Anda di halaman 1dari 24

Ny A 60 th tidak Sadarkan Diri dengan Diagnosa Ventrikel Takikardia

Putri Chairani
102008219
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Abstrak : Sinkop berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata syn dan koptein yang
artinya memutuskan. Sehingga definisi adalah kehilangan kesadaran dan kekuatan postural
tubuh yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi pemulihan spontan,
kehilangan kesadaran tersebut akibat penurunan aliran darah ke sistem aktivasi retikular yang
berlokasi di batang otak. . Diperkirakan sepertiga dari orang dewasa pernah mengalami paling
sedikit sekali episode sinkop selama hidupnya. Penyebab sinkop dapat dikelompokkan dalam 6
kelompok yaitu vaskular, kardiak, neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan sinkop
yang tidak diketahui penyebabnya. Kelompok vaskular merupakan penyebab sinkop terbanyak
kemudian di ikuti oleh kelompok kardiak.
Kata kunci : sinkop, vaskular, kardiak
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan jika pasien dalam keadaan sadar, atau dilakukan setelah
memberi pertolongan pertama pada pasien, secara allo-anamnesis kepada keluarga pasien. Hal-
hal yang dapat ditanyakan misalnya, apa yang dirasakan, apakah menggunakan obat-obatan
tertentu, apakah ada riwayat penyakit jantung dalam bentuk apapun (iskemia, aritmia, dll) serta
keadaan penyerta lainnya (hipertensi, diabetes, dislipidemia). Apakah pasien baru saja
melakukan kegiatan fisik yang berat atau mengalami dehidrasi. Ditanyakan juga riwayat
keluarganya apakah ada yang mengalami gejala sama atau ada yang mengalami kematian
mendadak karena kelainan jantung.
Nyeri dada
Nyeri seperti apa? Terasa disebelah mana? Menjalar ke mana? Bagaimana onsetnya ?
mendadak? Bertahap? Apa yanag sedang dilakukan saat rasa nyeri timbul?

Sesak napas
Sesak napas akibat penyakit jantung sering timbul disebabakan oleh edema paru. Rasa sesak
lebih jelas saat berbaring mendatar (ortopnea) atau bisa timbul tiba-tiba dimalam hari (PND)
atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan mengi, jika
sangat berat, disertai sputum merah muda berbusa.
1

Edema ( pembengkakan akibat akumulasi cairan)
Edema perifer biasanya dipengaruhi hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sakral.
1

Jika sangat berat terjadi edema yang lebih luas.

Palpitasi
Mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat dan berdebar. Tentukan provokasi , onset,
kecepatan dan irama jantung serta frekuensi episode palpitasi.
1
Apakah episode tersebut
sidertai nyeri dada, sinkop dan sesak nafas?

Sensasi abnormal
Ditanyakan gejala seperti pusing (hipoperfusi otak), angina (hipoperfusi arteri koroner)
dan sesak napas (paru-paru). Gejala-gejala ini memberi gambaran tentang curah jantung.
1

Jika gejala-gejala ini tidak ada berarti curah jantung pasien masih baik dalam mensuplai
darah ke seluruh organ tubuh. Oleh itu, menyingkirkan penyakit aritmia yang malignant
seperti VT.
Ditanyakan apakah pasien pernah merasakan jantung berhenti seketika kemudian diikuti
detak jantung yang sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya pemanjangan pada fase
diastol. Gejala ini memberi gambaran kejadian ektopik ventrikular. Dan apabila gejala ini
menghilang ketika melakukan senaman fisik, ini berarti ia merupakan gangguan yang benign.
Penting juga ditanyakan onset kejadian sama ada terjadi secara mendadak mahupun secara
gradual. Palpitasi pada keadaan rehat menunjukkan kelainan yang benign berbanding pada waktu
eksersise. Hal ini karena jantung terpaksa bekerja lebih kuat pada waktu eksersise untuk
memompa darah ke seluruh bagian tubuh.
1
Perubahan kesadaran, sinkop ( kehilangan kesadaran secara mendadak)
Penting untuk membedakan hilang kesadaran akibat hipotensi oleh karena aritmia
ataupun penyebab lain (contohnya seperti epilepsi). Pada episode kejadian hilang kesadaran
secara mendadak pada usia lanjut harus mengambil kira kejadian Transient Ischemic Attack
(TIA), yang terjadi akibat anatomi suplai darah dan densitas struktur neurologi pada batang
otak. Jika bukan, penyebab lain yang harus dipikirkan ialah aritmia. Selain itu, jika terjadi
hilang kesadaran mendadak tanpa gejala awal mungkin disebabkan oleh Complete Heart
Block Stokes-Adams atau epilepsi umum yang primer. Manakala pada kejadian Vaso Vagal
Sincope biasanya terjadi pada orang muda, risiko rendah terhadap penyakit jantung iskemik
atau penyakit katup jantung, greying of vision (hipoperfusi retina), duduk atau berdiri pada
jangka waktu yang sangat lama.
1

Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan faktor-faktor risiko penyakit jantung misalnya merokok, hipertensi, diabetes,
hiperlipidemia, ischemic heart disease (IHD) sebelumnya, penyakit cerebrovascular atau
penyakit vascular perifer?
Riwayat keluarga
Penting untuk diketahui dalam mengenalpasti risiko yang ada pada pasien. Adakah
riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati atau penyakit jantung
kongenital dalam keluarga.
1
VT biasanya secara relatif merupakan asimptomatik.

Riwayat sosial
Apakah pasien merokok atau pernah merokok?
Bagaimana konsumsi alkohol pasien? Konsumsi alkohol yang sering boleh
mengakibatkan fibrilasi atrium dan penyakit aritmia lain. Hal ini karena, alkohol yang
berlebihan melambatkan konduksi di miokardium sehingga terjadi re-entrant tachy-
aritmia dan keadaan hiperadrenergik
Apa pekerjaan pasien?
Bagaimana kemampuan olahraga pasien?
Adakah keterbatasan gaya hidup akibat penyakit?

