SYOK KARDIOGENIK
OLEH
NI WAYAN NIKE JAYANTHI (0602105036)
NI LUH GEDE SAYANG DARMAYANTI (0602105069)
2. EPIDEMIOLOGI
Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah IMA (infark miokard akut)
dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis.
Insiden syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi.
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1%
pasien IMA non-elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada
pasien ini adalah 76 jam dan 96 jam, dimana yang tersering adalah 48 jam. Syok
lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain
dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien IMA yang
mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang
berkisar antara 4,2% sampai 7,2%.
3. ETIOLOGI
Menurut Sylvia A. Price, 2006
A. Disebabkan oleh disritmia
1. Bradidisritmia
2. Takidisritmia
B. Disebabkan oleh faktor mekanisme jantung
1. Lesi regurgitasi
a. Insufisiensi aorta atau mitralis akut
b. Ruptur septum interventrikularis
c. Aneurisma ventrikel kiri masif
2. Lesi obstruktif
a. Obstruksi saluran keluar ventrikel kiri, seperti stenosis katup aorta
kongenital atau didapat, dan kardiomiopati hipertropi obstruktif.
b. Obstruksi saluran masuk ventrikel kiri, seperti stenosis mitralis,
miksoma atrium kiri, trombus atrium.
C. Miopati
1. Gangguan kontraktilitas ventrikel kiri, seperti pada infark miokardium akut
atau kardiomiopati kongestif
2. Gangguan kontraktilitas ventrikel kanan yang disebabkan oleh infark
ventrikel kanan
3. Gangguan relaksasi atau kelenturan ventrikel kiri, seperti pada
kardiomiopati restriktif atau hipertrofik.
4. FAKTOR PENCETUS
a. Iskemia atau infark miokard
b. Anemia: takikardi atau bradikardia
c. Infeksi : endokarditis, miokarditis, atau infeksi di luar jantung
d. Emboli paru
e. Kelebihan cairan atau garam
f. Obat penekan miokard seperti penghambat β
g. Lain-lain: kehamilan, tirotoksikosis, anemia, stres (fisik atau emosi).
5. PATOFISIOLOGI
Kelainan fisiologis yang mendasari syok kardiogenik adalah menurunnya
kontraktilitas otot jantung sebagai konsekuensi tidak berfungsinya sebagian otot
jantung. Hasil bedah mayat penderita IMA dengan syok kardiogenik menunjukan
kerusakan 40% otot jantung. Mungkin ruptur dinding ventrikel, septum atau otot
papilaris.
Penyakit jantung tidak mampu memusatkan secara sinkron atau penekanan dan
aliran darah ke aorta dihindarkan. LVEDP (The Left Venticular End-Diastolic
Pressure) dan arterial pressure (LAP) meningkat dari sistolic outflow yang tidak
efisisien. Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonari meningkat yang akan
menyebabkan cairan ekstraseluler berpindah ke intertisial sehingga mengakibatkan
edema paru.
6. PROGNOSIS
Prognosis kardiogenik syok secara umum buruk meskipun insidennya telah
menurun. Pada penderita syok akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya
infark miokard. Mortalitas rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung 60-70%.
Mortalitas tinggi bagi mereka yang menunjukan pengisisan ventrikel kiri yang
sangat tinggi dan penurunan indeks jantung. Bila tekanan tersebut normal atau
sedikit tinggi dan hipovolemi relatif, prognosis lebih baik. Sekitar 30% penderita
menunjukan respon terhadap ekspansi volume darah dengan dextran atau
albumin. Penderita dengan pengisian ventrikel kiri dan indeks jantung yang ringan
biasanya menunjukan hasil yang baik dengan obat-obatan vasopresor.
7. GEJALA KLINIS
Gejala syok kardiogenik akibat IMA, antara lain:
a. Timbul tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat gangguan miokard
masif atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri.
b. Timbul secara perlahan beberapa hari sebagai akibat infark berulang
c. Timbul tiba-tiba 2-10 hari setelah infark disertai dengan timbulnya bising mitral
sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Tahap ini dapat disertai
atau tanpa disertai nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesak nafas akut.
d. Keluhan nyeri dada pada IMA biasanya di daerah substernal, terasa seperti
ditekan, diperas, diikat, dicekik, dan disertai rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke
leher, rahang, lengan, dan punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung lebih
dari setengah jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.
8. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan fisik tergantung derajat shock:
a. Tahap kompensasi :
- Perubahan mental atau perilaku
- Output urine normal atau menurun
- Perubahan perfusi jaringan perifer : pucat, diaporesis, nadi lemah, CRT
lambat/normal, vena leher/perifer datar, distensi vena jugularis (indikasi
gagal ventrikel kanan)
- Perubahan variavel hemodinamik : tacycardi ringan, S3 mungkin (+),
tekanan nadi turun (meningkat pd diastolik), TD sistolik normal/turun ringan,
CVP, PAP, PCWP, mungkin normal atau meningkat.
