Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE HEART FAILURE (AHF)

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Gawat Darurat

OLEH:

SITTI NUR VANESA


1442021237

CI INSTITUSI CI LAHAN

(………………………………......) (………………………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Gagal jantung (HF) adalah gejala klinis kronis dan progresif sindrom
yang diinduksi oleh kelainan jantung struktural atau fungsional kelainan yang
menunjukkan penurunan (pada gagal jantung dengan pengurangan fraksi
ejeksi (HFrEF)) atau diawetkan (dalam HF dengan fraksi ejeksi yang
diawetkan (HFpEF) ventrikel kiri fraksi ejeksi (LVEF)1. Disfungsi jantung
menyebabkan peningkatan tekanan pengisian jantung saat istirahat dan selama
stres. Gejala HF termasuk dyspnoea (sesak napas) dan kelelahan, sering
disertai dengan tanda-tanda fisik yang khas, seperti ronki paru (suara kresek
abnormal), edema perifer atau vena jugularis yang melebar (Mattia Arigo et
al., 2020).
2. Etiologi
Penyebab/presipitan utama yang menyebabkan gagal jantung dapat
disingkat dengan terminologi ‘SHAME’ dan akan dijelaskan lebih detail di
bawah ini.
a. Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome)
Pasien gagal jantung akut yang disebabkan oleh sindrom koroner akut,
harus ditatalaksana sesuai panduan STEMI atau NSTEMI, mencakup
tindakan Intervensi Koroner Perkutaneus Primer (IKPP) maupun IKP dini.
b. Hipertensi Emergensi
Pasien gagal jantung akut yang disebabkan oleh hipertensi emergensi
seringkali datang dengan presentasi klinis edema paru akut. Penurunan
tekanan darah dengan pemberian vasodilator dan diuretik intravena untuk
menurunkan 25% MAP dalam beberapa jam pertama merupakan target
terapi utama.
c. Aritmia
Gangguan aritmia (takiartitmia/bradiaritmia) pada pasien gagal jantung
akut yang disertai dengan ketidakstabilan hemodinamik harus
ditatalaksana dengan kardioversi elektrik atau pacu jantung sementara.
d. Penyebab Mekanik Akut
Hal ini meliputi komplikasi mekanik akibat sindrom koroner akut (seperti
ruptur dinding ventrikular, defek septum interventrikular, regurgitasi
mitral akut), trauma dinding dada, gangguan katup akut akibat
endokarditis, diseksi aorta, serta tumor intrakardiak yang menyebabkan
gejala obstruksi.
e. Emboli Paru Akut
Tatalaksana emboli paru akut meliputi reperfusi emboli baik dengan
prosedur trombolitik, intervensi perkutan maupun embolektomi surgical
(Perki, 2020).

3. Klasifikasi
Pasien dengan gagal jantung akut biasanya akan hadir dengan salah
satu dari enam klasifikasi klinis. Edema paru akut dapat menjadi komplikasi
dari klasifikasi klinis tersebut. Dari gambar 3 dapat dilihat adanya overlap
antara masing-masing klasifikasi klinis. Enam klasifikasi klinis gagal jantung
akut yaitu:
a. Worsening or decompensated chronic Heart Failure
Biasanya ada riwayat memburuknya gagal jantung kronis yang sudah
dikenal atau dalam pengobatan secara progresif, dan adanya bukti
kongesti sistemik dan paru.
b. Edema paru akut
Pasien datang dengan respiratory distress, takipnea, dan ortopnu dengan
ronkhi yang memenuhi paru-paru. Saturasi arteri O2 biasanya < 90% pada
ruang udara sebelum pengobatan dengan oksigen
c. Gagal jantung hipertensi
Tanda-tanda dan gejala gagal jantung disertai dengan tekanan darrah yang
tinggi dan biasanya fungsi LV sistolik baik. Adanya bukti peningkatan
tonus simpatik dengan takikardia dan vasokonstriksi. Pasien mungkin
euvolemik atau hanya sedikit hypervolemik, dan sering dengan tanda-
tanda kongesti paru tanpa tanda-tanda kongesti sistemik.
d. Syok kardiogenik
Didefinisikan sebagai hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah
koreksi dari preload yang memadai dan aritmia. Tidak ada parameter
diagnostik hemodinamik. Namun, biasanya, syok kardiogenik ditandai
dengan tekanan darah sistolik yang rendah (tekanan darah sistolik < 90
mmHg atau penurunan tekanan arteri rata > 30 mmHg) dan tidak adanya
atau rendah pengeluaran urin (< 0,5 mL / kg / jam).
e. Gagal jantung kanan terisolasi
Ditandai dengan low output syndrome dengan tidak adanya kongesti paru
dengan peningkatan tekanan vena jugularis, dengan atau tanpa
hepatomegali, dan tekanan pengisian LV yang rendah.
f. Sindrom koroner akut dan gagal jantung
Banyak pasien dengan gagal jantung akut hadir akibat sindrom koroner
akut (sekitar 15%) (Dian Puspita & Muhammad Fadil, 2020).

4. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni
dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. Manifestasi
klinis gagal jantung (Nurkhalis & Rangga Juliar A., 2020):
a. Gejala
1) Tipikal
a) Sesak napas
b) Ortopneu
c) Paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND)
d) Toleransi aktivitas yang berkurang
e) Mudah lelah
f) Bengkak di pergelangan kaki
2) Kurang Tipikal
a) Batuk di malam hari/dini hari
b) Mengi
c) Berat badan bertambah >2kg/minggu
d) Berat badan turun
e) Perasaan kembung atau begah
f) Nafsu makan menurun
g) Perasaan bingung (pada pasien usia lanjut)
h) Depresi
i) Berdebar
j) Pingsan
b. Tanda
1) Spesifik
a) Peningkatan JVP
b) Refluks hepatojugular
c) Suara jantung S3 (gallop)
d) Apex jantung bergeser ke lateral
e) Bising jantung
2) Kurang Spesifik
a) Edema perifer
b) Krepitasi pulmonal
c) Suara pekak di basal paru pada perkusi
d) Takikardia
e) Nadi irregular
f) Napas cepat
g) Hepatomegali
h) Asites
i) Kaheksia

5. Patofisiologi
Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada
jantung atau miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah
jantung. Bila curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme, maka jantung akan memberikan respon mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan fungsi jantung agar tetap dapat memompa darah
secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah secara maksimal digunakan dan
curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka setelah akan itu timbul
gejala gagal jantung.7 Terdapat tiga mekanisme primer yang dapat dilihat
dalam respon kompensatorik, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi Sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel. Menurunnya volume sekuncup
pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Hal
ini akan merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah untuk mengutamakan perfusi ke organ vital seperti
jantung dan otak. Aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone akan
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume
ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling. Respon
kompensatorik yang terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambahnya ketebalan otot jantung. Hipertrofi akan meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara
parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung. Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini
memiliki efek yang menguntungkan. Namun, pada akhirnya mekanisme
kompensatorik dapat menimbulkan gejala dan meningkatkan kerja jantung
(Nurhalis & Rangga Juliar A, 2020).
6. Komplikasi
Gagal jantung akut merupakan terminologi yang digunakan untuk
mendeskripsikan perubahan yang cepat atau perburukan dari tanda dan gejala
gagal jantung. Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan
segera, dan biasanya berujung pada hospitalisasi. Keadaan pasien dapat
berupa kondisi emergensi seperti edema paru akut (Dian Puspita & Muhmad
Fadil, 2020).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis
gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
b. Foto Toraks
Foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal
jantung. Foto toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi
pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperberat sesak nafas.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung
jenis), elektrolit, kreatinin, estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR),
glukosa, tes fungsi hati, dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain seperti
biomarker kardiak dipertimbangkan sesuai gambaran klinis.
d. Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasonografi jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler,
colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Ekokardiografi
mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan
fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1) Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung;
2) Fungsi sistolik ventrikel kiri normal
3) Terdapat bukti disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan atau peningkatan
kadar peptida natriuretic (Kemkes, 2021).

8. Penatalaksanaan Medis dan Farmakologi


a. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Alat Non bedah Pada Gagal Jantung Dengan Fraksi Ejeksi
≤40%
Sampai saat ini, ICD (Implantable cardioverter-defibrillator)
dan CRT (Cardiac resynchronization therapy) merupakan alat yang
direkomendasikan pada gagal jantung lanjut (advanced heart failure)
simptomatik yang sudah mendapatkan terapi farmakologis gagal
jantung secara optimal.
a) ICD
i. Sebagai prevensi sekunder: direkomendasikan pada pasien
dengan aritmia ventrikuler yang menyebabkan hemodinamik
menjadi tidak stabil, yang diharapkan untuk dapat hidup
dalam status fungsional yang baik selama ≥ 1 tahun lagi,
untuk menurunkan risiko kematian mendadak.
ii. Sebagai prevensi primer: direkomendasikan pada pasien
dengan gagal jantung simtomatik (NYHA II – III) dan EF <
35% walaupun sudah mendapat terapi optimal lebih adri 3
bulan, yang diharapkan untuk dapat hidup dalam status
fungsional yang baik selama ≥ 1 tahun lagi, untuk
menurunkan risiko kematian mendadak.
b) CRT
Pada pasien dengan irama sinus NYHA III dan IV dan EF yang
rendah, walaupun mendapat terapi gagal jantung yang optimal
i. Morfologi LBBB: direkomendasikan pada pasien irama sinus
dengan durasi QRS ≥ 120 ms, morfologi LBBB dan EF < 35
%, yang diharapkan untuk dapat hidup dalam status fungsional
yang baik selama ≥ 1 tahun lagi, untuk menurunkan angka
rehospitalisasi dan risiko kematian mendadak.
ii. Morfologi non LBBB: harus dipertimbangkan pada pasien
irama sinus dengan QRS ≥ 120 ms, morfologi QRS irespektif
dan EF < 35 %, yang diharapkan untuk dapat hidup dalam
status fungsional yang baik selama ≥ 1 tahun lagi, untuk
menurunkan risiko kematian mendadak.

Pada pasien dengan irama sinus NYHA II dan EF yang rendah,


walaupun mendapat terapi gagal jantung yang optimal

i. Morfologi LBBB: direkomendasikan (terutama yang CRT-D)


pada pasien irama sinus dengan durasi QRS ≥ 130 ms,
morfologi LBBB dan EF < 30 %, yang diharapkan untuk dapat
hidup dalam status fungsional yang baik selama ≥ 1 tahun lagi,
untuk menurunkan angka rehospitalisasi dan risiko kematian
mendadak,
ii. Morfologi non LBBB: direkomendasikan (terutama yang CRT-
D) pada pasien irama sinus dengan durasi QRS ≥ 150 ms,
morfologi QRS irespektif dan EF < 30 %, yang diharapkan
untuk dapat hidup dalam status fungsional yang baik selama ≥
1 tahun lagi, untuk menurunkan angka rehospitalisasi dan
risiko kematian mendadak (Perki, 2020).
b. Penatalaksanaan Farmakologis
1) Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACE-I)
ACE-I harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40 % kecuali ada
kontraindikasi.
2) Penyekat Reseptor β
Kecuali terdapat kontraindikasi, penyekat β harus diberikan
pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel
kiri <40%. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
3) Antagonis Reseptor Mineralokortikoid
Penambahan obat antagonis mineralokortikoid dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi < 40 %
dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional NYHA II-IV)
tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat, kecuali terdapat
kontraindikasi.
4) Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
ARB direkomendasikan (kelas IIb-C) pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% yang tetap simtomatik
walaupun sudah diberikan ACE-I dan penyekat β, dan intoleran
terhadap antagonis reseptor mineralokortikoid (dengan pengawasan
yang sangat ketat terhadap fungsi ginjal dan kalium)
5) Angiotensin Receptor – Neprilysin Inhibitor (ARNI)
Pada pasien yang masih simptomatik dengan dosis pengobatan
ACE-I/ARB, penyekat beta, dan antagonis reseptor mineralokortikoid,
dapat juga diberikan terapi baru sebagai pengganti ACE-I /ARB yaitu
Angiotensin Receptor–Nephrilysin Inhibitors (ARNI) yang merupakan
molekul tunggal valsartan- sacubitril.
6) Ivabradine
Ivabradine bekerja memperlambat laju jantung melalui
penghambatan kanal If di nodus sinus, dan hanya digunakan untuk
pasien dengan irama sinus.
7) Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <
40%, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien
intoleran terhadap ACE-I dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan
bukti B).
8) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, digoksin
dapat digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat,
walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan.
9) Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung denga
tanda klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti
B) (Perki, 2020).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yaitu dimana pemikiran dasar bertujuan yang
mengumpulkan informasi tentang data klien, sehingga bisa mengidentifikasi,
mengenali berbagai macam masalah-masalah kebutuhan kesehatan klien dan
kondisi klien baik pada fisik, mental, maupun sosial dan lingkungan klien.
Terdiri dari :
Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, diagnosa medis, nomor MR dan alamat. Identitas penanggung
jawab meliputi: nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa,
alamat, hubungan dengan klien.

a. Pengkajian Primary
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas,
adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas, saat di
palpasi teraba pengembangan pada kedua parukanan dan kiri, kaji
adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian ini mengenai volume dalam darah serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi warna kulit, nadi, dan status hemodinamik,.
4) Disability
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) GCS
15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal,
tidak ada gangguan menelan.
5) Exsposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera
yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap
dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah terjadinya
hipotermi.
6) Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika
ada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk
memantau produksi urin yang keluar.
7) Gastric tube
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan
mengurangi resiko muntah.
8) Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut
jantung.
b. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan
jelas. Keluhan klien dengan gagal jantung akan merasakan nafas sesak,
sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak kunjung
sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu makan
menurun, bengkak pada kaki.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa
ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan
menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah
berat dan apa yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity) : bagaimanakah gejalanya dan sejauh mana
gejala yang dirasakan klien.
R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? apa yang dilakukan
untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut
S (Saferity/Scale) : seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada
skala berapa?
T (Timing) : berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala
mulai dirasakan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat
penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung,
pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung
bawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis.
4) Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang
menderita penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal
jantung, hipertensi.
5) Riwayat psikososial spiritual
Respon emosi klien pada penyakitnya dan bagaimana peran
klien dalam keluarga dan masyarakat sehingga terjadi pengaruh dalam
kehidupan sehari-hari baik pada keluarga atau masyarakat sekitarnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien gagal jantung yaitu timbul
akan kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa
beraktifitas aktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai
lemah.
7) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makan-makanan
yang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien sehari-hari, pasien
gagal jantung akan mengalami penurunan nafsu makan, meliputi
frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap
perubahan sistem tubuhnya.
c) Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi perubahan saat gejala
sesak nafas dan batuk muncul pada malam hari. Semua klien
dengan gagal jantung akan mengalami sesak nafas, sehingga hal
ini dapat menganggu tidur klien.
d) Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku
perlu dikaji sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah
sakit.
e) Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini
dan kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
8) Pemeriksaan Fisik Head Toe To
a) Kepala
Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam,
warna rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada
kepala, tidak adanya pedarahan pada kepala.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.
b) Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada mata,
reaksi pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, tidak ada pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca
mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak
teraba benjolan disekitar mata.
c) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi
perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih
baik.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri
saat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik
luar maupun dalam.
d) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada
hidung, tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang
oksigen.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak ada
perdarahan pada hidung.
e) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai
dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan
tidak terjadi kesulitan menelan.
f) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak
menggunakan
otot bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba
sama kiri kanan
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks
seperti ronkhi, wheezing, dullness
g) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di
leher.
Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan
seperti mur-mur dan gallop.
h) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada
bekas operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
Auskultasi : bising usus 12x/m
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani
Palpasi : tidak teraba adanya massa/ pembengkakan, hepar dan
limpa tidak teraba, tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah
abdomen.
i) Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien
jantung dapat diuretik.
j) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak
ada kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak terdapat
kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada terjadi
fraktur pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan pada kedua kaki, terlihat
edema pada kedua kaki dengan piting edema > 2 detik, type derajat
edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal ditandai
dengan peningkatan frekuensi jantung (takikardia), disritmia (perubahan
pola EKG), perubahan tekanan darah (hipotensi/takikardia), fungsi jantung
ekstra (S3, S4), penurunan pengeluaran urine, nadi perifer tidak teraba,
kulit dingin, (kusam, diaphoresis, ortopnea, krakels, distensi vena
jugularis, pembesaran hepar, edema ekstremitas, nyeri dada.
b. Nyeri Akut berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium,
perubahan metabolism, dan peningkatan produksi asam laktat ditandai
dengan secara subyektif menyatakan nyeri dada, skala 0-10, tampak
meringis, gelisah, peningkatan perfusi perifer.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perembesan cairan,
kongesti paru sekunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi
cairan intersetitil ditandai dengan mengeluh sesak, edema paru, AGD
abnormal.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru ditandai dengan mengeluh sesak, tampak
menggunakan otot bantu pernafasan, dispnea, peningkatan frekuensi
nafas, pernafasan cuping hidung, tampak gelisah.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ
ditandai dengan Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema,
Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung
abnormal
g. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan
anoreksia ditandai dengan penurunan nafsu makan, anoreksia, mual,
mengatakan rasa penuh diperut
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak saat bernapas dan
berbagai posisi
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Penurunan Setelah diberikan asuhan Cardiac care
curah jantung keperawatan selama x 24 1. Catat adanya disritmia jantung 1. Menunjukkan penurunan kondisi
jam, diharapkan curah jantung.
jantung efektif, dengan 2. Monitor tanda-tanda vital secara berkala 2. Menunjukkan keadaan umum pasien
kriteria hasil: 3. Monitor status kardiovaskular 3. Mengetahui kondisi tingkat keparahan
Status kardiopulmonal 4. Monitor disritmia jantung, termasuk kondisi jantung
1. Tekanan darah sistolik gangguan dari irama dan konduksi 4. Disritmia dan irama jantung
dalam batas normal jantung. menggambarkan kondisi jantung
2. Tekanan darah diastolik 5. Monitor status pernapasan. 5. Gangguan pada pernafasan
dalam batas normal menunjukkan adanya gannguan pada
3. Denyut nadi perifer teraba hemodinamika
normal 6. Monitor balance cairan. 6. Masalah pada keseimbangan cairan
4. Denyut nadi apikal teraba mempengaruhi kondisi kardiovaskuler
normal 7. Monitor hasil laboratorium, seperti: 7. Keadaan yang tidak normal pada hasil
5. Irama jantung normal enzim jantung, level elektrolit. laboratorium yang berkaitan dengan
6. Frekuensi pernapasan kerja jantung menunjukkan adanya
dalam batar normal keabnormalan pada jantung
7. Irama pernapasan normal 8. Monitor adanya dispnea, fatig, takipnea, 8. Keadaan abnormalitas pada pernafasan
8. Output urine norma dan ortopnea. dapat menunjukkan kelainan pada
9. Index jantung normal hemodinamika
10. Saturasi oksigen dalam Regulasi hemodinamik
batas normal 1. Kenali adanya perubahan tekanan darah. 1. Perubahan tekanan darah dapat
11. Tidak ada sianosis mempengaruhi keadaan hemodinamika
12. Tidak ada distensi vena pasien
jugularis 2. Auskultasi suara paru terhadap krekels 2. Untuk mengetahui penyebab kelainan
13. Tidak ada edema dan bunyi lain. kemodinamika pada pasien.
14. Tidak ada dispnea 3. Auskultasi bunyi jantung. 3. Untuk mengetahui penyebab kelainan
kemodinamika pada pasien.
4. Monitor level elektrolit. 4. level elektrolot mempengaruhi kondisi
balance cairan pada tubuh pasien
5. Kolaborasi dalam pemberian medikasi 5. Untuk mengurangi gejala disritmia yang
positive inotropic/ contractility, serta dialami pasien
medikasi anti aritmia.
6. Pantau efek samping dari pemberian 6. Mencegah adanya anfilaktif syok
medikasi positive inotropic/
contractility, serta medikasi anti aritmia. 7. Hal-hal tersebut berkaitan dengan
7. Monitor nadi perifer, CRT, serta warna kondisi sistem kardiovaskular pasien.
dan suhu ekstremitas.
8. Monitor edema perifer, distensi vena 8. Hal-hal tersebut berkaitan dengan
jugularis, dan suara jantung S1, S2. kondisi sistem kardiovaskular pasien.
9. Berikan posisi semi-fowler. 9. Menurunkan beban kerja jantung,
memaksimalkan curah jantung
2. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Kontrol nyeri:
keperawatan selama…..x 24 1. Kaji faktor pencetus nyeri 1. Mengetahui hal-hal nonfisik yang
jam diharapkan klien dapat mungkin mencetuskan nyeri klien
mengontrol nyeri, dengan 2. Ajarkan klien teknik manajemen nyeri 2. Meningkatkan relaksasi, memberikan
kriteria hasil: rasa kontrol dan meningkatkan
Pain level (level nyeri): kemampuan koping
1. Klien tidak melaporkan 3. Kolaborasi penggunaan analgetik 3. membantu mengurangi nyeri
adanya nyeri Level nyeri:
2. Klien tidak merintih 1. Kaji ketidaknyaman klien (ekspresi 1. mengetahui tingkat ketidaknyamanan
ataupun menangis wajah) klien secara nonverbal
3. Klien tidak menunjukkan 2. Lakukan pengkajian nyeri secara 2. mendapatkan data akurat tentang nyeri
ekspresi wajah terhadap menyeluruh (lokasi, pencetus durasi, klien untuk menentukan intervensi
nyeri kualitas, frekuensi,dll)
4. Klien tidak tampak 3. Anjurkan klien menggunakan obat 3. penggunaan obat sesuai dengan dosis
berkeringat dingin antinyeri secara adekuat sesuai terapi dan waktu pakai dapat meningkatkan
5. RR dalam batas normal yang dijalani klien efektifitas penggunaan analgetik
6. Nadi dalam batas normal Vital sign:
7. Tekanan darah dalam batas 1. Pantau perubahan tanda-tanda vital dan 1. nyeri dapat menstimulli perubahan
normal respirasi klien saat nyeri berlangsung tanda –tanda vital, seperti peningkatan
Pain control (kontrol nadi, peningkatan TD, serta
nyeri): peningkatan frekuensi pernafasan.
1. Klien dapat mengontrol Manajemen lingkungan: kenyamanan
nyerinya dengan 1. Batasi kunjungan orang yang menjenguk 1. membatasi pengunjung dapat
menggunakan teknik jika diperlukan memberikan ketenangan dan membantu
manajemen nyeri non mengurangi stimulus nyeri
farmakologis 2. Berikan lingkungan yang nyaman dan 2. lingkungan yang nyaman dan bersih
2. Klien dapat menggunakan bersih dapat memberikan ketenangan dan
analgesik sesuai indikasi. membantu mengurangi stimulus nyeri
3. Klien melaporkan nyeri 3. Berikan posisi yang nyaman untuk 3. imobilisasi bagian yang nyeri dapat
terkontrol memfasilitasi klien seperti imobilisasi membantu mengurangi stimulus nyeri.
bagian yang nyeri
3. Gangguan Setelah diberikan asuhan Manajemen asam basa
pertukaran gas keperawatan selama …x 3 1. Lakukan pemeriksaan AGD 1. pemeriksaan AGD diperlukan untuk
menit diharapkan pertukaran memantau adanya kelainan pH yaitu
gas klien adekuat dengan kondisi asidosis dan alkalosis.
kriteria hasil: 2. mengetahui saturasi oksigen klien
Respiratory status: Gas 2. Lakukan pemeriksaan pulse oksimetri 3. mengetahui adanya kelainan pada hasil
Exchange 3. Pantau nilai Ph, PaO2, dan PCO2 analisa gas darah
RR 16-20 x/menit melalui hasil laboratorium 4. Gagal nafas adalah ketidakmampuan
1. Tidak terjadi sianosis 4. Pantau adanya gejala gagal nafas sistem pernafasan untuk
2. PaO2 normal 80-100 mempertahankan oksigenasi darah
mmHg normal (PaO2), eliminasi karbon
3. PaCO2 normal 35-45 dioksida (PaCO2) dan pH yang
mmHg adekuat.
4. Ph 7,35-7,45 5. Berguna dalam evaluasi derajat distress
5. SatO2 95-100% 5. Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan
Tanda-tanda vital pernafasan. Catat penggunaan otot
1. Frekuensi pernapasan aksesori, napas bibir, ketidak mampuan
klien dalam batas normal berbicara / berbincang 6. Sianosis kuku menggambarkan
6. Observasi warna kulit, membran mukosa vasokontriksi/respon tubuh terhadap
dan kuku, serta mencatat adanya demam. Sianosis cuping hidung,
sianosis perifer (kuku) atau sianosis membran mukosa, dan kulit sekitar
pusat (circumoral) mulut dapat mengindikasikan adanya
7. Mencegah kelelahan dan mengurangi
komsumsi oksigen untuk memfasilitasi
7. Observasi kondisi yang memburuk dan resolusi infeksi.hipoksemia sistemik
catat adanya hipotensi, pucat, sianosis,
perubahan dalam tingkat kesadaran, 8. Shock dan oedema paru-paru
serta dispnea berat dan kelemahan. merupakan penyebab yang sering
8. Siapkan untuk dilakukan tindakan menyebabkan kematian memerlukan
keperawatan kritis jika diindikasikan intervensi medis secepatnya. Intubasi
dan ventilasi mekanis dilakukan pada
kondisi insufisiensi respirasi berat.
9. Pemberian terapi oksigen untuk
menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,
9. Kolaborasi pemberikan terapi oksigen oksigen yang diberikan sesuai dengan
sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul toleransi dengan pasien.
dan masker 1. Posisi semifowler dan posisi duduk
Memfasilitasi ventilasi dapat membantu meningkatkan
1. Memberikan posisi semifowler atau toleransi tubuh untuk inspirasi dan
menyarankan duduk pada klien saat ekspirasi.
mengalami sesak napas. 2. Pemberian oksigen sesuai indikasi
diperlukan untuk mempertahankan
2. Memberikan dan pertahankan masukan masukan O2 saat klien mengalami
oksigen pada klien sesuai indikasi perubahan status respirasi.
3. untuk membantu klien dalam
mempertahankan masukan oksigen saat
3. Kolaborasi pemasangan alat bantú
terjadi pernapasan yang tidak spontan.
pernafasan O2 sungkup 6 – 8 liter.

