Disusun Oleh :
Vitara Daru Rahmi
190070300111026
Kelompok 2A
1. Definisi
ADHF merupakan singkatan dari Akut Decompensated Heart Failure yang berarti
gagal jantung akut. Istilah ini sama dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi Cordis”.
Decompensasi cordis secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa
cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Dekompensasi kordis merupakan suatu
keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung. Dari definisi di atas, diketahui bahwa kondisi cardiac
output (CO) yang tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau beberapa proses
yang terkait dengan kembalinya darah ke jantung. Suatu kondisi bila cadangan jantung
normal (peningkatan frekuensi jantung, dilatasi, hipertrophi, peningkatan isi sekuncup)
untuk berespon terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya gagal
jantung.
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,
atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)
yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (Putra, 2012).
ADHF juga dapat didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang
biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang
cepat pada paru (Pinto, 2012). Perbedaan ADHF dengan Heart Failure yaitu ADHF
merupakan gagal jantung yang masih akut, gejalanya muncul dengan cepat karena
untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Sedangkan gagal jantung/HF adalah kondisi
permanen akibat kondisi jantung yang terus-terusan bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
2. Klasifikasi
Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau
obesitas.
Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat
ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea,
fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.
Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
3. Etiologi
Penyebab umum ADHF biasaya berasal dari ventrikel kiri, disfungsi diastolik,
dengan atau tanpa Coronary Artery Disease (CAD), dan abnormalitas valvular. Meskipun
sebagian pasien ADHF adalah pasien dengan riwayat Heart Failure (HF) dan jatuh pada
kondisi yang buruk, 20% pasien lainnya yang dinyatakan ADHF tidak memiliki diagnosa
HF sebelumnya (Joseph, 2009).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi
aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah
pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan gangguan penghantaran kalsium di dalam
sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab utama left-sides cardiac failure adalah hipertensi sistemik, mitral or
aortic valve disease, iskemia artery, primary heart disease of the myocardium. Penyebab
paling utama dari right-sided cardiac failure adalah left ventricular failure yang berkaitan
dengan penyumbatan pulmonary dan peningkatan tekanan arteri pulmonary. Ini juga
bisa terjadi pada ketidakberadaan left-sided failure pada pasien dengan intrinsic disease
pada parenkim jantung atau pulmonary vasculature (cor pumonale) dan pada pasien
tricuspid valve disease. Terkadang diikuti dengan congenital heart disease, dimana
terjadi left to-right shunt.
a. Faktor presipitasi kardiovaskular
Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
Sindroma koroner akut
- Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang
bertambah luas dan disfungsi sistemik
- Komplikasi kronik IMA
- Infark ventrikel kanan
Krisis Hipertensi
Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dll)
Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi
katup yang sudah ada
Stenosis katup aorta berat
Tamponade jantung
4. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung
kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat
bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan
faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang
diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi
gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah
jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk
mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem
adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air (Ulfiyah,2015).
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya
telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap
dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang
batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala
klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Penurunan
kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri)
akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik
vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru–paru. Bendungan
ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga
terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran
gas di paru–paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Apabila terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron.
Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan
tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume
cairan yang berujung pada oedema perifer (Ulfiyah, 2015).
5. Manifestasi Klinis
Gejala utama ADHF antara lain sesak napas, konngesti, dan kelelahan yang sering tidak
spesifik untuk gagal jantung dan sirkulasi. Gejala – gejala ini juga dapat disebabkan pleh
kondisi lain yang mirip dengan gejala gagal jantung, komplikasi yang diidentifikasikan
pada pasien dengan gejala ini. variasi bentuk penyakit pulmonal termasuk pneumonia,
penyakit paru reaktif dan emboli pulmonal, mungkin sangat sulit untuk dibedakan secara
klinis dengan gagal jantung (Lindenfeld,2010).
Manifestasi Klinis yang umum pada gagal jantung (Dickstein,2008).
Gambaran
Klinis yang Gejala Tanda
Dominan
Edema Perifer, peningkatan vena
Edema perifer/ Sesak napas, kelelahan, jugularis, edema pulmonal, hepatomegaly,
kongesti Anoreksia asites, overload cairan (kongesti),
kaheksia
Edema Sesak napas yang berat Crackles atau rales pada paru-paru
pulmonal saat istirahat bagian atas, efusi, Takikardia, takipnea
Syok
Perfusi perifer yang buruk, Systolic Blood
kardiogenik (low Konfusi, kelemahan,
Pressure (SBP) < 90mmHg, anuria atau
output dingin pada perifer
oliguria
syndrome)
Tekanan darah
tinggi (gagal Biasanya terjadi peningkatan tekanan
Sesak napas
jantung darah, hipertrofi ventrikel kiri
hipertensif)
Bukti disfungsi ventrikel kanan,
Gagal jantung
Sesak napas, kelelahan peningkatan JVP, edema perifer,
kanan
hepatomegaly, kongesti usus.
Volume Overload
- Dispneu saat melakukan kegiatan
- Orthopnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
- Ronchi
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
- Distensi vena jugular
- Reflex hepatojugular
- Asites
- Edema perifer
Hipoperfusi
- Kelelahan
- Perubahan status mental
- Penyempitan tekanan nadi
- Hipotensi
- Ekstremitas dingin
- Perburukan fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium :
Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT
Gula darah
Kolesterol, trigliserida
Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
Aritmia
Perikarditis
c. Echocardiogram
d. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen) bertujuan untuk
:
Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
Mengetahui beratnya lesi katup jantung
Mengidentifikasi penyempitan arteri coroner
Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
7. Penatalaksanaan Medis
a. Tirah Baring : Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung
kongesti tahap akut dan sulit disembuhkan.
b. Pemberian diuretik : Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi
natrium dan air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia
merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium
c. Pemberian morphin : Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer,
menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena
dispnea berat
d. Terapi vasodilator : Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada
penatalaksanaan gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri
dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
e. Terapi digitalis : Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan
kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel serta
peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan seperti :
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan
peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi edema.
f. Dopamin : Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha- adrenergik
beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya katekolamin
dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung dan isi
sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20
mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
g. Dobutamin : Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan
tachicardi.
h. Dukungan diet (pembatasan natrium) : Pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema, seperti pada hipertensi atau gagal
jantung. Dalam menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya
perlu diukur dalam milligram
Menurut Heart Failure Society of America, terapi untuk pasien ADHF dapat berangkat dari
goal treatment di bawah ini :
Discharge Planning pada pasien ADHF dapat dilakukan jika pasien dapat memenuhi
kriteria di bawah ini :
1) Faktor eksaserbasi dapat ditangani.
2) Pemberian obat oral stabil dalam 24 jam
3) Pasien dan keluarga sudah di KIE
4) Fraksi ejeksi ventrikel kiri terdokumentasi.
5) Adanya konseling smoking cessation.
6) Kontrol ulang selama 7-10 hari setelah KRS.
7) Sudah menerima semua terapi.
8) Dokumentasi discharge planning sudah dibuat.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.
Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara
nafas tambahan.
Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi
b. Pengkajian Sekunder
Aktivitas/istirahat
- Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada
dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
- Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada
aktivitas.
Sirkulasi
- Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung,
bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.
- Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin
sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia , Nadi apical ;
PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ;
S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah,
Murmur sistolik dan diastolic.
- Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik
dengan pengisian, kapiler lambat,
- Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ;
mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada ekstremitas
Intregritas ego
- Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
- Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan
mudah tersinggung.
Eliminasi
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi
keperawatan hasil
1. Penurunan NOC : NIC :
curah jantung 1. Cardiac Pump Cardiac Care
berhubungan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi,
dengan 2. Circulation durasi)
Perubahan Status 2. Catat adanya disritmia jantung
kontraktilitas 3. Vital Sign Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
miokardial/peru output
Setelah diberikan
bahan 4. Monitor status kardiovaskuler
asuhan
inotropik. 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
keperawatan selama
jantung
….x…. diharapkan
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan
tanda vital dalam
perfusi
batas yang dapat
7. Monitor balance cairan
diterima (disritmia
8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
terkontrol atau
9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
hilang) dan bebas
antiaritmia
gejala gagal jantung.
