaut pada submucosa 


lesi kronis .
Causa:

1. Gastritis Akut yang ringan/tdk responsive thdp Tx/

2. Ollulanus tricuspis (cat)

3. Physaloptera spp.
Pathogenesis :
mucosa / submucosa Inflamasilesi kronis  barrier
mucosal rusak  dgn 3 klasifikasi:

-Atrophic Gastritis : tanpa regenerati sel epithelial


(ulser)
-Hypertrophic G :aksi trophic dari histamine atau
gastrin
-Granulomatous G : penebalan mucosal menyerupai
neoplasia
Gejala Klinis :

1. Vomitus Intermittent
2. Vomitus terdiri dari of mucus, gastric juice dan (kadang-kadang)
makanan

3. Kualitas Feces : Melena

4. Polydipsia
Diagnosis:

1. History
2. Gejala klinis
3. Laboratory:
a. Microcytic hypochromic anemia
b. Leucocytosis dgn Eosinophilia absolute
c. Fecal test (kesampingkan parasitism intestinal )

4. Contrast radiographypengosongan lambung tertunda


a. lipatan rugal berkurang Atrophic G
b. Lipatan rugal membesar Hypertrophic G
c. Nodules Eosinophilic G

5. Endoscopy  Penemuan biopsy gastric


(tipis /tebal, edema, ulser, kemerahan)
Differential Diagnosis:

1. Gastritis Akut

2. Neoplasia

3. Obstruksi Pylorus yang menyebabkan distensi gastric

4. Dysfungsi Metabolik/organ :
insuffisiensi Adrenocortical , Uremia, insuffisiensi
eksokrine Pancreatis kronis,insuffisiensi hepatik kronis.
Prognosis:
bervariasi, tergantung pada keparahan dan and responsiveness
terhadap terapi symptomatic sebelumnya

Treatments:
1. Hilangkan kausa jika teridentifikasi

2. Intestinal Prescription Diet (canned)


or home cooked (lamb and rice)

3. H-2 Receptor Blocker:


Cimetidine 5 mg/Kg BW
Ranitidine 0,5 mg/Kg BW

4. Corticosteroid:
Prednisone 1mg/Kg BW

5. Antiemeticum:
Chlorpromazine 0,5 mg/KgBB
Pada kasus ULCUS GASTRIC
1. Kurangi dosis Corticosteroid
2. GAntikan dengan ANTACIDS
DISEASE OF THE SMALL
INTESTINE
CONGENITAL/DEVELOPMENTAL DISORDERS:

1. Lactose enzyme deficiency  DIARRHEA


2. Atresia of ileum et jejunum  VOMITING
3. Pancreatic mesojejunal ligament  VOMITING
4. Meckle’s diverticulum  DIARRHEA
5. Congenital diaphragmatic pericardial hernia VOMITING

DEGENERATIVE DISEASES:
1. Ulcers
2. Sclerosis
INFECTIOUS DISEASES:

1. viral infections  DIARRHEA


2. bacterial infections  DIARRHEA
3. mycotic diseases  DIARRHEA
4. protozoal infections  DIARRHEA
5. Parasites (helminths) infestations  DIARRHEA

INFLAMMATORY DISORDERS:

1. Eosinophilic Enteritis  Causes : unknown


2 Plasmacytic/Lymphocytic Enteritis  unknown
3. Hemorrhagic Gastroenteritis of Dogs  unknown
4. maldigestion/Malabsorption  multitude
5. Protein losing Enteropathies  multitude

IMMUNE DISORDERS:

1. food allergy/intolerance  multitude


MALDIGESTI/MALABSORPSI

Definisi :

Maldigesti : Suatu gangguan yang menyebabkan perubahan


pencernakan

Malabsorpsi : suatu diet yang tidak dapat diabsorbsi setelah


dicernakan sebagaimana mestinya
Causa :

Maldigesti :

- PEI (dapatan atau congenital), obstruksi saluran


empedu, penyakit lambung yang menimbulkan
hiperasiditas dan inaktivasi enzim pancreatic

Malabsorpsi :