4. Pola napas Setelah diberikan askep Respiratory Status: Ventilation


tidak efektif selama 3 x 24 jam diharapkan 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan 1. Kecepatan biasanya meningkat.
pola nafas pasien kembali dan ekspansi dada. Catat upaya Dispnea dan terjadi penigkatan kerja
efektif dengan kriteria hasil: pernafasan, termasuk penggunaan otot nafas (pada awal atau hanya tanda
Respiratory Status bantu/pelebaran nasal Efusi Pleura subakut). Kedalaman
1. RR dalam batas normal pernafasan bervariasi tergantung
sesuai usia derajat gagal nafas. Ekspansi dada
2. Kedalaman pernapasan terbatas yang berhubungan dengan
normal atelektasis dan atau nyeri dada pleuritik
3. Tidak tampak penggunaan
otot bantu pernapasan 2. Auskultasi bunyi napas dan Catat 2. Suara napas bronkial normal diatas
4. Tidak tampak retraksi adanya napas ronchi bronkus dapat juga, ronkhi, terdengar
dinding dada sebagai respon dari akumulasi cairan,
Vital Sign sekresi kental, dan spasme/obstruksi
1. TD : 110-130/80-90 saluran napas.
mmHg 3. Pantau tanda vital 3. Takikardia, takipnea dan perubahan
2. Nadi : 60-100 x/menit pada tekanan darah terjadi dengan
3. RR 16-20 x/menit beratnya hipoksemia dan asidosis
4. Berikan posisi semifowler pada klien 4. Posisi semifowler dapat membantu
mempermudah pasien mengambi O2 meningkatkan toleransi tubuh dan
5. Berikan oksigen sesuai indikasi yang 5. Memaksimalkan sedíaan oksigen untuk
tepat klien.
Monitoring respirasi
1. Memantau status pernapasan, RR, irama 1. Ketidakefektifan pola napas dapat
dan kedalaman pernapasan klien dilihat dari peningkatan atau penurunan
kedalaman pernapasan RR, serta perubahan dalam irama dan
2. Memantau adanya penggunaan otot 2. Penggunaan otot bantu pernapasan dan
bantu pernapasan dan retraksi dinding retraksi dinding dada menunjukkan
dada pada klien. terjadi gangguan ekspansi paru.
5. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manejemen Energi
aktivitas keperawatan x 24 jam Observasi
diharapkan klien dapat 1. Identifikasi gangguan lingkungan fungsi 1. Membantu menemukan derajat
melakukan aktivitas mandiri tubuh yang mengakibatkan kelelahan kerusakan dan kesulitan terhadap
dengan kriteria hasil:
Toleransi Aktivitas keadaan yang dialami
1. Keluhan lelah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 2. Untuk mengidentifikasi kekuatan dan
2. Perasaan lemah menurun kelemahan serta dapat memberikan
3. Dyspnea setelah aktivitas informasi mengenai pemulihan
menurun 3. Monitor pola dan jam tidur 3. Untuk mengidentifikasi intervensi yang
tepat
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan 4. Untuk mengidentifikasi
selama melaukan aktivitas kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi pemulihan
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan nyaman dan 5. Meningkatkan kenyamanan istirahat
rendah stimulus serta dukungan fisiologis/psikologis
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau 6. Mencegah kekuatan
aktif sendi,kontraktur,kelelahan
otot,meningkatkan
6. Kelebihan Setelah diberikan asuhan Fluid management
volume cairan keperawatan selama ... x … 1. Pertahankan keakuratan intake dan 1. untuk mempertahankan keseimbangan
jam diharapkan tercapai output. cairan tubuh.
keseimbangan antara asupan 2. Monitor hasil lab yang berhubungan 2. menunjukkan adanya retensi cairan dan
dan haluaran cairan, dengan dengan retensi cairan (peningkatan dapat menunjukkan derajat edema
kriteria hasil: BUN, peningkatan hematokrit, sehingga dapat menentukan intervensi
Fluid balance peningkatan osmolaritas urine) selanjutnya
1. Tekanan darah normal 3. Monitor tanda-tanda vital 3. kelebihan volume cairan dapat
2. Denyut nadi normal (60- menyebabkan perubahan tanda-tanda
100x/menit vital seperti peningkatan TD, nadi, dan
3. Tercapai keseimbangan respirasi rate.
intake dan output cairan 4. Monitor indikasi dari kelebihan volume 4. tanda-tanda seperti peningkatan CVP,
4. Turgor kulit elastis cairan/retensi seperti peningkatan CVP, edema, distensi vena jugularis dapat
5. Membran mukosa lembab edema, distensi vena jugularis. mengindikasikan terjadinya kelebihan
6. Hematokrit normal volume cairan.
7. Tidak ada asites 5. Kaji lokasi dan faktor pemicu edema 5. untuk mengetahui kondisi edema dan
8. Tidak ada hipotensi factor pemicunya sehingga dapat
orthostatik memberikan intervensi selanjutnya.
9. Tidak ada distensi vena