10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
Kriteria Hasil:
kelelahan
1. Tanda Vital
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
dalam rentang
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
normal (Tekanan
ortopneu
darah, Nadi,
13. Anjurkan untuk menurunkan stress
respirasi)
2. Dapat
mentoleransi Vital Sign Monitoring
aktivitas, tidak 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
ada kelelahan 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Tidak ada 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
edema paru, berdiri
perifer, dan tidak 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
ada asites 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
4. Tidak ada setelah aktivitas
penurunan 6. Monitor kualitas dari nadi
kesadaran 7. Monitor adanya puls paradoksus
8. Monitor adanya puls alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Kontraktilitas
miokard menurun Kontraktilitas Out put ventrikel
kerja jantung
menurun menurun
maksimal
SV & CO
menurun Hambatan
pengosongan CO CO menurun
ventrikel meningkat
Backward failure
Forward failure
Intoleransi aktifitas G3
Kelebihan
pertukaran
volume cairan Dispnu
gas
Perfusi jaringan
kardiopulmonal
tidak efektif
Kelemahan Fisik
Pola Napas tidak
efektif
Abraham WT, Adams KF, Fonarow GC, et al. In-hospital mortality in patients with acute
decompensated heart failure requiring intravenous vasoactive medications: an analysis from the
Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE).J Am Coll Cardiol.
2005;46:57–64.
Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta
Anna Owen, 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta
Doenges M.E. at all, 1993. Rencana Asuhan Keperwatan. Edisi 3. EGC. Jakarta
Forrester JS, Diamond G, Chatterjee K, et al. Medical therapy of acute decompensation of heart
failure by application of hemodynamic subsets. N Engl J Med. 1976;295:1356- 1362
Ganong William F.1999.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17.Jakarta: EGC Hamidatul, Ulfiyah,
2015. Laporan Pendahuluan Acute Decompensated of Heart Failure.
Heart Failure Society of America. Evaluation and management of patients with acute
decompensated heart failure: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice guideline. J
Card Fail. 2010;16:e134-e156.
Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta.
Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. Acute decompensated heart failure: contemporary
medical management. Tex Heart Inst J. 2009;36:510–520.
Kirk JD. Acute Decompensated Hheart Failure: Nnovel Approaches To Cclassification Aand
Treatment. [monograph on the internet]. Philadelphia : Departement of Emergency Medicine
University of Pennsylvania; 2004 [cited 2011 Apr 10]. Available from www.emcreg.org.
Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3.Jakarta: EGC
Pinto DS, Lewis S. Pathophysiology of acute decompensated heart failure. In: Basow DS, ed.
UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2012.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter
Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.
Semara, Putra, 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF.
Tallaj JA, Bourge RC. The Management of Acute Decompensated Heart Failure. [monograph on the
internet]. Birmingham : University of Alabama; 2003 [cited 2011 Apr 10]. Available from
http://www.fac.org.ar
PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
A. IdentitasKlien
E. Riwayat Keluarga
Ayah dan ibu dari pasien sudah meninggal, terdapat anggota keluarga yang memiliki
penyakit jantung yaitu kakak pasien. Namun telah meninggal dunia sekitar 2 bulan yang
lalu.
GENOGRAM
Bp. P (61 tahun) Ibu M (58 tahun) Bp. S Ibu. T (50 Ibu. k (48 Ibu. J (45 thn)
(ADHF, Hipertensi) (Hipertensi) thn) thn)
Ibu. R (69 thn) (53 thn)
(Penyakit Jantung)
An. G
An.A An. D
(17 tahun))
(19 tahun) (15 tahun)
Keterangan :
F. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan bersih dan rutin dibersihkan oleh keluarga Tidak ada masalah
Untuk sampah dibuang ke TPA
Bahaya kecelakaan kabel tidak ditutup dan tergeletak di lantai Tidak ada masalah
Polusi Klien merokok Polusi udara
Tidak terdapat pabrik di dekat rumah, mengakibatkan
gangguan Namun banyak motor berlalu lalang saluran
pernafasan
Ventilasi Udara dapat masuk dan bertukar Udara cukup bersih
Banyak jendela dirumah
Pencahayaan Lampu disekitar ruangan cukup terang Tidak ada masalah
Tidak membahayakan klien
PolaAktifitas-Latihan
Rumah RumahSakit
Makan/minum 0 4 (mual)
Mandi 0 2 (perawat)
Berpakaian/berdandan 0 2 (perawat)
Toileting 0 4
Mobilitas di tempat tidur 0 2 (perawat)
Berpindah 0 3 (perawat 2 orang)
Berjalan 0 4
Naik tangga 2 4
Total: 2 25
(Mandiri) (Total care)
PemberianSkor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain lebih dari 1
orang, 4 = tidakmampu
Total skor : 0-8: Mandiri, 9-16: Partial care, 17-24: Intermediate care, 25-32: Total care, >32: Intensive
care
Intake cairan:
Output Cairan
Urine product 0 cc/ 6 jam
IWL 15 cc/kgbb/hari = 900 cc/24 jam
37.5/jam x 6 jam = 225 cc/6 jam
H. Pola Eliminasi
Rumah RumahSakit
BAB:
- Frekuensi/pola 1 kali per hari Tidak tentu, jarang
- Konsistensi Lembek sedikit cair, lembek
- Warna & bau Kuning kecoklatan kuning kecoklatan
- Kesulitan Tidak ada Tidak ada
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
BAK:
- Frekuensi/pola 1x/ hari Anuri, hanya keluar
saat dibantu sistostomi
- Konsistensi Menetes sedikit Cair
- Warna & bau kuning, jernih Merah
- Kesulitan Tidak dapat mengeluarkan urine Susah BAK
- Upaya mengatasi Tidak ada Sistostomi
I. Pola Tidur-Istirahat
Rumah RumahSakit
Tidur siang:Lamanya 1 jam tidak pernah
- Jam …s/d… 13.00-14.00 WIB tidak pernah
- Kenyamanan stlh. tidur Biasa tidak pernah
Tidur malam: Lamanya 9 jam tidur dapat tidur
- Jam …s/d… 21.00 – 06.00 WIB tidak dapat tidur
- Kenyamanan stlh. tidur Nyaman Bingung, gelisah
- Kebiasaan sblm. tidur Tidak ada Tidak ada
- Kesulitan tidak ada susah tidur
- Upaya mengatasi tidak ada memejamkan mata
L. Konsep Diri
1. Gambaran diri: Pasien pasrah terhadap penyakitnya
2. Identitas diri : Klien seorang kuli bangunan
3. Ideal diri: Klien selalu bersyukur
4. Peran: Klien berperan sebagai ayah dan suami, berperan mencari nafkah untuk
keluarga
5. Harga diri: Tidak mengalami penurunan harga diri
Paru
- Inspeksi: tida ada luka, ada benjolan atau massa, menggunakan otot bantu
pernafasan diafragma
- Palpasi: ada nyeri tekan, fremitus raba meningkat
- Perkusi: Terdengar hipersonor
- Auskultasi: rhonki + + , wheezing - -
+ + - -
+ - - -
6. Abdomen
Inspeksi: Tidak ada luka, tidak ada memar, tidak ada strriae , bentuk scaphoid,
Palpasi: ada nyeri tekan pada perut bagian kanan dan ulu hati, tidak ada massa/
benjolan tambahan, tidak ada perbesaran hati , tidak ada perbesaran limfa
Perkusi: Suara timpani (normal)
Auskultasi: Bising usus 3x/ menit
7. Genetalia & Anus
Inspeksi: terpasang kateter, tidak ada luka, tidak ada massa/ benjolan
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa tambahan
8. Ekstermitas
Atas: Terpasang infus pada tangan sebelah kiri, Tidak ada luka, tidak ada massa/
benjolan, tidak ada tanda- tanda inflamasi
Bawah: Tidak ada luka, tidak ada massa/ benjolan, tidak ada tanda- tanda inflamasi
4 4
4 4
Hari I
Intepretasi EKG hari 1:
1. Menentukan irama jantung
Pola interval RR ireguler
Kesimpulan: Atrial Fibrilasi Rapid Ventricular Respon (AF RVR)
2. Menentukan heart rate
HR: 16 x 10 = 160 x/m
Kesimpulan: Takikardia
3. Menentukan Interval PR
PR interval : sulit terkaji dikarenakan gelombang P tidak jelas ataupun tidak ada
Kesimpulan: sulit terkaji dikarenakan terdapat AF RVR
4. Menentukan panjang gelombang QRS
Panjang gelombang QRS: 2 kotak kecil (0,08 s) Normal
Terdapat q patologis pada lead I, AVL (infark high lateral)
Kesimpulan: infark high lateral
5. GELOMBANG ST
ST Elevasi : tidak ditemukan ST Elevasi
Terdapat ST depresi pada semua lead
6. Menentukan axis jantung
Lead I (-), Lead AVF (+) Sehingga dapat disimpulkan RAD
Kesimpulan Axis: RAD
23/9/2019
24/9/2019
25/9/2019
Leukosit (WBC) 24,18 x 103 /µL 4,7 - 11,3 Tinggi, infeksi dan
inflamasi
semua organ yg
memiliki enzim ini
mengeluarkannya.
