STEMI
Disusun Oleh :
Vitara Daru Rahmi
190070300111026
Kelompok 2A
b. Klasifikasi
Infark miokard dapat di bedakan menjadi :
1. Infark Miokard Subendokardial
Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif
menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan
arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan
dan hipoksia (Rendy & Margareth, 2012).
2. Infark Miokard Transmural
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis
koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan (Rendy & Margareth, 2012).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan marka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. (Sudoyo, 2010). Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung. (Perki, 2015)
c. Etiologi
Etiologi menurut Tierney (2002):
1. Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris
tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh
yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang,
dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang
dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap). Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak
mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal
atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada
dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan
makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya
ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan
aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan
terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan
spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga
menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang
tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
e. Patofisiologi
Terlampir
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik
Menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah)
dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya
STEMI (Farissa, 2012)
EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
Creatine Kinase (CK atau CPK)
Dikeluarkan dari otot yang rusak, CK adalah enzim yang ditemukan di jantung,
otot rangka dan otak. Ini terdiri dari 3 isoenzim;. Mm ( ditemukan di otot rangka ),
MB (ditemukan pada otot jantung ) dan BB ( ditemukan dalam jaringan otak ).
Kerusakan pada salah satu jaringan menyebabkan pelepasan CK ke dalam aliran
darah sehingga jumlahnya dalam darah lebih tinggi dari normal.
CKMB
Setelah cedera jantung, CK dan MB isoenzyme dilepaskan ke dalam aliran
darah pada tingkat yang dapat diprediksi. Dalam waktu 4 sampai 8 jam ( setelah
cedera ) tingkat CKMB naik di atas normal dan dalam waktu 12 sampai 24 jam
tingkat ini meningkat sekitar 5 sampai 15 kali normal. Dalam waktu 2 sampai 3 hari
CKMB kembali normal. Karena isoenzyme MB adalah eksklusif untuk jaringan otot
jantung, hal ini dianggap sebagai tes yang sangat definitif untuk mendiagnosa infark
miokard akut.
Troponin
Troponin adalah protein yang membantu mengatur kontraksi otot jantung dan
karena itu dapat diisolasi dalam darah, itu dianggap sebagai indikator yang sensitif
dari infark miokard akut. Troponin terdiri dari 3 protein yang terpisah yaitu Troponin
I, Troponin T dan Troponin C.
Fungsi dari masing-masing protein spesifik adalah sebagai berikut:
Troponin C
Mengikat ion kalsium dan tidak digunakan untuk menentukan jaringan sel /
kematian.
Nilai Normal Enzim Jantung
Enzyme/Protein Normal Value
Creatine Kinase 50 – 80 U/L
Total Creatinine Phosphokinase 30 - 200 U/L
(CPK)
CPK MB (Fraction) 0 - 8.8 ng/ml
CPK MB (Fraction with percent of 0-4%
total CPK).
CPK MB2 (Fraction) Less than 1 U/L
Troponin 1 0 – 0.4 ng/ml
Troponin T 0 – 0.1 ng/ml
Troponin I dan T
Biasanya / normalnya tidak ditemukan dalam aliran darah sehingga setiap terdeteksi
protein ini dalam darah menunjukkan infark atau kematian otot jantung / jaringan.
Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
Analisa Gas Darah
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI
Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
Pemeriksaan pencitraan nuklir
o Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
o Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi
ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.(Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, 2010)
g. Penatalaksanaan Klinis
a) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan
untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi
segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga)
baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila
terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung,
bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan
perubahan EKG tampak tersendat.
Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada
tidaknya rumah sakit sekitar fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi
fibrinolitik. Bila ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit
atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika
membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah
ibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat
dengan fasilitas IKP.
1) Intervensi koroner perkutan primer
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan
dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit
dari waktu kontak medis pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien gagal
jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa
pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien dating dengan awitan gejala
yang telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasty balon untuk
IKP primer.
Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah
tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa
gejala iskemia, baik yang telah maupun belum diberikan fibrinolisis. Bila pasien tidak
memiliki indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual antiplatelet therapy-
DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan, drug-eluting stents
(DES) lebih disarankan daripada Bare Metal Stents (BMS).
2) Terapi fibrinolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat-
tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang
disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak
awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis
pertama.
