Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)


A. Pengertian
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal
jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari
gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal.
Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas
irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat
merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat
merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)
yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh (Putra, 2016).
ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom
HF yang biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan
akumulasi cairan yang cepat pada paru (Pinto, 2017)

B. Etiologi
Penyebab umum ADHF biasaya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi
diastolik, dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan
abnormalitas valvular. Meskipun sebagian pasien ADHF adalah pasien
dengan riwayat Heart Failure (HF) dan jatuh pada kondisi yang buruk, 20%
pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa HF
sebelumnya (Joseph, 2018).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi
kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir
atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan
jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis
katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel
(perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi
tersebut mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer,
atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil.
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik,
mitral or aortic valve disease, iskemia artery, primary heart disease of the
myocardium. Penyebab paling utama dari right-sided cardiac failure adalah
left ventricular failure yang berkaitan dengan penyumbatan pulmonary dan
peningkatan tekanan arteri pulmonary. Ini juga bisa terjadi pada
ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic disease pada
parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor pumonale) dan pada pasien
tricuspid valve disease. Terkadang diikuti dengan congenital heart disease,
dimana terjadi left to right shunt.
Faktor risiko :
1. Faktor presipitasi kardiovaskular
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada
(kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA
3) Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi
atrial, takikardia supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae,
perburukan regurgitasi katup yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
2. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
a. Volume overload
b. Infeksi terutama pneumonia atau septicemia
c. Severe brain insult
d. Pasca operasi besar
e. Penurunan fungsi ginjal
f. Asma
g. Penyalahgunaan obat, penggunaan alcohol
h. Feokromositoma
C. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal
jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat
juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung
sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun
non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan
menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel
sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan
curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan
mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung.
Mekanisme ini melibatkan system adrenergik, renin angiotensin dan
aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi
arteriol dan retensi natrium dan air (Ulfiyah, 2015).
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme
kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik
dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih
bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam
tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka
mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses
remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan
penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi
infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban
ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard
disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya
akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga
terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan
pertukaran gas di paru–paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka
secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan
sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah
normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi,
maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke
jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan
memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron.
Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan
peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Ulfiyah,
2015).
D. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of
Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4
stadium berdasarkan kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu:
1. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung
struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini
termasuk mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik,
penyakit aterosklerosis atau obesitas.
2. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV
remodeling, fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau
penyakit katup jantung asimptomatik.
3. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal
jantung saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung
struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
4. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat
muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien
memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi
menjadi 4 kelas berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status
fungsional.
1. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik
2. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien
merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue,
palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa.
3. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien
merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue,
palpitasi atau angina dengan aktivitas biasa ringan
4. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan
aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat
istirahat.
E. Manifestasi Klinis
Decompensasi cordis dapat ditandai oleh penurunan curah jantung
dan/atau pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau kanan,
meskipun curah jantung mungkin normal atau kadang-kadang di atas normal.
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung dan kegagalan jantung. Peningkatan
tekanan vena pulmonalis dapat menyebakan cairan mengalir dari kapiler ke
alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan
nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan
edema perifer umum dan penambahan berat badan. Turunnya curah jantung
pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat
mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen
yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah
adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas,
ektremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi
ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal, yang pada
gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan
serta peningkatan volume intravaskuler.
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi pada sistem
vena atau sistem pulmonal antara lain:
1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. penurunan aktifitas GI
5. Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel
kiri, antara lain :
1. Dyspnea
2. Batuk
3. Orthopnea
4. Reles paru
5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
1. Edema perifer
2. Distensi vena leher
3. Hati membesar (hepatomegali)
4. Peningkatan central venous pressure (CPV)
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium :
a. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
b. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
c. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
d. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin,Urine Lengkap
2. SGOT, SGPT :
a. Gula darah
b. Kolesterol, trigliserida
c. Analisa Gas Darah
 Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE) trial:
a blood urea nitrogen of ≥43 g/dL, tekanan darah sistol <115 mmHg,
dan/atau serum creatinine >2.75 mg/dL (Abraham, 2005).
3. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
- Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
- Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
- Aritmia
- Perikarditis
4. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
- Edema alveolar
- Edema interstitials
- Efusi pleura
- Pelebaran vena pulmonalis
- Pembesaran jantung
5. Echocardiogram
- Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
6. Radionuklir
- Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
- Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
7. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)
bertujuan untuk :
- Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
- Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
- Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
- Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
- Mengetahui beratnya lesi katup jantung
- Mengidentifikasi penyempitan arteri coroner
- Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma
ventrikel, fungsi ventrikel kiri)
G. Penatalaksanaan
1. Tirah Baring >> Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk
gagal jantung kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik >> Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk
memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak
diperlukan bila pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digitalis
dan diet rendah natrium
3. Pemberian morphin >> Untuk mengatasi edema pulmonal akut,
vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung,
menghilangkan ansietas karena dispnea berat
4. Reduksi volume darah sirkulasi >> Dengan metode plebotomi, yaitu
suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal
akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari
sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian
serta sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
5. Terapi vasodilator >> Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama
pada penatalaksanaan gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk
memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena
sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat
dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
6. Terapi digitalis >> Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk
meningkatkan kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat
frekuensi ventrikel serta peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa
efek yang dihasilkan seperti : peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diuresis yang
mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.
7. Inotropik positif
Dopamin >> Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-
adrenergik beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan
keluarnya katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki
kontraktilitas curah jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan
pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
Dobutamin >> Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip
dopamine memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit
vasokonstriksi dan tachicardi.
Dukungan diet (pembatasan natrium) >> Pembatasan natrium ditujukan
untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada
hipertensiatau gagal jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium
harus spesifik dan jumlahnya perlu diukur dalam milligram.
Tindakan-tindakan mekanis
a. Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi
balon intra aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan
aliran koroner, memperbaiki isi sekuncup dan mengurangi preload
dan afterload ventrikel kiri.
b. Tahun 1970, dengan extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Alat ini menggantikan fungsi jantung paru.
Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran gas. Oksigenasi
membrane extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi waktu
sampai tindakan pasti seperti bedah by pass arteri koroner, perbaikan
septum atau transplantasi jantung dapat dilakukan.
Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah
sebagai berikut:
a. Pemenuhan kebutuhan oksigen
b. Pengobatan faktor pencetus
c. Istirahat
d. Perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti
e. Pengobatan dengan oksigen
f. Pengaturan posisi pasien demi kelancaran nafas
g. Peningkatan kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis positif)
h. Penurunan preload (pembatasan sodium, diuretik, obat-obatan,
dilitasi vena)
i. Penurunan afterload (obat-obatan dilatasi arteri, obat dilatasi
arterivena, inhibitor ACE)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas :
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,
suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang biasa
dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan
2. Keluhan utama
Terdiri dari data Subyektif: Sesak nafas ( saat aktivitas, paroxysmal
nocturnal dyspnea, orthopnea, atau saat istirahat), bengkak pada kedua
kaki dan tangan, lelah, pusing, nyeri dada, nafsu makan menurun, nausea,
distensi abdomen, urine menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat
dengan gejala- gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya
dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga
gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
4. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang
biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih
relevan.
Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keturunan lain seperti DM, Hipertensi.
6. Pengkajian data Bio- Psiko –Sosial-Spiritual
a. Respirasi
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan
kronis Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi
napas bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda
kental.
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia,
fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP,
sianosis, pucat .
c. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah,
bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar, penurunan turgor kulit, kulit
kering/berkeringat, dan perubahan berat badan.
d. Aktivitas dan istirahat: adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
e. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare
atau konstipasi.
f. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
g. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang

h. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis

7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,
distress, sikap dan tingkah laku pasien.
b. Tanda-tanda Vital :
1) Tekanan Darah Nilai normalnya:
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
2) Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit
3) Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dispnea pada saat
istirahat/aktivitas
4) Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
c. Head to toe examination :
1) Kepala : bentuk , kesimetrisan
2) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
3) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
4) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
5) Muka: ekspresi, pucat,gelisah.
6) Leher : apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe,
peningkatan tekanan vena jugularis.
7) Dada: gerakan dada, deformitas
8) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
9) Ekstremitas: reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing,
bandingkan arteri radialis kiri dan kanan.
10) Pemeriksaan khusus jantung :
(1) Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus
cordis (normal : ICS ke5)
(2) Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau
hepertrofi ventrikel
(3) Perkusi : batas jantung normal pada orang
dewasa Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis
Dextra Kanan bawah : SIC IV Linea Para
Sternalis Dextra Kiri atas : SIC II Linea Para
Sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
(4) Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup
atrioventrikular, yang terjadi pada saat kontraksi simetris dari
bilik pada permulaan systole
BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan
arteri pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira
pada permulaan diastole.
(BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I)

d. Pemeriksaan penunjang
1) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung,
edema atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
2) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik
jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram
3) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada
tahap lanjut dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan
kreatinin meningkat, penigkatan bilirubin dan enzim hati.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung dibuktikan dengan palpitasi, bradikardia, gambar EKG aritmia.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
dibuktikan dengan dispnea, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
dibuktikan dengan berat badan menurun, nafsu makan menurun.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakbugaran fisik
dibuktikan dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan
otot menurun, rentang gerak menurun.

C. Intervensi Keperawatan (SIKI)


Tujuan dan Kriteria
No Intervensi Rasional
Hasil
1. Setelah dilakukan Perawatan curah jantung Manajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan Observasi Observasi
selama ... jam, maka 1. Identifikasi tanda/gejala 1. Agar dapat mengetahui
curah jantung meningkat primer penurunan curah tanda/gejala primer
dengan jantung penurunan curah jantung
Kriteria hasil: 2. Monitor tekanan darah 2. Agar dapat memantau
1. kekuatan nadi perifer kondisi tekanan darah klien
meningkat 3. Monitor intake dan 3. Agar dapat memantau
2. Palpitasi menurun output cairan intake dan output cairan
klien
3. Bradikardia menurun 4. Monitor saturasi oksigen 4. Agar dapat memantau
4. Gambar EKG aritmia saturasi oksigen klien
menurun 5. Monitor keluhan nyeri 5. Agar dapat mengetahui jika
dada
5. Lelah menurun terdapat keluhan nyeri
Terapeutik
6. Berikan diet jantung yang Terapeutik
sesuai (mis. batasi asupan 6. membatasi asupan
kafein,natrium,kolesterol kafein,natrium dan makanan
dan makanan tinggi tinggi lemak dapat
lemak) meminimalisir terjadinya
resiko penurunan curah
7. Berikan terapi relaksasi jantung
untuk mengurangi stres, 7. terapi relaksasi dapat
jika perlu mengurangi stres pada
pasien jantung dan
mengontrol peningkatan
tekanan darah klien
8. dukungan emosional dapat
8. Berikan dukungan membuat pasien lebih lega
emosional dan spiritual dan mengurangi stres klien
Edukasi Edukasi
9. Anjurkan beraktivitas 9. agar klien dapat mengatur
fisik sesuai toleransi aktivitas fisik yang
dilakukan
10. Ajarkan pasien dan 10. Agar klien dapat
keluarga mengukur mengetahui cara mengukur
intake dan output cairan intake dan output cairan
harian yang tepat
Kolaborasi Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian 11. Antiaritmia berfungsi untuk
antiaritmia
menangani aritmia, yaitu
gangguan irama jantung
yang bisa berupa detak
jantung yang terlalu cepat,
terlalu lambat, atau tidak
teratur
2. Setelah dilakukan Manajemen Jalan napas Manajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan Observasi Observasi
selama ... jam, maka pola 1. Monitor frekuensi, irama 1. Agar dapat mengetahui
napas membaik dengan dan upaya napas frekuensi irama dan upaya
Kriteria hasil: napas klien
1. Ventilasi semenit 2. Monitor pola napas 2. Agar dapat memantau pola
meningkat napas klien
3. Monitor bunyi napas 3. Agar dapat mengetahui
2. kapasitas vital
bunyi napas tambahan pada
meningkat 4. Monitor sputum klien
3. Dipsnea menurun 4. Agar dapat mengetahui
4. Penggunaan otot adanya produksi sputum
bantu napas menurun yang berlebih
5. Monitor adanya
5. Frekuensi napas sumbatan jalan napas 5. Agar dapat mengetahui
membaik apakah terdapat sumbatan
Terapeutik jalan napas
6. Posisikan semi-Fowler Terapeutik
6. posisi semifowler dapat
membantu memberikan rasa
nyaman dan memperlancar
proses pernapasan
7. Berikan minum air hangat 7. Air hangat dapat
membantu
8. Berikan oksigen, jika melubrasikan
perlu tenggorokan
8. Pemberian O2 dapat
Edukasi membantu meningkatkan
9. Anjurkan asupan cairan SpO2 klien
2000 ml/hari Edukasi
9. Agar klien dapat
10. Ajarkan teknik batuk memperhatikan jumlah
efektif cairan yang diperlukan
10. Agar klien dapat
Kolaborasi mengetahui cara batuk
11. Kolaborasi pemberian efektif
ekspektoran Kolaborasi
11. Ekspektoran merupakan
obat yang dapat membantu
klien untuk lebih mudah
mengencerkan dahak
3. Setelah dilakukan Manajemen nutrisi Manajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan Observasi Observasi
selama ... jam, maka 1. Identifikasi status nutrisi 1. menyediakan data dasar
status nutrisi membaik 2. Monitor asupan untuk memantau perubahan
dengan makanan dan mengevaluasi
Kriteria hasil: 3. Monitor berat badan intervensi.
1. Porsi makan yang 2. membantu klien untuk
dihabiskan Terapeutik menyadari gambaran besar
meningkat 4. Berikan makanan tinggi dan memungkinkan
kalori dan tinggi protein kesempatan untuk
2. kekuatan otot
5. Berikan suplemen mengubah pilihan diet
menelan meningkat makanan 15 untuk memenuhi keinginan
3. Berat badan individu dalam pembatasan
membaik Edukasi yang diidentifikasi.
4. Nafsu makan 6. Ajarkan diet yang 3. untuk memantau status
membaik diprogramkan cairan dan nutris
7. Anjurkan posisi duduk,
5. Membran mukosa
jika perlu Terapeutik
membaik
4. Memberikan nutrien cukup
Kolaborasi untuk memperbaiki energi
8. Kolaborasi dengan ahli mencegah penggunaan otot,
gizi untuk menentukan meningkatkan regenerasi
jumlah kalori dan jenis jaringan/penyembuhan dan
nutrien yang dibutuhkan keseimbangan elektrolit
5. menggantikan kehilangan
karbohidrat karena
malnutrisi/anemia atau
selama dialisis.
Edukasi
6. Pola diet dahulu dan
sekarang dapat
dipertimbangkan dalam
menyusun menu
7. Posisi duduk saat makan
dapat membantu
melancarkan proses
mencerna makan untuk
lebih baik
Kolaborasi
8. berguna untuk program
diet individu untuk
memenuhi kebutuhan
budaya/pola hidup
meningkatkan kerja sama
klien.napas
4. Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi
intervensi keperawatan Observasi Observasi
selama ... jam, maka 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Agar dapat mengetahui
mobilitas fisik meningkat atau keluhan fisik adanya nyeri atau keluhan
dengan lainnya fisik lainnya
Kriteria hasil: 2. identifikasi toleransi 2. Agar dapat mengetahui
1. Pergerakan fisik melakukan adanya toleransi fisik
ekstremitas pergerakan melakukan pergerakan
meningkat 3. Monitor kondisi umum 3. Agar dapat memantau
selama melakukan kondisi umum selama
2. Kekuatan otot
mobilisasi melakukan mobilisasi
meningkat
3. Rentang gerak Terapeutik Terapeutik
meningkat 4. Fasilitasi aktivitas 4. Agar pasien lebih aman saat
4. Kaku sendi menurun mobilisasi dengan alat melakukan mobilisasi fisik
5. Kelemahan fisik bantu (mis. pagar tempat sehingga menghindari resiko
tidur) cedera
menurun
5. Fasilitasi melakukan 5. Agar klien dapat lebih
pergerakan, jika perlu terarah melakukan
pergerakan
6. Agar keluarga juga bisa
6. Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam
membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
meningkatkan pergerakan
Edukasi Edukasi
7. Jelaskan tujuan dari 7. Agar klien dapat
prosedur mobilisasi mengetahui tujuan dari
prosedur mobilisasi
8. Anjurkan melakukan 8. Agar klien dapat melatih
mobilisasi dini mobilisasi dini
9. Ajarkan mobilisasi 9. agar klien dapat melakukan
sederhana yang mobilisasi sederhana
harus dilakukan sehingga menghindari kaku
(mis. duduk sendi dan otot
ditempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi
keperawatan ADHF sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda Putra, R. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Congestive
Heart Failure (CHF) Di Bangsal Jantung RSUP Dr.Djamil Padang.
Retrieved From Http://Pustaka.Poltekkespdg.Ac.Id/Index.Php?P=Show
Detail&Id= 5245&Keywords=
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta.

Aspaiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan


Kardiovaskuler : aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart


Rate Variability Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia
ComputerScience, 124,
197–204.https://doi.org/10.1016/j.procs.2017.12.147.

Nugroho, F. A. (2018). Perancangan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Jantung


dengan Metode Forward Chaining. Jurnal Informatika Universitas
Pamulang, 3(2), 75. https://doi.org/10.32493/informatika.v3i2.1431.

Nurdamailaila.(2017). Congestive Heart Failure (Gagal Jantung. diakses pada


tanggal 20/08/2019 melalui https://nurdamailaia.blogspot.com/2017.

Nurarif,a.h. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis


Dan Nanda Nic Noc.yogyakarta : medication publishing yogyakarta.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI. Jakarta Selatan.

Priharjo, robert. (2013). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran. EGC.

Smeltzer,S. C., Bare, B. G.,2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.


Brunner & suddarth. Vol.2.E/8”. Jakarta : EGC.

Starry Homenta, R. (2014). Buku Praktis Kardiologi. Jakarta : Badan Penerbit


FKUI.

Anda mungkin juga menyukai