Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA PASIEN DENGAN CARDIAC ARREST

OLEH :

KELOMPOK 6

III. B / S. Tr. KEPERAWATAN

I PUTU GALIH KUMARA YOGA P07120219099

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CARDIAC ARREST

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya fungsi jantung
secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita penyakit
jantung. Hal ini terjadi ketika sistem kelistrikan jantung menjadi tidak berfungsi
dengan baik dan menghasilkan irama jantung yang tidak normal (American Heart
Association, 2015). Secara klinis, keadaan henti jantung ditandai dengan tidak adanya
nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya (Muttaqin, A., 2009).
Cardiac arrest atau disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest,
atau circulatory arrest merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau
tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan
kegagalan sirkulasi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti
jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk
mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak
dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
B. Etiologi
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia: fibrilasi
ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan
asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
a) Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,
pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung
hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera
dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b) Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya
gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase
pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke
ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan
keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih
diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi
henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan
menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
c) Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada kasus ini CPR
adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
d) Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung,
dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada
kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
C. Tanda dan Gejala
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)
yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan
di pundak ataupun cubitan.
b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan
pernafasan dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis)
d. Sianosis
e. Dilatasi pupil
D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi Decompensasi Cordis adalah gagal jantung kanan dan gagal
jantung kiri ( Tambayong, 2000);
1. Decompensasi cordis kiri/ gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada
akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan normal sehingga
pada masa diastole berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan
diastole semakin tinggi, maka lama terjadi bendungan didaerah atrium kiri
berakibat terjadinya peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri (
normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peningkatan tekanan vena pembuluh
pulmonalis dan pembuluth darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih
sehat memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dengan
waktu cepat tekanan hidrostatik dalam kapiler paru – paru akan menjadi tinggi
sehingga melampaui 18mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh
kapiler paru – paru. Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri
bronkhialis terjadi transudasi cairan intertisiel bronkus megakibatkan edema
aliran udara menjadi terganggu dan terdapat bunyi ekspirasi dan menjadi lebih
panjang asma kardial fase permulaan pada gagaljantung, bila tekanan di kapiler
makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran
limfatik karena ketidakmampuan limfatik untuk menampung (> 25 mmHg)
sehingga akan tertahan dijaringan interstisial paru -paru yang makin lama akan
mengganggu alveoli sebagai tempat pertukaran udaramengakibatkan edema
paru diserta asma dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan syok
cardiogenic ditandai dengan tekanan diastole menjadi lemah dan rendah serta
perfusi menjadi sangat kurang berakibat terjadinya asidosis otot – otot jantung.
2. Descompensasi cordis kanan / gagal jantung kanan
Kegagalan ventrikelkanan akibat bilik ini tidak mampu memompa melawan
tekanan yang naik pada sirkulasi paru – paru, yang berakibat balik kembali
kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong
cairan ke intertesial masuk kedalam( edema perifer) ( Long, 1996). Kegagalan
ini akibat ventrikel kanan tidakbisa berkontraksi dengan optimal,terjadi
bendungan di atrium kanan dan vena kava superior dan inferior dan tampak
gejala yang ada adalah edema perifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak
nyata penurunan tekanan darah yang cepat. Hal ini akibat ventrikel kanan pada
saat systole tidak mampu memompa darah keluar sehingga saat berikutnya
tekanan akhir diastolic ventrikel kanan makin meningkat demikian pula
mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan dara
vena kava superior dan inferior serta seluruh system vena. tampak gejala klinis
adalah terjadinya bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatica ( terjadi
hepatomegaly, vena lienalis( splenomegali) dan bendungan – bendungan pada
vena – vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik di pembuluh kapiler
meningkat melampaui tekanan osmotic plasma maka terjadi edema perifer.
E. Pathway
Etiologi

Tathicardia ventrikel

Aritmia

Penurunan Curah Jantung Cardiac arrest

Suplai O2 menurun Perfusi Perifer Tidak Efektif

Hipoksia serebral

Resiko Jalan Napas Tidak Efektif Penurunan kesadaran

Apnea Gangguan Pertukaran Gas


F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Elektrokardiogram (EKG)

EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak
melakukan ilmpuls normal. EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah
terjadi. EKG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval OT
berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak.