Dosis Awal Koterapi Kontraindikasi
antitrombin spesifik
Streptokinas 1,5 juta U dalam 100 Heparin IV Sebelum Sk atau
e (Sk) mL Dextrose 5% atau selama 24-48 anistreplase
larutan salin 0,9% jam
dalam waktu 30-60
menit
Alteplase Bolus 15 mg intravena Heparin IV
(tPA) 0,75 mg/kg selama 30 selama 24-48
menit, kemudian 0,5 jam
mg/kg selama 60 menit
Dosis total tidak lebih
dari 100 mg
b) Koterapi antikoagulan
1) Pasien yang mendapat terapi reperfusi fibrinolisis, sebaiknya diberikan
terapi antikoagulan selama minimum 48 jam dan lebih baik selama rawat
inap, hingga maksimum 8 hari (dianjurkan regimen non UFH bila lama
terapi lebih dari 48 jam karena risiko heparin-induced thrombocytopenia
dengan terapi UFH berkepanjangan.
2) Pasien STEMI yang tidak mendapat terapi reperfusi, dapat diberikan
terapi antikoagulan (regimen non-UFH) selama rawat inap, hingga
maksimum 8 hari pemberian.
3) Strategi lain yang digunakan adalah meliputi LMWH atau fondaparinuks
dengan regimen dosis sama dengan pasien yang mendapat terapi
fibrinolisis.
4) Pasien yang menjalani IKP primer setelah mendapatkan antikoagulan
berikut ini merupakan rekomendasi dosis :
- Bila telah diberikan UFH, berikan bolus UFH tambahan sesuai
kebutuhan untuk mendukung prosedur, dengan pertimbangan GP
IIb/IIIa telah diberikan.
- Bila telah diberikan enoksaparin, dosis subkutan terakhir diberikan
dalam 8 jam, tak perlu dosis tambahan, bila dosis subkutan terakhir
antara 8-12 jam, maka ditambahkan enoxapain intravena 0,3 mg/kg.
- Bila telah diberikan fondaparinuks, diberikan antikoagulan tambahan
dengan aktivitas anti IIa dengan pertimbangan telah diberikan GP
IIb/IIa.
5) Karena adanya risiko thrombosis kateter, fondaparinuks tidak dianjurkan
digunakan sebagai antikoagulan tunggal pendukung IKP, sebaiknya
ditambahkan antikoagulan lain dengan aktivitas anti IIa.
c) Terapi jangka panjang
Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI
adalah :
1) Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama
merokok, dengan ketat.
2) Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan
tanpa henti.
3) DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga
12 bulan setelah STEMI.
4) Pengobatan oral dengan penyekat beta diindikasikan untuk pasien-pasien
dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri.
5) Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera
mungkin sejak datang.
6) Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien
masuk tumah sakit bil tidak ada kontra indikasi atau riwayat intoleransi,
tanpa memandang nilai kolesterol inisial.
7) ACE-I diindikasikan seak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan
gagal ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior.
Sebagai alternatif dari ACE-I, ARB dapat digunakan.
8) Antagonis aldosteron diindikasikan bila fraksi ejeksi ≤40% atau terdapat
gagal ginjal atau diabetes, bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia.
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015)
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama,umur,jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan,suku/bangsa, alamat, nomor register, tanggal MRS, dan diagnose
medis
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang dirasakan adalah sesak nafas dan nyeri dada
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Alasan MRS
Menjelaskan keadaan klien sehingga klien berobat ke RS seperti:sesak
nafas, nyeri dada tidak hiloang walaupun sudah istirahat
b. Keluhan saat didata
Berupa keluhan klien saat itu j7ga bias berupa visus menurun sehingga
aktivitas menjadi terbatas
4. Riwayat kesehatan terdahulu
a) Mempunyai riwayat penyakit jantung
b) Mempunyai riwayat vaskuler
c) Mempunyai riwayat penyakit DM
5. Riwayat kesehatan keluarga
Terdapat riwayat penyakit keluarga dengan gangguan kardiovaskuler
HT,penyakit metabolism dan DM
6. ADL
a) Nutrisi meliputi porsi yang dihabiskan sesuai dengan sususnan menu,
keluhan mual dan muntah sebelum dan sesudah MRS
b) Istirahat dan tidur : meliputi kebiasaan tidur siang dan malam, berapa
jam sehari, keluhan saat tidur dan perubahan saat klien sakit baik
sebelum dan sesudah MRS
c) Aktifitas :aktifitas baik sebelum dan sesudah MRS apakah ada
kesenjangan dan masalah
d) Personal hygiene: meliputi mandi, kebersihan badan, gigi, mulut,rambut ,
kuku dan pakaian
7. Data psikologis: meliputi konsep diri dan persepsi klien tentang penyakitnya
8. Pola social me;iputi hubungan klien dengan keluarga klien dan orang
disekitar klien
9. Data spiritual meliputi persepsi klien terhadap penyakitnya beberdasarkan
keyakinannya dan kebiasaan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya
10. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran klien, VS,TB, dan BB
dan pemeriksaan head totoe
Tanda :
peningkatan frekuensi pernafasan
nafas sesak / kuat
pucat, sianosis
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :
Tanda :
Kesulitan istirahat dengan tenang
Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
Menarik diri
Gejala :
Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang
diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri hilang atau terkontrol
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Suplai oksigen adekuat.
4. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
5. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
Patofisiologi Nursing Phatway
Kelebihan
Volume Cairan
Penimbunanasaml ADH ↑ Ronchibasah Hipertroviventrikelkanan
aktatdan ATP ↓ ↓ ↓ ↓
↓ Retensi Iritasimukosaparu Penyempitan lumen
Fatigue Na + H2O ↓ ventrikelkanan
↓ ↓ Reflekbatuk ↓
Intoleransiaktivita Kelebiha ↓ Intoleransi
s n volume Penumpukan secret Ketidakefektifanbersih Ketidakefektifan
Aktivitas
c ↓ anjalanna Bersihan Jalan Napas
Menghambat pertukaran
O2 dan CO2
Bed rest ↓
↓ Edema Gangguanpertukaran Suplai O2 di sirkulasi Gangguan Pertukaran
Tidak dapat ↓ gas berkurang Gas
beribadah seperti Perubaha Fungsi Hepar
biasa n bentuk terganggu
↓ tubuh ↓
↓ Fungsi detoksikasi Distres
Ganggua berkurang Spiritual
Gangguan Citra
n Citra ↓ Tubuh
Tubuh Resiko Infeksi
Informasidandukungantid Kurang
Mobilisasiberkurang akadekuat Kurangpengetahuan Pengetahuan
↓ ↓
Sirkulasi O2 terganggu Nafsumakan ↓
↓ ↓
Dekubitus Intake kurang Imunitas tubuh ↓ Ansietas
↓ ↓ ↓
Disfungsi Kerusakanintergitaskuli Nutrisikurangdarikebut Leukositkurang ↓
Kerusakan Integritas Ketidakseimbangan
Seksual
↓ t
Kulit uhantubuh
nutrisi kurang dari ↓ Tidak mau
kebutuhan tubuh Resiko menerima keadaan Resiko Infeksi
Kesepian tubuh
↓ ↓ ↓
Albumin ↓ Tidak patuh dalam
Stress ↓ pengobatan
Berlebihan Kerusakanintegritasjari ↓ Kerusakan Integritas
ngan Jaringan
Ketidakefektifan
Invasi
Pemeliharaan
mikroorganism Kesehatan
e (mudah
masuk)
↓
Infeksi
↓
Hipertermi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi revisi 3. Jakarta : EGC.
Farissa, Inne P. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST-Elevasi
(STEMI) yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi (Studi di
RSUP Dr.Kariadi Semarang). Pogram Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Didponegoro, Semarang.
Firdaus, 2011. Pharmacoinvasive Strategy in Acute STEMI, Jurnal Kardiologi
Indonesia. 32 : 266-71.
Judith M Wilkinson & Nancy R Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi
9. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Ed. 3. Jakarta : Centra Communications.
Price, S.A. dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Ramrakha, Suwiryo. 2005. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.
Jakarta:Gramedia.
Rifqi, Sodiqur. Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI), Senjata
Baru untuk Melawan Serangan Jantung Akut. Medica Hospitalia. 1 (2) : 139-142.
Selwyn, Andina. 2005. Buku Ajar Kardiologi: Fakultas Kedokteran. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
Suhastutik. 2012. Pasien dengan Akut Miokard Infark (STEMI). Yogyakarta : JAY.
PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
JURUSAN KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
A. Identitas Klien
Nama : Tn. B No. RM : 11406679
Usia : 59 tahun Tgl. Masuk : 16 September pukul 13.45
Jenis kelamin : Laki-laki Tgl. Pengkajian : 16 September pukul 22.05
Alamat : Jalan Karimun Jawa Sumber informasi : Pasien, Anak
No. telepon : 08180505xxx. Nama klg. dekat yg bisa dihubungi: Tn. Nur
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam Status : Anak
Suku : Jawa Alamat : Jalan Karimun Jawa
Pendidikan : SLTP No. telepon : 08551950511
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA
Lama berkerja : 30 tahun Pekerjaan : Pegawai Swasta
B. Status kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama saat pengkajian : nyeri dada di sebelah kiri, menjalar hingga ke punggung dan kedua kaki
P: stemi
Q: rasanya seperti tertusuk
R: dada sebelah kiri menjalar hingga punggung dan kedua
kaki S: skala nyeri 7
T: hilang timbul
2. Keluhan utama MRS : nyeri dada yang dirasakan tiba-tiba
3. Lama keluhan : keluhan dirasakan tiba-tiba setelah melakukan kerja bhakti di lingkungan
rumahnya
4. Kualitas keluhan : nyeri dirasakan seperti menusuk dan menyebar hingga ke punggung dan kedua
kaki. Skala nyeri 7.
