Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF DENGAN

SYOK KARDIOGENIK

OLEH
NI WAYAN NIKE JAYANTHI (0602105036)
NI LUH GEDE SAYANG DARMAYANTI (0602105069)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2009
ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF DENGAN
SYOK KARDIOGENIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas
(Brunner and Suddarth, 2001).

Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke


jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal akibat gangguan fungsi
pompa jantung (Arif mansjoer,dkk, 1999).

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah


jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
menyebabkan hipoksia jaringan (Aru W. Sudoyo, dkk, 2006).

2. EPIDEMIOLOGI
Penyebab syok kardiogenik yang terbanyak adalah IMA (infark miokard akut)
dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis.
Insiden syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi.
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1%
pasien IMA non-elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada
pasien ini adalah 76 jam dan 96 jam, dimana yang tersering adalah 48 jam. Syok
lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain
dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien IMA yang
mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang
berkisar antara 4,2% sampai 7,2%.

3. ETIOLOGI
Menurut Sylvia A. Price, 2006
A. Disebabkan oleh disritmia
1. Bradidisritmia
2. Takidisritmia
B. Disebabkan oleh faktor mekanisme jantung
1. Lesi regurgitasi
a. Insufisiensi aorta atau mitralis akut
b. Ruptur septum interventrikularis
c. Aneurisma ventrikel kiri masif
2. Lesi obstruktif
a. Obstruksi saluran keluar ventrikel kiri, seperti stenosis katup aorta
kongenital atau didapat, dan kardiomiopati hipertropi obstruktif.
b. Obstruksi saluran masuk ventrikel kiri, seperti stenosis mitralis,
miksoma atrium kiri, trombus atrium.
C. Miopati
1. Gangguan kontraktilitas ventrikel kiri, seperti pada infark miokardium akut
atau kardiomiopati kongestif
2. Gangguan kontraktilitas ventrikel kanan yang disebabkan oleh infark
ventrikel kanan
3. Gangguan relaksasi atau kelenturan ventrikel kiri, seperti pada
kardiomiopati restriktif atau hipertrofik.

Menurut Arif Mansjoer, dkk, 1999


A. Gangguan ventricular ejection
1. Infark miokard akut
2. Miokarditis akut
3. Komplikasi mekanik
a. Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
b. Ruptur septum interventrikulorum
c. Ruptur/free wall
d. Aneurisma ventrikel kiri
e. Stenosis aorta yang berat
f. Kardiomiopati
g. Kontusio miokard
B. Gangguan ventricular filling
1. Temponade jantung
2. Stenosis mitral
3. Miksoma pada atrium kiri
4. Trombus ball valve pada atrium
5. Infark ventrikel kanan.

4. FAKTOR PENCETUS
a. Iskemia atau infark miokard
b. Anemia: takikardi atau bradikardia
c. Infeksi : endokarditis, miokarditis, atau infeksi di luar jantung
d. Emboli paru
e. Kelebihan cairan atau garam
f. Obat penekan miokard seperti penghambat β
g. Lain-lain: kehamilan, tirotoksikosis, anemia, stres (fisik atau emosi).

5. PATOFISIOLOGI
Kelainan fisiologis yang mendasari syok kardiogenik adalah menurunnya
kontraktilitas otot jantung sebagai konsekuensi tidak berfungsinya sebagian otot
jantung. Hasil bedah mayat penderita IMA dengan syok kardiogenik menunjukan
kerusakan 40% otot jantung. Mungkin ruptur dinding ventrikel, septum atau otot
papilaris.
Penyakit jantung tidak mampu memusatkan secara sinkron atau penekanan dan
aliran darah ke aorta dihindarkan. LVEDP (The Left Venticular End-Diastolic
Pressure) dan arterial pressure (LAP) meningkat dari sistolic outflow yang tidak
efisisien. Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonari meningkat yang akan
menyebabkan cairan ekstraseluler berpindah ke intertisial sehingga mengakibatkan
edema paru.

6. PROGNOSIS
Prognosis kardiogenik syok secara umum buruk meskipun insidennya telah
menurun. Pada penderita syok akibat IMA, prognosis tergantung pada luasnya
infark miokard. Mortalitas rata-rata dari berbagai pusat perawatan jantung 60-70%.
Mortalitas tinggi bagi mereka yang menunjukan pengisisan ventrikel kiri yang
sangat tinggi dan penurunan indeks jantung. Bila tekanan tersebut normal atau
sedikit tinggi dan hipovolemi relatif, prognosis lebih baik. Sekitar 30% penderita
menunjukan respon terhadap ekspansi volume darah dengan dextran atau
albumin. Penderita dengan pengisian ventrikel kiri dan indeks jantung yang ringan
biasanya menunjukan hasil yang baik dengan obat-obatan vasopresor.

