Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

Nama Anggota :
Vinka Ambarwati 18.0601.0034
Maria Zulfa Aliyah 18.0601.0035
Dinda Setiyani 18.0601.0036
M. Tri Prihantono 18.0601.0037

PRODI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 1997).

Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam
jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya
berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

2. Klasifikasi
a) Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996),
(Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
a) Timbul pada hari kedua - ketiga.
b) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
g) Icterus yang memungkinkan menjadi patologis atau hyperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut menurut (Surasmi, 2003) bila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
b) Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar
bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang
bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
c) Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus
merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak.
Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara
kronik.
3. Etiologic
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai
berikut;
1. Polychetemia (kondisi ketika jumlah sel darah merah di dalam tubuh terlalu
banyak)
2. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
3. Isoimmun Hemolytic Disease
4. Terjadi peningkatan hemilisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian  golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
5. Kelainan struktur dan enzim sel darah merah
6. Terjadi peningkatan ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti
gangguan  metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis
7. Defisiensi G6PD / Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase
8. Terjadi peningkatan ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya
pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
9. Keracunan obat (hemolisis kimia ; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
10.Hemolisis ekstravaskuler
11.Cephalhematoma
12.Ecchymosis
13.Gangguan fungsi hati ; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia biliari), infeksi, masalah metabolik galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
14.Adanya komplikasi ; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis.
15. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

4. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin
pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang,
atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan
kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut
dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari  20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus.  Bilirubin  Indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi  terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
5. Pathways
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak
pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai
hari ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

7. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking

8. Penatalaksaan
1.      Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian
ASI).
2.      Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya
sulfa furokolin.
3.      Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4.      Fenobarbital, dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat
meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu.
Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5.      Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6.      Fototerapi, dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi
foto pada billirubin dari billiverdin.
7.      Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Bayi Ny. S berjenis kelamin perempuan dengan berat badan 2500 gr dan panjang badan
53cm. Bayi tampak lemah, mukosa bibir kering, dan terdapat secret di mulut. Terpasang
OGT, ETT ventilator dengan mode SIMV BPM 35 PEEP % PIP 18 Fio2 40%, saturasi 96%.
Nafas ronchi dan retraksi dada. Reflek bayi kurang aktif. Ikterus di seluruh tubuh, sklera
ikterus dan terpasang double fototerapi. TTV : S : 38,3C, HR : 180x/mnt, RR : 50x/mnt.
Hasil laboratotium bilirubin direk 1,07 mg/dL, bilirubin total 16,70 mg/dL, balance cairan
+71,6cc dengan input 437,5 cc dan output 327,5 cc.

ANALISA DATA

Tanggal & DATA


No Jam DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
. Pengkajia (GEJALA) (TANDA)
n
1. 15 Juni - Bayi tampak lemah
2020 Tidak ada - Reflek bayi kurang aktif
- mukosa bibir kering
- Terdapat sekret di mulut
- Terpasang OGT, ETT SIMV
BPM 35 PEEP 5 PIP 18 Fio2
40% saturasi 96%
- Nafas ronchi
- Terdapat retraksi dada
- Bayi ikterus diseluruh tubuh
- Sklera ikterus
- Terpasang double fototerapi
- TTV :
S : 38,3C
HR : 180x/mnt
RR : 50x/mnt
- Hasil laboratorium
Bil. Direk 1,07 mg/dL
Bil. Total 16,70 mg/dL
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tanggal&Ja
No Symptom Etiologi Problem Prioritas
m
1. 16 Juni 2020 Bayi terpasang Ketidakefektifan 1
ETT Bersihan Jalan Nafas

Pemajanan Hipertermi 2
lingkungan yang
panas (efek
samping
fototerapi)
FORMAT RENCANA KEPERAWATAN
Nama Inisial Klien : Diagnosa Medis :
No Rekam Medis : Bangsal :

Tanggal
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
No. Dan Rasional
Keperawatan (NOC) (NIC)
Jam

1. 16 Juni Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-


2020 n Bersihan Jalan selama tanda vital
Nafas b.d Bayi 3x24 jam diharapkan keluhan2. Observasi
Terpasang ETT klien adanya secret di
dapat berkurang dengan mulut dan ETT
kriteria hasil : 3. Lakukan
1. Suara nafas tambahan ( 1-3fisioterapi
) dada
2. Pengunaan otot bantu 4. Lakukan
nafas ( 2-4 ) penghisapan lendir
3. Akumulasi sputum ( 1-3 ) dengan teknik
TTV dalam batas normal aseptik
S : 36,5-37,5 0C 5. monitor status
N : 120-160x/menit pernafasan sesuai
RR : 40-60x/menit dengan kebutuhan
Saturasi stabil ( 88-92% ) 6. Observasi suhu
humidifier tiap 2-4
jam
7. kolaborasi
dengan dokter
mengenai
pemberian obat
analgesik
FORMAT IMPLEMENTASI

Nama Inisial Klien : Diagnosa Medis :


No Rekam Medis : Bangsal :

Tanggal & Diagnosa Respon


No Implementasi Paraf
Jam Keperawatan (Data Subyektif Dan Obyektif)
1. 16 Juni Ketidakefektifan 1.Mengbservasi
2020 pukul Bersihan Jalan
15.30 tanda-tanda vital DS : -
Nafas b.d Bayi
Terpasang ETT 2.Mengobservasi DO : pasien tampak belum
adanya secret di mengalami perubahan saat
mulut dan ETT dilakukan observasi

3.Melakukan DS : -
fisioterapi dada DO : pasien tampak rewel
dan terus menangis saat
dilakukan fisioterapi

4.Memonitor
DS : -
status pernafasan DO : pasien tampak lebih
sesuai dengan tenang
kebutuhan DS : -
5.Mengobservasi DO : pasien tampak belum
mengalami perubahan
suhu humidifier
tiap 2-4 jam
DS : -
DO : pasien tampak
6. Mengkolaborasi sedikit tenang
dengan dokter
mengenai
pemberian obat
analgesik
2. 1.Mengobservasi DS : -
17 Juni DO : pasien tampak belum
2020 pukul tanda-tanda vital
15.45 2.Mengobservasi mengalami perubahan saat

adanya secret di dilakukan observasi


mulut dan ETT
DS :-
3.Melakukan DO : pasien terus
menangis saat dilakukan
penghisapan lendir penghisapan lendir
dengan teknik
aseptik

DS : -
5.Memonitor DO : pasien tampak lebih
status pernafasan bisa tertidur lelap
sesuai dengan
kebutuhan DS : -
DO : pasien tampak
mengalami perubahan
6.Mengobservasi sedikit
suhu humidifier
tiap 2-4 jam DS : -
DO : pasien tampak
sedikit tenang
7. Mengkolaborasi
dengan dokter
mengenai
pemberian obat
analgesik
3. 18 Juni 1.Mengobservasi DS : -
2020 pukul DO : pasien tampak belum
16.30 tanda-tanda vital
2.Mengobservasi mengalami perubahan saat

adanya secret di dilakukan observasi


mulut dan ETT

3.Melakukan DS :-
fisioterapi dada DO : pasien terus tampak
sedikit lebih tenang

4.Memonitor
DS : -
status pernafasan DO : pasien tampak
sesuai dengan kebutuhan tidurnya
kebutuhan terpenuhi

5.Mengobservasi DS : -
suhu humidifier DO : pasien tampak sudah
lebih baik
tiap 2-4 jam

DS : -
6.Mengkolaborasi
DO : pasien tampak
dengan dokter mengalami perubahan
mengenai
pemberian obat
analgesik

Anda mungkin juga menyukai