5. Faktor pencetus : saat aktivitas kerja bhakti
6. Faktor pemberat : riwayat merokok selama 40 tahun
7. Upaya yg. telah dilakukan : pasien berobat ke rumah sakit dengan biaya BPJS
8. Diagnosa medis :
a. STEMI inferoposterior + RV infark kilip I onset 3 jam Tanggal 16 September 2018
b. TAVB dt ACS................................................................................... Tanggal 16 September 2018
c. HF .............................................................................................. Tanggal 16 September 2018
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pada tnggal 16 September 2018 pukul 13.45 wib pasien dibawa ke Rumah Sakit Islam
Aisiah karena merasakan nyeri yang begitu hebat di dada sebelah kirinya. Nyeri dirasakan setelah
pasien melakukan kerja bhakti di lingkungan rumahnya. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSSA
dengan diagnosa stemi. Klien kemudian direncanakan untuk dilakukan tindakan fibrinolitik untuk
menangani stemi yang dialami klien. Klien kemudian menuju ke ruang CVCU untuk dilakukan
tindakan selanjutnya. Saat dilakukan pengkajian, pasien telah dilakukan fibrinolitik pada siang
harinya pukul 15.00 wib. Pasien kini dalam keadaan lemah diatas bed dan menunggu tindakan
selanjutnya yang akan dilakukan. Pasien mengatakan badannya lemah. Pasien mengatakan tidak
mengetahui kondisinya mengapa bisa seperti itu. Beliau tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya.
Saat dilakukan pengkajian, kondisi klien lemas dan mengeluh nyeri pada dada kirinya yang tembus
hingga punggung dan menjalar ke kaki. Pada pemeriksaan ekg ditemukan gambaran EKG TAVB, Q
patologis dan ST elevasi di I, II, dan AVF. Pasien diberikan IVFD NS 1000cc/24 jam, injeksi
lovenox 2x0,6 cc, bolus alteplase 15 mg, dan drip dopamin 5 mEg/kg/menit. Obat minum yang
diberikan yaitu ASA 1x1 80 mg, cpg 1x1 75 mg, atovastatin 1x1 40 mg, lakadin 1x1 1 sendok, dan
diazepan 1x1 20 mg. Pasien diobservasi terlebih dahulu di ruang CVCU setelah tindakan
fibrinolitik, kemudian direncanakan pindah ruang ke ruang 5A untuk tindakan selanjutnya.
E. Riwayat Keluarga
Anak pasien mengatakan dikeluarganya tidak memiliki riwayat penyakit seperti diabetes atau
hipertensi. Klien juga tidak memiliki riwayat hipertensi maupun diabetes.
GENOGRAM
Keterangan:
= Laki-laki
59 th
= Perempuan X = Meninggal
= Pasien
= Tinggal serumah
= garis pernikahan
= garis keturunan
F. Riwayat Lingkungan
G. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
Makan/minum 0 Dibantu oleh istrinya
Mandi 0 Dibantu oleh istrinya
Berpakaian/berdandan 0 Dibantu oleh istrinya
Toileting 0 Menggunakan kateter urin
Mobilitas di tempat tidur 0 Dibantu oleh istrinya
Berpindah 0 Tidak terkaji
Berjalan 0 Tidak terkaji
Naik tangga 0 Tidak terkaji
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang lain, 4 = tidak mampu
H. Pola Nutrisi Metabolik
Balance cairan:
Intake cairan:
IVFD NS 0,9% 450 cc / 7 jam
Makan minum 200 cc + / 7 jam
Total Output 650 cc / 7 jam
Cairan Urine
product 1200cc + / 7 jam
I. Pola Eliminasi
M.Konsep Diri
1. Gambaran diri: klien merupakan seorang yang suami yang sedang menderita sakit serius
2. Ideal diri:klien kurang memahami bahwa sedang sakit
3. Harga diri:klien ikhlas menerima penyakitnya
4. Peran: menjadi suami yang bertugas mencari nafkah
5. Identitas diri: klien adalah seorang ayah yang tidak bisa beraktivitas karena sakit
N. Pola Peran & Hubungan
1. Peran dalam keluarga: seorang suami dan ayah
2. Sistem pendukung:suami/istri/anak/tetangga/teman/saudara/tidak ada/lain-lain, sebutkan:
istri
3. Kesulitan dalam keluarga: ( ) Hub. dengan orang tua ( ) Hub.dengan
pasangan
( ) Hub. dengan sanak saudara ( ) Hub.dengan
anak (v ) Lain-lain sebutkan, tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: tidak ada
O. Pola Komunikasi
1. Bicara: ( v ) Normal ( )Bahasa
utama: indonesia ( ) Tidak jelas ( ) Bahasa
daerah: jawa
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang
perhatian:baik ( ) Mampu mengerti pembicaraan orang
lain( ) Afek:
sesuai
2. Tempat tinggal: (v)
Sendiri ( )
Kos/asrama
( ) Bersama orang lain, yaitu:
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: adat jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: tidak ada
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 (v ) Rp. 1 juta – 1.5
juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2
juta
( ) Rp. 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta
P. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: () tidak ada (v) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan:
(v) perhatian (v) sentuhan ( ) lain-lain
R. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: terlihat agak pucat dan lemas Klien mengeluh dada kirinya sakit
seperti tertusuk, terpasang infus ditangan kiri klien. Pasien bedrest. Terpasang nasal
canul 4lpm.
Kesadaran: compos mentis GCS 456
o
Tanda-tanda vital: - Tekanan darah : 100/70 mmHg - Suhu : 36,7 C
- Nadi : 96 x/menit - RR : 20 x/menit
- Spo2 : 98%
Tinggi badan: 170 cm Berat Badan: 65 kg
MAP = (S + 2D)/3 = (100 + 140)/3 = 80 (N)
BBI = (TB – 100) – 10%(TB-100) = 170-100 – 10%(70) = 70 – 7 = 53 kg
BMI (IMT) = bb/(tb)2 = 65/(1,7)2 = 22,5 (N)
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat lesi, persebaran rambut merata, rambut
berwarna putih dan pendek, kulit berwarna sawo matang, tidak terdapat luka
di kepala, tidak terdapat benjolan di kepala, tidak terdapat nyeri tekan di
kepala dan wajah
b. Mata:
Mata simetris, pupil bulat isokor RC +/+, konjungtiva anemis, kornea hitam,
sclera tidak ikterik, fungsi penglihatan sedikit kabur saat melihat jarak jauh,
klien tidak menggunakan kaca mata.
c. Hidung:
Simetris, tidak ada perdarahan, menggunakan nasal canul 4 lpm
d. Mulut & tenggorokan:
Warna bibir gelap, tidak ada ulkus, tidak ada perdarahan gusi, tidak
terdapat karies
e. Telinga:
Simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen, bersih, tidak ada massa.
f. Leher:
Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa. Tidak ada
pembesaran JVP
3. Thorak & Dada:
Jantung
- Inspeksi : terpasang alat monitor jantung/pads, tidak tampak ictus cordis pada
dada sebelah kiri (ICS 5 midclavicula sinistra)
- Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba 2 cm dari ICS VI midclavicula
sinistra
- Perkusi : terdengar suara dullness, terdapat pembesaran jantung pada lapang
sinistra pada ICS 3 parasternal dan ICS axilaris ± 2 cm
- Auskultasi : BJ S1 terdengar jelas di ICS 5 midclavicula line yaitu dampak dari
penutupan katup AV. S2 terdengar jelas di ICS 2 parasternal dampak dari
penutupan katup semilunar/katup aorta, tunggal.
Paru
- Inspeksi: napas normal, tidak ada retraksi interostae, tidak ada otot
bantuan napas, tidak batuk
- Palpasi:taktil fremitus simetris, adanya nyeri tekan di bahu kanan
- Perkusi: pada lapang paru bagian atas terdengar suara sonor namun semakin
kebawah terdengar dullnes
- Auskultasi: ronchi dan wheezing
negative disemua lapang paru
MAP: sistol + 2 diastol / 3
MAP: 100 + 140 / 3
MAP: 240 / 3
MAP: 80
4. Payudara & Ketiak
Simetris, tidak ada massa, terdapat rambut diketiak, tidak ada massa.
5. Punggung & Tulang Belakang
Tidak ada nyeri tekan, simetris, bentuk normal tidak ada kelainan bentuk tulang
(kifosis, lordosis, skoliosis)
6. Abdomen
Inspeksi: kulit coklat normal bersih, bentuk datar cekung,tidak ada massa.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan/pembesaran
Perkusi: terdengar timpani
Auskultasi: bising usus 10x/menit
7. Genetalia & Anus 5 4
Bersih dan tidak ada nyeri tekan 4 4
8. Ekstermitas
Atas: terpasang infus di tangan kiri pasien, Kekuatan otot tangan kanan 5, tangan
kiri 4. terdapat nyeri tekan di bagian kanan
Bawah: warna coklat, tidak ada luka, simetris. Kekuatan otot kaki kanan 4, kaki kiri 4
9. Sistem Neorologi
Bagus, merespon, tidak ada gerakan patologis, bergerak jika diberi rangsangan.
10. Kulit & Kuku
Kulit: kulit sedikit keriput, tidak kenyal, warna coklat.
Kuku: kuku panjang, CRT < 2 detik
S. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (16 September 2018)
Intepretasi EKG:
1. Menentukan irama jantung
Ireguler
Kesimpulan: Atrial Fibrilasi
2. Menentukan heart rate
HR: 9 x 10 = 90 x/menit
Kesimpulan: Normal
3. Menentukan Interval PR
PR interval : PR interval tidak terkaji
Kesimpulan: Atrial Fibrilasi
4. Menentukan panjang gelombang QRS
Panjang gelombang QRS: Normal (2 kotak kecil = 0,08 s)
Terdapat q patologis pada lead II, III, AVF (Infark inferior)
Kesimpulan: Panjang Gelombang QRS Normal, Infark inferior
5. Gelombang ST
ST Elevasi : pada lead II, III, AVF (STEMI/injuri pada inferior)
ST Depresi : pada lead I, AVL (Iskemia high lateral)
6. Menentukan axis jantung
LAD (dikarenakan pada lead I +, dan AVF -)
Kesimpulan Axis: LAD
T. Terapi
Cairan:
- NS 0,9% 1000cc
- Drip dopamin 5 mEg/kg/menit
- Injeksi Lovenox 2x0,6 cc
Enoxaparin adalah obat pengencer darah yang digunakan untuk mengatasi
penggumpalan darah. Obat ini digunakan untuk mencegah dan mengatasi
deep vein thrombosis, yang berisiko terjadi pada pasien yang menjalani
operasi perut, lutut, atau panggul. Enoxaparin bekerja dengan menghambat
pembentukan zat di tubuh yang menyebabkan pembekuan darah. Pada
dasarnya tubuh memiliki proses pembekuan darah alami. Pembekuan darah
tersebut terjadi ketika tubuh mengalami luka atau sayatan. Proses pembekuan
darah berfungsi agar tubuh tidak banyak kehilangan darah. Namun, ketika
pembekuan darah terjadi secara tidak normal, kondisi itu dapat merusak
pembuluh darah dan memicu munculnya penggumpalan darah, stroke, atau
serangan jantung.
- Bolus Alteplase 15 mg → Drip 50 mg selama 30 menit
Obat:
- ASA: 0 – 0 – 80
ASA/ Aspirin adalah obat yang umum digunakan untuk mengatasi
rasa sakit, menurunkan demam, atau peradangan. Aspirin juga sering
digunakan untuk mengurangi risiko serangan jantung, stroke, dan
angina, karena dapat menghambat terjadinya penggumpalan darah
- CPG: 75 – 0 – 0
Clopidogrel merupakan obat yang berfungsi untuk mencegah
trombosit (platelet) saling menempel yang berisiko membentuk
gumpalan darah. Gumpalan darah yang terbentuk di pembuluh darah
arteri dapat memicu terjadinya trombosis arteri, seperti serangan
jantung dan stroke. Pada situasi tertentu seperti serangan jantung atau
setelah pemasangan ring pada jantung, clopidogrel dikombinasikan
dengan aspirin, yang juga berfungsi untuk mencegah penggumpalan
darah. Namun yang perlu diwaspadai, kombinasi kedua obat ini akan
membuat seseorang berisiko mengalami perdarahan. Dosis yang
umumnya dianjurkan oleh dokter adalah 75 mg per hari. Namun
dosis bisa saja disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien.
- Atovastatin: 0 – 0 – 40
Atorvastatin adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kolesterol
jahat (LDL) dan trigliserida, serta meningkatkan jumlah kolesterol
baik (HDL) di dalam darah. Jika kolesterol dalam darah tetap terjaga
dalam nilai normal, maka akan menurunkan risiko stroke dan serangan
jantung.
- Captropil (Tunda)
Captopril adalah obat yang masuk ke dalam kelompok penghambat
enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitors). Fungsi utama captopril
adalah untuk mengobati hipertensi dan gagal jantung. Selain itu, obat
ini juga berguna untuk melindungi jantung setelah terjadi serangan
jantung, serta menangani penyakit ginjal akibat diabetes (nefropati
diabetik).