7. GEJALA KLINIS
Gejala syok kardiogenik akibat IMA, antara lain:
a. Timbul tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat gangguan miokard
masif atau ruptur dinding bebas ventrikel kiri.
b. Timbul secara perlahan beberapa hari sebagai akibat infark berulang
c. Timbul tiba-tiba 2-10 hari setelah infark disertai dengan timbulnya bising mitral
sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Tahap ini dapat disertai
atau tanpa disertai nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesak nafas akut.
d. Keluhan nyeri dada pada IMA biasanya di daerah substernal, terasa seperti
ditekan, diperas, diikat, dicekik, dan disertai rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke
leher, rahang, lengan, dan punggung. Nyeri biasanya hebat, berlangsung lebih
dari setengah jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.

Gejala syok kardiogenik berdasarkan etiologi lain:


a. Diaporesis (keringat dingin)
b. Takipnea (pernafasan cepat dan dalam)
c. Denyut nadi cepat (kecuali dijumpai Blok AV)
d. Ronchi akibat bendungan paru
e. Bunyi jantung lemah
f. Prekordium diskinetik
g. Bising jantung bila syok berasal dari disfungsi valvular (aorta atau mitral)
h. Ulsus paradoksus pada infark miokard atau temponade jantung.
Tanda awal dan lanjutan syok kardiogenik
Tanda Awal Lanjut
Tekanan darah Tekanan nadi menurun. Tekanan darah meningkat
Tekanan sistolik menurun
Haluaran urine Penurunan konsentrasi Penurunan volume urine
natrium urine.
Peningkatan osmolaritas
urine.
Perubahan asam basa Respiratori alkalosis Alkalosis metabolik
meningkat.
Asidosis metabolik.
Perfusi jaringan Kadang-kadang kulit hangat, Kulit dingin, lembab.
kering. Sensori kabur.
Agak gelisah.

8. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan fisik tergantung derajat shock:
a. Tahap kompensasi :
- Perubahan mental atau perilaku
- Output urine normal atau menurun
- Perubahan perfusi jaringan perifer : pucat, diaporesis, nadi lemah, CRT
lambat/normal, vena leher/perifer datar, distensi vena jugularis (indikasi
gagal ventrikel kanan)
- Perubahan variavel hemodinamik : tacycardi ringan, S3 mungkin (+),
tekanan nadi turun (meningkat pd diastolik), TD sistolik normal/turun ringan,
CVP, PAP, PCWP, mungkin normal atau meningkat.
- Perubahan fungsi pulmonal : hiperpnea, erthopnea, crackle basis ringan.

b. Tahap Tdk Terkompensasi :


- Perubahan mental : lethargi, apatis, oliguria
- Perubahan perfusi perifer : kulit pucat atau mottle dgn sianosis perifer
ringan, diaporesis, nadi sangat lemah (mungkin tdk ada), CRT terlambat
- Perubahan parameter hemodinamik: trachicardi berat, disritmia, S3,
hipotensi, penurunan sistolik TD > 30 mmHg, penurunan tekanan nadi,
peningkatan CVP, PAP, PCWP, penurunan cardiac output
- Perubahan fungsi pulmonal : tachypnea dgn penurunan Tidal volume,
peningkatan kongesti pulmonal & crackle, sianosis sentral.

c. Tahap Shock Irreversibel


- Perubahan mental : obtundasi berat, atau koma
- Perubahan perfusi perifer : kulit dingin, pucat, atau mottle, dan sianosis,
kulit lembab & basah, nadi perfer tidak teraba, CRT lambat
- Perubahan variabel hemodinamik : tachycardi , & disritmia, hipotensi berat
(TD sistolik < 60 mmHg), CVP, PAP, PCWP meningkat
- Perubahan fungsi pulmonal : respirasi cepat & dangkal, crackle dan
wheezing difus, sianosis sentral berat, anuria atau oliguria.

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan AGD: pemeriksaan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan
dapat dilakukan pada saat pemasang kateter Swan-Ganz, yang juga dapat
mendeteksi adanya defek septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah yang kaya
oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan maka akan terjadi saturasi oksigen
yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari vena cava
dan arteri pulmonal.
b. Pemeriksaan EKG: menunjukkan peninggian gelombang ST, penurunan atau
datarnya gelombang T, dan adanya gelombang Q patologis.
c. Foto Roentgen Dada: pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan
tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang
berat.
d. Elektrokardiografi: penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau
segmental (bila berasal dari infark miokard), efusi perikardial, katup mitral dan
aorta, ruptur septum dan pintasan intrakardiak.
e. Pemantauan hemodinamik: penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur
tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler khususnya untuk
memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator
evaluasi terapi yang diberikan.

10. KRITERIA DIAGNOSIS


Menurut Arif Mansjoer,dkk, 1999
Dari segi hemodinamik diagnosa syok kardiogenik ditegakan dengan adanya
kombinasi dari:
a. Tekanan darah sistol yang rendah (<90mmHg atau 30mmHg di bawah tekanan
darah basal)
b. Peningkatan arterio venous oksigen diferens (> 5,5ml/dL)
c. Penurunan indeks jantung (<2,2L/mnt/m2 luas permukaan tubuh)
d. Adanya peningkatan PCWP (>15mmHg)

11. THERAPHY

Menurut Aru W. Sudoyo, 2006:


a. Langkah I tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa
untuk terapi definitif. Mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat
untuk mencegah sekuele neurologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau
noradrenalin (norepinefrin), tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan
secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan
pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat dikombinasikan dengan
dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa kombinasi pada keadaan
low output tanpa hipotensi yang nyata.
Intra-aortic ballon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum trasportasi
jika fasilitas tersedia. AGD dan saturasi oksigen harus dimonitor dengan
memberikan contaneus positive airway pressure atau ventilasi mekanis jika ada
indikasi. EKG harus dimonitor terus menerus, dan peralatan defrilator, obat
antiaritmia amiodaron dan lidokain harus tersedia (33% pasien pada
revaskularisasi awal SHOCK trial menjalani resusitasi kardiopulmoner,
takikardia ventrikular menetap atau fibrilasi ventrikel sebelum randomisasi).
Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika diantisipasi
keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Mortalitas 35 hari pada pasien
dengan tekanan darah sistole <100mmHg yang mendapatkan trombolitik pada
meta analisis FTT adalah 28,9% dibandingkan 35,1% dengan plasebo (95% CI
26 sampai 98,p<0,001). Meningkatnya tekanan darah dengan IABP pada
keadaan ini dapat memfasilitasi trombolisis dengan meningkatnya tekanan
perfusi koroner.
Pada syok kardiogenik akibat infark miokard non elevasi ST yang menunggu
kateterisasi, inhibitor glikoprotein Iib/IIIa dapat diberikan.

b. Langkah II menentukan secara dini anatomi koroner


Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang
berasal dari kegagalan pompa (pump failure) iskemik yang predominan. Pasien
di rumah sakit komunitas harus segera dikirim ke fasilitas pelayanan tersier
yang berpengalaman. Hipotensi diatas segera dengan IABP. Syok mempunyai
ciri 2 pembuluh darah yang tinggi, penyakit left main, dan penurunan fungsi
ventrikel kiri. Tingkat disfungsi ventrikel dan istabilitas hemodinamik
mempunyai korelasi dengan anatomi koroner. Suatu lesi circumflex atau lesi
koroner kanan jarang mempunyai manifestasi syok pada keadaan tanpa infark
ventrikel kanan, underfilling ventrikel kiri, bradiaritmia, infark miokard
sebelumnya atau kardiomiopati.

c. Melakukan revaskularisasi dini


Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan
modalitas terapi secepatnya. Tidak ada trial acak yang membandingkan PCI
dengan CABG pada syok kardiogenik. Trial syok merekomendasikan CABG
emergensi pada pasien left main atau penyakit 3 pembuluh besar.