Obat-obatan
Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke
jantung. Pengambilan medikasi seperti beta blocker, antagonis kalsium, atau digoksin boleh
menyebabkan blok jantung. Selain itu obat yang mempunyai efek antikolinergik boleh
memperberat aritmia takikardia.
1
Dan kebanyakan obat antiaritmia boleh menyebabkan
aritmia.
Takikardia ventrikel (VT) mempunyai gejala angina, dispnea, palpitasi, keluhan mudah
letih dan keluhan non spesifik lainnya selama beberapa hari, minggu atau bulan.
1
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum yang dilakukan ialah dengan memeriksa tanda-tanda vital pasien untuk
mencari tanda-tanda demam, hipertensi, hipotensi, bradikardia, takipnea, dan rendahnya saturasi
oksigen. Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung harus diukur pada perubahan ortastatik.

Pemeriksaan kepala dan leher harus memerhatikan abnormalitas atau dyssynchrony pada
pulsasi vena jugularis. Dibandingkan dengan pulsasi karotid atau auskultasi irama jantung dan
penemuan hipertiroidisme seperti pembesaran tiroid dan eksothalmus.
2
Inspeksi pada konjuctiva,
palmar dan mukosa buccal untuk memastikan samada pucat atau tidak.

Auskultasi jantung dilakukan untuk memastikan frekuensinya dan regulitas irama jantung.
Selain itu, kenalpasti jika ada murmur atau bunyi jantung ekstra yang mungkin mengindikasikan
penyakit jantung struktural maupun penyakit vaskular.
2

Pemeriksaan neurogenik dilakukan untuk mengenalpasti atau atau tidaknya resting tremor
atau brisk reflexes (menunjukkan stimulasi simpatis yang berlebihan). Jika adanya penemuan
neurogenik yang abnormal biasanya lebih mengarah pada kejang daripada kelainan jantung jika
sincope merupakan salah satu gejalanya.
2
Penemuan klinis penting yang boleh dikaitkan dengan kejadian palpitasi :
1. Rasa kepala ringan atau sinkop
2. Nyeri dada (angina)
3. Onset baru irama jantung yang tidak regular
4. Frekuensi jantung melebihi 120 kali/menit atau kurang 45 kali/menit pada waktu rehat.
5. Penyakit jantung yang signifikan.
6. Riwayat keluarga dengan kematian yang mendadak.

Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan lab
Ketika pasien dengan gejala kompromi hemodinamik, kita harus menunda tes
laboratorium sampai kardioversi listrik atau defibrilasi dilakukan dan pasien distabilkan.
2

Penilaian tahap elektrolit pada pasien dengan takikardia ventrikel termasuk serum,
kalsium, magnesium dan tahap fosfat. Kadar ion kalsium lebih dipilih daripada kadar
kalsium serum total. Hipokalsemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia merupakan faktor
predisposisi pada pasien monomorfik takikardia ventrikel ataupun torsades de pointes.
Bila diperlukan, periksa kadar obat terapi (misalnya, digoxin). Skrining toksikologi dapat
membantu dalam kasus-kasus terkait dengan penggunaan narkoba.
Evaluasi untuk iskemia miokard atau infark dengan serum troponin jantung I atau T atau
menggunakan marker jantung lain.
2