Bukan hanya hati,
karena albumin
dalam batas
normal
BGA
T. Terapi
-Besrest (+)
- IVFD NS 0,9% 500cc/24 jam
- Inj. Furosemide 3x 20 mg : diuretik
- Inj. Lansoprazole 1x 30 mg : mengatasi produksi asam lambung yang meningkat
- Inj. Metoclopramide 3x 10 mg : anti emetik
-Drip Amiodaron 1mg/menit selama 6 jam, lanjut 0,5 mg/ menit selama 24 jam ;
mengembalikan irama jantung normal, atau mempertahankan detak jantung stabil
-Obat: Warfarin 0-0-2 : untuk mencegah serangan jantung dan mencegah pembekuan
darah di pembuluh darah
-Avorvastatin (tunda)
-Captopril (tunda)
-Bisoprolol (tunda)
- Diazepam 0-0-2 : efek penenang
-Laxodyn syrup 2x1 : mengatasi konstipasi atau masalah bising usus
-Nasal canule 4 lpm
-Nebulizer Ventolin 1 x sehari
W.Perencanaan Pulang
Tujuan pulang: Rumah didaerah sukun dengan tetap melakukan kontrol rutin, dengan
transportasi pulang yaitu mobil pribadi
Dukungan keluarga: Pasien didampingi anak dan istri; Rawat jalan ke: Puskesmas /
RSI Aisyah; Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: BPJS
Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang: Memberitahukan keluarga bahwa
pasien harus banyak beristirahat, apabila mengalami nyeri dada hebat dan sesak
napas segera bawa ke faskes terdekat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: Pola makan harus dijaga yaitu diet halus
(bubur), hindari rokok dan kopi agar mengontrol hipertensi, menjaga asupan nutrisi
sesuai dengan tumpeng gizi yang mengandung karbohidrat, protein, mineral dan
vitamin, makan sedikit tapi sering, jangan banyak pikiran atau stress.
ANALISA DATA
Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
DS : Aritmia, hipertensi Risiko Syok
Klien mengeluh badan terasa ↓ (Kardiogenik)
lemas, mual muntah ±5 kali Beban berlebih
Klien juga mngeluh nyeri dada ↓
terasa panas menembus sampai ke Beban sistolik > kemampuan
punggung ventrikel (sistolik overload)
Klien memiliki riwayat sinkop ↓
Kontraktilitas menurun
DO: ↓
- Wajah dan kulit sedikit pucat Hambatan pengosongan ventrikel
↓
- TTV
Gagal jantung
TD: 68/50 mmHg ↓
Tekanan darah 68/50, oliguria
N : 120 x/mnt
↓
- CRT 3 detik MAP 56 mmHg, EF 26,47%
↓
- MAP : 56 mmHg (rendah)
Konjungtiva anemis, pucat
- EF 26,47% (<50%) ↓
Risiko syok kardiogenik
- Urine output 0cc/jam
- BAK : frekuensi anuri, hanya
keluar saat dibantu sistostomi,
warna : merah
- Warna kulit jaundice
- Konjungtiva anemis, dan sklera
ikterik
- Diagnosa medis : ADHF, HFrEF,
AF RVR, Anemia N-N, suspec
sepsis MODS
DS : Aritmia, hipertensi Penurunan
Klien mengeluh badan terasa ↓ curah jantung
lemas, mual muntah ±5 kali Beban berlebih
Klien juga mngeluh nyeri dada ↓
terasa panas menembus sampai ke Beban sistolik > kemampuan
punggung ventrikel (sistolik overload)
↓
DO: Kontraktilitas menurun
- Wajah dan kulit sedikit pucat ↓
Hambatan pengosongan ventrikel
- TTV :
↓
TD : 68/50 mmHg Gagal jantung
↓
Nadi : 120 x/menit
RR: 24x/menit Tekanan darah 68/50
↓
- MAP : 56 mmHg (rendah)
MAP 56 mmHg, EF 26,47%
- EF 26,47% (<50%) ↓
Konjungtiva anemis, pucat
- Warna kulit jaundice
↓
- Konjungtiva anemis, dan sklera Penurunan Curah Jantung
ikterik
- Terdapat bunyi gallop
- Balance cairan = input - output
= 440 – 225 = +215 cc/6 jam
- Hasil EKG: Atrial fibrilasi with
Rapid Ventricular Respon
- Diagnosa medis : ADHF, HFrEF,
AF RVR
DS : Aritmia, hipertensi
- Klien mengeluhkan sesak sejak ↓ Hambatan
1 minggu yang lalu dan Beban berlebih Pertukaran
bertambah parah 2 hari lalu dan ↓ Gas
Beban sistolik > kemampuan
berat saat menarik nafas
ventrikel (sistolik overload)
- Klien mengalami batuk sesekali ↓
Kontraktilitas menurun
DO: ↓
- Wajah tampak pucat Hambatan pengosongan ventrikel
- RR: 24x/menit. ↓
- Batuk Gagal jantung
- Rhonki ↓
Suplai darah ke jaringan menurun
- Nafsu makan menurun
↓
- Terlihat kesulitan bernafas Asidosis metabolik
- Dx: Suspec Pneumonia ↓
- BGA Kesulitan bernapas
pH : 7,15 ↓
Pco2 : 20, 3 Sesak napas
HCO3 : 7,1 ↓
Hambatan Pertukaran Gas
Asidosis Metabolik
- Sa O2:100%
Fibrilasi atrium (AF) terjadi pada 10-30% pasien dengan gagal jantung simptomatik, dan
insidensinya meningkat menjadi sekitar 50% pada pasien dengan klasifikasi New York Heart
Association (NYHA) derajat 4 dimana terjadi kegagalan dekompensasi berat. Penyebab
kematian meningkat sekitar 35% pada pasien gagal jantung dengan AF.
AF memperburuk hemodinamik dan fungsi jantung dengan menyebabkan laju ventrikel
yang cepat, interval RR yang tidak teratur, dan hilangnya sinkronik fisiologis atrioventrikular.
Ketika hemodinamik semakin buruk, fungsi jantung menurun lebih jauh dan meningkatkan
persistensi AF. Ketika AF terjadi pada fase akut gagal jantung (AHF), detak jantung meningkat
dengan cepat dan tekanan darah menurun, yang mengakibatkan syok kardiogenik pada
beberapa pasien. Situasi ini memerlukan tindakan darurat, tetapi kardioversi listrik yang
dilakukan dalam keadaan seperti itu seringkali tidak efektif, dan bahkan jika AF dihentikan,
terjadi dalam banyak kasus langsung kambuh aritmia.
Dalam hal terapi obat fase akut untuk AF komplikasi AHF, tidak ada obat dengan
kemanjuran dan keamanan yang telah terbukti telah disetujui di Jepang, dan digoxin telah
digunakan secara empiris dalam kasus-kasus seperti itu. Untuk kontrol laju selama AF dengan
AHF, beta-blocker dan administrasi tambahan digoxin direkomendasikan sebagai terapi
farmakologis Kelas I di Masyarakat Sirkulasi Jepang (JCS 2010) dan Pedoman Masyarakat
Kardiologi (ESC) Eropa.
Namun, pada pasien hemodinamik yang tidak stabil dengan AHF dan fungsi venicricular
kiri rendah, penggunaan dosis beta-blocker yang memadai seringkali sulit karena efek inotropik
negatif dari kelas obat ini. Meskipun amiodaron direkomendasikan sebagai pengganti beta-
blocker dalam Pedoman JCS 2010, metode administrasi tidak ditentukan. Pada tahun 2010,
amiodaron oral disetujui untuk AF disertai dengan disfungsi ventrikel kiri di Jepang. Omega-oral
oral tampaknya efektif pada pasien AF dengan AHF; Namun, efeknya tidak langsung dan
asupan oral bermasalah pada beberapa pasien yang sangat tidak stabil. Dengan demikian,
pemberian intravena diinginkan, seperti yang direkomendasikan oleh Pedoman di negara-
negara Barat.
Di Jepang, amiodaron intravena disetujui untuk pengobatan ventricular tachycardia (VT)
dan fibrilasi ventrikel (VF), tetapi tidak untuk AF bahkan pada pasien dengan AHF. Penggunaan
amiodaron intravena dilaporkan aman bahkan terhadap penyakit jantung organik yang parah.
Namun, hanya beberapa penelitian prospektif yang menyelidiki efeknya pada ritme dan kontrol
laju dan keamanannya untuk pengobatan fase akut AF yang menyulitkan gagal jantung berat.
Dalam penelitian ini, peneliti menyelidiki secara prospektif keamanan dan kemanjuran
amiodaron intravena, termasuk resolusi AF, pemeliharaan irama sinus, dan kontrol laju selama
AF, sebagai perawatan fase akut AF pada pasien dengan AHF.
Metode: Penelitian ini melibatkan 20 pasien berturut-turut (15 laki-laki; usia rata-rata,
67±8 tahun) dirawat karena AHF disertai AF dengan respons ventrikel cepat (rata-rata, 137±15
x / menit). Sebelas pasien memiliki AF onset baru-baru ini / transient / paroxysmal, dan 9
lainnya memiliki AF persisten persisten / lama. Injeksi Amiodarone diberikan selama 24 jam di
bawah pemantauan EKG terus menerus sesuai dengan protokol yang digunakan untuk
takiaritmia ventrikel di Jepang.
Hasil: Pada 10 dari 11 pasien dengan AF onset baru-baru ini / transient / paroxysmal,
AF dikonversi menjadi irama sinus pada rata-rata 5,8 jam setelah inisiasi amiodaron intravena.
Pada pasien ini, denyut jantung selama AF berkurang dari 132±15 menjadi 101±20 x / menit (P
<0,01). Lima pasien mengalami kekambuhan AF selama pemberian amiodarone, dengan
denyut jantung 95±18 x / menit selama AF, yang sekali lagi dikonversi menjadi irama sinus
dalam perjalanan pemberian amiodarone. AF tidak dikonversi menjadi irama sinus pada pasien
AF onset / transient / paroxysmal yang tersisa baru-baru ini dan 9 pasien dengan AF persisten
persisten / lama, tetapi penurunan yang signifikan dalam denyut jantung tercatat dari 6 jam
setelah inisiasi amiodaron dan dipertahankan. selama periode administrasi (141±15 x / menit
pada awal dan 101±20 pada 24 jam setelah administrasi, P <0,01). Tidak ada efek samping
yang parah yang dicatat selama pemberian intravena amiodarone.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian Amiodaron intravena berguna dalam
pengobatan AF dengan respon ventrikel yang cepat pada pasien dengan AHF sambil
menunjukkan efek ritme dan kontrol tingkat. Protokol dosis yang digunakan untuk terapi VT / VF
tampaknya dapat ditoleransi pada pasien dengan AF dan AHF.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola
napas adekuat
No Indikator 1 2 3 4 5
1 pH <7 7,05- 7,15- 7,25- 7,35-
7,14 7,24 7,34 7,45
2. paO2 >160 141-160 121-140 101-120 80-100
No Indikator 1 2 3 4 5
1 RR 27-30 25-26 23-24 21-22 16-20
x/menit x/menit x/menit x/menit x/menit
2. Ritme Pernafasan Hipervent Hipervent Hipervent Tidak ada Irama
ilasi ilasi ilasi hiperventi Reguler
sedikit berkuran lasi
berkuran g
g
3 Auskultasi suara
Ronkhi Ronkhi Ronkhi Ronkhi Vesikuler
nafas (+), pada (+), pada (+), pada berkuran
semua lapang lapang g
lapang paru paru kiri
paru kanan
4 Penggunaan otot Sangat berat cukup ringan Tidak ada
bantu pernapasan berat
diafragma