Menurut Arif mansjoer,dkk, 1999


a. Semua pasien syok kardiogenik sebab infark miokard harus segera dikirim
segera ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas untuk kateterisasi, angioplasti,
dan operasi kardiovaskulae.
b. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
c. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70-120mmHg.
d. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
e. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
f. Bila terdapat takiaritmia harus segera diatasi:
- Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan
pemberian digitalis
- Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung <50 x/menit harus diatasi
dengan pemberian sulfas atropin
g. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Prioritas pertama dalam
penanganan syok kardiogenik adalah pemberian cairan yang adekuat secara
parenteral dengan menggunakan pedoman dasar PCWP atau pulmonary
artery end diastolic pressure (PAEDP) atau CVP. Jenis cairan yang digunakan
tergantung klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai cairan salin isotonik.
Intravenous fluid tolerance test merupakan suatu cara yang sederhana untuk
menentukan apakah pemberian cairan infus bermanfaat dalam penanganan
syok kardiogenik, caranya:
- Bila PCWP atau PAEDP <15 mmHg (atau CVP <12 cmH 2O), sulit untuk
mengatakan adanya pump failure dan sebelum penanganan lebih lanjut,
volume cairanintravaskuler harus ditingkatkan hingga LVEDP mencapai
18mmHg. Pada keadaan ini, diberikan initial test volume sebanyak 100ml
cairan melalui infus dalam waktu 5 menit. Bila ada respon, berupa
peningkatan tekanan darah, peningkatan diuresis, perbaikan syok secara
klinis, tanda-tanda kongesti paru tidak ada atau tidak bertambah berat. Dan
bila PCWP tidak berubah atau tidak meningkat >2 mmHg di atas nilai awal,
maka diberikan cairan sebanyak 200ml dalam 10 menit.
- Bila selanjutnya PCWP stabil atau tidak meningkat >2mmHg atau diatas 16
mmHg (atau jika CVP tetap <15 cmH2O), tekanan darah tetap stabil atau
meningkat, atau tanda-tanda kongesti paru tidak timbul atau bertambah
parah, maka infus dilanjutkan dengan memberikan cairan 500-1000 ml/jam
sampai tekanan darah dan tanda klinis syok menghilang. Periksa PCWP,
tekanan darah, paru setiap 15 menit. Diharapkan PCWP akan meningkat
15-18 mmHg.
- Jika pada pemeriksaan awal didapat PCWP antara 15-18 mmHg (atau nilai
CVP 12-18 cmH2O), maka diberikan infus cairan 100 ml dalam waktu 10
menit.
- Jika nilai PCWP pada awalnya 20mmHg atau lebih maka tidak boleh
dilakukan test toleransi cairan intravena , dan pengobatan dimulai dengan
pemberian vasodilator.
- Jika PCWP menunjukan nilai yang rendah (<5 mmHg) infus cairan dapat
diberikan walaupun didapat edema paru akut.
- Jika pasien menunjukan edema paru dengn nilai PCWP rendah dan dalam
penanganan diberikan infus cairan menyebabkan peningkatan kongesti
paru serta perburukan keadaan klinis, maka infus cairan harus dihentikan
dan keadaan pasien harus dievaluasi kembali.
h. Pada pasien dengan perfusi jaringan tidak adekuat dan volume intravaskuler
yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya temponade jantung sebelum
pemberian obat-obatan inotropik atau vasopresin dimulai.
i. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasien
dapat berpindah dari subset satu ke subset lainnya dan memerlukan
perubahan dalam regimen terapi.
j. Subset 1: LVEDP >15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan indeks
jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanya gagal jantung kiri
dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga mengurangkan afterload dapat
dilakukan sebagai terapi pertama.
- Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dan
nitroprusid. Pada saat pemberian nitroprusid harus dilakukan monitor
terhadap tekanan darah dan tekanan pengisian ventrikel kiri. Pemberian
nitroprusid dimulai dengan dosis 0,4 mg/kgBB/menit (dosis awal jangan
lebih dari 10 mg/menit), kemudian dosis ditinggikan 5 mg/menit setiap 10
menit sampai tercapai efek hemodinamik yang diinginkan. Bila curah
jantung meningkat dan gejala syok berkurang, maka terapi diteruskan. Bila
tekanan darah menurun, terjadi takikardia, dan bila peningkatan curah
jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin dengan dosis awal
5µg/kgBB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15µg/kgBB/menit. Bila
tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin diganti dengan
dopamin.
- Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan
syok kardiogenik ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih
berlangsung dan didapatkan adanya kongesti paru yang berat. Nitrogliserin
diberikan dengan dosis awal 5mg/menit dan ditingkatkan 5mg/menit setiap
10 menit. Bila ada perbaikan gejala syok dan pump failure, maka
nitrogliserin dilanjutkan selama 24-28 jam. Bila tekanan darah menurun
dengan tekanan preload yang tinggi, maka dosis nitrogliserin diturunkan
dan ditambahkan dobutamin dengan dosis 2-5µg/kgBB/menit. Bila tekanan
darah lebih cepat menurun, maka dobutamnin diganti dengan dopamin.
- Selama periode ini, pemasangan intraaortic ballon pump (IABP)
counterpulsation harus dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini
aliran darah koroner dapat ditingkatkan, dan secara bersamaan kerja
ventrikel kiri dapat dikurangi.
- Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih
tetap, maka pemberian deuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan.
k. Subset 2: tekanan arteri sistolik <90mmHg, LVEDP >15mmHg, dan index
jantung <2,5 L/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya syok
akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, dimana ’tim ballon’ perlu
digerakan dan sarana untuk kateterisasi harus disiapkan untuk menerima
pasien ini.
- Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, nor-epinefrin merupakan pilihan
utama dengan dosis 2-15µg/menit sampai tekanan darah sistolik mencapai
80-90mmHg, kemudian diusahakan untuk mengganti dengan dopamin.
- Jika tekanan darah sistolik 70-90 mmHg, dopamin dapat digunakan untuk
terapi awal dengan dosis 5-15 µg/kgBB/menit. Bila untuk mempertahankan
tekanan darah diperlukan dosis dopamin hingga 20-30 µg/kgBB/menit,
dimana efek utamanya merangsang adrenergik perifer, lebih baik
digunakan norepinefrin.
- Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang
terbaik adalah dobutamin yang dapat diberikan bersama-sama dopamin
untuk mengurangi kebutuhan dosis dopamin. Dopamin tidak bisa digunakan
secara tunggal pada pasien dengan hipotensi berat.
l. Subset 3: infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atrium kanan
dan ventrikel kanan (> 10 mmHg), indeks jantung < 2,5 l/menit/m 2, tekanan
sistolik < 100 mmHg, LVEDP normal atau meningkat. Pasien dalam keadaan
ini sangat sensitif terhadap kekurangan volume cairan yang sering
menunjukkan respon dengan terapi cairan.
- Prinsip terapi: tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkan dengan
pemberian cairan seraca cepat sampai tekanan darah stabil, tekanan
pengisian ventrikel kiri > 20 mmHg, atau tekanan atrium kanan > 20 mmHg.
- Pemakaian vasidilator dan diuretik harus dihindarkan dan pada keadaan ini
pemberian dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin.
- Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan, maka
dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation.
m. Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan mengurangi
jumlah miokard yang mengalami nekrosis.
n. Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat kerusakan
miokard irreversible, mungkin diperlukan tindakan transplantasi jantung.
POHON MASALAH (Sylvia. A
Price, 2005)

↓ aliran darah ke jantung

↓ oksigen dan nutrisi

Jaringan miokardium iskemia

Suplai & kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Suplai oksigen ke miokard ↓

Infark miokard

Disfungsi ventrikel kiri

Jantung tidak mampu menyediakan CO yang memadai untuk mempertahankan


perfusi jaringan dan untuk memompa darah

↓ curah jantung sistemik

SYOK KARDIOGENIK

Penyempitan lumen arteri koroner

Penyumbatan aliran darah ke jantung

Suplai darah ke jantung tidak adekuat

Sel-sel jantung kekurangan komponen darah yang


dibutuhkan (hipoksia seluler)

Integritas membrane Kerusakan seluler yang Suplai oksigen ke seluruh


sel berubah irreversible dan kematian jaringan tubuh ↓
otot jantung
Integritas membrane sel berubah Menurunnya volume sekuncup
Resti
Resti penurunan
penurunan
curah
curah jantung
jantung
Kontraktilitas menurun ↑ EDV (Volume akhir diastolic) ventrikel

Kegagalan pompa jantung (gangguan ventrikel kiri) ↑ LVEDP (tekanan akhir diastolic ventrikel kiri)

↑ LAP (tekanan atrium kiri)


Penurunan aliran darah balik (VR)

Aliran darah ke ginjal menurun Penurunan curah jantung ↑ tekanan hidrostatik > tekanan onkotik

Rennin mengaktifkan angiotensin I TD menurun Transudasi cairan ke intertisial

Angiotensin II Tekanan perfusi menurun Cairan merembes ke alveoli

Merangsang aldosteron Perfusi jaringan menurun


Oksigen ke Edema paru
jaringan
ADH ↑ hipoksia menurun
Perubahan
Perubahan perfusi
perfusi
jaringan
jaringan perifer
perifer ↑ kerja alveoli untuk
menghasilkan surfaktan
Retensi Na & air Hiperventilasi

Kelebihan
Kelebihan Deuresis ↓
Penumpukan mukus
volume
volume cairan
cairan Cairan overload dalam tubuh Intoleransi
Intoleransi
sesak aktivitas
aktivitas

Cairan berpindah dari Oliguri-anuria Bersihan


Bersihan jalan
jalan napas
napas
Edema Pola
Pola napas
napas tidak
tidak tidak
ekstraseluler ke interstisial tidak efektif
efektif
efektif
efektif

Gg.
Gg. Eliminasi
Eliminasi
urine
urine
Suplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh ↓
Kerusakan seluler yang
irreversible dan kematian
Metabolism anaerob otot jantung
hipotalamus

Terbentuknya asam laktat Merangsang pelepasan mediator


Gangguan pengaturan Penurunan kesadaran kimiawi (histamine, prostaglandin)
nafsu makan

Saraf afferen
anoreksia Resiko
Resiko cedera
cedera PK
PK penurunan
penurunan
kesadaran
kesadaran
Merangsang pusat nyeri di thalamus
Intake tidak
adekuat
nociceftor
Ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan
nutrisi
nutrisi kurang
kurang dari
dari
kebutuhan
kebutuhan Korteks celebri
tubuh
tubuh

Saraf efferen

Nyeri
Nyeri akut
akut Nyeri dada
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian awal
a. Airways
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai suara
yang mengorok, adanya dahak yang sulit untuk dikeluarkan
DO: suara nafas ronchi, terjadi penurunan reflek batuk dan menelan.
b. Breathing
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai
kesulitan bernafas, sesak nafas, nyeri saat bernafas
DO: RR >24 x/menit, pernafasan cepat dan dalam, adanya
penggunaan otot bantu nafas, adanya respon non verbal klien saat
bernafas dengan wajah tampak meringis.
c. Circulation
DS: adanya laporan verbal dari klien atau keluarga mengenai keluhan
rasa dingin pada telapak tangan dan kaki, sering berkeringat
berlebihan (keringat dingin), adanya keluhan pusing atau nyeri
kepala.
DO: TD sistol yang rendah (<90mmHg atau 30mmHg di bawah
tekanan darah basal), nadi cepat dan lemah, diaporesis, sianosis,
hipoksia (CRT > 2 detik).