2. Pemeriksaan enzim jantung

Enzim – enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena
serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest.

3. Elektrolit jantung

Elektrolit merupakan mineraldalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu
menghasilkan impuls listrik. Ketidakseimbangan pada elektrolit dapat memicu
terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.

4. Tes obat

Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk mengindikasi aritmia,
termasuk resep tertentu dan obat – obatan tersebut merupakan obat – obatan terlarang.

5. Tes hormone

Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai cardiac arrest

6. Pemeriksaan foto thorax

Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga
dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.

7. Echocardiogram

Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.


Echokardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak
akibat cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (
fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.

G. Penatalaksanaan

Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupa Cardio Pulmonary
Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung pada kelangsungan hidup dan komplikasi
yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak. CPR atau yang lebih
dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan upaya yang dilakukan
terhadap korban atau penderita yang sedang berada dalam kondisi gawat atau kritis untuk
mengembalikan nafas dan sirkulasi spontan. RJP terdiri atas Bantuan Hidup Dasar (BHD)
dan Bantuan Hidup Lanjutan (BHL).

BHD adalah tindakan resusitasi yang dilakukan tanpa menggunakan alat atau dengan
alat yang terbatas berupa bag-mask ventilation, sedangkan BHL sudah menggunakan alat
dan obat-obatan resusitasi sehingga penanganan dapat dilakukan lebih optimal. Resusitasi
jantung paru bertujuan untuk mengoptimalkan tekanan perfusi dari arteri koronaria jantung
dan aliran darah ke organ-organ penting selama fase low flow. Kompresi jantung yang
adekuat dan berkelanjutan dalam pemberian penanganan bantuan hidup dasar sangat penting
pada fase ini. Menurut (Thygerson,2006), prisip penanganan anak cardiac arrest terdapat 4
rangkaian yaitu early acces, early CPR, early defibrillator,dan early advance care.

a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan tanda awal


serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS (Cepat hubungi
fasilitas pelayanan kegawatdarutan jantung, ex : call 118 )

b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan otak, sampai
defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.

c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke jantung


korban bisa mengembalikan denyut jantung.

d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan peralatan
bantuan pernafasan.asien dengan cardiac arrest harus segera mungkin dilakukan
resusitasi jantung paru.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, alamat, lingkungan tempat tinggal.

2. Keluhan utama

3. Riwayat Penyakit

a) Riwayat penyakit sekarang

1. Alasan masuk rumah sakit

2. Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit

b) Riwayat penyakit dahulu

1. Perawatan yang pernah dialami

2. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK

c) Riwayat penyakit keluarga

Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami penyakit jantung.

4.Pengkajian Primer

1). Circulatation

Pasien yang tidak sadarkan diri ada kemungkinan tidak ada denyut nadi dan nafas
sehingga perlu dipastikan. Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi karotis sekaligus
memperhatikan pernafasan. Meraba nadi karotis, 2-3 cm dari samping trakea. Jika
dalam 10 detik tidak ditemukan atau tidak teraba nadi karotis maka segera lakukan
kompresi dada atau pijat jantung atau disebut resusitasi jantung paru.
2). Airway

Buka jalan nafas

 Head-tilt/chin-lift maneuver : letakkan salah satu tangan di kening pasien, tekan kening
ke arah belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk mendongakkan kepala
pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di dagu korban pada bagian
yang bertulang dan angkat rahang ke depan sampai gigi mengatub. Rasionalisasi: tindakan
ini akan membebaskan jalan nafas dari sumbatan oleh lidah.

 Jaw-thrust maneuver : pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masing - masing
sisinya dengan kedua tangan,angkat mandibula ke atas sehingga kepala mendongak.
Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka jalan nafas
pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher.

3). Breathing

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look,listen,feel.

a) Look: lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa sumbatan jalan


napas / tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding dada,ada/tidaknya
penggunaan otot-otot tambahan.

b) Listen: mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada bunyi napas
tambahan seperti snoring, gurgling, atau stidor.

c) Feel: merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya


pergeseran / deviasi trakhea, ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis
atau tidak.

4). Disability

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

a. Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak sadar


terhadap kejadian yang menimpa.

b. Respon verbal (V) :klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.


c. Respon nyeri (P) :klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

d. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.

5). Anamnese (tanya) : nama dan kejadian

6). Cubit daerah pundak/tepuk wajah

7). Dengan GCS (E.. M.. V.. ), pupil, kemampuan motoric

B. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dibuktikan dengan


disapnea, tekanan darah meningkat/menurun, nadi perifer teraba lemah, CRT > 3 detik,
oliguria, warna kuliat pucat/sianosis,

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi


dibuktikan dengan dispnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH
arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, sianosis, kesadaran menurun.
C. Perencanaan Tindakan Keperawatan

Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

14/9/2021 Penurunan curah jantung Setelah dilakukan Tindakan Intervensi Utama Perawatan Perawatan Jantung (I.02075)
berhubungan dengan perubah Keperawatan selama 1 x 24 jam Jantung (I.02075)
Observasi
afterload dibuktikan dengan diharapkan Curah Jantung
Observasi
disapnea, tekanan darah (L.02008) meningkat dengan 1. Untuk mengetahui
meningkat/menurun, nadi kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda/gejala primer tanda/gejala primer penurunan
perifer teraba lemah, CRT > penurunan curah jantung curah jantung (meliputi dispnea,
1. Kekuatan nadi perifer
detik, oliguria, warna kuliat (meliputidispnea, kelelahan, Edema, kelelahan, Edema, ortopnea,
meningkat.
pucat/sianosis, ortopnea paroxysmal noctumal paroxysmal noctumal dyspnea,
2. Papiltasi menurun. dyspnea,peningkatan CVP) peningkatan CVP)

3. Bradikardia menurun. 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder 2. Untuk mengetahui


penurunancurah jantung (meliputi tanda/gejala sekunder penurunan
4. Takikardia menurun.
peningkatan Berat badan, curah jantung (meliputi
5. Gambaran EKG aritmia hepatomegali, distensi vena peningkatan berat badan,
menurun. jugularis, palpitasi, ronkhi basah, hepatomegali, distensi vena

6. Lelah menurun. olguria, batuk, kulit pucat jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
olguria, batuk. Kulit pucat)
7. Edema menurun. 3. Monitor tekanan darah (termasuk
tekanan darah ortostatik, jika perlu. 3. Untuk mengawasi terjadinya
8. Dispnea menurun.
tekanan darah (termasuk tekanan
4. Monitor intake dan output cairan
9. Oliguria menurun. darah ortostatik, jika perlu
5. Monitor berat badan setiap hari
10. Pucat/sianosis menurun. pada waktu yang sama 4. Untuk mengawasi terjadinya
11. Tekanan darah membaik. 6. Monitor saturasi oksigen intake dan output cairan
12. Capillary refill time
7. Monitor keluhan nyeridada (mis. 5. Untuk memantau berat badan
(CRT) membaik
intensitas,lokasi, radiasl, setiap hari pada waktu yang
durasi,presivitasi yang mengurangi sama
nyeri)
6. Untuk mengawasi terjadinya
8. Monitor EKG 12 sadapan saturasi oksigen

9. Monitor aritmia (kelainan irama 7. Untuk memantau adanya


dan frekuensi) keluhan nyeri dada (mis.
intensitas, lokasi, radiasl, durasi,
10. Monitor nilai laboratorium
presivitasi yang mengurangi
jantung (mis, elektrolit, enzim
nyeri)
jantung, BNP, NTpro- BNP)
8. Untuk memantau adanya EKG
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12 sadapan
12. Periksa takanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan sesudah 9. Untuk memantau aritmia
aktivitas (kelainan irama dan frekuensi)

13. Periksa tekanan darah dan 10. Untuk memantau nilai


frekuensi nadi sebelum pemberian laboratorium jantung (mis,
obat (mis, beta blocker, ACE elektrolit, enzim jantung, BNP,
inhibitor, calcium channel blocker, NTpro-BNP)
digoksin)
11. Untuk memantau fungsi alat
pacu jantung
Terapeutik 12. Untuk mengetahui takanan
darah dan frekuensi nadi
14. Posisikan pasien semi Fowler
sebelum dan sesudah aktivitas
atau Fowler dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman 13. Untuk mengetahui tekanan
darah dan frekuensi nadi
15. Berikan diet jantung yang sesuai
sebelum pemberian obat (mis,
(mis, batasi asupan kafein, natrium,
beta blocker, ACE inhibitor,
kolesterol, dan makan an tinggi
calcium channel blocker,
lemak)
digoksin)
16. Gunakan stocking elastis atau
Terapeutik
pneumatic intermiten, sesuai indikasi
14. Untuk memberikan rasa
17. Fasilitasi pasien dan keluarga
nyaman
untuk modifikasi gaya hidup sehat
15. Untuk mengatur asupan yang
18. Berikan terapi relaksasi untuk
dikonsumsi
mengurangi stres, jika perlu
16. Untuk memenuhi kebutuhan
19. Berikan dukungan emosional dan
pasien
spiritual
17. Agar mengetahui informasi
20. Berikan oksigen untuk
mengenai gaya hidup sehat
mempertahankan saturasi oksigen
>94% 18. Agar dapat melakukan terapi
relaksasi untuk mengurangi
stress
Edukasi 19. Untuk memenuhi ada
pemberian dukungan emosional
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
dan spiritual
toleransi
20. Memenuhi adanya oksigen
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara
untuk mempertahankan saturasi
bertahap
oksigen >94%
23. Anjurkan berhenti merokok
Edukasi
24. Ajarkan pasien dan keluarga
21. Supaya mampu beraktivitas
mengukur berat badan harian
fisik sesuai toleransi
25. Ajarkan pasien dan keluarga
22. Supaya mampu beraktivitas
mengukur
fisik secara bertahap
Kolaborasi
23. Supaya mampu untuk
26. Kolaborasi pemberian berhenti merokok
antiaritmia, jika perlu
24. Supaya pasien dan keluarga
27. Rujuk ke program rehabilitasi mengukur berat badan harian
jantung
25. Supaya pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian

Kolaborasi

25. Untuk mengetahui


Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

26. Untuk mengetahui Rujuk ke


program rehabilitasi jantung

14/9/2021 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Tindakan Intervensi Utama Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan Keperawatan selama 1 x 24 (I.01014)
Pemantauan Respirasi (I. 01014)
ketidakseimbangan jam diharapkan Pertukaran
Observasi
Gas (L.01003) meningkat Observasi:
ventilasi-perfusi
dengan kriteria hasil: 1. Mengetahui adanya frekuensi
dibuktikan dengan 1. Monitor frekuensi, irama
irama, kedalaman dan upaya
dispnea, PCO2 1. Tingkat kesadaran kedalaman dan upaya napas
napas.
meningkat/menurun, PO2 meningkat 2. Monitor pola napas (seperti
2. Mengetahui adanya pola
menurun, takikardia, pH 2. Dispnea menurun bradipnea,takipnea,hiperventilasi
napas (seperti bradikardi
arteri ,kussmaul, cheyne-stokes,
3. Bunyi napas tambahan takipnea, hiperventilasi
meningkat/menurun, biot,ataksik)
menurun. kussmul, cheyne-stokes, biot,
bunyi napas tambahan, 3. Monitor kemampuan batuk efektif ataksik).
4. Pusing menurun.
sianosis, kesadaran 4. Monitor adanya produksi spuntum
3. Memantau kemampuan batuk
menurun. 5. Penglihatan kabur menurun. 5. Monitor adanya sumbatan jalan
efektif
napas
6. Diaforesis menurun.
4. Memantau adanya produksi
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Gelisah menurun. sputum.
7. Auskultasi bunyi napas
8. Napas cuping hidung 5. Memantau adanya sumbatan
8. Monitor saturasi oksigen
menurun. 9. Monitor nilai AGD jalan napas.

9. PCO2 membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks 6. Memantau kesimetrisan


Terapeutik ekspansi paru
10. PO2 membaik.
11. Atur interval pemantauan respirasi 7. Mengetahui aulkutasi bunyi
11. Takikardia membaik.
sesuai kondisi pasien. napas.
12. pH arteri membaik
12. Dokumetasi hasil pemantauan 8. Memantau saturasi oksigen
13. Sianosis membaik. Edukasi
9. Memantau nilai AGD
14. Pola napas membaik. 13. Jelaskan tujuan dan prosedur
10. Mengetahui hasil xray
15. Warna kulit membaik. pemantauan
toraks
14. Informasi hasi pemantauan, jika
Terapeutik
perlu
11. Memanatau respirasi sesuai
kondisi pasien

12. Agar mengetahui data


pasien

Edukasi

13. Agar pasien dapat


mengetahui tujuan dan
prosedur.

14. Agar pasien dapat


mengetahui informasi hasil
pemantauan

Terapi Oksigen (I.01026)


Terapi oksigen (I.01026)
Observasi
Observasi
1. Agar klien merasa
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
nyamandantidak sesak napas
Monitor posisi alat terapioksigen
lagi
2. Monitor aliran terapi oksigensecara
2. Agar alat terapi berada
periodic dan pastikan fraksi yang
padaposisi yang benar
diberikan cukup
3. Memastikan kelancaran
3. Monitor efektifitas terapi oksigen
aliranO2
(mis. Oksimetri, analisa gas darah)
,jika perlu 4. Memastikan keefektifan
terapinya
4. Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan 5. Mengetahui apakah klien
sesak/tidak saat makan
5. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
6. Mengetahui apakah
6. Monitor tanda dan gejala toksikasi
klienmengalami hipoventilasi
oksigen dan atelectasis
/tidak
7. Monitor tingkat kecemasan akibat
7. Mengetahui apakah terjadi
terapi oksigen 8. Monitor integritas
keracunan O2 atau tidak
mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen 8. Mengetahui tingkat
kecemasan klien
Terapeutik
9. Mengetahui integritas
9. Bersikan secret pada mulut, hidung
mukosa hidung kering/ lecet/dll
dan trakea, jika perlu
Terapeutik
10. Pertahankan kepatenan jalan
10. Membersihkan jalan napas
napas 11. Siapkan dan atur peralatan
11. Mempertahankan jalan
pemberian oksigen
napas agar tetap paten/bersih
12. Berikan oksigen tambahan, jika dari sumbatan
perlu
12. Agar alat siap digunakan
13. Tetap berikan oksigen saat pasien
13. Memberi suplay O2
ditransportasi
tambahan
14. Gunakan prangkat oksigen yang
14. Agar pasien tidak
sesuai dengan tingkat mobilisasi
mengalami hipoksia
pasien
15. Agar pasien dapat
Edukasi
mobilisasi walau menggunakan
15. Ajarkan pasien dan keluarga cara O2
menggunakan oksigen di rumah

Edukasi

16. Agar pasien dan keluarga


Kolaborasi mengetahui cara menggunakan
oksigen
16. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen Kolaborasi

17. Kolaborasi penggunaan oksigen 17. Agar pasien mendapat dosis


saat aktivitas dan/atau tidur yang tepat

18. Agar pasien tidak


mengalami hipoksia
A. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan penentuan


diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk
membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan dan implementasi harus sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah dibuat.

B. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini kita
melakukan penilaian terakhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan kriteria hasil
sebelumnya yang telah dibuat. Dalam evaluasi asuhan keperawatan menggunakan format
SOAP seperti :

S : Subjective (pernyataan atau keluhan dari pasien)

O : Objective (data yang diobservasi oleh perawat)

A : Analisys (kesimpulan dari subjektif dan objektif)

P : Planning (rencana tindakan yang dilakukan berdasarkan analisis)


LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 11 Oktober 2021

Nama Mahasiswa
Nama Pembimbing/CT

I Ketut Suardana, SKp., M. Kes


I Putu Galih Kumara Yoga
NIP: 196509131989031002
NIM : P07120219013

Anda mungkin juga menyukai