jugularis
Fluid monitoring
10. Tidak ada edema perifer 1. untuk memantau cairan masuk dan
1. Monitor intake dan output tiap hari.
Cardiopulmonary status keluar klien agar seimbang
1. Tekanan darah sistolik 2. penurunan serum albumin dan protein
2. Monitor serum albumin dan total
normal dapat menyebabkan retensi level cairan
protein level.
2. Tekanan darah diastolik
normal sehingga menimbulkan edema.
3. Respiratory rate normal 3. Monitor serum dan osmolalitas urine. 3. retensi cairan dapat menyebabkan
(16-20x/mnt) peningkatan osmolalitas serum dan
4. Kedalaman dari inspirasi osmolaritas urine.
Hypervolemia management
normal
1. Monitor perubahan pada edema perifer
5. Haluaran urine seimbang 1. untuk mengetahui status edema
dengan input sehingga dapat menentukan intervensi
6. Tidak terjadi intoleransi selanjutnya.
2. Elevasi tungkai yang mengalami edema
aktivitas 2. untuk melancarkan aliran darah balik
7. Tidak ada sianosis dari tungkai sehingga mengurangi
8. Tidak ada edema perifer edema.
3. Kolaborasi pemberian diet rendah
3. diet rendah garam untuk mengurangi
garam.
retensi cairan sehingga mengurangi
edema.
4. untuk mengurangi penekanan pada
4. Anjurkan klien untuk meningkatkan
tungkai.
istirahat.
5. untuk mengurangi risiko peningkatan
5. Lakukan kompresi pada bagian tubuh
volume edema.
yang edema.
6. untuk membantu mengeluarkan cairan
6. Kolaborasi pemberian diuretic
berlebih dalam tubuh
7. Resiko deficit Setelah diberikan asuhan Terapi nutrisi:
nutrisi keperawatan selama ... x 24 1. Kaji status nutrisi klien 1. pengkajian penting untuk mengetahui
jam diharapkan kebutuhan status nutrisi klien dapat menentukan
nutrisi klien terpenuhi dengan intervensi yang tepat.
kriteria hasil : 2. Monitor masukan makanan atau cairan 2. dengan mengetahui masukan makanan
Status nutrisi: dan hitung kebutuhan kalori harian. atau cairan dapat mengetahui apakah
1. Masukan nutrisi adekuat kebutuhan kalori harian sudah
2. Masukan makanan dalam terpenuhi atau belum.
batas normal 3. Tentukan jenis makanan yang cocok 3. Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi
Status nutrisi : masukan dengan tetap mempertimbangkan aspek klien dengan tetap memperhatikan
nutrisi: agama dan budaya klien. aspek agama dan budaya klien
1. Masukan kalori dalam sehingga klien bersedia mengikuti diet
batas normal yang ditentukan.
2. Nutrisi dalam makanan 4. Anjurkan untuk menggunakan suplemen 4. Rasional: dapat membantu
cukup mengandung nutrisi sesuai indikasi. meningkatkan status nutrisi selain dari
protein, lemak, diet yang ditentukan.
karbohidrat, serat, 5. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral 5. Rasional: menjaga kebersihan mulut
vitamin, mineral, ion, higiene pada klien/keluarga. dapat meningkatkan nafsu makan
kalsium, sodium 6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 6. Rasional: untuk menentukan jumlah
Status nutrisi : hitung menentukan jumlah kalori dan jenis kalori dan jenis nutrisi yang sesuai
biokimia nutrisi yang dibutuhkan untuk dengan kebutuhan klien.
1. Serum albumin dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
batas normal (3,4-4,8 Penanganan berat badan: 1. membantu mengetahui masukan kalori
gr/dl) 1. Pantau konsumsi kalori harian. harian klien disesuaikan dengan
2. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar kebutuhan kalori sesuai usia.
serum albumin, dan elektrolit. 2. kadar albumin dan elektrolit yang
normal menunjukkan status nutrisi
baik. Sajikan makanan dengan
menarik.
8. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur
tidur keperawatan x 24 jam Observasi
diharapkan gangguan pola 1. Identifikasi pola aktifitas pola tidur 1. Mengetahui peubahan pola aktiftas dan
tidur teratasi dengan kriteria pola tidur
hasil: 2. Identifikasi factor pengganggu tidur 2. Mengetahui hambatan dan factor
Pola Tidur pengganggu tidur
1. Keluhan sulit tidur Terapeutik
menurun 3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan 3. Mengurangi/mendukung proses
2. Keluhan sering terjaga kenyamanan sebelum tidur
menurun
3. Keluhan pola tidur Edukasi
berubah menurun 4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama 4. Memberikan informasi kepada pasien
sakit
5. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau 5. Mendukung / merelasasi sebelum tidur
cara nonfarmakologi lainnya
Penyimpangan KDM
Ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan

Infark Miokard

Hipertensi Fungsi Ventrikel kiri &


Waktu pengisian Malfungsi katup,
gangguan kontraktilitas:
diastolik defek septum
(Daya kontraksi, perubahan
ventrikel,
daya kembang dan gerakan
perikarditis
Nekrosis sel otot dinding ventrikel, curah
Penurunan isi jantung sekuncup)
sekuncup

Peningkatan beban Hipertrofi ventrikel


awal Meningkatnya tekanan
Meningkatkan ventrikel kiri
beban ventrikel
Disfungsi diastolic,
dan sistolik,
iskemia miokard,
dan aritmia

Gagal Jantung Akut

Kematian mendadak Aritmia ventrikular Kongesti pulmonal

1
2
1
2

Curah Jantung menurun Tekanan hidrostatik


meningkat dari tekanan
osmotik
Aktivasi system Renin Hipertrofi ventrikel
Peningkatan hipoksia Peningkatan aktivitas
Angiotensin - Aldosteron
jaringan miokardium Andrenergik simpatik Perembesan cairan ke
Pemendekan miokard alveoli
Vasokontriksi sistemik Angiotensin I ACE  II
Perubahan
Kerusakan Pertukaran
metabolisme Pengeluaran Aldosteron Pengisian LV menurun
Penurunan GFR Nefron Vasokontriksi ginjal Gas
miokardium

Meningkat reabsorpsi Aliran tidak adekuat ke Edema paru


Nyeri Akut Na+ dan H2O oleh tubulus jantung dan otak
Menurun
ekskresi Na+ dan
Pengembangan
H2O urine
Penurunan curah paru tidak optimal
Penurunan aliran darah ke jantung
gastrointestinal
Urine output menurun, Pola nafas tidak
volume plasma efektif
meningkat, tekanan Peristaltik usus menurun, Kelemahan fisik
hidrostatik meningkat anoreksia

Intoleransi aktivitas
Edema sistemik-
ekstremitas Pengembangan
Resiko Defisit
paru tidak optimal
Nutrisi
Sesak saat istirahat
dan berbagai posisi

Kelebihan volume Gangguan Pola


cairan tidur
DAFTAR PUSTAKA

Arrigo, M., Jessup, M., Mullens, W., Reza, N., Shah, A. M., Sliwa, K., & Mebazaa,
A. (2020). Acute heart failure. Nature Reviews Disease Primers, 6(1).
https://doi.org/10.1038/s41572-020-0151-7

Hersunarti, N., Siswanto, B. B., & Erwinanto. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 6(11), 951–
952.

Nurkhalis, & Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal Jantung.
Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 3(3), 36–46.
https://www.jknamed.com/jknamed/article/view/106/94

Puspita, D., & Fadil, M. (2020). Penggunaan Ventilasi Mekanik pada Gagal Jantung
Akut. Jurnal Kesehatan Andalas, 9(1S), 194–203.
https://doi.org/10.25077/jka.v9i1s.1172

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Sadikin, B. G. (2021). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Gagal
Jantung. In jdih.Kemkes.go.id.
https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1660186267_194392.pdf

Anda mungkin juga menyukai