b) Pemeriksaan foto rontgen
Pemeriksaan foto rontgen diindkasikan jika terdapat simptom megarah kemungkinan gagal
jantung kongestif,congestive heart failure (CHF) atau terdapat kelainan cardiopulmonary
patologis sebagai faktor risiko.
2
c) Pemeriksaan ECG
Takikardia ventrikular (VT) dalah irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks yang
berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laju lebih dari 100/menit. VT dapat di
diagnosis dengan mengunakan ECG dengan karateristik :
Frekuensi QRS meningkat
150-200kali/menit
Kompleks QRS melebar
Hubungan gelombang P dan kompleks QRS tidak menetap
Etiologi Sebelum Mendapatkan EKG
Sinkop berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata syn dan koptein yang artinya
memutuskan. Sehingga definisi adalah kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh
yang tiba-tiba dan bersifat sementara, dengan konsekuensi terjadi pemulihan spontan, kehilangan
kesadaran tersebut akibat penurunan aliran darah ke sistem aktivasi retikular yang berlokasi di
batang otak. Klasifiksai sinkop dapat diklasifiksaikan dalam enam kelompok utama yaitu
vaskular, kardiak, neurologik serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan sinkop yang tidak di
ketahui penyebabnya. Kelompok vaskular merupakan penyebab sinkop terbanyak kemudian di
ikuti oleh kelompok kardiak.
Penyebab Vaskuler dari Sinkop
Dibagi dalam beberapa kelompok gangguan vaskuler seperti kelainan anatomi (subclavian steal
syndrome), ortostatik(insufisiensi otonom, idiopatik, hipovolemika dan akibat induksi obat-
obatan) serta diakibatkan refleks(hipersensitivitas sinus karotis, sinkop yang mediasi persarafan,
sinkop glossofaringeal, situasional pada keadaan batuk, mengunyah menelan atau berkemih serta
keadaan sensitif terhadap adenosin).
1
Hipotensi ortostatik adalah apabila terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau
tekana darah diastolik 10 mmHg pada posisi berdiri selama 3 menit. Pada saat seseorang dalam
keadaan berdiri sejumlah 500-800 ml darah akan berpindah ke daerah abdomen dan ekstermitas
bawah, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan besar volume balik vena secara tiba-tiba
ke jantung. Penurunan besar volume ini akan mengakibatkan penurunan curah jantung dan
stimulasi pada aorta, karotis dan baroreseptor kardiopulmonal yang akan mencetuskan
peningkatan refleks simpatiis. Hasil akhirnya yang di temukan adalah dimana terjadi peningkatan
denyut jantung, kontraktilitas otot jantung dan resistensi vaskular untuk mempertahankan tekana
darah sitemik. Hipotensi ortostatik terkadang asimtomatik tetapi dapat menimbulkan gejala-
gejala sperti kepala terasa ringan, pusing, gangguan penglihatan, lemah, berdebar, gemetar dan
sinkop. Sinkop yang terjadi sesudah makan, terutama pada usia lanjut retribusi darah ke usus.
Penyebab lain hipotensi ortostatik adalah obat-obatan terutama mengakibatkan terjadinya deplesi
volume atau vasodilatasi, dapat disebabkan oleh penyebab neurogenik yang dibagi atas primer
dan skunder. Gangguian primer biasanya idiopatik, sedangkan skunder biasanya berhubungan
dengan zat biokimiawi tertentu atau kelainan struktur yang merupakan bagian sindrom tertentu.
1
Sinkop yang di mediasi pernapasan
Ada beberapa sindrom sinkop yang imediasi refleks di antarnya adalah hipersensitivitas sinus
karotis, sinkop yang dimediasi persarapan, sinkop glossofaringeal, situsional (batuk, mengunyah
dan berkemih) serta sensitif terhadap adenosin. Pada setiap kasus refleks timbul akibat pencetus
dan respon. Akibatnya dari refleks tersebut akan timbul peningkatan aktivitas vagal dan umpan
balik pada simpatis dan perifer sehingga terjadi brakikardia, vasodilatasi dan pada akhirnya
hipotensi,presinkop atau sinkop. Penyebab refleks yang paling sering adalah hipersensitifitas
sinus karotis dan hipotensi yang dimediasi persarafan.
1
Penyebab Kardiak dari Sinkop
Sinkop kardiak merupakan penyebab kedua tersering dari sinkop meliputi 10-20 % atau
seperlima dari seluruh kejadian. Sinkop kardiak ini akan menyebabkan mortalitas yang lebih
tinggi dibandingkan kasus yang tidak mempunyai dasar kelainan jantung. Pasien dengan sinkop
kardiak ini mempunyai resiko kematian tertinggi dalam 1 sampai 6 bulan. Tingkat mortalitas
pada tahun pertama 18-33 %, dibandingkan dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan
kardiak yaitu 0-12%, bahkan pada sinkop tanpa sebab yang jelas hanya kira-kira 6%. Demikian
pula dengan angka kematian mendadak lebih tinggi pada populasi yang mempunyai dasar
kelainan kardiak.
1
Aritmia
Sinkop akibat irama jantung yang tidak yang tidak beraturan paling d sebabka oleh
takiaritmia(ventrikular atau supraventrikular) atau bradikardia . Takikardia ventrikel merupakan
keadaan takikardia yang paling sering menyebabkan sinkop. Takikardia supra ventrikel juga
merupakan penyebab sinkop yang cukup sering, walaupun sebahagian besar penderita
mempunyai keluhan yang lebih ringan seperti berdebar, sesak nafas dan kepala terasa ringan.
Bradikardi juga dapat menyebabkan terjadinya sinkop termasuk sick sinus syndrome dan blok
atrioventrikular, atrium fibrilasi dengan respon ventrikel yang cepat melalui jalur aksesori pada
pasien dengan sindrom Wolf-Parkinson-White, dan takikardia ventrikel monomorfik yang
menetak. Sedangkan pada pasien dengan blok jantung komplit dapat mengalami episode sinkop
yang m,embaik sendiri pada saat terjadinya curah jantung yang tidak efektif akibat takiaritmia
ventrikel atau episode asistol sementara.
Struktur anatomi jantung
Kelainan struktur jantung yang dapat menyebabkan sinkop termasuk stenosis valvular (aorta,
mitral, pulmonal), disfungsi katup protesa atau trombosis, kardiomiopati hipertropik, emboli
paru, hipertensi pulmonal, tamponade jantung dan anomali arteri koroner. Sinkop pada stenosis
aorta terjadi pada saat aktifitas ketika terjadi obstruksi katup menetap dan menghambat
peningkatan curah jantung sehingga timbul dilatasi vaskuler pada otot-otot skeletal yang
bergerak. Sinkop ini juga dapat terjadi saat aktivitas atau latihan tersebut atau sesaat setekahnya.
Dan sinkop dapat terajadi pada saat istirahat pada saat stenosis aorta bila ditemukan keadaan
takiaritmia paroksimal atau bradiaritmia yang timbul bersamaan dengan abnormalitas katup.
1
Penyebab neurologik/serebrovaskular dari sinkop
Kelainan neurologis yang terjadi seringkali mirip dengan sinkop yaitu terdaoat gangguan atau
hilangnya kesadaran seseorang. Keadaan ini termaksud iskemik serebral sementara( biasanya
pada daerah vertebrobasiler), migrain( daerah basiler), epilepsi lobus temporal, kejang atonik dan
serangan umum. Pada gangguan neurologi yang berhubungan dengan nyeri hebat seperti neuralgi
trigeminal atau glosofaringeal, kehilangan kesadaran biasanya diisebabkan sinkop vasovagal.
1
Penyebab metabolik
Penyebab metabolik pada sinkop sangat jarang, hanya kira-kira 5% dari seluruh episode sinkop.
Gangguan metabolik yang seringkali menjadi penyebab sinkop tersebut adalah hipoglikemi,
hipoksia, dan hiperventilasi. Sinkop akibat hipoglikemi adalah hilangnya kesadaran yang
berhubungan dengan kadar gula darah di bawah 40 mg/dl dan disertai gejala tremor, binggung,
hipersaliva, keadaan hiperadrenergik dan rasa lapar. Hipoglikemik harus dipikirkan pada pasien
diabetes melitus yang mendapatkan terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Sinkop akibat
hipoglikemi berbeda dengan sinkop pada keadaan lain yaitu tidak tidak berhubungan dengan
hipotensi, bahkan pada saat pasien dalam keadaan telentang.1
Diagnosis Banding
a) Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel (VF) merupakan keadaan terminal dari aritmia ventrikel yang ditandai oleh
kompleks QRS, gelombang P, dan segmen ST yang tidak beraturan dan sulit dikenali
(disorganized).
4
Rekaman EKG menunjukkan gambaran sentakan-sentakan mendadak dan tidak
teratur. Tidak ada kompleks QRS sejati. Pada fibrilasi ventrikular, jantung tidak menghasilkan
curah jantung, sehingga resusitasi jantung paru serta defibrilasi harus segera dilakukan. Fibrilasi
Ventrikel merupakan penyebab utama kematian mendadak dan merupakan aritmia yang paling
ditakuti oleh karena menyebabkan kematian mendadak.
3