- Lakadin 0 – 0 – C1 (1 sendok)
Laxadine adalah obat pencahar atau laksatif yang bekerja dengan cara
merangsang gerak peristaltik pada usus besar serta menghambat
penyerapan air berlebih dari feses dan melicinkan jalan keluar feses.
Bahan aktif utamanya yang berupa parafin cair, merupakan senyawa
yang sering digunakan sebagai emolien atau pelembut yang juga dapat
melembutkan feses.
- Diazepam: 0 – 0 – 20
Diazepam adalah obat untuk mengobati kecemasan, gejala putus
alkohol, dan kejang. Obat ini juga digunakan untuk melemaskan
kejang otot dan sebagai obat penenang menjelang prosedur medis.
Diazepam adalah obat golongan benzodiazepine yang bekerja di otak
dan saraf (sistem saraf pusat) untuk menghasilkan efek tenang.
V. Kesimpulan
Pasien mengeluh nyeri dada di bagian kiri menjalar hingga punggung. Diagnosa
medis pada pasien yaitu STEMI inferoposterior + RV infark kilip I. Pasien tidak
mengetahui mengapa dirinya biasa seperti itu karena baru pertama kali
mengalami hal tersebut. Pasien mengeluhkan badannya lemah. Keadaan umum
klien lemah dengan GCS 456. Pasien telah dilakukan tindakan fibrinolitik.
Pasien saat ini masih mengeluh nyeri pada dada kirinya. Diagnosa medis pada
pasien yaitu STEMI inferoposterior + RV infark kilip I. Klien telah dilakukan
pemeriksaan foto thoraks dan didapatkan adanya kardiomegali sebesar 68%.
Pada hasil EKG didapatkan hasil ST elevasi di lead II, III, dan AVF serta
terdapat ST depresi di lead I dan AVL. Hasil EKG juga memberikan hasil
bahwa adanya AV Blok. Terapi yang telah diberikan untuk klien yaitu NS 0,9%
1000 cc, Drip dopamin 5mEg/kg/menit, Injeksi lovenox 2x0,6 cc, obat oral
yaitu ASA 1x80 mg, CPG 1x75 mg, Atovastatin 1x40 mg, Lakadin, dan
Diazepan 1x20 mg. Saat ini klien GCS 456 dengan keadaan umum lemah. TD:
100/70 mmHg, Nadi 96 x/menit, Suhu: 36,7OC, RR 20 x/menit, dan SpO2 98%.
Diagnosa keperawatan yang diambil yaitu nyeri akut, intoleransi aktivitas, dan
defisit pengetahuan.
W.Perencanaan Pulang
Tujuan pulang: pulang ke rumah di Jalan Karimun Jawa
Transportasi pulang: kendaraan pribadi
Dukungan keluarga: dukungan dari istri dan anak
Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: biaya pengobatan menggunakan BPJS
kesehatan
Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang: menjaga pola hidup dan
mengurangi aktivitas yang terlalu berat
Pengobatan: rutin minum obat yang diberikan
Rawat jalan ke: poli jantung
Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: istirahat dan menjaga pola hidup
Keterangan lain: pasien rencana dipindahkan ke ruang 5A
ANALISA DATA
Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
DS: Riwayat merokok (40 tahun) Penurunan
Pasien mengatakan nyeri ↓ curah jantung
dada di sebelah kiri, menjalar Penyempitan arteri koroner
hingga ke punggung dan ↓
kedua kaki Trombosis pada arteri koroner
Pasien memiliki riwayat jantung
merokok 1 pack per hari ↓
selama 40 tahun Penurunan aliran darah
↓
DO: Kekurangan suplai oksigen ke
KU lemah jantung
GCS 456 ↓
TTV: Iskemik miokard
↓
- TD: 100/70 mmHg
Jalur hantaran listrik terganggu
- N: 96x/menit
↓
- RR: 20x/menit
Kontraksi otot-otot ventrikel
- Suhu 36,7oC
menurun
MAP = 80 mmHg ↓
SpO2:98% Volume curah jantung menurun
Output urine : 1200 cc ↓
Balance cairan: Penurunan Curah Jantung
= input cairan- output cairan
= 650 cc –1500 cc
= -550 cc/ 7 jam
Pembesaran jantung : Hasil
CTR 68%
Hasil EKG:
Atrial Fibrilasi, ST-Elevasi
Inferior, infark inferior dan LAD
Diagnosa medis
STEMI Inferoposterior + RV
infark killip I onset 3 jam,
TAVB dt ACS dan HF
DS: Riwayat merokok (40 tahun) Nyeri
Pasien mengeluh nyeri dada ↓ Akut
sebelah kiri, menjalar hingga Penyempitan arteri koroner
ke punggung dan kedua kaki ↓
Nyeri dirasakan setelah pasien Trombosis pada arteri koroner
melakukan kerja bakti di jantung
lingkungan rumahnya ↓
Pasien mengatakan memiliki Iskemik miokard
riwayat merokok (40 tahun) 1 ↓
pack perhari Aliran darah pada arteri koroner
Hasil pengkajian nyeri PQRST jantung menurun
- P : STEMI ↓
- Q : Nyeri seperti tertusuk Suplai O2 ke otak menurun
- R : Dada sebelah kiri ↓
menjalar hingga punggung Metabolisme anerob
dan kedua kaki ↓
- S : skala nyeri 7 Penumpukan asam laktat
- T : Hilang timbul ↓
Menyentuh ujung syaraf reseptor
DO: nyeri
KU lemah ↓
GCS 456 Nyeri dada
Wajah pasien tampak pucat ↓
dan ekspresi nyeri kesakitan Nyeri akut
Pola tidur : kenyamanan
kurang nyaman karena nyeri
3 Heart <40 bpm 40-49 bpm 50-59 bpm 60-69 bpm 70-100 bpm
Rate
4 Distensi Distensi Distensi Distensi 1-2 Distensi Tidak ada
vena leher cm distensi
>3 cm 2-3 cm 0-1 cm
Jurnal ini meneliti posisi yang efektif dalam meningkatkan saturasi oksigen
arterial pada pasien yang memiliki masalah pada jantung maupun pernapasan. Uji
klinis acak ini dilakukan pada 169 pasien yang dirawat di rumah sakit yang dirawat
di 22 Rumah Sakit Bahman di Gonabad pada 2016. Pasien dipilih melalui
pengambilan sampel yang mudah, kemudian secara acak dibagi menjadi tiga
kelompok: pasien jantung, pasien pernapasan dan kelompok kontrol.
Posisi fisik bervariasi dan mencakup posisi supine, prone, semi-prone,
lateral, fowler, semi-fowler, hi-fowler dll. Setiap posisi memiliki aplikasi spesifik.
Keadaan fisik yang berbeda dapat menghasilkan efek fisiologis yang berbeda,
seperti perubahan kardiovaskular dan pernapasan, yang terjadi terutama karena
efek gravitasi pada aliran darah dan distribusinya dalam sistem vena, paru, dan
arteri. Perubahan diafragma, yang terjadi terutama karena tekanan visceral perut,
adalah di antara faktor-faktor yang mempengaruhi efek pernapasan dari berbagai
keadaan tubuh.
Awalnya, pasien ditempatkan dalam posisi semi-fowler selama 15 menit;
kemudian, saturasi oksigen arteri diukur pada tiga titik yaitu daun telinga, ujung jari
dan ujung jari kaki yang lebih besar secara bersamaan. Kemudian, pasien
ditempatkan pada posisi telentang dan tengkurap dan saturasi oksigen arteri diukur
mengikuti protokol yang sama dari posisi sebelumnya. Data yang dikumpulkan
dianalisis pada tingkat signifikansi, nilai-p kurang dari 0,05 oleh SPSS-versi 20
melalui analisis varians dengan tindakan berulang, uji-t independen dan koefisien
korelasi Pearson
Hasil penelitian yang dilakukan Najafi S, dkk (2018) menunjukkan
Persentase saturasi oksigen rata-rata memiliki perbedaan yang signifikan secara
statistik pada posisi yang berbeda (p = 0,016). Juga ditemukan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara saturasi oksigen rata-rata pada tiga titik berbeda
yaitu ujung jari, daun telinga dan ujung jari kaki yang lebih besar (p <0,001).
Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa oksigen darah arteri di titik
aurikular dan dalam posisi semi-fowler lebih tinggi daripada titik dan posisi lain;
dengan demikian, ini harus dipertimbangkan, sambil memberikan asuhan
keperawatan, dan mengevaluasi saturasi oksigen arteri, untuk pasien jantung,
pernapasan dan bahkan tanpa penyakit pernapasan dan jantung. Maka dari itu,
jurnal ini sesuai apabila diaplikasikan secara langsung pada pasien Tn. T yang
memiliki keluhan sesak napas dengan diagnosa medis STEMI .
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Memverbalisasikan Tidak jarang kadang sering Selalu
nyeri hilang / pernah
berkurang
2. Panjangnya episode >2 jam 1-2 jam 30-60 1-30 <30 menit
nyeri menit menit
3 HR (x/mnt) >115 110-115 106-109 101-105 60-100