-Penyakit usus kronis yang etiologinya tidak jelas


-Penyakit infeksius kronis pada intestin
Patogenesis

Berbagai macam maldigesti yang diketahui, khususnya


maldigesti dapatan, menyebabkan malabsorbsi dengan akibat
klinis :

1. Inflamasi yang terjadi sekunder disebabkan oleh


penurunan permukaan absorptif pada mukosa
2. Defek biokimia dari enzim
3. Transport nutrisi melalui submukosa dan lamina propria
yang tidak efektif
Gejala Klinis

1. Diarrhea berlanjut atau volume besar :


Steatorrhea, makanan tidak tercerna, frekuen, konsistensi
cair sampai semipadat

2. Penurunan berat badan sampai emasiasi

3. Nafsu makan bervariasi sampai anoeksia

4. Gejala klinis non spesifik termasuk dehidrasi, anemia dan


ascites
Diagnosis

1. Riwayat (Anamnesis)

2. Gejala klinis

3. Pemeriksaan feces
a. Sudan III untuk pemeriksaan terhadap lemak
b. Kandungan pati dan serat otot terhadap MALDIGESTI
c. Pemeriksaan mikroskopis terhadap telur cacing dan
protozoa
d. Test pencernaan gelatin untuk protease (uji – berarti
insufisiensi tripsin)
e. Kultur faeces terhadap salmonella
4. Laboratorium :

BT-PABA test serum PABA ≥ 400 ug/dl


Trypsin-like Immunoreactivity:
serum tripsin ≥ 5 ug/dl
very spesific and sensitive
Serum Folate and vit B12:
5 ≤ Folate ≤ 13 ug/L
200 ≤ B 12 ≤ 400 ug/L

Intestinal BIOPSY
Differential Diagnosis:
1. Hyperthyriodismus (kucing)
2. Protein losing Enteropathy

Prognosis:
Tergantung pada kausa utama, perubahan diet,
suplementasi enzimatis atau vitamin
Treatments:
1. treatment kausa utama
2. Perubahan diet :
2.1. Porsi sedikit dan frekuensi makan lebih sering
2.2. Pakan rendah kandungan lemak (C : P harus 4 :1)
3. SuplementasiVitamin
4. Turunkan Diarrhea dan Tenesmus:
4.1. Loperamide HCl: 0,08 mg/KG BB. QID
4.2. Isopropamide (anjing) : 0,14-0,22 mg/KG BW
5. Protectant dan Absorbent:
5.1. Bismuth Subsalysilate
5.2. Kaolin-Pectin
PROTEIN LOSING ENTEROPATHY

Definisi:
Dikarakterisasi dengan hilangnya protein serum secara
berlebihan kedalam saluran pencernakan secara primer
atau disebabkan oleh penyakit lain
Causa:

Primer  Eosinophilic Gastroenteritis


Plasmacytic/Lymphocytic Enteritis
Granulomatous Enteritis
Histoplasmosis
Villous Atrophy
Endoparasitism (in young animals)
Ulcerative Mucosal Lesions
Neoplasia (lymphosarcoma)
Intestinal bleeding
Sekunder  Penyakit yang mempengaruhi sistim Lymphatics :
Lymphangiectasis primer
Obstruksi pada pengaliran Lymphatic
Pathogenesis:
1. Secara fisiologis saluran pencernakan adalah jalan dari
metabolisme protein serum
 fenestrasi dalam kapiler
2. Kausa primer pada PLE akan berakibat PENINGKATAN
PERMEABILITAS MUKOSA TERHADAP PROTEIN
3. Penyakit lain dapat menyebabkan HILANGNYA PROTEIN
ENTERIK melalui DILATASI mukosa usus yang juga
berakibat peningkatan permeabilitas seperti yang
disebabkan secara primer
Gejala Klinis :

1. Diarrhea kronis
2. Penurunan berat badan sampai cachexia
3. Kepucatan  anemia kronis  anorexia
4. Edema (peripheral atau rongga tubuh)
Diagnosis:

1. Riwayat
2. Gejala Klinis
3. Pemeriksaan Faeces terhadap Endoparasitism
4. Uji Laboratorium :
Terhadap Lymphangiectasia : Lymphocyt↓, Ca↓,
Protein↓, Cholesterol↓
5. Radiography:
Penebalan saluran pencernakan/ penyakit obstruktif/ ascites
6. Biopsy endoscopy
Differential Diagnosis:

1. Edema karena HYPOPROTEINEMIA yang disebabkan kausa lain


2. Maldigesti/malabsorpsi
3. Diathesis perdarahan
4. Anemia Kronis yang menimbulkanhypoproteinemia 
PERDARAHAN INTERNAL
ULCUS GASTROINTESTINAL
ENDOPARASITISM
NEOPLASIA INTESTINAL
Prognosis:

PRIMER  FAUSTA SAMPAI DUBIUS


LAINNYA  TERGANTUNG PENYAKITNYA
Treatment:

0. Jika teridentifikasi:
Kesampingkan causa lain dari primer
Kesampingkan maldigesti/malabsorpsi
Kesampingkan OEDEMA dari HYPOPROTEINEMIA lainnya
1. Makanan diet rendah lemak  porsi kecil, lebih sering
makan
2. Perawatan suportif:
2.1. Furosemide  diuretikum pada Loop of Henle’s
2.2. Transfusions Plasma  meningkatkan tekanan
oncotik
2.3. Antiulcers  CIMETIDINE
RANITIDINE
3. Terapi Spesific terhadap kausa utama
COLITIS/PROCTITIS

Definisi :

• Merupakan proses non-spesifik yang menyebabkan peradangan


pada mukosa colon, lamina propria dan submukosa superficial.

• Umum terjadi pada anjing dan jarang pada kucing.

Etiologi :

• Banyak faktor yang mungkin ikut terlibat pada colitis akut 


sulit untuk membuat diagnosa yang spesifik.
Kondisi yang seringkali terlibat termasuk antara lain :

- Diet : memakan bahan makanan berasal dari sampah atau


benda asing yang bersifat mengikis / iritatif

- Bakteria : infeksi sekunder terhadap kerusakan abrasif atau


kelemahan atau penyakit immunosupresif :
- Clostridium sp
- E.coli
- Salmonella sp
- Campylobacter jejuni : colitis superfisial.

- Parasit : Terutama Trichuris vulpis


• Feline panleukemia virus : - menyebabkan lesio pada colon
tetapi tidak separah lesi pada usus halus.

• Kausa utama jarang didiagnosa karena problem ini cenderung


membatasi sendiri.
• Proctatitis akut mungkin mempunyai kausa yang sama tetapi
dapat juga terjadi sekunder terhadap pengeluaran atau
benda asing kasar yang membuat trauma mukosa rektum.
Patofisiologi :

• Kejadian patofisiologi yang menyebabkan hilangnya fungsi


colon normal kemungkinan sama dengan kebanyakan tipe
penyakit peradangan pada usus.

• Adanya peradangan--> perubahan terutama pada :


- integritas mukosal
- absorbsi cairan dan elektrolit
- motilitas yang menyebabkan diarrhea usus besar.
a. Kerusakan mukosa

1. Peradangan dan ulcerasi perdarahan.


Sedikit degradasi bahan kimia dari pigmen darah terjadi dalam
colon , sehingga darah segar (hematochezia) terdapat dalam
feses .

2. Sel goblet yang mensekresi mukus berespons produksi


yang berlimpah  mukus yang tinggi kandungan potasium.

Colitis mukoid yang berkepanjangan  dapat ikut menambah


perkembangan hipokalemia.
b. Penurunan absorbsi air dan sodium :

Ikut menambah peningkatan kandungan air dalam feses -->


diarrhea.
Kapasitas absorpsi sodium secara aktif pada mukosa yang
beradangmenurun.

Siklik AMP memperantarai :


- Peningkatan sekresi cairan dan elektrolit dalam respons
terhadap endotoksin bakterial
- meningkatkan jumlah prostaglandin.
c. Motilitas kolonik :
- Terjadi perubahan kontraksi kolon , walaupun mekanisme belum
jelas dan terdapat perbedaan spesies.