Gambar 1. Gambaran EKG takikardi TV berdegenerasi menjadi VF
Penyebab utama Fibrilasi Ventrikel adalah infark miokardium akut, blok AV total dengan
respons ventrikel sangat lambat, gangguan elektrolit (hipokalemia dan hiperkalsemia), asidosis
berat, hipoksia, medikasi proaritmik, perubahan keseimbangan jalur simpatik dan parasimpatik
(terutamanya peningkatan katekolamin), hipotermia atau hipertermia, penyakit listrik primer
(sindrom pemanjangan QT, sindrom Brugada, takikardia ventrikular polimorfik) dan
hipoksia/iskemik.
4
Salah satu penyebab Fibrilasi Ventrikel primer yang sering pada orang
dengan jantung normal adalah sindrom Brugada. Pada keadaan ini terjadi kelainan genetik pada
gen yang mengatur kanal natrium (SCN5A) sehingga tercetua VF primer. Angka kejadiannya
tinggi pada populasi Asia dan kelompok laki-laki usia muda. Pada EKG permukaan saat irama
sinus ditemukan adanya gambaran RBBB inkomplit dengan elevasi ST di sadapan V1-V3.
4
VF akan menyebabakan tidak adanya curah jantung sehingga pasien dapat pingsan dan
mengalami henti nafas dalam hitungan detik. VF kasar (coarse VF) menunjukan aritmia ini baru
terjadi dan lebih besar peluangnya untuk diterminasi dengan defibrilasi. Sedangkan VF halus
sulit dibedakan.
b) Atrial Flutter
Atrial Flutter adalah terminologi umum yang dipakai untuk menjelaskan suatu kondisi
aritmia atrial yang disebabkan oleh "reentrant circuit" yang besar dan terletak dalam jaringan
atrium.
4
Atrial Flutter hampir sama dengan supraventrikular takikardi (SVT), dimana terdapat
jalur aksesoris yang disebut "reentrant circuit", perbedaannya pada atrial flutter jalur ini lebih
besar dan melibatkan banyak bagian otot atrium dan tidak berhubungan langsung dengan AV
node seperti pada SVT. Atrial flutter biasanya berhubungan dengan kelainan jantung organik dan
insidennya terbanyak kedua setelah atrial fibrilasi.
4

Gambar 2. Gambaran EKG menunjukkan Atrial Flutter

Fluter atrium terjadi bila ada titik fokus di atrium yang menangkap irama jantung dan
membuat impuls antara 250 sampai 400 kali per menit. Tanda penting dari aritmia tipe ini karena
hantaran adalah impuls atrium yang dilepaskan 250 sampai 400 kali per menit akan
mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu aritmia yang mengancam jiwa. Karakteristik tipe ini
adalah:
Frekuensi: 350 sampai 600 denyut per menit
Irama : Ireguler dan biasanya cepat

Respon ventrikel yang cepat akan mengurangi waktu pengisian ventrikel dan kemudian
volume sekuncup. Denyut atrium yang merupakan 25 sampai 30% curah jantung, juga hilang.
Biasanya akan diikuti Chronic Heart Failure (CHF). Biasanya terdapat denyut defisit, perbedaan
jumlah antara denyut apeks dengan denyut nadi.
4
Kriteria Atrial Flutter
i. Ritme reguler: jarak R-R sama
ii. Atrial rate bervariasi antara 250-340 denyut per menit. Ventrikel rate bervariasi, pada tipe
konduksi 2:1 ventrikel rate biasanya sekitar 150 denyut per menit.
iii. Bentuk "sawtooth" atau gelombang F pada lead II, III, dan aVF. Kadang-kadang
gelombang F ini tidak terlihat karena bertemu dengan kompleks QRS.

Atrial flutter memiliki variasi bentuk; yang paling sering adalah "isthmus-dependent
counterclokwise atrial flutter", diikuti oleh "isthmus-dependent clockwisw atrial flutter", dan
atypical atrial flutter.
4
Seperti yang disebutkan di atas, pada atrium terbentuk jalur aksesoris
dengan impuls listrik yang terus-menerus berputar dengan cepat yang melibatkan daerah atrium
yang besar. Variasi yang terbanyak adalah counterclockwise artinya impuls elektrik berputar
dalam sirkuit sirkus dengan arah yang berlawanan arah jarum jam. Apapun bentuknya jalur ini
menghasilkan denyut atrium yang bervariasi antara 250-340 denyut per menit.

Gambar 3. Gambaran EKG Atrial Flutter dengan Sawtooth apprearance

Denyut ventrikular pada atrial flutter biasanya lebih lambat dibandingkan dengan denyut
atrial yang disebabkan oleh hambatan impuls pada nodus AV.
4
Nodus AV melindungi ventrikel
dari denyut atrium yang cepat dengan hanya mengijinkan sebagian kecil dari impuls yang masuk
untuk melewati nodus Av. Oleh karena itu biasanya kita jumpai dua (2:1) atau tiga (3:1) denyut
atrium dengan satu denyut ventrikel.
Diagnosis Kerja
Ventricular tachycardia (VT)
Working diagnosis untuk kasus ini adalah takikardi ventrikel (VT). VT adalah
terdapat 3 atau lebih premature ventricular contraction (PVC) atau ventricular extrasystole
(VES) dengan laju lebih dari 120 kali per menit. Fokus takikardi dapat berasal dari ventrikel (kiri
atau kanan) atau akibat dari proses reentry pada salah satu bagian dari berkas cabang (bundle
branch reentry VT).
3
Dari rekaman EKG permulaan VT umumnya memberikan gambaran EKG
dengan ciri kompleks QRS yang lebar (> 0,12 detik).
2
Secara umum VT dapat dibagi menjadi monomorfik dan polimorfik. Monomorfik
memiliki kompleks QRS yang sama pada tiap denyutan dan menandakan adanya depolarisasi
yang berulang dari tempat yang sama.
2
Umumnya disebabkan oleh adanya fokus atau substrat
aritmia yang mudah dieliminasi dengan teknik ablasi kateter. Sedangkan VT polimorfik ditandai
dengan adanya kompleks QRS yang bervariasi dan menunjukkan adanya urutan depolarisasi
yang berubah dari ebberapa tempat. Biasanya VT jenis ini berkaitan dengan jaringan parut (scar
tissue) akibat infark miokard (ischemic VT). Bila VT berlangsung lebih dari 30 detik disebut
sustained dan sebaliknya bila kurang dari 30 detik disebut non-sustained.
3
Manifestasi klinik yang diakibatkan oleh perubahan hemodinamik dan kesan aritmia ialah
dispnea, angina, hipotensi, oliguria dan sinkop. Apabila denyut jantung tidak terlalu cepat yaitu
kurang 160 kali per menit, biasanya tanpa gejala atau gejala ringan atau pusing. Manakala gejala
yang lebih berat boleh ditemukan pada pasien infark miokard akut, fibrilasi ventrikular. Terdapat
2 kemungkinan mekanisme terjadinya VT yaitu ventrikel pacemaker yang latent diransang
secara otomatis lalu menghasilkan nyahcas impuls yang cepat atau arah pergerakan impuls
secara sirkuler dan repetitif dalam re-entrant litar tertutup.
3