2. Pengkajian terus-menerus
DS DO Masalah Keperawatan
Breathing Adanya laporan verbal Jalan nafas tidak - Bersihan jalan nafas
dari klien atau keluarga paten, adanya tidak efektif
mengenai kesulitan obstruksi oleh karena - Pola nafas tidak efektif
bernafas, sesak, nyeri mukus, suara nafas - Nyeri akut
saat bernafas, adanya ronchi, irama nafas
suara ngorok, adanya cepat dan dangkal,
dahak yang sulit untuk pola nafas tidak
dikeluarkan teratur, adanya sesak
nafas, pernafasan
cuping hidung, retraksi
otot bantu nafas, RR >
24 x/menit, pasien
tampak meringis saat
bernafas

Blood Adanya laporan verbal TD sistol yang rendah - Perubahan perfusi


dari klien atau keluarga (<90mmHg atau jaringan perifer
mengenai keluhan rasa 30mmHg di bawah - Resiko penurunan
dingin pada telapak tekanan darah basal), curah jantung
tangan dan kaki, sering nadi cepat > - Kelebihan volume
berkeringat berlebihan 100x/menit, dan cairan
(keringat dingin), lemah, diaporesis,
adanya keluhan pusing sianosis, hipoksia
atau nyeri kepala (CRT > 2 detik),
pasien tampak pucat,
akral dingin, turgor
lambat.

Brain Adanya laporan verbal Kesadaran menurun, - PK penurunan


dari klien atau keluarga GCS< 9, pupil isokor, kesadaran
mengenai rasa pusing reflek cahaya (+). - Resiko cedera
atau sakit kepala, mata
berkunang-kunang

Bladder Adanya laporan verbal Oliguria, frekwensi - Gangguan eliminasi


dari klien atau keluarga BAK < 3x/hari, warna urine
mengenai kesulitan BAK kuning pekat,
untuk berkemih darah (-), urine output
< 1500cc/hari

Bowel Adanya laporan verbal Nafsu makan - Ketidakseimbangan


dari klien atau keluarga menurun, mual (-), nutrisi kurang dari
mengenai nafsu makan muntah (-), kesulitan kebutuhan tubuh
yang menurun serta menelan (+), makan
porsi makan yang tidak 3x/hari
bisa dihabiskan klien

Bone Adanya laporan verbal Pasien tampak lemah, - Intoleransi aktivitas


dari klien atau keluarga aktifitas dan latihan
mengenai kelemahan 4,berpindah 4.
saat beraktifitas,
aktivitas sehari-hari
yang dibantu

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
mukus
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah balik ventrikel kiri
4. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas otot jantung
5. Nyeri akut berhubungan dengan terbentuknya asam laktat
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan cairan overload dalam
tubuh
7. PK penurunan kesadaran
8. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan inadekuat intake
10. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan deuresis
11. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksia
III. PERENCANAAN KEPERAWATAN.
Perencanaan Keperawatan
NO.DX Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri Mandiri
selama …x24 jam diharapkan jalan 1. Auskultasi bunyi napas, perhatikan Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi
nafas pasien lancar atau efektif, bunyi nafas abnormal atau infeksi pernapasan
Dengan kriteria hasil:
- Ronchi berkurang hingga hilang 2. Catat kedalaman napas, sianosis, Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat, dan
- Jalan nafas paten penggunaan otot bantu pernapasan, pengembangan peningkatan napas, menunjukkan kesulitan pnafasan

- Tidak ada dipsnea dada, peningkatan kerja pernapasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan atau intervnsei medis
- Pernafasan teratur
- Pengembnagan dada simetris
3. Lakukan fisioterapi dada, hisap jalan Membantu membersihkan jalan nafas.
antara kanan dan kiri
nafas sesuai kebutuhan
- Suara nafas vesikuler kanan dan
kiri
4. Observasi produksi sputum, jumlah, Peningkatan sputum, peningkatan kekentalan, dan
- Penggunaan otot bantu nafas
warna, dan kekentalan perubahan warna sputum dapat menjadi tanda awal
tidak ada
terjadinya infeksi
- Sputum jernih dan tidak berwarna

Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan humidifikasi tambahan, misalnya nebulizer Memudahkan mengencerkan dan pembuangan
ultrasonic sesuai indikasi sekret serta memberikan kelembaban pada
membran mukosa.