- Perubahan fungsi pulmonal : hiperpnea, erthopnea, crackle basis ringan.
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan AGD: pemeriksaan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan
dapat dilakukan pada saat pemasang kateter Swan-Ganz, yang juga dapat
mendeteksi adanya defek septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya
oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen
yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava
dan arteri pulmonal.
b. Pemeriksaan EKG: menunjukkan peninggian gelombang ST, penurunan atau
datarnya gelombang T, dan adanya gelombang Q patologis.
c. Foto Roentgen Dada: pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan
tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang
berat.
d. Elektrokardiografi: penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau
segmental (bila berasal dari infark miokard), efusi perikardial, katup mitral dan
aorta, ruptur septum dan pintasan intrakardiak.
e. Pemantauan hemodinamik: penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur
tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler khususnya untuk
memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator
evaluasi terapi yang diberikan.
11. THERAPHY
Infark miokard
SYOK KARDIOGENIK
Kegagalan pompa jantung (gangguan ventrikel kiri) ↑ LVEDP (tekanan akhir diastolic ventrikel kiri)
Aliran darah ke ginjal menurun Penurunan curah jantung ↑ tekanan hidrostatik > tekanan onkotik
Kelebihan
Kelebihan Deuresis ↓
Penumpukan mukus
volume
volume cairan
cairan Cairan overload dalam tubuh Intoleransi
Intoleransi
sesak aktivitas
aktivitas
Gg.
Gg. Eliminasi
Eliminasi
urine
urine
Suplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh ↓
Kerusakan seluler yang
irreversible dan kematian
Metabolism anaerob otot jantung
hipotalamus
Saraf afferen
anoreksia Resiko
Resiko cedera
cedera PK
PK penurunan
penurunan
kesadaran
kesadaran
Merangsang pusat nyeri di thalamus
Intake tidak
adekuat
nociceftor
Ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan
nutrisi
nutrisi kurang
kurang dari
dari
kebutuhan
kebutuhan Korteks celebri
tubuh
tubuh
Saraf efferen
Nyeri
Nyeri akut
akut Nyeri dada
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian awal
a. Airways
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai suara
yang mengorok, adanya dahak yang sulit untuk dikeluarkan
DO: suara nafas ronchi, terjadi penurunan reflek batuk dan menelan.
b. Breathing
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai
kesulitan bernafas, sesak nafas, nyeri saat bernafas
DO: RR >24 x/menit, pernafasan cepat dan dalam, adanya
penggunaan otot bantu nafas, adanya respon non verbal klien saat
bernafas dengan wajah tampak meringis.
c. Circulation
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai keluhan
rasa dingin pada telapak tangan dan kaki, sering berkeringat
berlebihan (keringat dingin), adanya keluhan pusing atau nyeri
kepala.
DO: TD sistol yang rendah (<90mmHg atau 30mmHg di bawah
tekanan darah basal), nadi cepat dan lemah, diaporesis, sianosis,
hipoksia (CRT > 2 detik).
2. Pengkajian terus-menerus
DS DO Masalah Keperawatan
Breathing Adanya laporan verbal Jalan nafas tidak - Bersihan jalan nafas
dari klien atau keluarga paten, adanya tidak efektif
mengenai kesulitan obstruksi oleh karena - Pola nafas tidak efektif
bernafas, sesak, nyeri mukus, suara nafas - Nyeri akut
saat bernafas, adanya ronchi, irama nafas
suara ngorok, adanya cepat dan dangkal,
dahak yang sulit untuk pola nafas tidak
dikeluarkan teratur, adanya sesak
nafas, pernafasan
cuping hidung, retraksi
otot bantu nafas, RR >
24 x/menit, pasien
tampak meringis saat
bernafas
- Tidak ada dipsnea dada, peningkatan kerja pernapasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan atau intervnsei medis
- Pernafasan teratur
- Pengembnagan dada simetris
3. Lakukan fisioterapi dada, hisap jalan Membantu membersihkan jalan nafas.
antara kanan dan kiri
nafas sesuai kebutuhan
- Suara nafas vesikuler kanan dan
kiri
4. Observasi produksi sputum, jumlah, Peningkatan sputum, peningkatan kekentalan, dan
- Penggunaan otot bantu nafas
warna, dan kekentalan perubahan warna sputum dapat menjadi tanda awal
tidak ada
terjadinya infeksi
- Sputum jernih dan tidak berwarna
Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan humidifikasi tambahan, misalnya nebulizer Memudahkan mengencerkan dan pembuangan
ultrasonic sesuai indikasi sekret serta memberikan kelembaban pada
membran mukosa.
2. Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
bronkodilator, analgetik. mobilisasi secret.