Gambar 4. EKG normal


Gambar 5. EKG ventrikel takikardi
Etiologi
Pemanjangan interval QT bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat. Bentuk yang
kongenital terdapat pada sindrom QT memanjang, sedangkan yang didapat paling sering ialah
yang diinduksi obat, meskipun bisa juga disebabkan oleh abnormalitas elektrolit, hipotiroidisme,
kejadian serebrovaskular, iskemia atau infark miokardial, kelaparan, keracunan organofosfat,
miokarditis, gagal jantung kongestif berat, dan prolaps katup mitral.
3
Obat yang paling sering menyebabkan torsade ialah obat antiaritmia kelas IA (quinidine,
procainamide, disopyramide), walaupun juga dilaporkan terjadi torsade pada semua subkelas dari
obat antiaritmia kelas I dengan frekuensi yang lebih jarang. Antiaritmia kelas III, seperti sotalol,
dofetilide, dan, yang lebih jarang, amiodaron, juga terlibat. Obat-obat selain antiaritmia yang
juga terlibat antara lain fenotiazin, haloperidol, dan antidepresan trisiklik. Antibiotik, yang
mencakup eritromisin dan makrolid lainnya, seperti kotrimoksazol, bisa menyebabkan terjadinya
torsade khususnya jika dikombinasikan dengan antihistamin tertentu seperti astemizol dan
terfenadin. Obat-obat antihistamin ini juga ditemukan menyebabkan torsade pada kombinasi
dengan agen antifungal azole seperti ketoconazole.
Bradikardia dapat mencetuskan torsade pada pasien dengan pemanjangan interval QT,
meskipun belum jelas apakah bradikardia itu sendiri merupakan predisposisi bagi torsade.
Biasanya, interval RR yang panjang diikuti interval RR pendek dan diikuti interval RR panjang
lainnya mencetuskan terjadinya takikardia ventrikel.
Kelainan elektrolit. Hipokalemia merupakan kelainan yang paling diyakini berhubungan
dengan torsade. Hipomagnesium juga bisa jadi berperan karena pemberian magnesium sering
kali menghentikan terjadinya torsade. Namun, bukti yang mendukung hal ini masih kurang.
Demikian pula, meskipun hipokalsemia berhubungan dengan pemanjangan interval QT, hanya
ada sedikit laporan kejadian torsade pada keadaan ini.
Fenomena R-on-T terjadi ketika sebuah defibrilasi atau arus pacu diberikan bersamaan
dengan gelombang T pada EKG sehingga menyebabkan terjadinya polimorfik VT.
Berbagai kejadian serebrovaskular dihubungkan dengan torsade, terutama perdarahan
subaraknoid. Pemanjangan interval QT yang kadang-kadang terlihat bersama dengan perdarahan
intrakranial biasanya bersifat transient, menghilang dalam hitungan minggu.
Epidemiologi
VT lebih sering ditemukan pada laki-laki karena penyakit jantung iskemik lebih sering
terjadi pada laki-laki. Namun, perempuan dengan sindrom QT memanjang memiliki risiko yang
lebih besar untuk kematian mendadak. Kejadian iskemik VT meningkat sesuai usia, tanpa
melihat jenis kelamin, sesuai dengan peningkatan kejadian penyakit arteri koroner. Puncak
kejadian tertinggi yaitu pada usia pertengahan, mengikuti kejadian penyakit jantung struktural.
Torsade merupakan aritmia yang mengancam kehidupan dan dapat muncul sebagai
kematian jantung mendadak (sudden cardiac death) pada jantung yang secara struktural normal.
Di Amerika serikat, 300.000 kematian jantung mendadak setiap tahunnya, torsade bisa jadi
merupakan penyebab 5% dari angka kejadian tersebut. Torsade 2-3 kali lebih sering terjadi pada
wanita daripada laki-laki. Wanita memiliki interval QT yang lebih panjang dan lebih sering
mengalami pemanjangan QT akibat obat. Sindrom QT kongenital merupakan keadaan yang
diturunkan secara autosomal dominan tetapi menunjukkan ekspresi yang lebih sering dan
pemanjangan QT yang lebih besar pada wanita daripada laki-laki. Torsade terjadi pada rentang
usia yang luas, dari bayi baru lahir sampai lansia dengan frekuensi paling sering terjadi pada usia
35-50 tahun. Torsade yang terjadi pada awal kehidupan biasanya disebabkan oleh sindrom QT
kongenital sedangkan torsade pada lansia biasanya disebabkan oleh sindrom QT didapat.
Faktor risiko VT:
Abnormalitas elektrolit hipokalemia, hipomagnesemia secara klinis berperan penting
menetuskan aritmia. Hiperkalemia juga dapat mengarah pada VT dan VF, khususnya
pada pasien dengan penyakit struktural jantung.
Resiko VT lebih besar pada populasi yang juga punya predisposisi terjadinya
aterosklerosis, dan karena itu VT sering ditemukan pada pasien yang juga mengalami
iskemia dan sleep apnea.
Pada pasien berusia kurang dari 35 tahun, penyebab kematian mendadak yang mungkin
disebabkan VT, faktor risikonya antara lain kardiomiopati hipertrofik, kardiomiopati
ventrikel kanan, miokarditis, dan sindrom QT memanjang.
Faktor risiko untuk terjadinya torsade mencakup hal-hal berikut:
LQTS kongenital
Jenis kelamin perempuan
LQTS didapat (disebabkan oleh obat-obatan dan kelainan elektrolit)
Bradikardia
Abnormalitas EKG dasar
Gagal ginjal atau gagal hati
1,3

Patofisiologi
Terlepas dari mekanisme aritmia pada VT, keparahan gejala klinis menentukan
kedaruratan yang dengannya VT harus ditangani. Selama VT, curah jantung berkurang karena
denyut jantung yang cepat dan kurangnya kontraksi atrium yang teratur dan terkoordinasi.
Iskemia dan insufisiensi mitral dapat juga berperan pada intoleransi hemodinamik. Kolaps
hemodinamik lebih sering terjadi ketika ada disfungsi ventrikel kiri yang mendasarinya atau
dengan denyut yang sangat cepat.
3
Pada pasien dengan VT monomorfik, resiko kematian berkaitan dengan derajat penyakit
jantung struktural, misalnya, kardiomiopati iskemik, kardiomiopati berdilastasi, kardiomiopati
hipertropik, penyakit Chagas, dan dysplasia ventrikular kanan telah dikaitkan dengan
monomorfik atau polimorfik VT yang berdegenerasi menjadi VF. Jika VT dapat ditoleransi
secara hemodinamik, takiaritmia yang menetap dapat menyebabkan kardiomiopati terdilatasi.
Hal ini dapat berkembang selama lebih dari satu periode berminggu-minggu hingga berbulan-
bulan dan membaik dengan penanganan VT yang tepat.
Abnormalitas yang mendasari LQTS baik yang kongenital maupun didapat ialah aliran
ionik selama repolarisasi, yang memengaruhi interval QT. Variasi dari perubahan pada aliran
ionik dapat terlihat pada efek umum dari penurunan arus yang merepolarisasi, tercermin pada QT
yang panjang, dan perubahan-perubahan ini kemudian dapat mengarah pada arus yang
mendepolarisasi siklus jantung berikutnya dan kadang-kadang menimbulkan potensial aksi, yang
dinamakan afterdepolarizations. Hal ini menyebabkan penundaan repolarisasi lebih jauh dan
menyebabkan early afterdepolarizations (EAD), yang mencetuskan terjadinya torsade.
Repolarisasi mempunyai tiga fase. Selama awal kenaikan cepat dari potensial aksi di
dalam sebuah sel jantung normal, terjadi suatu influx cepat dari ion-ion positif (Na
+
dan Ca
2+
),
yang menghasilkan depolarisasi membran sel. Peristiwa ini diikuti oleh aliran keluar kalium
yang transient, sementara influx ion positif tadi berkurang. Hal ini merupakan bagian awal dari
repolarisasi, atau fase I. Fase 2 dicirikan oleh bentuk plateu. Aliran arus positif ke dalam dan ke
luar menjadi hampir sama besar selama tahap ini.
Fase 3 repolarisasi dimediasi oleh aktivasi dari penukar arus kalium lambat yang
memindahkan kalium keluar sementara arus positif ke dalam berkurang. Jika terjadi inaktivasi
lambat dari arus Ca
2+
dan Na
+
, arus yang masuk ini dapat menyebabkan depolarisasi tunggal atau
berulang selama fase 2 atau 3 (EAD). EAD ini muncul sebagai gelombang U patologis pada
EKG, dan ketika mencapai ambang rangsang, EAD tersebut dapat mencetuskan ventricular
tachyarrhythmias.
Perubahan-perubahan pada repolarisasi ini tidak terjadi pada semua sel miokard. Bagian
endokardial dalam dan lapisan tengah miokardial (disusun oleh sel-sel M) pada ventrikel lebih
rentan terhadap pemanjangan repolarisasi dan EAD karena mereka memiliki penukar arus
kalium lambat yang kurang cepat, sementara daerah lain mungkin memiliki siklus yang pendek
atau normal. Heterogenitas repolarisasi pada miokardial ini memungkinkan penyebaran dari
aktivitas yang dicetuskan (triggered activity), yang dimulai oleh EAD dengan mekanisme
reentrant dan belakangan ini diduga bertanggung jawab pada menetapnya torsade.
Penatalaksanaan
Tatalaksana VT dibagi dalam 2 cara dengan mengacu pada perabaan denyut nadi.
VT dengan denyut nadi masih teraba, dan VT dengan denyut nadi tidak teraba.Ketika sedang
terjadi VT, harus dipastikan dulu apakah denyut nadinya masih ada atau tidak?
Pemeriksaan denyut nadi harus dilakukan dalam waktu yang sangat cepat (3-5 detik) karena
semakin lama VT dibiarkan maka ancaman jiwa semakin cepat. Setelah denyut nadi sudah
dapat dipastikan maka tatalaksananya kita bagi dalam 2 cara, yaitu:

a) VT dengan teraba nadi

VT yang mas i h t er aba nadi menunj ukkan bahwa j ant ung mas i h
mel akukan kont r aks i dengan bai k. Tat al aks ananya mel i put i :

i. Umumnya kesadaran pasien tidak menurun sehingga masih bisa diajak
bicara.
ii. Pukul dada (chest tumb) atau defibrilasi tidak boleh dilakukan.
iii. Jika tekanan darah masih stabil, pilihan terapi adalah obat -obatan anti
aritmia yaitu amiodaron dan lidocaine (xylocard). Ami odar on di ber i kan
bol us 150 mg 300 mg ( di l ar ut kan dal am 50 ml Dex 5%) diberikan
dalam 10 menit. Jika setelah bolus tidak memberikan efek, pemberian dapat diulang
dengan dosis 150 mg setiap 3-5 menit. Untuk pemberian drip, dimulai dari 1mg/menit
selama 6 jam selanjutnya diturunkan menjadi 0,5 mg/menit selama 18 jam. Total
permberian amiodaron tidak boleh melebihi 2.2 g dalam 24 jam. Amiodarone dapat
mengakibatkan efek samping berupa hipotensi dan meningkatkan kadar SGOT dan
SGPT.
Lidocaine dapat menjadi alternatif pilihan kedua. Dosis untuk bolus
0,5 mg 0,75mg/kgBB. Drip dimulai dari 1-4 mg/menit.d. Jika tekanan darah
sistole < 100 mmHg, kardioversi menjadi pilihan utama. Kardioversi dimulai dari 200
J, jika tidak berhasil (irama masih VT) energi dinaikkan bertahap 300J kemudian
kaji irama, jika tidak berhasil naikan energi menjadi 360Joule. Sebelum
tindakan kardioversi dimulai, inform concern (persetujuan tindakan) harus sudah
disetujui keluarga
iv. Karena pada VT dengan teraba nadi pada umumnya pasien masih sadar,
Pemberian sedasi dan analgetik harus diberikan agar saat tindakan pasien dalam
keadaan tertidur dan tidak merasakan sensasi yang tidak nyaman.. Midazolam iv 1-
2mg diulang 3-5 menit sampai efek sedasi tercapai. Dapat juga ditambahkan morfin
2,5mg iv bolus pelan jika efek sedasi belum tercapai.
6
Midazolam lebih
baik dalam halmemori, sehingga setelah midazolam iv diberikan, pasien tidak ingat
apa yang terjadi saat kardioversi dilakukan.

b) VT dengan nadi tidak teraba
Kompresi dilakukan minimal 100x/menit dengan kedalaman 2 inci pada dewasa dan anak
manakala 1.5 inci pada balita. Dilakukan dengan kiraan 30 kompresi: 2 napas. Durasi dilakukan
CPR tergantung onset CPR setelah pasien collapse. Jika onset kurang daring 6 menit, CPR
dilakukan sehingga pasien menunjukkan tanda-tanda kesedaran atau maksimal selama 30 menit.
Jika onset lebih dari 6 menit, maka CPR silakukan sehingga 15 menit. Dengan menggunakan
automated external defibrillation (AED) dicek sama ada shock able atau non-shock able.
VT dengan tidak teraba nadi menunjukan bahwa jantung tidak melakukan
kontraksi dengan baik.Tidak ada sirkulasi (aliran darah) dari jantung ke seluruh tubuh.
Tatalaksananya sama dengan VF (Ventrikel Fibrilasi).
3

Algoritmanya sebagai berikut:

1. Kesadaran pasien menurun, tanpa nadi dengan episode kejang.
2. Jika defibrilator belum tersedia, resusitasi jantung paru (RJP) atau CPR lebih baik
daripada tindakan pukul dada (chest tumb). Kerana dengan CPR masih
memungkinkan adanya sirkulasi jantung ke seluruh tubuh.
3. Jika defibrilasi sudah tersedia, energi dimulai dengan 360 J (energi paling tinggi)
unsynchronize.
4. Jika 1x defibrilasi 360 J tidak berhasil, berikan epinefrin IV 1mg bolus cepat diikuti
plush 20 ml NaCl 0,9% dengan ektremitas diekstensikan.
5. Prinsip pada VT tanpa nadi adalah drug dan shock artinya epinefrin dan shock
listrik atau defibrilasi.
6. Defibrilasi ulangg setiap pemberian epinefrin. Energy yang digunakan tetap 360 Joule
selama iramanya masih VT tanpa nadi.
7. Epinefrin dapat diulang setiap 3-5 menit dengan dosis sama 1 mg selama VT
8. Obat-obat anti aritmia lain dapat dijadikan pertimbangan jika VT masih menetap.
Diantaranya amiodaron, lidokain, MgSO4, prokainamide dan bikarbonat.

Sekalipun resusitasi (RJP) berhasil dilakukan namun selalunya kondisi pasien
jatuh pada kegagalan nafas (respiratory failure)dan pada akhirnya memerlukan dukungan
ventilasi mekanik atau ventilator.

Tatalaksana jangka panjang

Tujuan terapi jangka panjang adalah mencegah kematian mendadak. Pada pasien dengan
VT non-sustained dan bergejala dapat diberikan obat penyekat beta.Bila tidak efektif dapat
diberikan sotalol atau amiodaron.Pada pasien dengan riwayat infark miokard akut dan penurunan
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi <35%), terdapat VT yang dapat dicetuskan dan tidak dapat
dihilangkan dengan obat, maka Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) lebih unggul
dalam menurunkan mortalitas (The Multicenter Automatic Defibrillator Trial=MADIT).
7
Untuk
pencegahan sekunder kematian mendadak (pasien yang berhasil diselamatkan dari aritmia fatal)
pada pasien pasca infark miokard dengan penurunan fungsi ventrikel kiri, ICD telah trbukti lebih
unggul daripada amiodaron.

Terapi non medika mentosa

1. Konsultasi

Elektrofisiologi jantung adalah subspesialisasi yang dikhususkan untuk diagnosis dan
pengelolaan aritmia jantung. Pasien dengan takikardia ventrikel harus dirujuk ke ahli jantung
umum atau elektrophysiologist untuk perawatan khusus.


2. Diet

Pasien dengan takikardia ventrikular iskemik (VT) dapat manfaat dari diet rendah kolesterol
dan / atau diet rendah garam. Pada pasien dengan VT idiopatik penurunan gejala mungkin
terlihat sekiranya stimulan seperti kafein dihindari.

3. Aktivitas

Takikardia ventrikel (VT) dapat dipicu oleh peningkatan nada simpatis selama aktivitas fisik
berat. Salah satu tujuan dari manajemen VT yang sukses adalah untuk memungkinkan pasien
untuk kembali ke gaya hidup aktif melalui obat, implantasi ICD, dan / atau terapi ablasi
Penatalaksaan Emergency
Henti jantung dan pernapasan sering ditemukan di masyarakat dan di rumah sakit.

Penyebab
tersering kegagalan sirkulasi, henti jantung yang cukup berat sampai menyebabkan hilangnya
kesadaran dan mengancam kehidupan.
Terdapat beberapa penyebab umum kegagalan untuk bernapas yang cukup untuk
mempertahankan hidup henti napas:
Penyakit paru berat: pneumonia, obstruksi jalan napas berat, misalnya asma, eksaserbasi
PPOK, PPOK stadium akhir dan lain-lain.
5

Sebagian besar pasien datang dengan keluhan kombinasi henti sirkulasi dan pernapasan. Hal
ini biasanya berarti pada mulanya terjadi hanti jantung atau pernapasan yang kemudian terus
berlanjut, kerana tak terelakkan lagi yang satu menyebabkan yang lain.

I. Resusitasi jantung paru
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah istilah yang dipakai untuk meyebut terapi segera
untuk henti jantung dan/atau napas. RJP terdiri dari pemberian bantuan sirkulasi dan napas, dan
merupakan terapi umum yang bisa diterapkan pada semua kasus henti jantung/paru.