2. Berikan obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran, Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
bronkodilator, analgetik. mobilisasi secret.

2 Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri Mandiri


selama …x24 jam diharapkan pola 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, dan Kecepatan biasanya meningkat. Dipsnea dan terjadi
nafas efektif, ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernafasan
Dengan kriteria hasil: penggunaan otot-otot bantu/nafas cuping hidung bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi
- Frekuensi dan kedalaman nafas dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis
dalam rentang normal (16-20 dan atau nyeri dada pleuritik.
x/menit)
- Nadi dalam batas normal (60-100 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi Bunyi nafas menurun atau tidak ada bila jalan nafas
x/menit) nafas seperti krekels, mengi, gesekan pleural. obstruksi sekunder terhadap perdarahan, bekuan,

- Tidak ada sesak dan suara atau kolaps jalan nafas kecil (atelektasis). Ronchi

wheezing dan mengi menyertai kegagalan pernafasan

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi jika Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
tidak ada kontraindikasi memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan
ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen
paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan, atau ventilator sesuai Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
indikasi nafas

2. Bantu pemasangan WSD sesuai indikasi Mengelurakan cairan berlebih dari paru

3 Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri Mandiri


selama …x24 jam diharapkan perfusi 1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental Perfusi cerebral secara langsung sehubungan
jaringan adekuat, kontinyu, missal: letargi, pingsan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh
Dengan kriteria hasil: elektrolit atau variasi asam basa, hipoksia, atau
- Kulit hangat dan lembab emboli sistemik.
- Tanda vital dalam batas normal:
suhu (36,2-37,20C), nadi (60-100 2. Kaji kulit pucat, sianosis, kulit dingin atau lembab. Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan

x/menit), TD (110-120/80-90 Catat kekuatan nadi perifer serta tanda-tanda vital curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan

mmHg), RR (16-20 x/menit) lain perfusi kulit dan penurunan nadi.

- GCS >9
3. Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan. Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress
- Edema (-)
pernafasan. Namun dipsnea tiba-tiba atu berlanjut
menunjukan komplikasi tromboemboli paru.

4. Kaji tanda homan, eritema, edema. Indikator thrombosis vena dalam.

Kolaborasi Kolaborasi
1. Pantau data laboratorium, contoh : AGD, BUN, Indikator perfusi atau fungsi organ.
Kreatinin, Elektrolit

4 Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri Mandiri


selama …x24 jam diharapkan tidak 1. Auskulatsi tekanan darah. Bandingkan kedua tangan Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi
terjadi penurunan curah jantung, dan ukur dengan tidur, duduk, dan berdiri bila bisa. ventrikel, hipoperfusi miokardia, dan rangsang vagal.
Dengan kriteria hasil: Namun, hipertensi juga venomena umum,
- Nadi perifer teraba kuat kemungkinan berhubungan dengan nyeri, cemas,
- Tanda vital dalam batas normal, pengeluaran katekolamin, dan atau masalah vascular

terutama frekuensi nadi 60-80 sebelumnya. Hipotensi ortostatik (postural) mungkin


x/menit berhubungan dengan komplikasi infark.
- Suara jantung normal
- Tingkat kesadaran komposmentis 2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi Penurunan curah jantung mengakibatkan

- Sianosis (-) menurunkan kelemahan/kekuatan nadi.


Ketidakteraturan diduga disritmia, yang memerlukan
- CRT < 2 detik
evaluasi lanjut atau pantau.
- Akral teraba hangat
- Hasil lab dalam batas normal
3. Catat terjadinya S3, S4 S3 biasanya dihubungkan dengan GJK tetapi juga
terlihat pada adanya gagal mitral (regurgitasi) dan
kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark
berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel, dan hipertensi
pulmonal atau sistemik.

4. Catat adanya murmur atau gesekan Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam
jantung, contoh katub tak baik, kerusakan septum,
atau fibrasi otot papilar/kordatendinea (komplikasi
IM). Adanya gesekan dengan infark juga
berhubungan dengan inflamasi, contoh evusi
pericardia dan perikarditis.

5. Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat
melalui telemetri dan aktifitas sesuai dengan terjadinya
komplikasi/disritmia (khususnya kontraksi ventrikel
premature atau bloc jantung berlanjut), yang
mempengarugi fungsi jantung atau meningkatkan
kerusakan iskemia. Denyutan/fibrilasi akut atau
kronis mungkin terlihat pada arteri koroner atau
keterlibatan katub dan mungkin atau tidak mungkin
merupakan kondisi patologis.

6. Kaji tingkat kesadaran Perfusi cerebral secara langsung sehubungan


dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh
elektrolit atau variasi asam basa, hipoksia, atau
emboli sistemik.

7. Kaji adanya sianosis dan akral dingin. Catat CRT Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan
curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi
Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan
disritmia.

