OLEH:
CI INSTITUSI CI LAHAN
(………………………………......) (………………………………….)
3. Klasifikasi
Pasien dengan gagal jantung akut biasanya akan hadir dengan salah
satu dari enam klasifikasi klinis. Edema paru akut dapat menjadi komplikasi
dari klasifikasi klinis tersebut. Dari gambar 3 dapat dilihat adanya overlap
antara masing-masing klasifikasi klinis. Enam klasifikasi klinis gagal jantung
akut yaitu:
a. Worsening or decompensated chronic Heart Failure
Biasanya ada riwayat memburuknya gagal jantung kronis yang sudah
dikenal atau dalam pengobatan secara progresif, dan adanya bukti
kongesti sistemik dan paru.
b. Edema paru akut
Pasien datang dengan respiratory distress, takipnea, dan ortopnu dengan
ronkhi yang memenuhi paru-paru. Saturasi arteri O2 biasanya < 90% pada
ruang udara sebelum pengobatan dengan oksigen
c. Gagal jantung hipertensi
Tanda-tanda dan gejala gagal jantung disertai dengan tekanan darrah yang
tinggi dan biasanya fungsi LV sistolik baik. Adanya bukti peningkatan
tonus simpatik dengan takikardia dan vasokonstriksi. Pasien mungkin
euvolemik atau hanya sedikit hypervolemik, dan sering dengan tanda-
tanda kongesti paru tanpa tanda-tanda kongesti sistemik.
d. Syok kardiogenik
Didefinisikan sebagai hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah
koreksi dari preload yang memadai dan aritmia. Tidak ada parameter
diagnostik hemodinamik. Namun, biasanya, syok kardiogenik ditandai
dengan tekanan darah sistolik yang rendah (tekanan darah sistolik < 90
mmHg atau penurunan tekanan arteri rata > 30 mmHg) dan tidak adanya
atau rendah pengeluaran urin (< 0,5 mL / kg / jam).
e. Gagal jantung kanan terisolasi
Ditandai dengan low output syndrome dengan tidak adanya kongesti paru
dengan peningkatan tekanan vena jugularis, dengan atau tanpa
hepatomegali, dan tekanan pengisian LV yang rendah.
f. Sindrom koroner akut dan gagal jantung
Banyak pasien dengan gagal jantung akut hadir akibat sindrom koroner
akut (sekitar 15%) (Dian Puspita & Muhammad Fadil, 2020).
4. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni
dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. Manifestasi
klinis gagal jantung (Nurkhalis & Rangga Juliar A., 2020):
a. Gejala
1) Tipikal
a) Sesak napas
b) Ortopneu
c) Paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND)
d) Toleransi aktivitas yang berkurang
e) Mudah lelah
f) Bengkak di pergelangan kaki
2) Kurang Tipikal
a) Batuk di malam hari/dini hari
b) Mengi
c) Berat badan bertambah >2kg/minggu
d) Berat badan turun
e) Perasaan kembung atau begah
f) Nafsu makan menurun
g) Perasaan bingung (pada pasien usia lanjut)
h) Depresi
i) Berdebar
j) Pingsan
b. Tanda
1) Spesifik
a) Peningkatan JVP
b) Refluks hepatojugular
c) Suara jantung S3 (gallop)
d) Apex jantung bergeser ke lateral
e) Bising jantung
2) Kurang Spesifik
a) Edema perifer
b) Krepitasi pulmonal
c) Suara pekak di basal paru pada perkusi
d) Takikardia
e) Nadi irregular
f) Napas cepat
g) Hepatomegali
h) Asites
i) Kaheksia
5. Patofisiologi
Terjadinya gagal jantung diawali dengan adanya kerusakan pada
jantung atau miokardium. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya curah
jantung. Bila curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme, maka jantung akan memberikan respon mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan fungsi jantung agar tetap dapat memompa darah
secara adekuat. Bila mekanisme tersebut telah secara maksimal digunakan dan
curah jantung normal tetap tidak terpenuhi, maka setelah akan itu timbul
gejala gagal jantung.7 Terdapat tiga mekanisme primer yang dapat dilihat
dalam respon kompensatorik, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi Sistem Renin Angiotensin
Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel. Menurunnya volume sekuncup
pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Hal
ini akan merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi
vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah untuk mengutamakan perfusi ke organ vital seperti
jantung dan otak. Aktivasi sistem renin angiotensin aldosterone akan
menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume
ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah
kontraktilitas miokardium sesuai dengan mekanisme Frank Starling. Respon
kompensatorik yang terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambahnya ketebalan otot jantung. Hipertrofi akan meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara
parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung. Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi ini
memiliki efek yang menguntungkan. Namun, pada akhirnya mekanisme
kompensatorik dapat menimbulkan gejala dan meningkatkan kerja jantung
(Nurhalis & Rangga Juliar A, 2020).
6. Komplikasi
Gagal jantung akut merupakan terminologi yang digunakan untuk
mendeskripsikan perubahan yang cepat atau perburukan dari tanda dan gejala
gagal jantung. Kondisi ini mengancam kehidupan dan harus ditangani dengan
segera, dan biasanya berujung pada hospitalisasi. Keadaan pasien dapat
berupa kondisi emergensi seperti edema paru akut (Dian Puspita & Muhmad
Fadil, 2020).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang
kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis
gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
b. Foto Toraks
Foto toraks merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal
jantung. Foto toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi
pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperberat sesak nafas.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung
jenis), elektrolit, kreatinin, estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR),
glukosa, tes fungsi hati, dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain seperti
biomarker kardiak dipertimbangkan sesuai gambaran klinis.
d. Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasonografi jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler,
colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Ekokardiografi
mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan
fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1) Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung;
2) Fungsi sistolik ventrikel kiri normal
3) Terdapat bukti disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan atau peningkatan
kadar peptida natriuretic (Kemkes, 2021).
a. Pengkajian Primary
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas,
adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas, saat di
palpasi teraba pengembangan pada kedua parukanan dan kiri, kaji
adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian ini mengenai volume dalam darah serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi warna kulit, nadi, dan status hemodinamik,.
4) Disability
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) GCS
15, pupil isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal,
tidak ada gangguan menelan.
5) Exsposure
Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera
yang lain, dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap
dijaga dalam kondisi hangat supaya untuk mencegah terjadinya
hipotermi.
6) Foley Chateter
Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika
ada tidak dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk
memantau produksi urin yang keluar.
7) Gastric tube
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan
mengurangi resiko muntah.
8) Monitor EKG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut
jantung.
b. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan
jelas. Keluhan klien dengan gagal jantung akan merasakan nafas sesak,
sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa lemas, batuk tidak kunjung
sembuh berdahak sampai berdarah, nyeri pada dada, nafsu makan
menurun, bengkak pada kaki.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa
ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan
menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah
berat dan apa yang dapat mengurangi gejala.
Q (Quality/Quantity) : bagaimanakah gejalanya dan sejauh mana
gejala yang dirasakan klien.
R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? apa yang dilakukan
untuk mengurangi atau menghilangkan gejala tersebut
S (Saferity/Scale) : seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan? Pada
skala berapa?
T (Timing) : berapa lama gejala dirasakan ? kapan tepatnya gejala
mulai dirasakan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat
penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung,
pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung
bawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis.
4) Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang
menderita penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal
jantung, hipertensi.
5) Riwayat psikososial spiritual
Respon emosi klien pada penyakitnya dan bagaimana peran
klien dalam keluarga dan masyarakat sehingga terjadi pengaruh dalam
kehidupan sehari-hari baik pada keluarga atau masyarakat sekitarnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien gagal jantung yaitu timbul
akan kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa
beraktifitas aktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai
lemah.
7) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makan-makanan
yang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien sehari-hari, pasien
gagal jantung akan mengalami penurunan nafsu makan, meliputi
frekwensi, jenis, jumlah dan masalah yang dirasakan.