Namun
tindakan ini tidak mengesampingkan perlunya menegakkan diagnosis akurat sehingga terapi
spesifik. Bila tersedia, bisa diberikan sedini mungkin untuk menyelamatkan nyawa. Menegakkan
diagnosis dengan menggunakan semua fasilitas yang ada, misalnya anamnesis dari pertolongan
pertama (perawat, petugas ambulans), menemukan resep atau obat bebas dalam saku,
pemeriksaan fisik, EKG segera dan foto toraks.
4,5

Prinsip utama mendasari RJP adalah:
a. Ketetapan: terapi ditujukan untuk mengembalikan pasien pada kehidupan yang
berkualitas. Jika ini tidak memungkinkan, pertimbangkan apakah RJP tidak perlu
dilakukan. Perintah untuk jangan berusaha melakukan resusitasi dibuat berdasarkan
kemungkinan keberhasilan RJP segera yang berhubungan dengan usia dan penyakit
pasien, kemungkinan mengembalikan hidup berkualitas yang berlangsung lama
(berhubungan dengan kualitas hidup sebelumnya), keinginan pasien dan kerabatnya, yang
harus dipenuhi.
b. Kecepatan : setelah kegagalan sirkulasi/napas total terjadi hipoksia vena dalam waktu 3-4
menit (kecuali ada hipotermia berat). Selanjutnya, segera terjadi anoksia jantung yang
menghambat pemulihan sirkulasi. Hukuman bagi diagnosis dan terapi yang tidak tepat
dan terlambat adalah kematian pasien.
Cara melakukan RJP adalah seperti berikut:
1. Minta bantuan tambahan sesegera mungkin
2. Lakukan penilaian jalan napas, pernapasan, sirkulasi (Airway, Breathing, Circulation)
atau ABC dan terapkan algoritma bantuan hidup dasar (BHD). Jika korban tidak memberi
respons terhadap goyangan/teriakan, balikkan badannya, buka dan lakukan inspeksi jalan
napas. Singkirkan sumbatan. Tentukan dalam 10 detik apakah pasien bernapas normal
dengan melihat gerakan dada, dengarkan suara napas pada mulut pasien dan rasakan
udara pada pipi doktor.
3. Jika pasien bernapas normal, baringkan pasien pada posisi pemulihan. Jika hanya ada
upaya bernapas yang lemah, berikan 2 kali napas buatan, secara perlahan dan efektif ke
dalam mulut (masing-masing sebanyak 700-1000ml), dengan hidung pasien ditutup,
cukup untuk membuat dada naik turun.
4. Setelah 2 kali napas efektif (lakukan sebanyak 5 kali atau lebih), periksa sirkulasi (denyut
karotis atau femoral). Jika sirkulasi tidak ada, mula lakukan kompresi dada, menekan
sternum ke bawah 4-5 cm, dengan kecepatan 100 kali/menit, bergantian 15 kompresi tiap
2 kali napas. Kompresi dada mengembalikan 30% perfusi otak normal. Lanjutkan bagian
ini sampai timbul gerakan atau pasien bernapas.
5

Pada bantuan hidup lanjut (bila alatnya tersedia) boleh dilakukan BHD, tempelkan elektroda
EKG dan didiagnosa irama jantung:
a. Fibrilasi ventrikel (VF), takikardia ventrikel (VT) tanpa denyut adalah penyebab
tersering henti jantung yang dapat disembuhkan. Tingkat keberhasilan menurun sebanyak
7- 10% untuk tiap penundaan defibrilasi. Beri muatan pada defibrilator dan beri tiga
kejutan dengan energi 200 J, 200 J dan 360 J. Setelah berhasil melakukan kardioversi,
mungkin terjadi asistol dan/atau denyut lemah (kekagetan miokardial) transien ( 10
detik) : maka lakukan RJP selama 1 menit setelah 3 kejutan sebelum evaluasi ulang irama
jantung. Jika VF dan VT menetap, amankan jalan napas endotracheal tube, masker laring
(laryngeal mask airway [LMA]), pasang ventilator dengan kecepatan 12 napas/menit
menggunakan oksigen 100%. Pasan jalur intravena perifer (jalur sentral tidak aman
selama melakukan RJP). Berikan adrenalin untuk memperbaiki efikasi RJP. Efek -
adrenergik menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan tekana perfusi miokard dan otak.
VF/VT yang refrakter mungkin merespons terhadap kejutan lanjutan atau pemberian
amiodaron, lidokain atau prokainamid intravena. Lanjutkan sampai sirkulasi kembali,
atau diambil keputusan untuk berhenti. Berikan bikarbonat jika pH 7,1 pada overdosis
trisiklik, atau jika ada hiperkalemia.
b. Asistol biasanya lethal. Pertimbangkan untuk memberi atropin. Blok jantung komplit
merespons terhadap pemasangan pacu (eksternal atau transvena) dan/atau isoprenalin.
Hati-hati terhadap asistol palsu: VF dengan voltase rendah, atau pemasangan elektroda
yang tidak tepat.
5

Hentikan RJP setelah konsultasi dengan anggota tim lainnya, bila keadaan tidak bisa
disembuhkan, berdasarkan lamanya RJP dan apakah pernah mencapai sirkulasi stabil. Dilatasi
pupil tidak bisa dipercaya sebagai tanda kerusakan otak irreversible.
Komplikasi

Kematian mendadak akibat penyakit jantung. Selain itu, komplikasi Implantable
Cardioverter-Defibrillator (ICD) termasuklah infeksi dan syok.
6
Preventif
Gunakan obat hanya dengan persetujuan dokter. Hindari kegiatan fisik yang terlalu berat,
khususnya pada LQTS kongenital. Ajari pasien bagaimana memantau denyut dan mengenali efek
buruk obat yang dikonsumsi. Keluarga dapat diajari cara memberikan pertolongan pertama.
3

Prognosis
Prognosis ditentukan terutama oleh fungsi ventrikel kiri. Pada pasien dengan idiopatik
VT, prognosisnya baik. Namun, pasien dengan LQTS, displasia ventrikel kanan, kardiomiopati
hipertrofik dapat berisiko mengalami kematian mendadak (sudden death), terutama jika ada
riwayat keluarga yang kuat.








Daftar Pustaka
1. Rasjidi Kasim, Nasution SA. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed V. Jilid I. Jakarta : .
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009
2. Jonathan Gleade. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga.2007,
hal. 24-5
3. Thaler M S. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan; alih bahasa: Wahab S, editor edisi
Bahasa Indonesia: Perdan T I M, Nugroho A W. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2009
4. Yamin M, Harun Sjaharuddin . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed V. Jilid II. 2009
5. Dwight W.Lodge, Harvey D Grant, Handbook of Emergency Care Procedures, Rescue
Training Associates, 2005
6. Patrick Darvey, Medicine at a glance, Blackwell Science Ltd, 2006, hal.131-34

Anda mungkin juga menyukai