- Tidak ada sesak dan suara atau kolaps jalan nafas kecil (atelektasis). Ronchi
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi jika Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
tidak ada kontraindikasi memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan
ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen
paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan, atau ventilator sesuai Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
indikasi nafas
2. Bantu pemasangan WSD sesuai indikasi Mengelurakan cairan berlebih dari paru
x/menit), TD (110-120/80-90 Catat kekuatan nadi perifer serta tanda-tanda vital curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan
- GCS >9
3. Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress
- Edema (-)
pernafasan. Namun dipsnea tiba-tiba atu berlanjut
menunjukan komplikasi tromboemboli paru.
Kolaborasi Kolaborasi
1. Pantau data laboratorium, contoh : AGD, BUN, Indikator perfusi atau fungsi organ.
Kreatinin, Elektrolit
4. Catat adanya murmur atau gesekan Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam
jantung, contoh katub tak baik, kerusakan septum,
atau fibrasi otot papilar/kordatendinea (komplikasi
IM). Adanya gesekan dengan infark juga
berhubungan dengan inflamasi, contoh evusi
pericardia dan perikarditis.
5. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat
melalui telemetri dan aktifitas sesuai dengan terjadinya
komplikasi/disritmia (khususnya kontraksi ventrikel
premature atau bloc jantung berlanjut), yang
mempengarugi fungsi jantung atau meningkatkan
kerusakan iskemia. Denyutan/fibrilasi akut atau
kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau
keterlibatan katub dan mungkin atau tidak mungkin
merupakan kondisi patologis.
7. Kaji adanya sianosis dan akral dingin. Catat CRT Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan
curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi
Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan
disritmia.
3. Pertahankan cairan masuk IV/heparin-lok sesuai Jalur yang paten penting untuk pemberian obat
indikasi darurat pada adanya disritmia atau nyeri dada
4. Kaji foto dada Dapat menunjukan edema paru sehubungan dengan
disfungsi ventrikel
5. Pantau data laboratorium: ensim jantung, GDA, Ensim memantau perbaikan atau perluasan infark.
elektrolit. Adanya hipoksia menunjukan kebutuhan tambahan
oksigen. Keseimbangan elektrolit, missal:
hipokalemia/hiperkalemia sangat besar berpengaruh
irama jantung atau kontraktilitas.
6. Berikan obat antidisritmia sesuai indikasi Disritmia biasanya pada secara simtomatik kecuali
untuk PVC dimana sering mengancam secara
profilaksis.
7. Bantu pemasangan/mempertahan pacu jantung bila Pemacu mungkin tindakan dukungan sementara
digunakan. selama vase akut/penyembuhan atau mungkin
diperlukan secara permanen bila infark sangat berat
merusak system konduksi.
5 Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri Mandiri
selama …x24 jam diharapkan nyeri 1. Pantau atau catat nafas cepat, TD atau frekuensi Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri
pasien terkontol atau hilang, jantung berubah, berkeringat. (skala nyeri serta dan berhubungan dengan cemas, sementara
Dengan kriteria hasil: karakteristiknya tidak dapat ditentukan sebab pasien hilangnya stes menimbulkan katekolamin akan
- Nadi pasien dalam batas normal dalam keadaan penurunan kesadaran) meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
(60-100 x/menit)
- Pernafasan normal (16-20 x/menit) 2. Berikan pasien lingkungan yang tenang, tindakan Menurunkan rangsang eksterna dimana ansietas dan
nyaman (missal: sprei yang kering/tak terlipat, regangan jantung serta keterbatasan kemampuan
- TD normal (110-120/70-80 mmHg) gosokan punggung). koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
- Pasien tidak berkeringat dingin
3. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat Hipotensi/depresi pernafasan dapat terjadi sebagai
narkotik akibat pemberian narkotik. Masalah ini dapat
meningkatkan kerusakan miokard pada adanya
kegagalan ventrikel.
Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan dengan kanul nasal atau Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
masker sesuai indikasi. pemakaian miokard dan juga mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia
jaringan
2. Berikan obat analgetik sesuai indikasi, misalnya: Meskipun morvin IV pilihan, suntikan narkotik lain
morfin, meperidin (demerol). dapat dipakai pada vase akut/nyeri dada berulang
yang tak hilang dengan nitrogliserin untuk
menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat
mengganggu indicator diagnostic CPK dan tidak
diabsobsi baik oleh jaringan kurang perfusi.
IV. Evaluasi keperawatan
No. Dx Evaluasi
- Ronchi berkurang hingga hilang
- Jalan nafas paten
- Tidak ada dipsnea
- Pernafasan teratur
1 - Pengembnagan dada simetris antara kanan dan kiri
- Suara nafas vesikuler kanan dan kiri
- Penggunaan otot bantu nafas tidak ada
- Sputum jernih dan tidak berwarna
Asih, Ni Luh Gede Yasmin, 1993. Proses Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Ed. 10.
Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif, dkk., 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Ed. 6. Vol. 1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C.,Bare, Brenda G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol.2. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W.,dkk., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4. Jilid 1. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.