- Peristalsis memburuk, yang secara normal menahan isi colon


proksimal  menurun.
Terjadi lintasan cepat dan penurunan absorbsi cairan.

- Irama segmentasi yang secara normal berfungsi untuk melawan


peristaltik dan membiarkan penyimpanan kolonik  menurun.

- Pergerakan massa (peristaltik) terdiri dari kontraksi yang tidak


sering, bergelombang kuat --> menggerakan sejumlah besar isi
kolon pada arah kebelakang.
- Jika bertahan dari peristaltik yang memburuk dan segmentasi
menurun, kontraksi peristaltik yang lemah
 secara mudah mendorong isi kolon pada jarak yang jauh.

- Peradangan pada colon bagian distal dan rektum secara


konstan  menstimulasi refleks defekasi  peningkatan
frekuensi pergerakan usus, tenesmus (merejan untuk defikasi,
rasa nyeri saat defikasi (dyschezia)
Gejala klinis :

Penemuan tergantung pada etiologi dan keparahan :


- Dehidrasi, depresi dan demam ringan
- Nyeri abdominal yang tidak dapat dilokalisir
- Pemeriksaan rektal : - Kesakitan, menstimulasi
ketegangan
- feses bermukus dan terdapat darah segar
- terdapat potongan tulang atau kayu atau benda asing
lainnya

-Hewan dengan colitis akut sering merasa baik walaupun


adanya diarrhea usus besar (hematochezia, mukus fecal,
tenesmus).
- Vomiting  jarang.

Gejala klinis utama pada proctitis akut --> konstipasi, tenesmus,


hematochezia, dyschezia dan /atau depresi.
Diagnosis :

- Berdasarkan anamnesa dan gejala klinis


- Pemeriksaan rektal  penting.
- Hewan dengan colitis akut  akan merasa tidak nyaman pada
rectal dan/ atau hematochezia .
- Menyingkirkan kausa yang utama (diet, parasit) dan perbaiki
problem dengan terapi symptomatik  membantu menetapkan
perkiraan diagnosa.
- Pemeriksaan rektal pada hewan dengan proctitis akut 
menyatakan kekasaran, ketebalan dan/atau ulcerasi pada mukosa.
- Protoscopy dan biopsi mukosa rectal pasti tetapi jarang diperlukan
Treatment :

- Terapi simptomatis perlu karena proctitis akut dan colitis akut


biasanya idiopathik.
- Puasa selama 24 - 36 jam  mengurangi keparahan dari gejala
klinis.
- Hewan kemudian harus diberikan makanan lunak dengan jumlah
sedikit dapat dengan /tanpa serat kasar.
- Berikan air jika tidak vomitus.
- Perbaiki cairan, elektrolit dan keseimbangan asam-basa. Cairan
pilihan adalah Larutan Ringer Lactate, tambahkan potasium.
- Dapat diberikan cairan hipertonik per oral yang mengandung
konsentrasi equimolar dari sodium dan glukosa efektif dalam
memperbaiki cairan usus yang hilang akibat diarrhea yang
diperantarai enterotoksin seperti pada : salmonellosis

- Namun terapi tipe ini tidak efektif jika terdapat peradangan dan
kerusakan mukosa yang nyata.

- Setelah gejala klinis berkurang, hewan dapat dipertahankan pada


diet tersebut atau perlahan-lahan kembali pada diet awal.

- Adanya abrasi superfisial anal harus dibersihkan dan beri zalf


antibiotik-corticosteroid.
- Kebanyakan hewan dapat sembuh dalam waktu 1 - 3 hari.

- Untuk Proctitis, terapi antibiotika berspektrum luas efektif


terhadap bakteria anaerob dan dapat digunakan pelunak
feses

- Antibiotika berspektrum luas dapat diberikan :


- Ampicillin 11 mg/kg BB IV,IM,SC 4 x/hari atau 22
mg/Kg BB, PO 3x/hari
- Chloramphenicol 25mg/kg BB 3x/hari
- Tetracycline 22 mg/kg BB PO 3x/hari.
SIROSIS HATI, PANKREATITIS

Divisi Penyakit Dalam


Departemen KRP
Fakultas Kedokteran Hewan IPB
2016
SIROSIS HATI

Nama lain: lever cirrhosis, cirrhosis hepatis,


cirrhosis hepar

Pemahaman:
merupakan kondisi final/terminal dari pelbagai
penyakit/kerusakan pada hati yang cenderung
merusak parenkhim hati secara progresif.

Secara HP (Biopsi) dicirikan oleh fibrosis dengan


nodul-2 regenerativa dan hilangnya arsitektur
lobuler hati
Liver Function :
- Production of bile, which helps to absorb dietary fats,
cholesterol, and fat soluble vitamins A, D, E, and K

- Stores sugar and vitamins for later use by the body

- Purifying blood (removes toxins such as alcohol and


bacteria)

- Creation of blood clotting proteins


Etiologi:
kausa tunggal atau majemuk:
metabolisme : defisiensi enzim siklus urea,
lipidosis hepatis, akumulasi Cu kronis
infeksi : HCC, CAH, Leptospirosis (terutama
CAT)
bahan toksis : keracunan Mebendazol, hati
steroid, keracunan Antikonvulsan (pirimidon
& Phenytoin)
kombinasi : berbagai aspek

Predisposisi:
Breed : Bedlington T, Westhighland white T
, Sky T, Dobberman, Cocker Spaniel
Genetik : German Shepherd

CAH = canine adenovirus 1 hepatitis, HCC =hepatitis contagiousa cacnine)


Patogenesis

Patogenesis  proses kompleks yang melibatkan


interaksi antara :
- Hepatosit yang hampir mati
- usaha hati untuk memperbaiki lesio (peradangan,
jaringan parut)
- Regenerasi hepatosit baru ( ke dalam nodule)

 Menurunkan suplai darah  nekrosis lebih lanjut


• Hepatosit yang hampir mati dan yang mati 
menstimulasi reaksi peradangan dalam hati
(stad. Awal neutrofil  mononuclear pada kondisi
kronis)
• Dalam proses persembuhan stlh peradangan
deposit jaringan fibrosa dalam hati
 peningkatan produksi colagen oleh hepatosit
dan fibroblast (sampai 10x N), sedangkan Aktivitas
colagenase menurun
 pertambahan jaringan konektif fibrosa
• Regenerasi jaringan hati  respons terhadap
hepatosit yang necrosa dan hilangnya
kapasitas fungsional hati

 usaha tubuh untuk mengembalikan kapasitas


fungsional hati  normal
Namun  nodul regenerasi sering tidak
berfungsi secara normal
 membesar  menekan stroma yang
berdekatan
•  menurunkan aliran darah ke sekeliling
parenchim hati
•  hipoksia regional  memperparah  lebih
- nekrosis
- peradangan
- fibrosis
- regenerasi
• Tipe vascularisasi pada sirhosis  khas :

Vena portal yang mensuplai nodul regeneratif 


mendorong ke perifer nodul  peningkatan
resistensi terhadap aliran portal  tekanan
portal meningkat
 v.portal berhubungan secara langsung dengan
v. Centralis  melintasi aliran sinusoid
Pergeseran arteriovena  diantara a. hepatik
dan v. Hepatik  penurunan oksigenasi hepatik
 memperparah hipertensi portal
• Ketika a. Hepatik dan darah portal  langsung
ke parenkim hati toksin dan sisa metabolik 
masuk sistim sirkulasi tanpa diproses oleh hati

•  Gejala HE
• Aliran darah lambung menurun adanya hipertensi
portal
• Kemampuan untuk mempertahankan barrier mukosa
lambung normal menurun gastritis , ulcer
• Penurunan metabolisme hepatik pada penyerapan
histidin dari usus  peningkatan sekresi histamin
• Histamin  stimulasi sel parietal  sekresi HCl

• Gastritis, ulcer  vomit , Diarrhea


Patogenesis:

Fibrosis berkembang kearah kerusakan


parenkhim melalui kompresi sinusoid dan
kantung empedu. Sebagian menjadi tidak
berfungsi dan sebagian lagi mengalami
cholestasis s/d hypoxia
Konsekuensi-2:
1. gangguan metabolisme bilirubin
2. gangguan metabolisme asam empedu
3. gangguan metabolisme ammonia (siklus urea)
Metabolisme bilirubin
• Bilirubin --> produk yang terbentuk selama
degradasi porphyrin --> tu Hb
(sumber lain hemoprotein: myoglobin, cytochrom)
• Hb--> sumber utama bilirubin dalam sirkulasi
• Hb --> dibebaskan saat RBC yang tua difagosit
oleh RES --> tu dalam hati dan limpa. besi dilepas
dan digunakan kembali,
-globin didegradasi menjadi asam amino dan digunakan
kembali
-Heme dirubah --> biliverdin
-Biliverdin dirubah --> bilirubin (oleh enzim biliverdin
reduktase)
-Bilirubin larut dalam lemak --> masuk dalam sirkulasi--
> berikatan dengan albumin (unconjugated
bilirubin/indirect bilirubin)
unconjugated bilirubin--> berikatan dengan reseptor pada
hepatosit --> masuk -->konjugasi dengan asam glucoronat --
> conjugated bilirubin atau direct bilirubin yang larut dalam
air. --> disekresikan kedalam canalikuli empedu melalui
proses transport aktif yang membatasi kecepatan langkah
dalam metabolisme bilirubin.
persentase kecil conj.bili keluar dari hati kedalam sirkulasi .
Karena conj.bili larut dalam air --> siap difilter oleh ginjal
dan dieksresi melalui urine

sebagian besar conj. bili. ditampung dalam kantung empedu.


Bakteria saluran pencernaan kemudian --> deconjugated
dan memetabolisme ini menjadi berbagai produk lain
termasuk urobilinogen dan stercobilin. Beberapa
urobilinogen direabsorbsi dalam saluran pencernaan .
sebagian besar kembali kehati dan bagian kecil dieksresi
lewat urine.
Gambaran Klinis:
tanda kardinal: depresi  anorexic to BB↓
ascites
icterus
enselopathi hepatik
hiperkeratosis digitalis
tanda variasi : Ptechie s/d ecckymosis melena
erythema cutis migratoris
(nekrotik, erosif dan krustosa)

(di otak ammonia di tangkap oleh astrosit yang merubahnya menjadi


glutamin. --> secara osmotik aktif menyebabkan kebengkakan
astrosit dan disfungsi otak.
Ammonia juga menyebabkan --> suppress neuroinhibition, blokade
kompleks reseptor GABA dan merubah membran transport)
Ascites :
• Hipertensi portal pertama kali terjadi  vasodilator
lokal dilepaskan mempengaruhi arteri splanchnik 
menurunkan aliran dan tekanan darah arterial yang
efektif.
• Vasodilatasi yang progresif  aktivasi vasokonstriksi
dan mekanisme natriuretik  usaha untuk memperbaiki
tekanan perfusi normal
• Mekanisme yang terlibat termasuk sistim renin
angiotensin, sistim syaraf sympatis dan ADH
• Efek akhir  retensi sodium dan air
• Pada stadium akhir cirrhosis  air bebas berakumulasi
lebih menonjol dari pada retensi sodium  pengenceran
hiponatremia
Diagnosis:
1. anamnesis:
lethargy s/d BB↓
Hematemesis
Melena
stupor
2. Gambaran klinis: sda
3. X ray : mikrohepatik (dog)
hepatomegali (Cat)
4. Gambaran laboratoris:
vary, depends on progressiveness
Diagnosis Banding:
1. Neoplasia hati
2. Cholangiohepatitis kronis
3. Hepatitis aktif kronis
4. Pankreatitis fibrotikans kronis (EPI)
5. FIP (cat)

Prognosis:
baik, jika kadar TPP dpt dipertahankan
doubt – poor, untuk kasus lainnya
Therapi:

1. tentukan kadar TPP & PCV


TPP ≤ 1,5 g/dl trocar N, transfusi Y
PCV ≤ 15
TPP n, PCV n  trocar Y, transfusi N

2. Diuretikum:
2.1. Spironolactone 1-2 mg/kgBB, PO, 2x/d
2.2. Furosemide 1-2 mg/kgBB, PO, 2x/d
3. Hemostiptikum interna:
3.1. vitamin K 2-5 mg/kgBB, SC, 2x/d
4. Antibiotik:
4.1. Amoksilin + Clavulenat: 10mg/kgBB,PO, 3x/d
4.2. Trimethoprim+ sulfa : 15 mg/kgBB,PO, 2x/d
PANKREATITIS
Pankreas
Fungsi pankreas eksokrin
- Memproduksi zymogen inaktif  berubah menjadi
enzim pencernaan yang aktif (mis, Trypsinogen,
chymotrypsinogen, proelastase).
- Beberapa enzim aktif yang akan dilepaskan antara lain
lipase dan α-amilase.
- Mensekresi produk yang perlu untuk penyerapan
vitamin B12 dan Zinc.
- Mensekresi bicarbonat membantu untuk membuffer
asam yang memasuki duodenum dari lambung
Sekresi dari produk pankreas distimulasi oleh
cholecystokinin dan sekretin.
Fungsi Pankreas
• Eksokrin:
– Asini:
• Sekresi cairan
pankreas
• Endokrin:
– Pulau
Langerhans :
• Sekresi insulin
dan glukagon
Sekresi Pankreas
• Interaksi enzim2 duodenum & pankreas
– Enterokinase dari mukosa duodenum & menempel
pada brush border mengaktivasi trypsinogen →
trypsin
– Trypsin mengaktivasi chymotrypsinogen →
chymotrypsin
– Trypsin mengaktivasi procarboxypeptidase →
carboxypeptidase
• Trypsin, chymotrypsin & carboxypeptidase → protein
→ proteolitik
• Amilase pankreas → starch/pati → amilolitik
• Lipase pankreas → lipid → lipolitik
• Deoxyribonucleases & ribonucleases → masing2 DNA
& asam ribonukleat
Fungsi eksokrin Pankreas

• Sekresi yang dihasilkan Fungsi


• Enzim Pencernaan
Trypsin mencerna Prot.
Chymotrypsin mencerna Prot.
Elastase mencerna Prot
Carboksipeptidase mencerna Prot
Amylase mencerna Polisakarida
Fosfolipase mencerna Lemak
Lipase mencerna Lemak
Colipase coenzim fasilitator
lipase
• Bicarbonat - Netralisasi asam lambung yang
masuk duodenum
- antibakterial (menghambat
proliferasi bakteria dalam prox.
Usus halus

• Pancreatic tripsin Perlindungan terhadap autodigesti


inhibitor

• Pancreatic intrinsic Memfasilitasi penyerapan B12


factor
Pankreatitis

•  peradangan pada pankreas ->dapat bersifat akut


atau kronis
• terjadi peningkatan aktivasi enzim intra pankreatik
(produksi enzim pencernaan yang berlebihan oleh
pankreas)  autodigesti progresif pada kelenjar.
•  Adanya autodigesti dimulai dengan merusak
jaringan pankreas itu sendiri.
• Dapat ditemukan pada anjing dan kucing.
Pemahaman:
1. per”luka”an sel asiner pankreas akibat
kegagalan mekanisme pertahanan
kelenjar pankreas dan disertai pelepasan
enzim digestif didalam jaringan/kelenjar.

2. Tanda-tanda klinis yang muncul bervariasi:


ringan, terbatas sampai fatal

3. dapat menuju ke kronis dengan gambaran


lebih kompleks
Predisposisi:
breed :-
sex : betina
Genetik : teckel, m.schnauzer
(hiperlipidemia asidosis)

Etiologi:
Akut:
tidak spesifik  multifactors:
1. nutrisi : diet lemak tinggi, obesity
2. peradangan : hambatan peruraian chylomikron
parvovirus, toxoplasma, FIP
3. Obat : Azathioprin, thiazid, sulfonamid,
furosemid, estogen, tetrasiklin,
kortikosteroid, INH, chlorpromazin
4. sistemik : iskemia, gang. limfatik hati
pankreas, uremia,
hiperadnocorticocism,
hiperkalsemia, diabetes mellitus
gang.sal.empedu

5. trauma : post op pankreas, manipulasi


pankreas

Kronis:
unknown, tendensi pada:
1. primer : idiopathik  aging, sistemik (lih. akut !!)
2. sekunder : kelanjutan AKUT nekrotik
Patogenesis:
• Adanya kerusakan yang melampaui kapasitas untuk
mencegah autodigesti induksi peradangan pankreas

• Enzim  merusak sel dan stroma sekelilingnya


• Radikal bebas  dilepaskan  kerusakan lebih jauh
dari pankreas dan jaringan sekitarnya

• Peradangan rusaknya membran sel aciner 


peningkatan permeabilitas memicu edema pada
pankreas.

• Pada kasus yang lebih berat , dapat berkembang


nekrosis pada organ.
• Jika penyakit cukup parah, keterlibatan multisistemik
terjadi melalui sindroma respons peradangan sistemik
dan melalui efek langsung enzim pankreatik aktif
sirkulasi.

• Peningkatan umum dari permeabilitas terjadinya


syok, edema perifer, edema pulmonum dan effusi.

• DIC terjadi akibat dari perlukaan parah dan


peradangan yang menyebabkan kerusakan lebih jauh
karena thrombosis.
Faktor-faktor etiologis mengawali aktivasi tripsinogen
menjadi tripsin (oleh protease lisosim). Sekali tripsin
aktif  efek karambol:

■ aktivasi chymotripsin: bersama tripsin merusak


jar. nekrosis  pendarahan
■ aktivasi fosfolipase A: integritas membran sel
↓  nekrosis  pendarahan
■ aktivasi elastase: ke elastin ↓ kompaksitas ↓ 
larut
■ aktivasi bradikinin: vasodilasi mikrosirkulasi 
edema
Konsekuensi:

1. pendarahan  Faktor Hageman


aktif  clotting intravaskuler 
DIC
2. Edema + nekrosis  hipotensi 
syok
Gambaran Klinis:
Akut:
kardinal, unspesific 
muntah akut, depresi, nyeri abdomen kranialis,
(Prying position) takhipnoe,
koagulopathi, diare berdarah
KUCING : ikterus
Kronis:
sindrom malasimilasi  flatulen, steatorrhea,
feses lembek hijau kelabu
sindrom maldigesti  materi feses = makanan
Diagnosis:

1. Anamnesis: predisposisi, kakheksia, diet lemak tinggi


2. Gambaran klinis: akut vs kronis
3. Lab.:
PCV ↑↑
Lekositosis (netrofili + monositosis)
Amilase, lipase, AP, GPT : ↑↑
hiperglikemia sindrom (CAT!!)
Asidosis metabolik
4. X Ray:
1. Kontras abdomen kranial menurun
2. Displasia duodenii ke kanan, antrum pylorii kekiri
3. Gas dalam duodenum
GPT = Glutamic-piruvic transaminase/ALT
Diagnosis Banding:

Intradigesti: Ekstradigesti:
GE hemorrhagika Endometritis akut
leptospirosis (CAT) Pielonefritis
Volvulus/obstruksi intestinal uremia
Peritonitis
Diabetes mellitus
Prognosis:

• Akut : baik
• Kronis : hati-hati
Therapi:

• Nothing per os 24-72 jam, ganti RL i.v.


• Antiemetikum : Chlorpromazin 0,25-0,50mg/kgbb
• Analgetikum : Meperidine 5-10mg/kgbb
• Kortikosteroid : jika ada syok !!!
• Antibiotik : Cephalosporin 20-30mg/kgbb
• Variasi:
– Atasi koagulopathi, ikterus hepatik, diabetes
mellitus, sepsis pankreas
SELAMAT
BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai