DI SUSUN OLEH:
201601012
CI LAHAN CI INSTITUSI
B. ETIOLOGI
Penyebab umum ADHF biasaya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi diastolik,
dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas valvular. Meskipun
sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart Failure (HF) dan jatuh pada
kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa HF
sebelumnya (Joseph, 2009). Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya
dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium.Keadaan yang meningkatkan beban awal
seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel.Beban akhir meningkat pada keadaan
dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik.Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan
jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup
atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan
temponade jantung).
Pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik, mitral or aortic valve
disease, iskemia artery, primary heart disease of the myocardium. Penyebab paling utama
dari right-sided cardiac failure adalah left ventricular failure yang berkaitan dengan
penyumbatan pulmonary dan peningkatan tekanan arteri pulmonary. Ini juga bisa terjadi pada
ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic disease pada parenkim
jantung atau pulmonary vasculature (cor pumonale) dan pada pasien tricuspid valve disease.
Terkadang diikuti dengan congenital heart disease, dimana terjadi left to-right shunt.
C. PATOFISIOLOGI ADHF
Penyakit ini dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat
bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan
faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang
diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung
menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk
mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik,
renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat
vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air (Ulfiyah,2015). Pada individu dengan
remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan
gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel
tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh.
Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena
sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan
kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan
karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran
balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru. Bendungan
ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru–
paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal.
Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan
curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin
angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi
dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi
kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Ulfiyah, 2015).
D. MANIFESTASI KLINIS
Decompensasi cordis akut dapat dimanifestasikan oleh penurunan curah jantung
dan/atau pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau kanan, meskipun curah
jantung mungkin normal atau kadang-kadang di atas normal.Tanda dominan gagal jantung
adalah meningkatnya volume intravaskuler.Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri
dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung dan kegagalan jantung.Peningkatan
tekanan vena pulmonalis dapat menyebakan cairan mengalir dari kapiler ke alveoli,
akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas
pendek.Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan.Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara
luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk
menyampaikan oksigen yang dibutuhkan.Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi
rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap aktivitas dan panas,
ektremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun,
mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi
aldosteron, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
2. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di
paru-paru atau penyakit paru lainnya.
4. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang
pada gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
6. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
7. Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, juga mengkaji
potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1. Untuk menurunkan kerja jantung
2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a) TirahBaring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.
b) Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
c) Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
d) Revaskularisasi koroner
e) Transplantasi jantung
f) Kardoimioplasti
G. KOMPLIKASI
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.
b. Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara
nafas tambahan.
c. Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan.pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
2) Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
2) Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin
sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia , Nadi
apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri,
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat
abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian,
kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels,
ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada
ekstremitas.
c. Integritas ego
1) Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
2) Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
d. Eliminasi
1) Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
e. Nutrisi
1) Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
2) Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f. Higiene
1) Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
2) Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
1) Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
2) Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
1) Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
2) Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
i. Pernapasan
1) Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
2) Tanda :
a) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
b) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pemebentukan sputum.
c) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
d) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
e) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
f) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j. Interaksi sosial
1) Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
C. INTERVENSI
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham WT, Adams KF, Fonarow GC, et al. In-hospital mortality in patients with acute
decompensated heart failure requiring intravenous vasoactive medications: an
analysis from the Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE). J Am Coll
Cardiol. 2005;46:57–64.
Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta Forrester JS,
Diamond G, Chatterjee K, et al. Medical therapy of acute decompensation of heart failure by
application of hemodynamic subsets. N Engl J Med. 1976;295:13561362
Ganong William F.1999.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17.Jakarta: EGC Hamidatul,
Ulfiyah, 2015. Laporan Pendahuluan Acute Decompensated of Heart Failure.
Heart Failure Society of America. Evaluation and management of patients with acute
decompensated heart failure: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice guideline. J Card
Fail. 2010;16:e134-e156.
Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. Acute decompensated heart failure: contemporary
medical management. Tex Heart Inst J. 2009;36:510–520.
Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand
Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine
University of Pennsylvania; 2004 [cited 2011 Apr 10]. Available from www.emcreg.org.
Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3.Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter
Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4.Jakarta : EGC ; 1994.
Pinto DS, Lewis S. Pathophysiology of acute decompensated heart failure. In: Basow DS, ed.
UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2012.
Semara, Putra, 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF.