Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP

STEMI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners


Departemen Medikal RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :
Vitara Daru Rahmi
190070300111026
Kelompok 2A

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI)
a. Definisi
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas
angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST
(Sudoyo, 2010). Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokardium yang
disebabkan tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh rupture plak ateroma pada
arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi,
reaksi inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini
dapat pula disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. Iskemia
yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler
yang permanen dan kematian otot atau nekrosis. Area miokardium yang mengalami
infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang
mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Ukuran infark akhir bergantung pada keadaan daerah iskemik tersebut. Bila tepi
daerah yang mengelilingi area iskemik ini mengalami nekrosis maka area infark
akan bertambah luas, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil area
nekrosis. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri (Muttaqin, 2009).

b. Klasifikasi
Infark miokard dapat di bedakan menjadi :
1. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif
menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan
arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan
dan hipoksia (Rendy & Margareth, 2012).
2. Infark Miokard Transmural
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan (Rendy & Margareth, 2012).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan marka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. (Sudoyo, 2010). Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung. (Perki, 2015)

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST


segment elevation myocardial infarction)
Pengertian dari NSTEMI adalah pasien yang mengalami gejala nyeri dada khas di
atas 20 menit, menunjukkan pemeriksaan biokimia kardiak marker yang positif atau
perubahan segmen ST pada pemeriksaan EKG tanpa elevasi segmen ST yang
persisten (Alexander et al, 2007).

3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)


Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama
angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pectoris prinzmetal (varian),
dan angina pektoris tak stabil. Pada pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada
angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007)

c. Etiologi
Etiologi menurut Tierney (2002):
1. Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris
tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh
yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang,
dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang
dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap). Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak
mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal
atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada
dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan
makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya
ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan
aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan
terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

2. Trombosis dan agregasi trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di
sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa
(foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan
dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan
berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.

3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan
spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga
menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang
tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

4. Erosi pada plak tanpa ruptur


Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi
dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya
perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia.
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Corwin (2009):
1. Nyeri dengan awitan yang mendadak, sering digambarkan memiliki sifat
meremukkan dan parah. Nyeri dapat menyebar ke bagian atas tubuh mana
saja, tetapi sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher, atau rahang.
2. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan nyeri hebat
3. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot
rangka
4. Kulit yang dingin, pucat akibat vasokonstriksi simpatis
5. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta
peningkatan aldosteron dan ADH
6. Takikardi akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung
7. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan
mendekati kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan
hormone stress dan ADH

e. Patofisiologi
Terlampir

f. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan fisik
Menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah)
dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya
STEMI (Farissa, 2012)
 EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
 Creatine Kinase (CK atau CPK)
Dikeluarkan dari otot yang rusak, CK adalah enzim yang ditemukan di jantung,
otot rangka dan otak. Ini terdiri dari 3 isoenzim;. Mm ( ditemukan di otot rangka ),
MB (ditemukan pada otot jantung ) dan BB ( ditemukan dalam jaringan otak ).
Kerusakan pada salah satu jaringan menyebabkan pelepasan CK ke dalam aliran
darah sehingga jumlahnya dalam darah lebih tinggi dari normal.
 CKMB
Setelah cedera jantung, CK dan MB isoenzyme dilepaskan ke dalam aliran
darah pada tingkat yang dapat diprediksi. Dalam waktu 4 sampai 8 jam ( setelah
cedera ) tingkat CKMB naik di atas normal dan dalam waktu 12 sampai 24 jam
tingkat ini meningkat sekitar 5 sampai 15 kali normal. Dalam waktu 2 sampai 3 hari
CKMB kembali normal. Karena isoenzyme MB adalah eksklusif untuk jaringan otot
jantung, hal ini dianggap sebagai tes yang sangat definitif untuk mendiagnosa infark
miokard akut.
 Troponin
Troponin adalah protein yang membantu mengatur kontraksi otot jantung dan
karena itu dapat diisolasi dalam darah, itu dianggap sebagai indikator yang sensitif
dari infark miokard akut. Troponin terdiri dari 3 protein yang terpisah yaitu Troponin
I, Troponin T dan Troponin C.
Fungsi dari masing-masing protein spesifik adalah sebagai berikut:
 Troponin C
Mengikat ion kalsium dan tidak digunakan untuk menentukan jaringan sel /
kematian.
Nilai Normal Enzim Jantung
Enzyme/Protein Normal Value
Creatine Kinase 50 – 80 U/L
Total Creatinine Phosphokinase 30 - 200 U/L
(CPK)
CPK MB (Fraction) 0 - 8.8 ng/ml
CPK MB (Fraction with percent of 0-4%
total CPK).
CPK MB2 (Fraction) Less than 1 U/L
Troponin 1 0 – 0.4 ng/ml
Troponin T 0 – 0.1 ng/ml

 Troponin I dan T
Biasanya / normalnya tidak ditemukan dalam aliran darah sehingga setiap terdeteksi
protein ini dalam darah menunjukkan infark atau kematian otot jantung / jaringan.
 Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
 Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
 Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
 Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
 Analisa Gas Darah
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI
 Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
 Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
 Pemeriksaan pencitraan nuklir
o Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
o Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
 Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
 Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi
ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
 Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
 Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
 Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.(Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, 2010)

g. Penatalaksanaan Klinis
a) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan
untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi
segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga)
baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila
terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung,
bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan
perubahan EKG tampak tersendat.
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada
tidaknya rumah sakit sekitar fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi
fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit
atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah
ibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat
dengan fasilitas IKP.
1) Intervensi koroner perkutan primer
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan
dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit
dari waktu kontak medis pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien gagal
jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa
pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien dating dengan awitan gejala
yang telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasty balon untuk
IKP primer.
Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah
tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa
gejala iskemia, baik yang telah maupun belum diberikan fibrinolisis. Bila pasien tidak
memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual antiplatelet therapy-
DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting stents
(DES) lebih disarankan daripada Bare Metal Stents (BMS).
2) Terapi fibrinolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat-
tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang
disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak
awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis
pertama.
Dosis Awal Koterapi Kontraindikasi
antitrombin spesifik
Streptokinas 1,5 juta U dalam 100 Heparin IV Sebelum Sk atau
e (Sk) mL Dextrose 5% atau selama 24-48 anistreplase
larutan salin 0,9% jam
dalam waktu 30-60
menit
Alteplase Bolus 15 mg intravena Heparin IV
(tPA) 0,75 mg/kg selama 30 selama 24-48
menit, kemudian 0,5 jam
mg/kg selama 60 menit
Dosis total tidak lebih
dari 100 mg

 Kontraindikasi terapi fibrinolitik


Kontraindikasi Absolut Kontraindikasi Relatif
Stroke hemoragik atau stroke yang Transient Ischaemic Attack (TIA)
penyebabnya belum diketahui, dalam 6 bulan terakhir
dengan awitan kapanpun
Stroke iskemik 6 bulan terakhir Pemakaian antikoagulan oral
Kerusakan sistem saraf sentral dan Kehamilan atau dalam 1 minggu
neoplasma post-partum
Trauma operasi/trauma kepala Tempat tusukan yang tidak dapat
yang berat dalam 3 minggu terakhir dikompresi
Perdarahan saluran cerna dalam 1 Resusitasi traumatik
bulan terakhir
Penyakit perdarahan Hipertensi refrakter (tekanan
darah sistolik >180 mmHg)
Diseksi aorta Penyakit hati lanjut
Infeksi endokarditis
Ulkus peptikum yang aktif

b) Koterapi antikoagulan
1) Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan
terapi antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat
inap, hingga maksimum 8 hari (dianjurkan regimen non UFH bila lama
terapi lebih dari 48 jam karena risiko heparin-induced thrombocytopenia
dengan terapi UFH berkepanjangan.
2) Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan
terapi antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga
maksimum 8 hari pemberian.
3) Strategi lain yang digunakan adalah meliputi LMWH atau fondaparinuks
dengan regimen dosis sama dengan pasien yang mendapat terapi
fibrinolisis.
4) Pasien yang menjalani IKP primer setelah mendapatkan antikoagulan
berikut ini merupakan rekomendasi dosis :
- Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan sesuai
kebutuhan untuk mendukung prosedur, dengan pertimbangan GP
IIb/IIIa telah diberikan.
- Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir diberikan
dalam 8 jam, tak perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir
antara 8-12 jam, maka ditambahkan enoxapain intravena 0,3 mg/kg.
- Bila telah diberikan fondaparinuks, diberikan antikoagulan tambahan
dengan aktivitas anti IIa dengan pertimbangan telah diberikan GP
IIb/IIa.
5) Karena adanya risiko thrombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan
digunakan sebagai antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya
ditambahkan antikoagulan lain dengan aktivitas anti IIa.
c) Terapi jangka panjang
Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI
adalah :
1) Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama
merokok, dengan ketat.
2) Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan
tanpa henti.
3) DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga
12 bulan setelah STEMI.
4) Pengobatan oral dengan penyekat beta diindikasikan untuk pasien-pasien
dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri.
5) Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera
mungkin sejak datang.
6) Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien
masuk tumah sakit bil tidak ada kontra indikasi atau riwayat intoleransi,
tanpa memandang nilai kolesterol inisial.
7) ACE-I diindikasikan seak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan
gagal ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior.
Sebagai alternatif dari ACE-I, ARB dapat digunakan.
8) Antagonis aldosteron diindikasikan bila fraksi ejeksi ≤40% atau terdapat
gagal ginjal atau diabetes, bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015)

Sedangkan menurut Muttaqin (2009), penatalaksanaan medis pada fase serangan


akut IMA adalah sebagai berikut :
1) Penanganan nyeri
Penanganan nyeri dapat berupa terapi farmakologi yaitu morphin sulfat,
nitrat, penghambat beta (beta blocker)
2) Membatasi ukuran infark miokardium
Pemberian :
- Antikoagulan  Mencegah pembentukan bekuan darah yang dapat
menyumbat sirkulasi.
- Trombolitik  Penghancur bekuan darah, menyerang dan melarutkan
bekuan darah.
- Antilipemik/hipolipemik/antihiperlipemik  Menurunkan konsentrasi lipid
dalam darah.
- Vasodilator perifer  Meningkatkan dilatasi pembuluh darah yang
menyempit karena vasospasme.
Secara farmakologis, obat-obatan yang dapat membantu membatasi ukuran
infark miokardium adalah antiplatelet, antikoagulan, dan trombolitik.
3) Pemberian oksigen
Terapi oksigen segera dimulai saat awitan (onset) nyeri terjadi. Oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah. Efektivitas terapeutik
oksigen ditentukan dengan observasi kecepatan dan irama pertukaran gas.
Terapi oksigen dilanjutkan hingga klien mampu bernapas dengan mudah.
Saturasi oksigen dalam darah secara bersamaan diukur dengan pulse-
oxymetry
4) Pembatasan aktivitas fisik
Istirahat merupakan cara paling efektif untuk membatasi aktivitas fisik.
Pengurangan atau penghentian seluruh aktivitas pada umumnya akan
mempercepat penghentian nyeri. Klien boleh diam tidak bergerak atau
dipersilahkan untuk duduk atau sedikit melakukan aktivitas.

Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty


Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) atau Angioplasti
Koroner Transluminal Perkutaneus adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah
arteri koroner dengan menghancurkan plak atau ateroma yang telah tertimbun dan
mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung yang berbentuk balon
dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan diletakkan di antara
daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan dikempiskan dengan
cepat untuk menghancurkan plak. PTCA dilakukan pada klien yang mempunyai lesi
yang menyumbat minimal 70% lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak
daerah jantung yang beresiko mengalami iskemia.

Revaskularisasi Arteri Koroner


Penyakit arteri koroner telah ditangani dengan berbagai cara revaskularisasi
jantng sejak 30 tahun yang lalu. Teknik terbaru yaitu tandur pintas arteri koroner
(Coronary Artery Bypass Graft—CABG) telah dilakukan selama kurang lebih 25
tahun. Pertimbangan dilakukannnya pintasan CABG adalah arteri koroner telah
mengalami sumbatan minimal 70% (60% pada arteri koroner utama kiri). Jika
sumbatan pada arteri kurang dari 70% maka aliran darah melalui arteri tersebut
masih adekuat sehingga dapat mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan.
Akibatnya akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga koreksi melalui pembedahan
menjadi sia-sia (Muttaqin, 2009)
DERAJAT PENYEMPITAN
1. Derajat penyempitan pembuluh darah coroner dapat dilihat secara visual
oleh operator yang berpengalaman atau dapat digunakan angiografi
kuantitatif untuk mendapatkan penilaian computer mengenai derajat
keparahan (Gray dkk, 2005). Penyempitan koroner dinterpretasikan
bermakna jika persentasi stenosis ≥ 50 % pada LMCA atau ≥ 75% pada
arteri coroner lainnya. Sintha et al pada tahun 1997 dalam Gani Manurung
tahun 2008 dikatakan bahwa derajat penyempitan dibagi menjadi :
a. Grade 0 : penyempitan < 25%
b. Grade 1 : penyempitan 25-49 %
c. Grade 2 : penyempitan 50-74%
d. Grade 3 : penyempitan 75-94 %
e. Grade 4 : penyempitan ≥ 95%
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama,umur,jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan,suku/bangsa, alamat, nomor register, tanggal MRS, dan diagnose
medis
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang dirasakan adalah sesak nafas dan nyeri dada
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Alasan MRS
Menjelaskan keadaan klien sehingga klien berobat ke RS seperti:sesak
nafas, nyeri dada tidak hiloang walaupun sudah istirahat
b. Keluhan saat didata
Berupa keluhan klien saat itu j7ga bias berupa visus menurun sehingga
aktivitas menjadi terbatas
4. Riwayat kesehatan terdahulu
a) Mempunyai riwayat penyakit jantung
b) Mempunyai riwayat vaskuler
c) Mempunyai riwayat penyakit DM
5. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat penyakit keluarga dengan gangguan kardiovaskuler
HT,penyakit metabolism dan DM
6. ADL
a) Nutrisi meliputi porsi yang dihabiskan sesuai dengan sususnan menu,
keluhan mual dan muntah sebelum dan sesudah MRS
b) Istirahat dan tidur : meliputi kebiasaan tidur siang dan malam, berapa
jam sehari, keluhan saat tidur dan perubahan saat klien sakit baik
sebelum dan sesudah MRS
c) Aktifitas :aktifitas baik sebelum dan sesudah MRS apakah ada
kesenjangan dan masalah
d) Personal hygiene: meliputi mandi, kebersihan badan, gigi, mulut,rambut ,
kuku dan pakaian

7. Data psikologis: meliputi konsep diri dan persepsi klien tentang penyakitnya
8. Pola social me;iputi hubungan klien dengan keluarga klien dan orang
disekitar klien
9. Data spiritual meliputi persepsi klien terhadap penyakitnya beberdasarkan
keyakinannya dan kebiasaan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya
10. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran klien, VS,TB, dan BB
dan pemeriksaan head totoe

1.      Pengkajian Primer


a.       Airways
  Sumbatan atau penumpukan secret
  Wheezing atau krekles
b.      Breathing
  Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
  RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
  Ronchi, krekles
  Ekspansi dada tidak penuh
  Penggunaan otot bantu nafas
c.       Circulation
  Nadi lemah , tidak teratur
  Takikardi
  TD meningkat / menurun
  Edema
  Gelisah
  Akral dingin
  Kulit pucat, sianosis
  Output urine menurun
2.  Pengkajian Sekunder
a.   Pemeriksaan fisik
1.   Aktifitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah
raga tidak teratur
Tanda :
  Takikardi
  Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2.  Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.
Tanda :
  Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri
  Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
  Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan konraktilits atau komplain ventrikel
  Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
  Friksi ; dicurigai Perikarditis
  Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
  Edema
  Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel
  Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3.  Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan ,
kerja , keluarga
4.  Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5.  Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
6.  Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7.   Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
8.   Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
  Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral)
  Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
  Kualitas: “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
  Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
  Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes
mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:

Tanda :
  peningkatan frekuensi pernafasan
  nafas sesak / kuat
  pucat, sianosis
  bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :

  dispnea tanpa atau dengan kerja


  dispnea nocturnal
  batuk dengan atau tanpa produksi sputum
  riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
10.  Interaksi social

Tanda :
  Kesulitan istirahat dengan tenang
  Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
  Menarik diri
Gejala :
  Stress
  Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS

B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI


1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status
sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi
penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.

C. INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.


Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan nyeri,melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Kolaboratif  
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:  
1. Agen non steroid, mis: 1. Dapat menghilangkan nyeri,
indometasin(indocin);, menurunkan respon inflamasi.
ASA(aspirin) 2. Untuk menurunkan demam dan
2. Antipiretik mis: ASA/asetaminofen meningkatkan kenyamanan.
(tylenol) 3. Diberikan untuk gejala yang lebih
3. Steroid berat.
4. Oksigen 3-4 liter/menit 4. Memaksimalkan ketersediaan
oksigen untuk menurunkan
beban kerja jantung dan
menurunkan ketidaknyamanan
karena iskemia.
Mandiri                       
1. Selidiki keluhan nyeri dada, 1. Mengetahui lokasi dan derajat
memperhatikan awitan, faktor nyeri. Pada iskemia miokardium
pemberat atau penurun nyeri dapat memburuk dengan
inspirasi dalam, gerakan atau
berbaring dan hilang dengan
duduk tegak atau membungkuk.
2. Memberikan lingkungan yang
tenang dan tidakan
kenyamanan. Mislanya merubah
posisi, menggunakan kompres
hangat, dan menggosok
punggung. Tindakan ini dapat
meningkatkan kenyamanan fisik
dan emosional pasien.
 
2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.
Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia. Mengidentifikassi
perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri  
1. Pantau irama dan frekuensi 1. Takikardia dan disritmia dapat
jantung terjadi saat jantung berupaya
2. Auskultasi bunyi jantung. untuk meningkatkan curahnya
Perhatikan jarak / tonus jantung, berespon terhadap demam.
murmur, gallop S3 dan S4. Hipoksia, dan asidosis karena
3. Dorong tirah baring dalam posisi iskemia.
semi fowler 2. Memberikan deteksi dini dari
4. Berikan tindakan kenyamanan terjadinya komplikasi misalnya
misalnya perubahan posisi dan GJK, tamponade jantung.
gosokan punggung, dan aktivitas 3. Menurunkan beban kerja jantung,
hiburan dalam toleransi jantung memaksimalkan curah jantung
5. Dorong penggunaan teknik 4. Meningkatkan relaksasi dan
menejemen stress misalnya mengarahkan kembali perhatian
latihan pernapasan dan 5. Perilaku ini dapat mengontrol
bimbingan imajinasi ansietas, meningkatkan relaksasi
6. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, dan menurunkan kerja jantung
palpitasi, nyeri dada kontinyu. 6. Manifestasi klinis dari GJK yang
Perhatikan adanya bunyi napas dapat menyertai endokarditis
adventisius, demam atau miokarditis
Kolaboratif  
1. Berikan oksigen komplemen 1. Meningkatkan keseterdian
oksigen untuk fungsi miokard dan
menurunkan efek metabolism
2. Berikan obat – obatan sesuai anaerob,yang terjadi sebagai
dengan indikasi misalnya digitalis, akibat dari hipoksia dan asidosis.
diuretik 2. Dapat diberikan untuk
3. Antibiotic/ anti microbial IV meningkatkan kontraktilitas
4. Bantu dalam periokardiosintesis miokard dan menurunkan beban
darurat kerja jantung pada adanya GJK
5. Siapkan pasien untuk ( miocarditis)
pembedahan bila diindikasikan 3. Diberikan untuk mengatasi
pathogen yang teridentifikasi,
mencegah kerusakan jantung
lebih lanjut.
4. prosedur dapat dilakuan di
tempat tidur untuk menurunkan
tekanan cairan di sekitar jantung.
5. Penggantian katup mungkin
diperlukan untuk memperbaiki
curah jantung
 3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai
oksegen ke otot.
Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat
secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering,
nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Indicator yang menunjukkan
1. Evaluasi status mental. embolisasi sistemik pada otak.
Perhatikikan terjadinya
hemiparalisis, afasia, kejang, 2. Emboli arteri, mempengaruhi
muntah, peningkatan TD. jantung dan / atau organ vital lain,
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba- dapat terjadi sebagai akibat dari
tiba yang disertai dengan penyakit katup, dan/ atau disritmia
takipnea, nyeri pleuritik, kronis
sianosis, pucat 3. Dapat mencegah pembentukan
3. Tingkatkan tirah baring dengan atau migrasi emboli pada pasien
tepat endokarditis. Tirah baring lama,
4. Dorong latihan aktif/ bantu membawa resikonya sendiri
dengan rentang gerak sesuai tentang terjadinya fenomena
toleransi. tromboembolic.
4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan
aliran balik vena karenanya
menurunkan resiko pembentukan
thrombus.
Kolaborasi 1. Heparin dapat digunakan secara
Berikan antikoagulan, contoh heparin, profilaksis bila pasien memerlukan
warfarin (coumadin) tirah baring lama, mengalami
sepsis atau GJK, dan/atau
sebelum/sesudah bedah
penggantian katup.
2. Catatan : Heparin kontraindikasi
pada perikarditis dan tamponade
jantung. Coumadin adalah obat
pilihan untuk terapi setelah
penggantian katup jangka panjang,
atau adanya thrombus perifer.
 
4.Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi jaringan
Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain
dari hipoksia.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri:  
Evaluasi frekuensi pernafasan dan 1. Kecepatan dan upaya mungkin
kedalaman. Contoh adanya meningkat karena nyeri, takut, demam,
dispnea, penggunaan otot bantu penurunan volume sirkulasi, hipoksia
nafas, pelebaran nasal. atau diatensi gaster.
2. Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga
Lihat kulit dan membran mukosa menunjukkan kondisi hipoksia atau
untuk adanya sianosis. komplikasi paru
3. Merangsang fungsi
 Tinggikan kepala tempat tidur pernafasan/ekspansi paru. Efektif pada
letakkan pada posisi duduk tinggi pencegahan dan perbaikan kongesti
atau semifowler. paru.
 
Kolaborasi:  
Berikan tambahan oksigen dengan Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
kanul atau masker, sesuai indikasi untuk kebutuhan sirkulasi khususnya pada
adanya gangguan ventilasi
 
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot
miokard, penurunan curah jantung
Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang
pembatasan terapeutik yang diperlukan.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri  
1. Kaji respon pasien terhadap 1. Miokarditis menyebabkan
aktivitas. Perhatikan adanya dan inflamasi dan kemungkinan
perubahan dalam keluhan kerusakan sel-sel miokardial,
kelemahan, keletihan, dan dispnea sebagai akibat GJK. Penurunan
berkenaan dengan aktivitas pengisian dan curah jantung
2. Pantau frekuensi dan irama dapat menyebabkan
jantung, tekanan darah, dan pengumpulan cairan dalam
frekuensi pernapasan sebelum dan kantung perikardial bila ada
sesudah aktivitas dan selam di perikarditis. Akhirnya
perluka endikarditis dapat terjadi dengan
3. Mempertahankan tirah baring disfungsi katup, secara negatif
selama periode demam dan sesuai mempengaruhi curah jantung
indikasi. 2. Membantu derajad
4. Membantu klien dalam latihan dekompensasi jantung and
progresif bertahap sesegera pulmonal penurunan TD,
mungkin untuk turun dari tempat takikardia, disritmia, takipnea
tidur, mencatat respon tanda vital adalah indikasi intoleransi
dan toleransi pasien pada jantung terhadap aktivitas.
peningkatan aktivitas 3. Demam meningkatkan
5. Evaluasi respon emosional kebutuhan dan konsumsi
oksigen, karenanya
meningkatkan beban kerja
jantung, dan menurunkan
toleransi aktivitas
4. Pada saat terjadi inflamasi klien
mungkin dapat melakukan
aktivitas yang diinginkan, kecuali
kerusakan miokard permanen.
5. Ansietas akan terjadi karena
proses inflamasi dan nyeri yang
di timbulkan. Dikungan
diperlukan untuk mengatasi
frustasi terhadap hospitalisasi.
Kolaborasi Peningkatan ketersediaan oksigen
Berikan oksigen suplemen mengimbangi peningkatan konsumsi
oksigen yang terjadi dengan aktivitas.
6. Kurang pengetahuan kondisi penyakit
Kriteria hasil : menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi, kebutuhan
pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
Intervensi
Intervensi Rasional
Mandiri  
1. Jelaskan efek inflamasi pada 1. Untuk bertanggung jawab
jantung, ajarkan untuk terhadap kesehatan sendiri,
memperhatikan gejala pasien perlu memahami penyebab
sehubungan dengan khusus, pengobatan, dan efek
komplikasi/berulangnya dan jangka panjang yang diharapkan
gejala yang dilaporkan dengan dari kondisi inflamasi, sesuai
segera pada pemberi perawatan dengan tanda/gejala yang
misalny demam, nyeri, menunjukkan
peningkatan berat badan, kekambuhan/komplikasi
peningkatan toleransi terhadap 2. Untuk bertanggung jawab
aktifitas. terhadap kesehatan sendiri,
2. Anjurkan pasien/orang terdekat pasien perlu memahami penyebab
tentang dosis, tujuan dan efek khusus, pengobatan, dan efek
samping obat: kebutuhan jangka panjang yang diharapkan
diet/pertimbangan khusus: dari kondisi inflamasi, sesuai
aktivitas yang diizinkan/dibatasi dengan tanda/gejala yang
3. Kaji ulang perlunya antibiotic menunjukkan
jangka panjang/terapi kekambuhan/komplikasi
antimikrobia 3. Perawatan di rumah sakit
4. Tekankan pentingnya evaluasi lama/pemberian antibiotic
perawatan medis teratur. IV/antimicrobial perlu sampai
Anjurkan pasien membuat kultur darah negative/hasil darah
perjanjian. lain menunjukkan tak ada infeksi.
4. Pemahaman alasan  untuk
pengawasan medis dan rencana
untuk/penerimaan tanggung jawab

3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang
diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri hilang atau terkontrol
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Suplai oksigen adekuat.
4. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
5. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
Patofisiologi Nursing Phatway

faktor yang tidak dapat di Faktor yang dapat di


ubah : Usia, Jenis ubah : Merokok, alcohol,
kelamin,herediter Ras hipertensi, lipid

LDL teroksidasi

Meningkatnya Timbul bercak lemak
permeabilitas ↓
Terhadap lipid Plak halus
Defisit Perawatan Diri
↓ Deficit perawatandiri
Aktivasifaktor VII dan X ↑
↓ Motivasi personal hygiene
Protrombin thrombin ↓
Fibrinogen  fibrin Intoleransiaktivitas
Intoleransi Aktivitas

Rupture plak ↑
↓ Kelemahan
Thrombus ↑
↓ Hipoksia
Oklus iarteri koroner ↑
↑ Penurunan aliran darah
Aliran darah koroner
menurun

Supply O2 kejaringan Penurunan CO2 Kematian jaringan Gagal pompa ventrike
berkurang ↓ ↓ lkiri
↓ Hipotensi Nekrosis ↓
Kebutuhan O2 ↓ ↓ Penurunan cardiac Penurunan Cardiac
tidaktercukupi Syok Stimulasi saraf output Output
↓ ↓ ↓
Takipneu Penurunankesadaran Melepas mediator nyeri: Gagal pompa
↓ ↓ ↓ Reflux keparu-paru ventrikel kanan
Resiko injury ↓ ↓ Resiko Injury
Ketidakefektifan
Nyeriakut
Alveoli edema Tekanan diastole Pola Napas
Metabolism anaerob meningkat
↓ ↓ Gangguan
Asam laktat meningkat Bendungan atrium Pertukaran Gas
↓ kanan
Nyeri terus menerus ↓
Informasi tidak adekuat ↓ Terjadimalamhari Bendungan vena
↓ Ansietas ↓ sistemik Ansietas
Salah terapi, salah Gangguanpolatidur ↓ Gangguan Pola tidur
persepsi Hepar
↓ ↓
Kurangpengetahuan HepatomegaliKurang Pengetahuan

Gagal pompa ventrikel kiri Mendesakdiafragma

Sesaknafas

Ketidakefektifanpo
Ketidakefektifan Pola
lanafas Napas
Forward failure Backward failure
↓ ↓ Mendesak organ
Suplaidarahjaringa Suplai O2 otak ↓ Renal LVED naik GIT
n↓ ↓ flow ↓ ↓ ↓
↓ Sinkop ↓ Tek.venapulmonalis ↑ Mual muntah
Metabolism ↓ RAA ↑ ↓ ↓
anaerob Gangguanperfusij ↓ Tek.kapilerparu ↑ Gangguan
Ketidakseimbangan
↓ aringan Aldostero ↓ Perfusi
nutrisi kurang dari
Asidosis metabolic n↑ Edema paru Bebanventrikelkanan ↑ Jaringan
kebutuhan tubuh
↓ ↓ ↓ ↓ Serebral

Kelebihan
Volume Cairan
Penimbunanasaml ADH ↑ Ronchibasah Hipertroviventrikelkanan
aktatdan ATP ↓ ↓ ↓ ↓
↓ Retensi Iritasimukosaparu Penyempitan lumen
Fatigue Na + H2O ↓ ventrikelkanan
↓ ↓ Reflekbatuk ↓
Intoleransiaktivita Kelebiha ↓ Intoleransi
s n volume Penumpukan secret Ketidakefektifanbersih Ketidakefektifan
Aktivitas
c ↓ anjalanna Bersihan Jalan Napas
Menghambat pertukaran
O2 dan CO2
Bed rest ↓
↓ Edema Gangguanpertukaran Suplai O2 di sirkulasi Gangguan Pertukaran
Tidak dapat ↓ gas berkurang Gas
beribadah seperti Perubaha Fungsi Hepar
biasa n bentuk terganggu
↓ tubuh ↓
↓ Fungsi detoksikasi Distres
Ganggua berkurang Spiritual
Gangguan Citra
n Citra ↓ Tubuh
Tubuh Resiko Infeksi
Informasidandukungantid Kurang
Mobilisasiberkurang akadekuat Kurangpengetahuan Pengetahuan
↓ ↓
Sirkulasi O2 terganggu Nafsumakan ↓
↓ ↓
Dekubitus Intake kurang Imunitas tubuh ↓ Ansietas
↓ ↓ ↓
Disfungsi Kerusakanintergitaskuli Nutrisikurangdarikebut Leukositkurang ↓
Kerusakan Integritas Ketidakseimbangan
Seksual
↓ t
Kulit uhantubuh
nutrisi kurang dari ↓ Tidak mau
kebutuhan tubuh Resiko menerima keadaan Resiko Infeksi
Kesepian tubuh
↓ ↓ ↓
Albumin ↓ Tidak patuh dalam
Stress ↓ pengobatan
Berlebihan Kerusakanintegritasjari ↓ Kerusakan Integritas
ngan Jaringan
Ketidakefektifan
Invasi
Pemeliharaan
mikroorganism Kesehatan
e (mudah
masuk)

Infeksi

Hipertermi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi revisi 3. Jakarta : EGC.
Farissa, Inne P. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi
(STEMI) yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi (Studi di
RSUP Dr.Kariadi Semarang). Pogram Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Didponegoro, Semarang.
Firdaus, 2011. Pharmacoinvasive Strategy in Acute STEMI, Jurnal Kardiologi
Indonesia. 32 : 266-71.
Judith M Wilkinson & Nancy R Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi
9. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Ed. 3. Jakarta : Centra Communications.
Price, S.A. dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Ramrakha, Suwiryo. 2005. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.
Jakarta:Gramedia.
Rifqi, Sodiqur. Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI), Senjata
Baru untuk Melawan Serangan Jantung Akut. Medica Hospitalia. 1 (2) : 139-142.
Selwyn, Andina. 2005. Buku Ajar Kardiologi: Fakultas Kedokteran. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
Suhastutik. 2012. Pasien dengan Akut Miokard Infark (STEMI). Yogyakarta : JAY.
PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

A. Identitas Klien
Nama : Tn. B No. RM : 11406679
Usia : 59 tahun Tgl. Masuk : 16 September pukul 13.45
Jenis kelamin : Laki-laki Tgl. Pengkajian : 16 September pukul 22.05
Alamat : Jalan Karimun Jawa Sumber informasi : Pasien, Anak
No. telepon : 08180505xxx. Nama klg. dekat yg bisa dihubungi: Tn. Nur
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam Status : Anak
Suku : Jawa Alamat : Jalan Karimun Jawa
Pendidikan : SLTP No. telepon : 08551950511
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA
Lama berkerja : 30 tahun Pekerjaan : Pegawai Swasta
B. Status kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama saat pengkajian : nyeri dada di sebelah kiri, menjalar hingga ke punggung dan kedua kaki
P: stemi
Q: rasanya seperti tertusuk
R: dada sebelah kiri menjalar hingga punggung dan kedua
kaki S: skala nyeri 7
T: hilang timbul
2. Keluhan utama MRS : nyeri dada yang dirasakan tiba-tiba
3. Lama keluhan : keluhan dirasakan tiba-tiba setelah melakukan kerja bhakti di lingkungan
rumahnya
4. Kualitas keluhan : nyeri dirasakan seperti menusuk dan menyebar hingga ke punggung dan kedua
kaki. Skala nyeri 7.
5. Faktor pencetus : saat aktivitas kerja bhakti
6. Faktor pemberat : riwayat merokok selama 40 tahun
7. Upaya yg. telah dilakukan : pasien berobat ke rumah sakit dengan biaya BPJS
8. Diagnosa medis :
a. STEMI inferoposterior + RV infark kilip I onset 3 jam Tanggal 16 September 2018
b. TAVB dt ACS................................................................................... Tanggal 16 September 2018
c. HF .............................................................................................. Tanggal 16 September 2018
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pada tnggal 16 September 2018 pukul 13.45 wib pasien dibawa ke Rumah Sakit Islam
Aisiah karena merasakan nyeri yang begitu hebat di dada sebelah kirinya. Nyeri dirasakan setelah
pasien melakukan kerja bhakti di lingkungan rumahnya. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSSA
dengan diagnosa stemi. Klien kemudian direncanakan untuk dilakukan tindakan fibrinolitik untuk
menangani stemi yang dialami klien. Klien kemudian menuju ke ruang CVCU untuk dilakukan
tindakan selanjutnya. Saat dilakukan pengkajian, pasien telah dilakukan fibrinolitik pada siang
harinya pukul 15.00 wib. Pasien kini dalam keadaan lemah diatas bed dan menunggu tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan. Pasien mengatakan badannya lemah. Pasien mengatakan tidak
mengetahui kondisinya mengapa bisa seperti itu. Beliau tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya.
Saat dilakukan pengkajian, kondisi klien lemas dan mengeluh nyeri pada dada kirinya yang tembus
hingga punggung dan menjalar ke kaki. Pada pemeriksaan ekg ditemukan gambaran EKG TAVB, Q
patologis dan ST elevasi di I, II, dan AVF. Pasien diberikan IVFD NS 1000cc/24 jam, injeksi
lovenox 2x0,6 cc, bolus alteplase 15 mg, dan drip dopamin 5 mEg/kg/menit. Obat minum yang
diberikan yaitu ASA 1x1 80 mg, cpg 1x1 75 mg, atovastatin 1x1 40 mg, lakadin 1x1 1 sendok, dan
diazepan 1x1 20 mg. Pasien diobservasi terlebih dahulu di ruang CVCU setelah tindakan
fibrinolitik, kemudian direncanakan pindah ruang ke ruang 5A untuk tindakan selanjutnya.

D. Riwayat Kesehatan Terdahulu


1. Penyakit yg pernah dialami:
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : tidak pernah mengalami kecelakaan
b. Operasi (jenis & waktu) : tidak pernah melakukan operasi.
c. Penyakit:
 Kronis : tidak ada
 Akut : STEMI (16 September 2018)
d. Terakhir masuki RS : tidak pernah
2. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Tipe Reaksi Tindakan
(Tidak ada) (Tidak ada) (Tidak ada)
3. Imunisasi: tidak terkaji
( ) BCG ( ) Hepatitis ( ) DPT ( ) Polio ( ) Campak
4. Kebiasaan:
Jenis Frekuensi Jumlah Lamanya
Merokok sering 1 pack perhari 40 tahun.
Kopi kadang ½ gelas perhari 40 tahun
Alkohol tidak mengkonsumsi alkohol
5. Obat-obatan yg digunakan:
Jenis Lamanya Dosis

E. Riwayat Keluarga
Anak pasien mengatakan dikeluarganya tidak memiliki riwayat penyakit seperti diabetes atau
hipertensi. Klien juga tidak memiliki riwayat hipertensi maupun diabetes.
GENOGRAM
Keterangan:
= Laki-laki
59 th
= Perempuan X = Meninggal
= Pasien
= Tinggal serumah
= garis pernikahan
= garis keturunan

F. Riwayat Lingkungan

Jenis Rumah Pekerjaan


 Kebersihan bersih bersih
 Bahaya kecelakaan tidak ada bahaya tidak ada
 Polusi daerah rumah 10km dari pabrik cukup
 Ventilasi ventilasi baik baik
 Pencahayaan pencahayaan bagus terpapar sinar matahari

G. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
 Makan/minum 0 Dibantu oleh istrinya
 Mandi 0 Dibantu oleh istrinya
 Berpakaian/berdandan 0 Dibantu oleh istrinya
 Toileting 0 Menggunakan kateter urin
 Mobilitas di tempat tidur 0 Dibantu oleh istrinya
 Berpindah 0 Tidak terkaji
 Berjalan 0 Tidak terkaji
 Naik tangga 0 Tidak terkaji
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain, 4 = tidak mampu
H. Pola Nutrisi Metabolik

Rumah Rumah Sakit


 Jenis diit/makanan diet bebas cairan diet DJ 1
 Frekuensi/pola 3x sehari 3x200ml
 Porsi yg dihabiskan 1 porsi habis setengah porsi (3x100 ml)

 Komposisi menu nasi, sayur, lauk diet susu


 Pantangan tidak ada makanan asin, gorengan, kolesterol
 Napsu makan baik kurang
 Fluktuasi BB 6 bln. terakhir tidak ada tidak ada
 Jenis minuman air putih air putih
 Frekuensi/pola minum 4-5 kali perhari jarang
 Gelas yg dihabiskan ± 1200cc ± 350 cc
 Sukar menelan (padat/cair) tidak ada tidak ada
 Pemakaian gigi palsu (area) tidak ada tidak ada
 Riw. masalah penyembuhan luka tidak ada tidak ada

Balance cairan:
Intake cairan:
IVFD NS 0,9% 450 cc / 7 jam
Makan minum 200 cc + / 7 jam
Total Output 650 cc / 7 jam
Cairan Urine
product 1200cc + / 7 jam

Total 1200 cc / 7 jam


Balance cairan:

= input cairan- output cairan


= 650 cc – 1200 cc
= - 550 cc/ 7 jam

I. Pola Eliminasi

Rumah Rumah Sakit


 BAB:
- Frekuensi/pola 1x sehari belum BAB
- Konsistensi lembek belum BAB
- Warna & bau warna dan bau khas feses belum BAB)
- Kesulitan tidak ada pasien bedrest
- Upaya mengatasi tidak ada dipasang pampers
 BAK:
- Frekuensi/pola 3x sehari 1200/7jam (melalui kateter)
- Konsistensi cair cair
- Warna & bau kuning, warna dan bau khas urin khas urin
- Kesulitan tidak ada pasien bedrest
- Upaya mengatasi tidak ada dipasang kateter
J. Pola Tidur-Istirahat

Rumah Rumah Sakit


 Tidur siang:Lamanya tidak tidur siang kurang tidur
- Jam …s/d…
- Kenyamanan stlh. tidur sakit sehingga tidak nyaman sakit sehingga tidak nyaman
 Tidur malam: Lamanya 7 jam sekitar 6 jam
- Jam …s/d… 22.00 – 05.00 21.00-05.00
- Kenyamanan stlh. tidur kurang nyaman karena nyeri kurang nyaman karena nyeri
- Kebiasaan sblm. tidur tidak ada tidak ada
- Kesulitan tidak ada tidak ada
- Upaya mengatasi tidak ada tidak ada
K. Pola Kebersihan Diri

Rumah Rumah Sakit


 Mandi:Frekuensi 2-3 x sehari diseka 1x sehari
- Penggunaan sabun iya iya
 Keramas: Frekuensi 3x seminggu belum keramas
- Penggunaan shampoo iya
 Gososok gigi: Frekuensi 2x sehari belum gosok gigi
- Penggunaan odol iya
 Ganti baju:Frekuensi 2-3 kali sehari belum ganti
 Memotong kuku: Frekuensi 2 minggu sekali belum, kuku panjang
 Kesulitan tidak ada tidak ada
 Upaya yg dilakukan tidak ada tidak ada

L. Pola Toleransi-Koping Stres


1. Pengambilan keputusan: ( v) sendiri (v ) dibantu orang lain, sebutkan, istri
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri, dll): biaya
pengobatan menggunakan BPJS kesehatan
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: berdoa, dzikir
4. Harapan setelah menjalani perawatan: ingin penyakitnya sembuh, membaik kondisinya
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: tidak bisa beraktivitas

M.Konsep Diri
1. Gambaran diri: klien merupakan seorang yang suami yang sedang menderita sakit serius
2. Ideal diri:klien kurang memahami bahwa sedang sakit
3. Harga diri:klien ikhlas menerima penyakitnya
4. Peran: menjadi suami yang bertugas mencari nafkah
5. Identitas diri: klien adalah seorang ayah yang tidak bisa beraktivitas karena sakit
N. Pola Peran & Hubungan
1. Peran dalam keluarga: seorang suami dan ayah
2. Sistem pendukung:suami/istri/anak/tetangga/teman/saudara/tidak ada/lain-lain, sebutkan:
istri
3. Kesulitan dalam keluarga: ( ) Hub. dengan orang tua ( ) Hub.dengan
pasangan
( ) Hub. dengan sanak saudara ( ) Hub.dengan
anak (v ) Lain-lain sebutkan, tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: tidak ada

O. Pola Komunikasi
1. Bicara: ( v ) Normal ( )Bahasa
utama: indonesia ( ) Tidak jelas ( ) Bahasa
daerah: jawa
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang
perhatian:baik ( ) Mampu mengerti pembicaraan orang
lain( ) Afek:
sesuai
2. Tempat tinggal: (v)
Sendiri ( )
Kos/asrama
( ) Bersama orang lain, yaitu:
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: adat jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: tidak ada
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 (v ) Rp. 1 juta – 1.5
juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2
juta
( ) Rp. 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta
P. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: () tidak ada (v) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan:
(v) perhatian (v) sentuhan ( ) lain-lain

Q. Pola Nilai & Kepercayaan


1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda, Ya
2. Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis & frekuensi): sholat 5 waktu,
dzikir
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: tidak dapat sholat hanya dzikir
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: ingin segera sembuh dan
beraktivitas.

R. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: terlihat agak pucat dan lemas Klien mengeluh dada kirinya sakit
seperti tertusuk, terpasang infus ditangan kiri klien. Pasien bedrest. Terpasang nasal
canul 4lpm.
 Kesadaran: compos mentis GCS 456
o
 Tanda-tanda vital: - Tekanan darah : 100/70 mmHg - Suhu : 36,7 C
- Nadi : 96 x/menit - RR : 20 x/menit
- Spo2 : 98%
 Tinggi badan: 170 cm Berat Badan: 65 kg
 MAP = (S + 2D)/3 = (100 + 140)/3 = 80 (N)
 BBI = (TB – 100) – 10%(TB-100) = 170-100 – 10%(70) = 70 – 7 = 53 kg
 BMI (IMT) = bb/(tb)2 = 65/(1,7)2 = 22,5 (N)
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat lesi, persebaran rambut merata, rambut
berwarna putih dan pendek, kulit berwarna sawo matang, tidak terdapat luka
di kepala, tidak terdapat benjolan di kepala, tidak terdapat nyeri tekan di
kepala dan wajah
b. Mata:
Mata simetris, pupil bulat isokor RC +/+, konjungtiva anemis, kornea hitam,
sclera tidak ikterik, fungsi penglihatan sedikit kabur saat melihat jarak jauh,
klien tidak menggunakan kaca mata.
c. Hidung:
Simetris, tidak ada perdarahan, menggunakan nasal canul 4 lpm
d. Mulut & tenggorokan:
Warna bibir gelap, tidak ada ulkus, tidak ada perdarahan gusi, tidak
terdapat karies
e. Telinga:
Simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen, bersih, tidak ada massa.
f. Leher:
Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa. Tidak ada
pembesaran JVP
3. Thorak & Dada:
 Jantung
- Inspeksi : terpasang alat monitor jantung/pads, tidak tampak ictus cordis pada
dada sebelah kiri (ICS 5 midclavicula sinistra)
- Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba 2 cm dari ICS VI midclavicula
sinistra
- Perkusi : terdengar suara dullness, terdapat pembesaran jantung pada lapang
sinistra pada ICS 3 parasternal dan ICS axilaris ± 2 cm
- Auskultasi : BJ S1 terdengar jelas di ICS 5 midclavicula line yaitu dampak dari
penutupan katup AV. S2 terdengar jelas di ICS 2 parasternal dampak dari
penutupan katup semilunar/katup aorta, tunggal.
 Paru
- Inspeksi: napas normal, tidak ada retraksi interostae, tidak ada otot
bantuan napas, tidak batuk
- Palpasi:taktil fremitus simetris, adanya nyeri tekan di bahu kanan
- Perkusi: pada lapang paru bagian atas terdengar suara sonor namun semakin
kebawah terdengar dullnes
- Auskultasi: ronchi dan wheezing
negative disemua lapang paru
MAP: sistol + 2 diastol / 3
MAP: 100 + 140 / 3
MAP: 240 / 3
MAP: 80
4. Payudara & Ketiak
Simetris, tidak ada massa, terdapat rambut diketiak, tidak ada massa.
5. Punggung & Tulang Belakang
Tidak ada nyeri tekan, simetris, bentuk normal tidak ada kelainan bentuk tulang
(kifosis, lordosis, skoliosis)
6. Abdomen
 Inspeksi: kulit coklat normal bersih, bentuk datar cekung,tidak ada massa.
 Palpasi: tidak ada nyeri tekan/pembesaran
 Perkusi: terdengar timpani
 Auskultasi: bising usus 10x/menit
7. Genetalia & Anus 5 4
 Bersih dan tidak ada nyeri tekan 4 4
8. Ekstermitas
 Atas: terpasang infus di tangan kiri pasien, Kekuatan otot tangan kanan 5, tangan
kiri 4. terdapat nyeri tekan di bagian kanan
 Bawah: warna coklat, tidak ada luka, simetris. Kekuatan otot kaki kanan 4, kaki kiri 4
9. Sistem Neorologi
Bagus, merespon, tidak ada gerakan patologis, bergerak jika diberi rangsangan.
10. Kulit & Kuku
 Kulit: kulit sedikit keriput, tidak kenyal, warna coklat.
 Kuku: kuku panjang, CRT < 2 detik
S. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (16 September 2018)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL


Hematologi
Hemoglobin 12,50 g/dL 13,4 – 17,7
Eritrosit (RBC) 4,31 103/µL 4,0 – 5,5
Leukosit (WBC) 14,15 103/µL 4,3-10,3
Hematokrit 36,70 % 40 – 47
Trombosit (PLT) 217 103/µL 142 – 424
MCV 85,20 fL 80 – 93
MCH 29,00 pg 27 – 31
MCHC 34,10 g/dL 32 – 36
RDW 13,90 % 11,5 – 14,5
PDW 10,2 fL 9 – 13
MPV 9,7 fL 7,2 – 11,1
P-LCR 21,2 % 15,0 – 25,0
PCT 0,21 % 0,15 – 0,400
NRBC Absolute 0,00 103/µL
NRBC Percent 0,0 %
Hitung Jenis
 Eosinofil 0,1 % 0–4
 Basofil 0,1 % 0–1
 Neutrofil 74,3 % 51 – 67
 Limfosit 18,4 % 25 – 33
 Monosit 7,1 % 2–5
 Eosinofil Absolut 0,02 103/µL
 Basofil Absolut 0,02 103/µL
 Neutrofil Absolut 10,50 103/µL
 Limfosit Absolut 2,60 103/µL
 Monosit Absolut 1,01 103/µL 0,16 – 1
 Immature Granulosit 0,40
(%)
 Immature Granulosit 0,06
Hasil EKG

Intepretasi EKG:
1. Menentukan irama jantung
Ireguler
Kesimpulan: Atrial Fibrilasi
2. Menentukan heart rate
HR: 9 x 10 = 90 x/menit
Kesimpulan: Normal
3. Menentukan Interval PR
PR interval : PR interval tidak terkaji
Kesimpulan: Atrial Fibrilasi
4. Menentukan panjang gelombang QRS
Panjang gelombang QRS: Normal (2 kotak kecil = 0,08 s)
Terdapat q patologis pada lead II, III, AVF (Infark inferior)
Kesimpulan: Panjang Gelombang QRS Normal, Infark inferior
5. Gelombang ST
ST Elevasi : pada lead II, III, AVF (STEMI/injuri pada inferior)
ST Depresi : pada lead I, AVL (Iskemia high lateral)
6. Menentukan axis jantung
LAD (dikarenakan pada lead I +, dan AVF -)
Kesimpulan Axis: LAD

Kesimpulan: Atrial Fibrilasi, injuri inferior, infark inferior, iskemia high


lateral, Left Axis Defiation
Hasil Foto Thoraks
- Ukuran jantung
membesar
dengan CTR 68%
- Cardio
A
B megali CTR = (A + B) C x 100%
= (7 + 13,4) 30
x 100%
Kesimpulan : = 68%
Keterangan :
A : Diameter transversal
C dextra
B : Diameter Transversal
Sinistra
C : Diameter Internal

T. Terapi
Cairan:
- NS 0,9% 1000cc
- Drip dopamin 5 mEg/kg/menit
- Injeksi Lovenox 2x0,6 cc
Enoxaparin adalah obat pengencer darah yang digunakan untuk mengatasi
penggumpalan darah. Obat ini digunakan untuk mencegah dan mengatasi
deep vein thrombosis, yang berisiko terjadi pada pasien yang menjalani
operasi perut, lutut, atau panggul. Enoxaparin bekerja dengan menghambat
pembentukan zat di tubuh yang menyebabkan pembekuan darah. Pada
dasarnya tubuh memiliki proses pembekuan darah alami. Pembekuan darah
tersebut terjadi ketika tubuh mengalami luka atau sayatan. Proses pembekuan
darah berfungsi agar tubuh tidak banyak kehilangan darah. Namun, ketika
pembekuan darah terjadi secara tidak normal, kondisi itu dapat merusak
pembuluh darah dan memicu munculnya penggumpalan darah, stroke, atau
serangan jantung.
- Bolus Alteplase 15 mg → Drip 50 mg selama 30 menit
Obat:
- ASA: 0 – 0 – 80
ASA/ Aspirin adalah obat yang umum digunakan untuk mengatasi
rasa sakit, menurunkan demam, atau peradangan. Aspirin juga sering
digunakan untuk mengurangi risiko serangan jantung, stroke, dan
angina, karena dapat menghambat terjadinya penggumpalan darah
- CPG: 75 – 0 – 0
Clopidogrel merupakan obat yang berfungsi untuk mencegah
trombosit (platelet) saling menempel yang berisiko membentuk
gumpalan darah. Gumpalan darah yang terbentuk di pembuluh darah
arteri dapat memicu terjadinya trombosis arteri, seperti serangan
jantung dan stroke. Pada situasi tertentu seperti serangan jantung atau
setelah pemasangan ring pada jantung, clopidogrel dikombinasikan
dengan aspirin, yang juga berfungsi untuk mencegah penggumpalan
darah. Namun yang perlu diwaspadai, kombinasi kedua obat ini akan
membuat seseorang berisiko mengalami perdarahan. Dosis yang
umumnya dianjurkan oleh dokter adalah 75 mg per hari. Namun
dosis bisa saja disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien.
- Atovastatin: 0 – 0 – 40
Atorvastatin adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kolesterol
jahat (LDL) dan trigliserida, serta meningkatkan jumlah kolesterol
baik (HDL) di dalam darah. Jika kolesterol dalam darah tetap terjaga
dalam nilai normal, maka akan menurunkan risiko stroke dan serangan
jantung.
- Captropil (Tunda)
Captopril adalah obat yang masuk ke dalam kelompok penghambat
enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors). Fungsi utama captopril
adalah untuk mengobati hipertensi dan gagal jantung. Selain itu, obat
ini juga berguna untuk melindungi jantung setelah terjadi serangan
jantung, serta menangani penyakit ginjal akibat diabetes (nefropati
diabetik).
- Lakadin 0 – 0 – C1 (1 sendok)
Laxadine adalah obat pencahar atau laksatif yang bekerja dengan cara
merangsang gerak peristaltik pada usus besar serta menghambat
penyerapan air berlebih dari feses dan melicinkan jalan keluar feses.
Bahan aktif utamanya yang berupa parafin cair, merupakan senyawa
yang sering digunakan sebagai emolien atau pelembut yang juga dapat
melembutkan feses.
- Diazepam: 0 – 0 – 20
Diazepam adalah obat untuk mengobati kecemasan, gejala putus
alkohol, dan kejang. Obat ini juga digunakan untuk melemaskan
kejang otot dan sebagai obat penenang menjelang prosedur medis.
Diazepam adalah obat golongan benzodiazepine yang bekerja di otak
dan saraf (sistem saraf pusat) untuk menghasilkan efek tenang.

U. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya


Pasien merasa sakitnya merupakan takdir dari Tuhan, pasien berusaha sembuh
dengan melakukan pengobatan secara rutin.

V. Kesimpulan
Pasien mengeluh nyeri dada di bagian kiri menjalar hingga punggung. Diagnosa
medis pada pasien yaitu STEMI inferoposterior + RV infark kilip I. Pasien tidak
mengetahui mengapa dirinya biasa seperti itu karena baru pertama kali
mengalami hal tersebut. Pasien mengeluhkan badannya lemah. Keadaan umum
klien lemah dengan GCS 456. Pasien telah dilakukan tindakan fibrinolitik.
Pasien saat ini masih mengeluh nyeri pada dada kirinya. Diagnosa medis pada
pasien yaitu STEMI inferoposterior + RV infark kilip I. Klien telah dilakukan
pemeriksaan foto thoraks dan didapatkan adanya kardiomegali sebesar 68%.
Pada hasil EKG didapatkan hasil ST elevasi di lead II, III, dan AVF serta
terdapat ST depresi di lead I dan AVL. Hasil EKG juga memberikan hasil
bahwa adanya AV Blok. Terapi yang telah diberikan untuk klien yaitu NS 0,9%
1000 cc, Drip dopamin 5mEg/kg/menit, Injeksi lovenox 2x0,6 cc, obat oral
yaitu ASA 1x80 mg, CPG 1x75 mg, Atovastatin 1x40 mg, Lakadin, dan
Diazepan 1x20 mg. Saat ini klien GCS 456 dengan keadaan umum lemah. TD:
100/70 mmHg, Nadi 96 x/menit, Suhu: 36,7OC, RR 20 x/menit, dan SpO2 98%.
Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu nyeri akut, intoleransi aktivitas, dan
defisit pengetahuan.
W.Perencanaan Pulang
 Tujuan pulang: pulang ke rumah di Jalan Karimun Jawa
 Transportasi pulang: kendaraan pribadi
 Dukungan keluarga: dukungan dari istri dan anak
 Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: biaya pengobatan menggunakan BPJS
kesehatan
 Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang: menjaga pola hidup dan
mengurangi aktivitas yang terlalu berat
 Pengobatan: rutin minum obat yang diberikan
 Rawat jalan ke: poli jantung
 Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: istirahat dan menjaga pola hidup
 Keterangan lain: pasien rencana dipindahkan ke ruang 5A
ANALISA DATA

Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
DS: Riwayat merokok (40 tahun) Penurunan
 Pasien mengatakan nyeri ↓ curah jantung
dada di sebelah kiri, menjalar Penyempitan arteri koroner
hingga ke punggung dan ↓
kedua kaki Trombosis pada arteri koroner
 Pasien memiliki riwayat jantung
merokok 1 pack per hari ↓
selama 40 tahun Penurunan aliran darah

DO: Kekurangan suplai oksigen ke
 KU lemah jantung
 GCS 456 ↓
 TTV: Iskemik miokard

- TD: 100/70 mmHg
Jalur hantaran listrik terganggu
- N: 96x/menit

- RR: 20x/menit
Kontraksi otot-otot ventrikel
- Suhu 36,7oC
menurun
 MAP = 80 mmHg ↓
 SpO2:98% Volume curah jantung menurun
 Output urine : 1200 cc ↓
Balance cairan: Penurunan Curah Jantung
= input cairan- output cairan
= 650 cc –1500 cc
= -550 cc/ 7 jam
 Pembesaran jantung : Hasil
CTR 68%
 Hasil EKG:
Atrial Fibrilasi, ST-Elevasi
Inferior, infark inferior dan LAD
 Diagnosa medis
STEMI Inferoposterior + RV
infark killip I onset 3 jam,
TAVB dt ACS dan HF
DS: Riwayat merokok (40 tahun) Nyeri
 Pasien mengeluh nyeri dada ↓ Akut
sebelah kiri, menjalar hingga Penyempitan arteri koroner
ke punggung dan kedua kaki ↓
 Nyeri dirasakan setelah pasien Trombosis pada arteri koroner
melakukan kerja bakti di jantung
lingkungan rumahnya ↓
 Pasien mengatakan memiliki Iskemik miokard
riwayat merokok (40 tahun) 1 ↓
pack perhari Aliran darah pada arteri koroner
 Hasil pengkajian nyeri PQRST jantung menurun
- P : STEMI ↓
- Q : Nyeri seperti tertusuk Suplai O2 ke otak menurun
- R : Dada sebelah kiri ↓
menjalar hingga punggung Metabolisme anerob
dan kedua kaki ↓
- S : skala nyeri 7 Penumpukan asam laktat
- T : Hilang timbul ↓
Menyentuh ujung syaraf reseptor
DO: nyeri
 KU lemah ↓
 GCS 456 Nyeri dada
 Wajah pasien tampak pucat ↓
dan ekspresi nyeri kesakitan Nyeri akut
 Pola tidur : kenyamanan
kurang nyaman karena nyeri

DS: Riwayat merokok (40 tahun) Intoleransi


 Pasien mengeluhkan ↓ Aktivitas
badannya lemas Penyempitan arteri koroner
 Klien mengatakan aktivitasnya ↓
selama di RS seperti makan, Trombosis pada arteri koroner
mandi dibantu oleh istrinya jantung

Iskemik miokard
DO: ↓
 KU lemah pasien berbaring di Aliran darah pada arteri koroner
tempat tidur jantung menurun
 Kekuatan otot ↓
5 4 Penurunan aliran darah
4 4 ↓
Hipoksia
 Diagnosa medis : ↓
STEMI Inferoposterior + RV Kelemahan
infark killip I onset 3 jam, ↓
TAVB dt ACS dan HF Intoleransi Aktivitas

DS: Pasien didiagnosa STEMI Defisit


 Pasien mengatakan tidak Inferoposterior + RV infark killip I Pengetahuan
mengetahui kondisinya onset 3 jam, TAVB dt ACS dan
mengapa bisa seperti itu. HF
Beliau tidak pernah ↓
merasakan hal ini sebelumnya Pasien tidak mengetahui
kondisinya mengapa bisa seperti
itu
DO: ↓
 Konsep diri : ideal diri : pasien Ini merupakan kali pertama
kurang memahami bahwa pasien mengalami hal ini
sedang sakit ↓
 Diagnosa medis : Defisien pengetahuan
STEMI Inferoposterior + RV
infark killip I onset 3 jam,
TAVB dt ACS dan HF
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Tanggal Diagnosa Tanggal TTD
Teratasi
1 16-09- Penurunan Curah Jantung
2018 d.d perubahan EKG,
keletihan
2 16-09- Nyeri Akut b.d agens cedera
2018 biologi dd tanda gejala
STEMI yaitu nyeri dada
sebelah kiri, menjalar hingga
ke punggung dan kedua kaki
3 16-09- Intoleransi aktivitas b.d
2018 ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan
megeluh lemas
4 16-09- Defisien Pengetahuan b.d
2018 kurang informasi dan kurang
sumber pengetahuan d.d
kurang pengetahuan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No. 1 Penurunan Curah Jantung


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan curah
jantung membaik
Kriteria Hasil : Terdapat peningkatan pada indikator NOC

NOC : Keefetifan Pompa Jantung


No Indikator 1 2 3 4 5
1 TD Sistole 70-80 80-90 90-100 100-110 110-120
mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg

2 TD 50-55 55-60 60-65 65-70 70-80


Diastole mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg

3 Heart <40 bpm 40-49 bpm 50-59 bpm 60-69 bpm 70-100 bpm
Rate
4 Distensi Distensi Distensi Distensi 1-2 Distensi Tidak ada
vena leher cm distensi
>3 cm 2-3 cm 0-1 cm

5 Dispnea Sangat Berat Sedang Ringan Tidak ada


berat
NIC : Perawatan Jantung
No Intervensi Rasional Analisis
1 Anjurkan pasien untuk bedrest Bedrest dengan posisi Terlampir
dan lakukan elevasi pasien semifowler dapat
(semi fowler) membuat oksigen
dalam paru-paru
semakin meningkat
sehingga meringankan
kesukaran bernapas.
2 Monitor hasil pemeriksaaan Untuk mengevaluasi -
EKG setiap dalam 24 jam fungsi jantung
3 Monitor TTV (tekanan darah, Untuk menilai keadaan -
nadi) umum pasien
4 Monitor intake, output dan Keseimbangan cairan -
balance cairan dalam 24 jam mempengaruhi kondisi
kardiovaskuler
5 Kolaborasi pemberian obat Untuk memberikan efek -
obatan penyakit jantung penyembuhan terhadap
penyakit atau keluhan
yang dirasakan
6 Monitor respon terhadap Untuk mengetahui -
terapi-terapi yang telah efektivitas penggunaan
diberikan terapi
- ASA: 0 – 0 – 80
- CPG: 75 – 0 – 0
- Atovastatin: 0 – 0 – 40
- Injeksi Lovenox 2x0,6 cc
- Nasal canul 4 lpm
7 Perhatikan adanya tanda dan Untuk mengetahui -
gejala penurunan cardiac terdapat penurunan
output curah jantung/tidak
8 Monitor status pernapasan Keadaan abnormalitas
terkait dengan adanya gejala pada pernapasan dapat
gagal jantung menunjukkan kelainan
pada hemodinamika
Analisis Jurnal 1:
NIC : Perawatan Jantung, Intervensi 1 : Anjurkan pasien untuk bedrest dan lakukan
elevasi pasien (semi fowler)

Judul Jurnal : The Effect of Position Change on Arterial Oxygen Saturation in


Cardiac and Respiratory Patients: A Randomised Clinical Trial

Jurnal ini meneliti posisi yang efektif dalam meningkatkan saturasi oksigen
arterial pada pasien yang memiliki masalah pada jantung maupun pernapasan. Uji
klinis acak ini dilakukan pada 169 pasien yang dirawat di rumah sakit yang dirawat
di 22 Rumah Sakit Bahman di Gonabad pada 2016. Pasien dipilih melalui
pengambilan sampel yang mudah, kemudian secara acak dibagi menjadi tiga
kelompok: pasien jantung, pasien pernapasan dan kelompok kontrol.
Posisi fisik bervariasi dan mencakup posisi supine, prone, semi-prone,
lateral, fowler, semi-fowler, hi-fowler dll. Setiap posisi memiliki aplikasi spesifik.
Keadaan fisik yang berbeda dapat menghasilkan efek fisiologis yang berbeda,
seperti perubahan kardiovaskular dan pernapasan, yang terjadi terutama karena
efek gravitasi pada aliran darah dan distribusinya dalam sistem vena, paru, dan
arteri. Perubahan diafragma, yang terjadi terutama karena tekanan visceral perut,
adalah di antara faktor-faktor yang mempengaruhi efek pernapasan dari berbagai
keadaan tubuh.
Awalnya, pasien ditempatkan dalam posisi semi-fowler selama 15 menit;
kemudian, saturasi oksigen arteri diukur pada tiga titik yaitu daun telinga, ujung jari
dan ujung jari kaki yang lebih besar secara bersamaan. Kemudian, pasien
ditempatkan pada posisi telentang dan tengkurap dan saturasi oksigen arteri diukur
mengikuti protokol yang sama dari posisi sebelumnya. Data yang dikumpulkan
dianalisis pada tingkat signifikansi, nilai-p kurang dari 0,05 oleh SPSS-versi 20
melalui analisis varians dengan tindakan berulang, uji-t independen dan koefisien
korelasi Pearson
Hasil penelitian yang dilakukan Najafi S, dkk (2018) menunjukkan
Persentase saturasi oksigen rata-rata memiliki perbedaan yang signifikan secara
statistik pada posisi yang berbeda (p = 0,016). Juga ditemukan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara saturasi oksigen rata-rata pada tiga titik berbeda
yaitu ujung jari, daun telinga dan ujung jari kaki yang lebih besar (p <0,001).
Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa oksigen darah arteri di titik
aurikular dan dalam posisi semi-fowler lebih tinggi daripada titik dan posisi lain;
dengan demikian, ini harus dipertimbangkan, sambil memberikan asuhan
keperawatan, dan mengevaluasi saturasi oksigen arteri, untuk pasien jantung,
pernapasan dan bahkan tanpa penyakit pernapasan dan jantung. Maka dari itu,
jurnal ini sesuai apabila diaplikasikan secara langsung pada pasien Tn. T yang
memiliki keluhan sesak napas dengan diagnosa medis STEMI .
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No. 2 Nyeri Akut

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


diharapkan terdapat penurunan nyeri yang dirasakan klien

Kriteria Hasil : Terdapat peningkatan pada indikator NOC

NOC : Tingkat Nyeri

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Memverbalisasikan Tidak jarang kadang sering Selalu
nyeri hilang / pernah
berkurang
2. Panjangnya episode >2 jam 1-2 jam 30-60 1-30 <30 menit
nyeri menit menit
3 HR (x/mnt) >115 110-115 106-109 101-105 60-100

4. Ekspresi wajah rileks Tidak jarang kadang sering Selalu


pernah

NIC : Manajemen Nyeri

No Intervensi Rasional Analisis


1 Lakukan pengkajian nyeri Pengkajian nyeri -
secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi, serta
menentukan intervensi
selanjutnya
2 Observasi reaksi verbal dan Mengetahui adanya -
nonverbal dari ketidaknyamanan
ketidaknyamanan
Monitor ekspresi nyeri wajah Sikap atau ekspresi
ketidaknyamanan
menunjukkan rasa nyeri
yang dialami
3 Berkolaborasi dengan tenaga Untuk mengurangi nyeri -
medis dalam pemberian obat yang dirasakan
analgesik :
ASA 0-0-80
4 Minta pasien untuk segera Agar mendapat
lapor apabila ada tanda- penanganan segera
tanda nyeri dada yang dari nyeri dada yang
dirasakan dirasakan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan No. 3 Intoleransi Aktivitas


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan suplai
dan kebutuhan energi terpenuhi
Kriteria Hasil : Terdapat peningkatan pada indikator NOC

NOC : Konservasi Energi


No Indikator 1 2 3 4 5
1 Klien > 4x 3x 2x 1x Tdak ada
mengatakan
lemas
2 Menyeimbangkan Tidak Jarang Kadang Sering Secara
antara aktivitas pernah menunjukk menunjukk menunjukk konsisten
dan istirahat menunjukk an an an menunjukk
an an
3 Menggunakan Tidak Jarang Kadang Sering Secara
tidur untuk pernah menunjukk menunjukk menunjukk konsisten
memulihkan menunjukk an an an menunjukk
energi an an
4 Mempertahankan Habis < ¼ Habis ¼ Habis ½ Habis ¾ Habis 1
intake nutrisi porsi porsi porsi porsi porsi
yang cukup
NIC : Manajemen Energi
No Intervensi Rasional Analisis
1 Monitor keluhan klien terhadap Mengetahui kondisi -
kelemahan pasien saat ini untuk
menentukan
intervensi selanjutnya
2 Identifikasi kemampuan klien Mengetahui sejauh -
untuk melakukan pergerakan, mana pasien mampu
berpindah dan pemenuhan melakukan aktivitas
ADL (ambulasi dini, miring
kanan-kiri)
3 Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup -
memenuhi istirahat dapat meningkatkan
energi
4 Anjurkan klien untuk Pembatasan aktivitas -
membatasi aktivitasnya untuk mengurangi
penggunaan energi
5 Bantu klien untuk memenuhi ADL pasien harus -
ADL tetap terpenuhi
6 Kolaborasi pemberian diit Diet jantung 1 -
jantung I dengan ahli gizi diberikan sesuai
dengan kondisi pasien
yaitu pada fase akut
dalam tahap
perawatan di rumah
sakit
7 Monitor intake/asupan nutrisi Untuk mengetahui -
sumber energi yang
adekuat
8 Batasi stimuli lingkungan yang Untuk memfasilitasi -
mengganggu relaksasi

Anda mungkin juga menyukai