2. Kaji ulang seri EKG Memberikan informasi sehubungan dengan


kemajuan/perbaikan infark, status fungsi ventrikel,
keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat

3. Pertahankan cairan masuk IV/heparin-lok sesuai Jalur yang paten penting untuk pemberian obat
indikasi darurat pada adanya disritmia atau nyeri dada
4. Kaji foto dada Dapat menunjukan edema paru sehubungan dengan
disfungsi ventrikel

5. Pantau data laboratorium: ensim jantung, GDA, Ensim memantau perbaikan atau perluasan infark.
elektrolit. Adanya hipoksia menunjukan kebutuhan tambahan
oksigen. Keseimbangan elektrolit, missal:
hipokalemia/hiperkalemia sangat besar berpengaruh
irama jantung atau kontraktilitas.

6. Berikan obat antidisritmia sesuai indikasi Disritmia biasanya pada secara simtomatik kecuali
untuk PVC dimana sering mengancam secara
profilaksis.

7. Bantu pemasangan/mempertahan pacu jantung bila Pemacu mungkin tindakan dukungan sementara
digunakan. selama vase akut/penyembuhan atau mungkin
diperlukan secara permanen bila infark sangat berat
merusak system konduksi.
5 Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri Mandiri
selama …x24 jam diharapkan nyeri 1. Pantau atau catat nafas cepat, TD atau frekuensi Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri
pasien terkontol atau hilang, jantung berubah, berkeringat. (skala nyeri serta dan berhubungan dengan cemas, sementara
Dengan kriteria hasil: karakteristiknya tidak dapat ditentukan sebab pasien hilangnya stes menimbulkan katekolamin akan
- Nadi pasien dalam batas normal dalam keadaan penurunan kesadaran) meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
(60-100 x/menit)
- Pernafasan normal (16-20 x/menit) 2. Berikan pasien lingkungan yang tenang, tindakan Menurunkan rangsang eksterna dimana ansietas dan
nyaman (missal: sprei yang kering/tak terlipat, regangan jantung serta keterbatasan kemampuan
- TD normal (110-120/70-80 mmHg) gosokan punggung). koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
- Pasien tidak berkeringat dingin
3. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat Hipotensi/depresi pernafasan dapat terjadi sebagai
narkotik akibat pemberian narkotik. Masalah ini dapat
meningkatkan kerusakan miokard pada adanya
kegagalan ventrikel.

Kolaborasi Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan dengan kanul nasal atau Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
masker sesuai indikasi. pemakaian miokard dan juga mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia
jaringan

2. Berikan obat analgetik sesuai indikasi, misalnya: Meskipun morvin IV pilihan, suntikan narkotik lain
morfin, meperidin (demerol). dapat dipakai pada vase akut/nyeri dada berulang
yang tak hilang dengan nitrogliserin untuk
menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat
mengganggu indicator diagnostic CPK dan tidak
diabsobsi baik oleh jaringan kurang perfusi.
IV. Evaluasi keperawatan
No. Dx Evaluasi
- Ronchi berkurang hingga hilang
- Jalan nafas paten
- Tidak ada dipsnea
- Pernafasan teratur
1 - Pengembnagan dada simetris antara kanan dan kiri
- Suara nafas vesikuler kanan dan kiri
- Penggunaan otot bantu nafas tidak ada
- Sputum jernih dan tidak berwarna

- Frekuensi dan kedalaman nafas dalam rentang normal


(16-20 x/menit)
2 - Nadi dalam batas normal (60-100 x/menit)
- Tidak ada sesak dan suara wheezing

- Kulit hangat dan lembab


- Tanda vital dalam batas normal: suhu (36,2-37,20C),
nadi (60-100 x/menit), TD (110-120/80-90 mmHg), RR
3 (16-20 x/menit)
- GCS >9
- Edema (-)

- Nadi perifer teraba kuat


- Tanda vital dalam batas normal, terutama frekuensi
nadi 60-80 x/menit
- Suara jantung normal

4 - Tingkat kesadaran komposmentis


- Sianosis (-)
- CRT < 2 detik
- Akral teraba hangat
- Hasil lab dalam batas normal
- Nadi pasien dalam batas normal (60-100 x/menit)
- Pernafasan normal (16-20 x/menit)
5
- TD normal (110-120/70-80 mmHg)
- Pasien tidak berkeringat dingin
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Ni Luh Gede Yasmin, 1993. Proses Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall, 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Ed. 10.
Jakarta: EGC

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mansjoer, Arif, dkk., 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.

Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine M., 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Ed. 6. Vol. 1. Jakarta: EGC.

Santosa, Budi, 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Diterbitkan oleh Prima Medika.

Smeltzer, Suzanne C.,Bare, Brenda G., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol.2. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W.,dkk., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4. Jilid 1. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai