Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE

Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh

Maryati
2114901032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau
tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Decompensated Heart
Failure (ADHF), istilah ini sama dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi
Cordis”.  Decompensasi cordis secara sederhana berarti kegagalan jantung
untuk memompacukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Dekompensasi
kordis merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi
kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung. Dari definisi di
atas, diketahui bahwa kondisi cardiac output (CO) yang tidak cukup terjadi karena
kehilangan darah atau beberapa proses yang terkait dengan kembalinya darah
kejantung
Gagal jantung akut merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri, mungkin karena
infark miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadian berlangsung
demikian cepat di mana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian
berkembang menjadi edema paru dan kolaps sirkulasi ( syok kardiogenik ).

B. Etiologi
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1. Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah
luas dan disfungsi sistemik 
2. Komplikasi kronik IMA
3. Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supra ventrikuler,dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler 
1. Volume overload
2. Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3. Penurunan fungsiginjal
4. Asma
5. Penyalahgunaan obat, penggunaan alcohol

C. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut  American College of Cardiology
(ACC) dan  American Heart Association  (AHA) terbagi atas 4 tadium
berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :
a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural
atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk merekayang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
 b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, ataupenyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat
ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue,
dan penurunan toleransiaktivitas.
d.Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawatinap.
Sedangkan menurut  New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan statusfungsional.
a. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik 
 b. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina
dengan aktivitasbiasa.
c. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina
dengan aktivitas biasaringan
d. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas
fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saatistirahat.
D. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi
pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi
ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini
beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainanatau kerusakan
pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi
remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan
disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga
menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan
mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan
curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan
aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol
dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya
telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar
tetap dapat mempertahankan metabolism dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai
ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga
muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan
penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi  penurunan curah jantung. Hal ini
disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan
venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan
darah di paru – paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan
dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan
menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru –paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak
mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin
aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangidengan
peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi
kelebihan volume cairan yang berujung pada oedemaperifer.

E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
a. Sesak nafas (dyspnea)
Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort )
b. Orthopnea
c. Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah
duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
d. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk-batuk.
e. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat peningkatan
tonus simpatik 
f. Batuk-batuk 
Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiriyang
dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai
bercak darah.
g. Mudah lelah(fatigue)
Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi
akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang
terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.
h. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi
bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
i. Oedema (biasanya pittingedema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara
bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.
j. Pembesaran hepar 
Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
k. Ascites.
Bilahepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar ronggaabdomen.
l. Nokturia (rasa ingin kencing di malamhari)
Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.
m. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)

G. Pemeriksaan Diagnostic
a. Laboratorium:
1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit : K, Na, Cl,Mg
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin,LDH)
4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.
5. Gula darah
6. Kolesterol,trigliserida
7. Analisa Gas Darah
 b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
– Penyakit jantung koroner : iskemik,infark 
– Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy)
– Aritmia
– Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
– Edema alveolar 
– Edema interstitiels
– Efusi pleura
– Pelebaran vena pulmonalis
– Pembesaran jantung d.Echocardiogram
– Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
e. Radionuklir 
- Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
- Mengidentifikasi kelainan fungsimiokard
f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri PulmonalMultilumen)
 bertujuan untuk :
– Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung danparu
– Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruangjantung
– Biopsi endomiokarditis pada kelainan ototjantung
– Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel beratrecurrent
– Mengetahui beratnya lesi katupjantung
– Mengidentifikasi penyempitan arterikoroner 
– Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel,
fungsi ventrikel kiri)
– Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arterikoroner)
H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya)
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
 FCI : Nonfarmakologi
 FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi
diuretik, digitalis.
 FCIV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi:
 Diet rendah garam ( pembatasan natrium)
 Pembatasan cairan
 Mengurangi berat badan
 Menghindari alkohol
 Manajemen stress
 Pengaturan aktivitas fisik 

Terapi farmakologis meliputi:


 Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
 Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix).
 Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida,nitrogliserin.
 Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan
tekanan darah.Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban
akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril,
fosinopril,dll.
 Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik. Dobutamin menstimulasi
adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan juga
menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan penurunan tekanan
darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan

I. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
DS :
- Letih terus menerus sepanjang hari.
- Sulit tidur 
- Sakit pada dada saat beraktivitas
- Sesak nafas saat aktivitas atau saat tidur 
DO :
-Gelisah
- Perubahan status mental, misalnya letargi
- Tanda vital berubah saat beraktivitas

2. Sirkulasi
DS : Riwayat hipertensi , Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner,
diabetes melitus.
DO :
- Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal
atau terlambatnya capilary refill time,disritmia.
- Suara jantung tambahan S3  atau S4  mungkin mencerminkan terjadinya
kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
- Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub ataumuskulus
- papilaris yang tidak berfungsi.
- Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau
bradi cardia).
- Irama jantung mungkin ireguler atau juganormal.
- Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles
mungkin juga timbul dengan gagaljantung.
- Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan dikuku.
- Kemungkinan teraba pembesaran hepar 

3. Integritas ego
DS :
- Cemas, takut, khawatir 
- Stres yang berhubungan dengan penyakit
DO :
- Marah, mudah tersinggung

4. Eliminasi
DS :
- Kemungkinan kencing sedikit
- Berkemih di malam hari (nokturia)
DO :
- kemungkinan urine berwarna gelap

5. Makanan/cairan
DS :
- Kehilangan nafsu makan
- Mual/ muntah
- Pakaian / sepatu terasa sesak 
DO :
- Perubahan berat badan yang signifikan
- Penambahan berat badan cepat
- Distensi abdomen (asites ),
- Edema ( umum, dependent, pitting, tekanan )
6. Higiene
DS : Kelelahan , dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
DO : Dispnea atau nyeri dada

7. Neurosensori
DS : Keletihan , pening
DO : Letargi

 8. Nyeri /keamanan


DS :
- Sakit pada dada
- Sakit pada perut kanan atas
- Sakit pada otot
- Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat
atau dengan nitrogliserin.
DO :
- Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai
ke lengan, rahang dan wajah.
- Tampak meringis
- Takikardia

9. Pernafasan
DS :
- Sesak saat aktivitas
- Tidur sambil duduk 
- Tidur dengan beberapabantal
- Batuk dengan atau tanpa dahak 
DO :
- Takipnea
- Napas dangkal
- Penggunaan otot aksesori pernapasan
- Batuk kering atau nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dgn /
tanpa
- pembentukan sputum
- Sputum mungkin bersemu darah merah muda/berbuih
- Bunyi napas krakels, wheezing
- Fungsi mental mungkin menurun; letargi;kegelisahan
- Warna kulit pucat/sianosis

B. Studi diagnostik 
- ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi,
gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri,dan
gelombang Q yang mencerminkan adanyanekrosis.
- Enzym dan isoenzym pada jantung:  CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam,
dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-
12jamdanmencapai
- puncak pada 36 jam.
- Elektrolit:  ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan
konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atauhiperkalemia.
- Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah
serangan.
- Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru
yang kronis atauakut.
- Kolesterol atau trigliseid:  mungkin mengalami peningkatan
yang mengakibatkan terjadinya arterio sklerosis.
- Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau
aneurismaventrikuler.
- Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi
ataukapasitas masing-masing ruang padajantung.
- Exercise stress test:  Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi
terhadap suatu stress/aktivitas.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d
dispneu,ortopneu.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan,
kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak
nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas.
3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal,penurunan curah
jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan,
odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing.
4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah
perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan
kapiler lambat, warna kuku pucat atausianosis.
5. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan
atas,sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1  : Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus
d/d dispneu,ortopneu
Kriteria tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukan hasil AGD dalam batas
normal dan pasien bebas dari distress pernafasan.
Rencana Tindakan Rasionalisa
 auskultasi bunyi nafas, krekels,  memantau adanya kongesti paru
wheezing untuk intervensi lanjut
 anjurkan pasien untuk batuk  memberikan jalan nafas dan
efektif dan nafas dalam memudahkan aliran oksigen
 pertahankan duduk atau tirah  menurunkan konsumsi oksigen
baring dengan posisi semifowler dan memaksimalkan
 kolaborasi untuk pemberian pengembangan paru
oksigen tambahan sesuai  hipoksemia dapat menjadi berat
indikasi selama edema paru
 kolaborasi untuk pemberian  meningkatkan konsentrasi
dieuretik dan bronkodilator oksigen alveolar untuk
memperbaiki hipoksemia
jaringan
 dieuretik dapat menurunkan
kongesti alveolar dan
meningkatkan pertukaran gas.

Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai


oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus
sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas.
Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan
pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi
kebutuhan perawatan sendiri
Rencana Tindakan Rasionalisasi
 periksa tanda vital sebelum dan  hipotensi ortostatik dapat
sesudah beraktivitas terjadi denganaktivitas karena
 catat respon kardiopulmonal efek obat, perpindahan cairan,
terhadap aktivitas, takikardi, pengaruh fungsi jantung.
disritmia, dispneu, berkeringat,  ketidakmampuan miokardium
pucat meningkatkan volume
 berikan bantuan dalam aktivitas sekuncup selama aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi. dapat meningkatkan frekuensi
selingi periode aktivitas dengan jantung, kebutuhan oksigen dan
periode istirahat peningkatan kelelahan
 kolaborasi untuk  pemenuhan kebutuhan
mengimplementasikan program perawatan diri tanpa
rehabilitasi jantung mempengaruhi stress miokard
kebutuhan oksigen berlebih
 peningkatan bertahap pada
aktivitas menghindari kejra
jantung dan konsumsi oksigen
berlebihan

Diagnosa 3  : Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya bebanawal,


 penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatanberat
 badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing
Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria :
 – Keseimbangan intake dan output
 – Bunyi nafas bersih/jelas
 – Tanda vital dalam batas normal
 – Berat badanstabil
 – Tidak ada edema
Rencana Tindakan Rasionalisasi
 pantau pengeluaran urine,warna,  -memantau penurunan perfusi
jumlah ginjal
 pantau intake ouput selama 24  terapi dieretik dapat menyebbakan
jam kehilangan cairan tiba-tiba
 pertahankan posisi duduk atau meskipun edema masih ada
semifowler selama masa akut  posisi terlentang meningkatkan
 timbang berat badan setiap hari filtrasi ginjal dan menurunkan
 kaji distensi leher dan pmbuluh produksi ADH sehingga
perifer, edema pada tubuh meningkatkan dieresis memantau
 auskultasi bunyi nafas, catat respon terapi
bunyi tambahan. mis, krekels,  retensi cairan berlebihan
wheezing. catat adanya dimanifestasikan oleh
peningkatan dispneu, takipneu, pembendungan vena
batuk persisten pembentukan edema
 selidiki keluhan dipsneu ekstrem  kelebihan volume cairan sering
tiba-tiba, sensasi sulit bernafas, menimbulkan kongesti paru
rasa panic  hipertensi dan peningkatan CVP
 pantau tekanan darah dan CVP menunjukan kelebihan volume
 ukur lingkar abdomen cairan
 palpasi hepatomegali. catat  memantau adanya asites
keluhan nyeri abdomen kuadran  perluasan jantung menimbulkan
kanan atas kongesti vena sehingga terjadi
 kolaborasi dalam pemberian obat distensi abdomen, pembesaran
dieretik hati dan nyeri
 Kolaborasi untuk  diuretic meningkatkan laju aliran
mempertahankan cairan atau urine dan dapat menghambat
pembatas natrium sesuai indikasi reabsorpsi natrium dan klorida
 Konsultasi dengan bagian gizi pada tubulus ginjal

 kolaborasi untuk pemantauan  meningkatkan dieresis tanpa


foto thorax kehilangan kalium berlebih
 memberikan diet yang dapat
diterima pasien yang memenuhi
kebuthan kalori dalam
pembatasan natrum
 - menunjukan perubahan indikasif
peningkatan/ perbaikan paru

Diagnosa 4  :Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah
perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisankapiler lambat,
warna kuku pucat atausianosis
Kriteria tujuan  : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
jaringan perifer dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :
 – Kulit hangat dan kering
 – Nadi kuat, pengisian kapiler kuat
 – Tanda vital normal
 – Tidak sianosis atau pucat
Rencana Tindakan Rasionalisasi
 pantau tanda vital,capillary refill,  mengetahui keadekuatan perfusi
warna kulit, kelembaban kulit, perifer
edema, saturasi O2 didaerah  pembatasan aktivitas menurunkan
perifer kebuthan oksigen dan nutrisi
 tingkatkan tirah baring selama daerah perifer
fase akut  menghindari memberatnya
 tekankan pentingnya hipoksia di jaringan perifer
menghindari mengedan  oksigen meningkatkan konsetrasi
khususnya selama defikasi oksigen alveolar sehingga dapat
 kolaborasi dalam pemberian memperbaiki hipoksemia
oksigen dan obat obatan jaringan
inotropik  obat inotropik untuk
meningkatkan kontraktilitas
miokardium

Diagnosa 5  : Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut
kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
Kriteria tujuan  : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan
nyeri hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi
 – Melaporkan keluhan nyeri berkurang
 – Pasien tampak tenang dan rileks
Rencana Tindakan Rasionalisasi
 anjurkan pasien untuk member  perawat dapat mengetahui
tahu perawat tentang nyeri keluhan nyeri dengan cepat
 pantau karakteristik nyeri sehingga intervensi bisa segera
 bantu pasien melaksanakan dilakukan
teknik relaksasi  memastikan jenis nyeri
 istirahatkan pasien selama nyeri  mengurangi nyeri
 pertahankan lingkungan yang  menurunkan kebutuhan oksigen
nyaman, batasi pengunjung bila
perlu

J. Daftar Pustaka
Guyton.1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta: EGC.
Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI ; 2001
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 3 EGC. Jakarta.
Suddart, & Brunner. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai