Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

“TAMPONADE JANTUNG”
IGD RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners


Departemen Emergency

Oleh :
Sinta Devi Puspitasari
NIM. 180070300111036

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
TAMPONADE JANTUNG

1. Definisi
Tamponade jantung merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan
memerlukan tindakan darurat. Terjadi penngumpulan cairan di pericardium dalam
jumlah yang cukup untuk menghambat aliran darah ke ventrikel. (Mansjoer, dkk.
2001)
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang
cepat atau lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan
darah, atau gas di perikardium, sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur
jantung (Spodick, 2003)
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250
cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan
cairan tersebut berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan
untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah
tersebut (Muttaqin, 2009)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tamponade jantung
adalah kompresi pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium (250 cc bila
pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan
tersebut berlangsung lambat) yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel
disertai gangguan hemodinamik, dimana ini merupakan salah satu komplikasi yang
paling fatal dan memerlukan tindakan darurat.

2. Etiologi
Etiologi dari tamponade jantung bermacam- macam bisa disebabkan karena
neoplasma, perikarditis, uremia dan perdarahan ke dalam ruang pericardial akibat
trauma, operasi atau infeksi (Masjoer, Dkk. 2001)
Penyebab tersering adalah neoplasma, idiopatik dan uremia. Perdarahan
intaperikardium juga dapat terjadi akibat katerisasi jantung intervensi koroner,
pamasangan pacu jantung, tuberculosis, dan penggunaan antikoagulan
(Panggabean, 2006).

3. Klasifikasi
Untuk semua pasien, penyakit keganasan merupakan penyebab tersering
tamponade jantung. Dari berbagai etiologi jantung, Merce et al melaporkan 30-60%
kasus penyakit keganasan, 10-15% kasus uremia, 5-15% pada idiopathic
pericarditis, 5-10% pada penyakit infeksi, 5-10% pada antikoagulan, 2-6% pada
penyakit jaringan ikat, dan 1-2% pada Dressler atau postpericardiotomy syndrome.
Tamponade jantung dapat terjadi pada berbagai tipe pericarditis (Yarlagadda,2011).
Pembagian tamponade jantung berdasarkan etiologi dan progresifitas
(Munthe, 2011):
1. Acute surgical tamponade
Meliputi keadaan antegrade aortic dissection, iatrogenic, dan trauma
tembus jantung. Pada keadaan ini, tamponade jantung dapat menyebabkan
mekanisme kompensasi menyeluruh yang cepat. Timbunan darah
dan clot sebesar 150 cc dapat menyebabkan kematian secara cepat. Pada
keadaan kronis, timbunan darah dapat mencapai 1 L.
2. Medical tamponade
Meliputi keadaan efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena
keganasan atau gagal ginjal
3. Low-pressure tamponade
Keadaan ini terjadi pada dehidrasi berat
Sedangkan menurut Spodick 2003, berdasarkan etiologinya, tamponade
jantung dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Acute tamponade: biasanya disebabkan oleh ruptur traumatik dari ventrikel
akibat trauma tumpul atau prosedur lainnya; juga disebabkan oleh aortic
dissection atau infark miokard dengan ruptur ventrikel.Acute
tamponade mempunyai onset yang tiba-tiba, dan dapat menyebabkan nyeri
dada, takipnea, dan dispnea, serta membahayakan jiwa bila tidak diatasi dengan
tepat. Tekanan vena jugularis juga meningkat, dan mungkin berhubungan
dengan distensi vena di dahi dan kulit kepala. Suara jantung juga seringkali tidak
terdengar (Hoit, 2009).
2. Subacute tamponade: Subacute tamponade dapat asimptomatis pada awalnya,
tetapi bila tamponade jantung melewati batas kritis, maka akan menimbulkan
gejala dispnea, rasa tidak nyaman atau penuh di dada, edema perifer, rasa lelah,
atau gejala lainnya yang disebabkan peningkatan tekanan pengisian dan cardiac
output yang terbatas (Hoit, 2009).
4. Patofisiologi
(Terlampir)/
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila
terjadi secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti
takikardi, peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume
intravaskular. Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal.
b. Tamponade jantung akut biasanya disertai gejala peningkatan tekanan vena
jugularis, pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik
<100mmHg, dan bunyi jantung yang melemah.
c. Sedangkan pada yang kronis ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis,
takikardi, dan pulsus paradoksus (gambaran lain yang menandai perubahan yang
tidak terduga tekanan vena).
Keluhan dan gejala yang mungkin ada yaitu adanya jejas trauma tajam dan
tumpul di daerah dada atau yang diperkirakan menembus jantung, gelisah, pucat,
keringat dingin, peninggian vena jugularis, pekak jantung melebar, suara jantung
redup dan pulsus paradoksus. Trias classic beck berupa distensis vena leher, bunyi
jantung melemah dan hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade.
(Mansjoer, dkk. 2000)

6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen dada
Menunjukkan gambaran “water bottle-shape heart”, kalsifikasi perkardial.

 Kardiomegali bentuk bulat atau segitiga, dengan gambaran paru yang


bersih
 Foto lateral kadang terlihat double fat stripe

Gambar 4. Foto Thorax AP : Jantung membesar berbentuk botol

2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan etiologi terjadinya tamponade
jantung, misalnya pemeriksaan berikut :
 Peningkatan creatine kinase dan isoenzim pada MI dan trauma jantung.
 Profil renal dan CBC uremia dan penyakit infeksi yang berkaitan dengan
pericarditis
 Protrombin time (PT) dan aPTT (activated partial thromboplastin
time) menilai resiko perdarahan selama intervensi misalnya drainase
perikardial.
3. Elektrokardiografi (EKG)
a. Didapatkan PEA (Pulseless Electric Activity), sebelumnya dikenal sebagai
Electromechanical Dissociation, merupakan dimana pada EKG didapatkan
irama sedangkan pada perabaan nadi tidakditemukan pulsasi. PEA Amplitude
gelombang P dan QRS berkurang pada setiap gelombang berikutnya.
b. PEA dapat ditemukan pada tamponade jantung, tension pneumothorax,
hipovolemia, atau ruptur jantung.
c. Dengan EKG 12 lead berikut suspek tamponade jantung :
 Sinus tachycardia
 Kompleks QRS Low-voltage
 Electrical alternans : kompleks QRS alternan, biasanya rasio 2:1, terjadi
karena pergerakan jantung pada ruang pericardium. Electrical ditemukan
juga pada pasien dengan myocardial ischemia, acute pulmonary
embolism, dan tachyarrhythmias.
 PR segment depression

d. EKG juga digunakan untuk memonitor jantung ketika melakukan aspirasi


perikardium.

Gambar 5. Hasil EKG

4. Echocardiografi
Meskipun echocardiografi menyediakan informasi yang berguna, tamponade
jantung adalah diagnosis klinis. Berikut ini dapat diamati dengan echocardiografi
2-dimensi :
 Zona ruang bebas posterior dan anterior ventrikel kiri dan di belakang atrium
kiri : Setelah operasi jantung, suatu pengumpulan cairan lokal posterior tanpa
efusi anterior yang signifikan dapat terjadi dan dapat membahayakan cardiac
output.
 Kolapsnya diastolic awal dari dinding bebas ventrikel kanan
 kompresi end diastolic / kolapsnya atrium kanan
 Plethora vena cava inferior dengan inspirasi minimal atau tidak kolaps
 Lebih dari 40% peningkatan inspirasi relatif dari sisi kanan aliran
 Lebih dari 25% penurunan relatif pada aliran inspirasi di katup mitral

5. Pulse Oksimetri
Variabilitas pernapasan di pulse-oksimetri gelombang dicatat pada pasien
dengan paradoksus pulsus. Dalam kelompok kecil pasien dengan tamponade,
Stone dkk mencatat peningkatan variabilitas pernapasan di pulsa-oksimetri
gelombang pada semua pasien. Ini harus meningkatkan kecurigaan untuk
kompromi hemodinamik. Pada pasien dengan atrial fibrilasi, pulsa oksimetri-
dapat membantu untuk mendetek/si keberadaan paradoksus pulsus.
6. USG FAST
Untuk mendeteksi cairan di rongga perikardium.

7. Penatalaksanaan
1. Primary survey
Airway dengan control servikal
Penilaian: Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi) Penilaian
akan adanya obstruksi
Management: Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan control
servikal in-line immobilisasi Bersihkan airway dari bendaasing.
2. Breathing dan ventilasi
Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan control servikal
in-line immobilisasi.Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

b. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan


terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.

c. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor

d. Auskultasi thoraks bilateral


Management: Oksigenasi

Ventilasi mekanik tekanan positif sebaiknya dihindari karena dapat


menurunkan venous return dan memperberat gejala tamponade. Circulation dan
kontol perdarahan

Penilaian (pada trauma)

a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

b. Mengetahui sumber perdarahan internal

c. Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus


paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan
pertanda diperlukannya resusitasi massif segera.

d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.

e. Periksa tekanan darah

Management:

a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

b. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah


untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta
Analisis Gas Darah (AGD).

c. Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudahdihangatkan dengan tetesan cepat

d. Bed rest dengan elevasi tungkai untuk membantu venous return

e. Transfusi darah jika perdarahan massif dan tidak ada responos terhadap
pemberian cairan awal.

f. Obat-obatan Inotropic (misalnya : dobutamine) : ini bermanfaat karena


meningkatkan cardiac output tanpa meningkatkan resistensi vascular
sistemik.

g. Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.

3. Perikardiosentesis
a. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila dengan syok
hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan dan kemungkinan
tamponade jantung.

b. Perikardiosentesis merupakan tindakan aspirasi efusi perikard atau pungsi


perikard.
c. Monitoring EKG untuk menunjukkan tertusuk nyamiokard (↑ voltase gelombang
T atau terjadi disritmia).

Lokasi : seringnya di subxyphoid


Teknik:
1. Pasien disandarkan pada sandaran dengan sudut 45° sehingga
memungkinkan jantung ke posterior menjauhi dinding thorax.

2. Lakukan tindakan aseptic dan anestesi lokal dengan prokain 2% atau xilokain
2%.

3. Jarum nomer 18-16 dihubungkan dengan spuit 20-50 ml dihubungkan


dengan pemantau EKG melalui alligator atau hemostat.

4. Arahkan jarum ke postero sepalad, membentuk sudut 450 dengan permukaan


dinding dada.
5. Tusukan jarum 2-4 cm sampai terasa tahanan lapisan perikard

6. Bila jarum pungsi menembus perikard dan kontak dengan otot jantung, akan
timbul elevasi segmen ST (injury) dan ekstra sistol ventrikel
dengan amplitude tinggi. Bila hal ini terjadi, maka jarum pungsi harus
ditarik sedikit dan di arahkan ke tempat lain.

7. Apabila cairan perikard kental, dapat di pakai trokar yang lebih besar.

8. Apabila tidak diperoleh cairan yang mengalir, jarum ditarik perlahan-lahan


dan ditusuk kembali kearah lain atau lebih dalam sedikit.

9. Hindarkan tusukan yang tiba-tiba, kasar atau pemindahan arah tusukan


secara kasar. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan tepi
konstan sambil diisap secara kontinyu.

10. Kateter vena sentral dapat dipasangkan melalui jarum tersebut dan
dibiarkan di tempat yang memungkinkan tindakan aspirasi periodic untuk
mencegah pengumpulan cairan kembali.

11. Setelah selesai, cabut jarum dan pasang perban di atas tempat pungsi.
Gambar 11 Pericardiosintesis

Untuk pasien hemodinamik tidak stabil atau satu dengan tamponade berulang,
memberikan perawatan berikut:
1) Operasi pembuatan jendela perikardial : operasi untuk menghubungkan
ruang perikardial dan ruang intrapleural. Hal ini biasanya pendekatan
subxiphoidian dengan reseksi xifoideus. Baru-baru ini, pendekatan
paraxiphoidian kiri tanpa reseksi xifoideus. Open torakotomi dan atau
pericardiotomy mungkin diperlukan dalam beberapa kasus, dan ini harus
dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman.

2) Pericardiocentesis atau sclerosing perikardium : Ini adalah pilihan terapi untuk


pasien dengan efusi perikardial berulang atau tamponade. Melalui kateter
intrapericardial, kortikosteroid, tetrasiklin, atau obat antineoplastik (misalnya,
anthracyclines, bleomycin) dapat dimasukkan ke dalam ruang perikardial.

3) Pericardio-peritoneal shunt: pada beberapa pasien dengan efusi perikardial


ganas, pembuatan pericardio-peritoneal shunt membantu mencegah
tamponade berulang.

4) Pericardiectomy: Reseksi dari perikardium (pericardiectomy) melalui


sternotomy median atau torakotomi kiri, jarang diperlukan untuk mencegah
efusi perikardial berulang dan tamponade.

Monako dkk menyelidiki efikasi modifikasi prosedur thoracoscopic dibantu


video dalam pengobatan 15 pasien dengan tamponade jantung. Menggunakan
pendekatan hemithoracic kanan, trocar 15-mm digunakan pada intercostal IV
anterior aksila kanan, dan trocar 10-mm digunakan pada ruang intercostal ketujuh
di garis mid aksila kanan. Peralatan dari optik 5-mm diperbolehkan 2 instrumen,
untuk optik dan untuk forsep endoskopi, digunakan secara bersamaan dengan
menggunakan 1 trocar, sedangkan trocar kedua tersedia untuk gunting bedah.
Semua pasien menjalani reseksi perikardial sama dengan yang dicapai melalui
torakotomi anterolateral.

8. Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Syok kardiogenik
c. Henti jantung
d. Penimbunan cairan di paru-paru (edema paru)
e. Kematian

9. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
- Pengkajian Primer
Data Subyektif
a. Riwayat Penyakit Sekarang
 Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada, leher punggung atau perut.
 Perbaikan pada lesi jantung.
 Dispnea
 Cemas
 Nyeri dada
 Lemah
b. Riwayat Kesehatan
 Penyakit jantung
 Penyakit infeksi dan neoplastik.
 Penyakit ginjal
- Data Obyektif
a. Airway
Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
b. Breathing
 Takipnea
 Tanda kusmaul: peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas spontan
c. Circulation
 Takikardi
 Peningkatan volume vena intravaskular.
 Pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik
<100mmHg
 Pericardial friction rub
 Pekak jantung melebar
 Trias classic beck berupa: distensis vena leher, bunyi jantung melemah / redup
dan hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade.
 Tekanan nadi terbatas
 Kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis
d. Disability
 Penurunan tingakat kesadaran
2. Pengkajian Sekunder
a. Exposure
 Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
b. Five Intervensi
 Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
 EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS yang
berkurang pada setiap gelombang berikutnya
 Echocardiografi adanya efusi pleura
Hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan :
 Kolaps diastole pada atrium kanan
 Kolaps diastole pada ventrikel kanan
 Kolaps pada atrium kiri
 Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi
penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
 Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan
pemasukan dari ventrikel kiri
 Penurunan pemasukan dari katup mitral .
 Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
 Pemeriksaan Doppler: Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat
membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung
pemerikasaan laboraturium dari pola hemodinamik pada tamponade.
c. Give Comfort
 Tidak terdapat tanda dan gejala
d. Head to Toe
 Kepala dan wajah: pucat, bibir sianosis
 Leher: peninggian vena jugularis
 Dada: ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada, tanda kusmaul,
takipnea, bunyi jantung melemah / redup dan pekak jantung melebar
 Abdomen dan pinggang: tidak ada tanda dan gejala
 Pelvis dan perineum: tidak ada tanda dan gejala
 Ekstrimitas: pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis
e. Inspeksi Back / Posterior Surface
 Tidak ada tanda dan gejala
- Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda kusmaul
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi
vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki
sianosis,
3. Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak efektif
b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan
kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.
- Perencanaan
Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda kusmaul.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan pola
nafas efektif dengan kriteria hasil :
 Takipnea tidak ada
 Tanda kusmaul tidak ada
 TTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20 X/ mnt).
Intervensi
1. Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan
Rasional: Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
2. Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas bibir dan
penggunaan otot bantu pernafasan
Rasional: Pengembangan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
mengindikasikan gangguan pola nafas
3. Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi
Rasional: Mempermudah ekspansi paru
4. Ajarkan klien nafas dalam
Rasional: Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan pemasukan oksigen
5. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan jaringan
6. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi pernapasan
Dx 2 : Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan
distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan
dan kaki sianosis.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit diharapkan curah
jantung ke seluruh tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
 TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg).
 Nadi perifer teraba kuat
 Suara jantung normal.
 Sianosis dan pucat tidak ada.
 Kulit teraba hangat
 EKG normal
 Distensi vena jugularis tidak ada.
Intervensi
1. Monitor TTV berkelanjutan
Rasional: TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh (jantung)
2. Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional: Perubahan suara, frekuensi dan irama jantung dapat mengindikasikan
adanya penurunan curah jantung
3. Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer
Rasional: Curah jantung yang kurang mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer
4. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat
Rasional: Penurunan curah jantung menyebabkan aliran ke perifer menurun
5. Kaji adanya distensi vena jugularis
Rasional: Tamponade jantung menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi
pada vena jugularis
6. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia
7. Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses emergency.
Rasional: Mencegah terjadinya kekurangan cairan
8. Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai indikasi.
Rasional: Pada tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung dan terdapat
siluet pembesaran jantung
9. Lakukan tindakan perikardiosintesis.
Rasional: Dengan perikardiosintesis cairan dalam ruang pericardium dapat keluar
Dx 3 : Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak efektif
b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan
kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan perfusi
jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
 Nadi teraba kuat
 TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg)
 Tingkat kesadaran composmentis
 Sianosis atau pucat tidak ada
 Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
 Akral teraba hangat
Intervensi :
1. Awasi tanda-tanda vital secara intensif
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital seperti takikardi akibat dari kompensasi jantung
untuk memenuhi suplai O2
2. Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan pucat, sianosis) Rasional:
Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan
3. Pantau GCS
Rasional: Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan penurunan tingkat
kesadaran
4. Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total
Rasional: Menurunkan kebutuhan oksigen
Evaluasi
asil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan melalui
proses keperawatan pada klien dengan Malpresentasi berdasarkan tujuan pemulangan
adalah
:
1. Pola nafas efektif
2. Curah jantung ke seluruh tubuh adekuat
3. Perfusi jaringan adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Masjoer.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI
Arif, Muttaqin. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan ganggan sistem
kardiovaskuler dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta
Panggabean M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam
Mansjoer, A., dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran.Jilid kedua. Edisi ketiga. Jakarta :
Media Aesculapius
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta :
EGC.
Price, S. A. 2000. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol. 2. Edisi 6.
Jakarta : EGC
PATOFISIOLOGI

Anda mungkin juga menyukai