Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK KARDIOGENIK

DISUSUN OLEH:

MUHAMMAD TRI PRIHANTONO

18.0601.0037

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN SYOK KARDIOGENIK

A. DEFINISI SYOK KARDIOGENIK

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang


diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak
ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan
kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan
disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati
dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001).
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua,
seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan.
(Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
B. ETIOLOGI
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi jantung atau
akibat penurunan fungsi kontraktil jantung kronik. Secara praktis syok kardiogenik timbul
karena gangguan mekanik atau miopatik, bukan akibat gangguan elektrik primer.
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium ventrikel kiri yang
ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Penyebab dari syok kardiogenik
dibagi dalam :
1. Gangguan ventrikular ejection
a. Infark miokard akut
b. Miokarditis akut
c. Komplikasi mekanik
2. Gangguan ventrikular filling
a.    Tamponade jantung
b.    Stenosis mitral
c.    Miksoma pada atrium kiri
d.    Trombus ball valve pada atrium
e.    Infark ventrikel kanan
C. PATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner
berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya
meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa,
akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan
agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi
akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri
pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk
mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan.
Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left
Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi
sebagai pompa yang efektif.
D. PATHWAYS
E. MANIFESTASI KLINIS

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan
gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok
kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal
jantung kiri :
1.    Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
2.    Pernapasan cheyne stokes
3.    Batuk-batuk
4.    Sianosis
5.    Suara serak
6.    Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
7.    Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
8.    BMR mungkin naik
9.     Kelainan pada foto rontgen
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Electrocardiography (elektrokardiografi) Hasil/pembacaan electrocardiogram menurut Fauci
AS, et.al. (2008): Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV
failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left
bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark yang
berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left main stenosis
biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
Radiografi Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tandatanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure), yaitu:
a.Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner. b.Saat tekanan
diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures) meningkat, akumulasi
cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy margins to
vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang
sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar
infiltrates.
Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada penderita syok
kardiogenik:
a.    Kardiomegali ringan
b.    Edema paru (pulmonary edema)
c.    Efusi pleura
d.    Pulmonary vascular congestion
e.    Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark miokard
Ekokardiografi Ini berguna untuk menunjukkan:
a.    Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b.    Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c.    Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
Selain itu penting untuk menilai  hipokinesis berat  ventrikel  difus atau segemental  (bila
berasal  dari infark miokard), efusi pericardial, katup mitral dan aorta, rupture septum dan
pintasan intrakardiak.
Kateterisasijantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui anatomi pembuluh darah
koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan bedah pintas koroner  atau angioplasty
koroner transluminasi perkutan.  Untuk menunjukkan defek mekanik pada septum ventrikel 
atau regurgitasi  mitral  akibat disfungsi atauy rupture otot papilaris.
Laboratorium
a.   Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap     diperlukan untuk evaluasi secara
keseluruhan meskipun tidak     berguna di dalam membuat diagnosis awal (initial
diagnosis).
b.   Pemeriksaan enzim jantung.
c.   CBC and serum electrolyte panel.
d.   Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).
e.   Gas darah arteri.
f.   Studi koagulasi.
Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al. (2008):
a.   Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b.  Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun blood
urea  nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise progressively).
c.  Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver hypoperfusion).
d.  Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion gap
acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e.  Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan metabolic
acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
f.  Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fraction-nya, jelas
meningkat, begitu juga troponins I dan T.
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
1.    Electrocardiogram (ECG)
2.    Sonogram
3.    Scan jantung
4.    Kateterisasi jantung
5.    Roentgen dada
6.    Enzim hepar
7.    Elektrolit oksimetri nadi
8.    AGD
9.    Kreatinin
10. Albumin / transforin serum
11. HSD
G. PENATALAKSANAAN

Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia mayor
harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya syok. Bila
dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume
intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam
sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila
aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Farmakoterapi. Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan
darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang
dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung
meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif untuk
menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan
arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume
intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif
ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu memelihara
tekanan darah yang adekuat.
Pompa Balon Intra Aorta. Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik
meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering
digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP
menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan
cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta
descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas
elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk menentukan
position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan
kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang
mengakibatkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama
sistole, yang akan mengurangi beban kerja ventrikel.
Penatalaksanaan yang lain :
1.  Istirahat
2.  Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3.  Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan volume
darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien
harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema
perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu
gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature,
bigemini (denyut normal dan premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4.  Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila
sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada malam
hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan
cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor
kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5.  Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi
pernapasan.
6.  Pemberian oksigen
7.  Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis,
edema (vena).
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek otot
sekunder akibat  gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah,
meringis.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan kebutuhan
(penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat.
I. INTERVENSI

a.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas,
gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
-Klien tidak sesak nafas
-Frekwensi pernafasan normal
-Tidak ada batuk-batuk
Intervensi :
1)     Evaluasi frekwensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh
adannya dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal
R/ Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri,
takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi
secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan)
dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini dan pengobatan
ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi
2)    Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas dan
adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronki
R/ Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan
3)    Kolaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai
indikasi
R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi,
khususnya adanya penurunan/ gangguan ventilasi

b.   Ketidakefektifan ferfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah


sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena)
Tujuan : Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
-Klien tidak nyeri
-Cardiac out put normal
-Tidak terdapat sianosi
-Tidak ada edema (vena)
Intervensi :
1)   Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
R/ Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2)   Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik
R/ Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko
tromboflebis.
3)      Kalaborasi
-Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit
R/ Indikator perfusi atau fungsi organ
-Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin)
R/ Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien resiko tinggi
dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan trombusmural.
Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koangulan jangka panjang/pasca pulang

c.   Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme
refleks otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada,
dispnea, gelisah, meringis
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman
Criteria hasil :
-Tidak ada nyeri
-Tidak ada dispnea
-Klien tidak gelisah
-Klien tidak meringis
Intervensi :
1)  Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal dan
repon hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat,
mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah)
R/ Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya
2)   Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku
diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi
R/ Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol
situasi, meningkatkan perilaku positif.
3)   Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin
(demerol)
R/ meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai fase akut
atau nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan
nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM
dapat menganggu indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik oleh jaringan kurang
perfusi

d.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen dengan


kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat)
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan
aktifitas dengan mandiri
Criteria hasil :
-Klien tidak mudah lelah
-Klien tidak lemas
-Klien tidak pucat
Intervensi :
1)   Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta
R/ Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2)   Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat
R/ Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi
jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan kelemahan
3)   Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat
R/ Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker, Trakuiliser dan
sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan
kelemahan
4)   Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
R/ Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan
aktivitas
5)   Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan periode istirahat
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard
atau kebutuhan oksigen berlebihan
6)      Kolaborasi
-Impelementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
R/ Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau komsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
disfusi jantung tidak dapat membaik kembali
DAFTAR PUSTAKA

Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995. Hal. 243-
249
Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia.
2000. Hal: 11-16
Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Binarupa
Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57
Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
2002. Hal: 90-93
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. EGC.
Jakarta. 1995. Hal: 593-606
Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC. Jakarta. 2000. Hal:
37-45
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Petersdorf, Wilson. Harrison’s Principles of Internal
Medicine vol.1. 13thed. EGC. Jakarta. 1999. Hal. 218-223
Mansjoer A, Savitri K, Setiowulan W, Wardhani WI. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1999. Hal: 613-618

Anda mungkin juga menyukai