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap
perubahan sistem tubuhnya.
c) Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi perubahan saat gejala
sesak nafas dan batuk muncul pada malam hari. Semua klien
dengan gagal jantung akan mengalami sesak nafas, sehingga hal
ini dapat menganggu tidur klien.
d) Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku
perlu dikaji sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah
sakit.
e) Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini
dan kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
8) Pemeriksaan Fisik Head Toe To
a) Kepala
Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam,
warna rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada
kepala, tidak adanya pedarahan pada kepala.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.
b) Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada mata,
reaksi pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, tidak ada pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca
mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak
teraba benjolan disekitar mata.
c) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi
perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih
baik.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri
saat diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik
luar maupun dalam.
d) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada
hidung, tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang
oksigen.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak ada
perdarahan pada hidung.
e) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai
dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan
tidak terjadi kesulitan menelan.
f) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak
menggunakan
otot bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba
sama kiri kanan
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks
seperti ronkhi, wheezing, dullness
g) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di
leher.
Palpasi: denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan
seperti mur-mur dan gallop.
h) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada
bekas operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
Auskultasi : bising usus 12x/m
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani
Palpasi : tidak teraba adanya massa/ pembengkakan, hepar dan
limpa tidak teraba, tidak ada nyeri tekan dan lepas didaerah
abdomen.
i) Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien
jantung dapat diuretik.
j) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak
ada kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak terdapat
kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada terjadi
fraktur pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan pada kedua kaki, terlihat
edema pada kedua kaki dengan piting edema > 2 detik, type derajat
edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal ditandai
dengan peningkatan frekuensi jantung (takikardia), disritmia (perubahan
pola EKG), perubahan tekanan darah (hipotensi/takikardia), fungsi jantung
ekstra (S3, S4), penurunan pengeluaran urine, nadi perifer tidak teraba,
kulit dingin, (kusam, diaphoresis, ortopnea, krakels, distensi vena
jugularis, pembesaran hepar, edema ekstremitas, nyeri dada.
b. Nyeri Akut berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium,
perubahan metabolism, dan peningkatan produksi asam laktat ditandai
dengan secara subyektif menyatakan nyeri dada, skala 0-10, tampak
meringis, gelisah, peningkatan perfusi perifer.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perembesan cairan,
kongesti paru sekunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi
cairan intersetitil ditandai dengan mengeluh sesak, edema paru, AGD
abnormal.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru ditandai dengan mengeluh sesak, tampak
menggunakan otot bantu pernafasan, dispnea, peningkatan frekuensi
nafas, pernafasan cuping hidung, tampak gelisah.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ
ditandai dengan Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema,
Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung
abnormal
g. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan
anoreksia ditandai dengan penurunan nafsu makan, anoreksia, mual,
mengatakan rasa penuh diperut
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak saat bernapas dan
berbagai posisi
3. Intervensi Keperawatan
Infark Miokard
1
2
1
2
Intoleransi aktivitas
Edema sistemik-
ekstremitas Pengembangan
Resiko Defisit
paru tidak optimal
Nutrisi
Sesak saat istirahat
dan berbagai posisi
Arrigo, M., Jessup, M., Mullens, W., Reza, N., Shah, A. M., Sliwa, K., & Mebazaa,
A. (2020). Acute heart failure. Nature Reviews Disease Primers, 6(1).
https://doi.org/10.1038/s41572-020-0151-7
Hersunarti, N., Siswanto, B. B., & Erwinanto. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 6(11), 951–
952.
Nurkhalis, & Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal Jantung.
Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 3(3), 36–46.
https://www.jknamed.com/jknamed/article/view/106/94
Puspita, D., & Fadil, M. (2020). Penggunaan Ventilasi Mekanik pada Gagal Jantung
Akut. Jurnal Kesehatan Andalas, 9(1S), 194–203.
https://doi.org/10.25077/jka.v9i1s.1172